Minggu, 19 Agustus 2012

PERAN PENDIDIK DAN TENAGA KEPENDIDIKAN DI MASYARAKAT PEDESAAN


Oleh:
H.M.Norsanie Darlan

Pendahuluan
Peran pendidik dan tenaga kependidikan dewasa ini, memang mendapat perhatian khusus oleh pemerintah. Sehubungan dengan hal itu, pendidik dan tenaga kependidikan ini juga perlu dilakukan penyesuaian. Karena kalau tidak demikian, akan terjadi kepincangan dalam pelaksanaannya di lapangan. Terlebih di kawasan pedesaan.
Dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional nomor: 20 tahun 2003 secara jelas tugas dan tanggung jawab pendidik dan tenaga kependidikan, dalam upaya menderdaskan anak bangsa.
Tulisan ini diturunkan memuat: apa PTK itu, dan berbagai masalah hak dan kewajiban, pengangkatan, kualifikasi, promosi dan sertifikasi sebagai upaya meningkatkan mutu. Termasuk juga paradiqma baru ke depan agar jalur pendidikan yang satu ini, tidak terlalu jauh terabaikan dari jalur  yang lain. Untuk lebih jelasnya dari berbagai tersebut diuraikan secara rinci berikut ini:

Apa PTK ?
Pendidik dan tenaga kependidikan (PTK) dalam pendidikan non formal banyak bertugas di masyarakat yang sebagian besar tidak mengenal lelah dan imbalan balas jasa. Mereka lebih banyak merelakan waktunya untuk menolong sesama dari pada mengecap upah. Syukur dalam kurun waktu akhir-akhir ini disekit mendapat perhatian. Ini sebuah angin segar bagi PTK-PNF. Walau jika dibanding dengan sektor formal mereka ini, masih jauh dari harapan. Namun mereka karena terpanggil untuk menolong untuk sesama dalam pendidikan luar sekolah (PNF) mereka ini, mau menyingsingkan lengan bajunya demi masa depan bangsa. Terlebih bagi mereka yang tinggal di pedesaan. Jika sekelompok orang bisa membaca, menulis dan berhitung demi menghadapi gilasan zaman, disaat inilah  pendidik dan tenaga kependidikan ini, muncul rasa kepuasan. Apalagi jika ada mengalir sekedar upah, tentu mereka lebih gigih lagi. Karena selama ini mereka tanpa imbalan pun ada yang mau berbuat sesuatu untuk orang lain. Namun, tidakah kasihan kalau mereka ini Cuma mengabdi, tanpa mendapat imbalan.

Melirik Undang-Undang
Dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (UUSPN) nomor 20 tahun 2003 secara jelas memandu kita, pada pekerjaan sehari-hari dibidang pendidikan. Untuk itu, penulis dalam kesempatan ini, memberikan sedikit apa yang diketahui tentang peran pendidik dan tenaga kependidikan dalam masyarakat di tanah air kita tercinta ini.
Kalau kita memperhatikan dan mengenali pasal 39 dari Undang-undang di atas, (1) tentang tenaga kependidikan adalah bertugas melaksanakan administrasi, pengelolaan, pengembangan, pengawasan, dan pelayanan teknis untuk menunjang berhasilnya proses pendidikan pada satuan pendidikan.
Berbicara tentang tenaga kependidikan ia bertugas menjalankan administrasi pendidikan baik dalam pengelolaan,  pengawasan maupun dalam hal-hal menjalankan pengawasan dan pelayanan teknis di institusi atau lembaga pendidikan. Tentu saja jalur pendidikan dimaksud  baik formal maupun non formal.
Dipihak lain, apa itu tenaga kependidikan meliputi pengelola satuan pendidikan, baik ia dalam tugas di pendidikan non formal (pendidikan luar sekolah) seperti: penilik dan pamong belajar. Demikian juga dalam tugas pendidikan formal seperti: pengawas, peneliti dan pengembang, pustakawan, laboran, dan teknisi sumber belajar. Namun demikian untuk diketahui bersama bahwa pada jalur pendidikan luar sekolahpun juga, ada tenaga seperti peneliti, pengembang media belajar dan teknisi sumber belajar masyarakat.  
Dipihak lain  bila kita mencermati apa sebenarnya pendidik itu berdasar pasal 39 ayat (2) maka hal ini ia merupakan tenaga profesional yang bertugas merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran, menilai hasil  pembelajaran, melakukan pembimbingan dan pelatihan, serta melakukan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat, terutama bagi pendidik dan perguruan tinggi.    


Hak Pendidik dan Tenaga Kependidikan
                Bila kita memperhatikan terhadap apa sebenarnya hak yang diperoleh dari pendidik dan tenaga kependidikan. Secara singkat mereka mendapatkan 5 hak nya sebagai berikut:
1.Mendapatkan penghasilan dan jaminan kesejahteraan sosial yang pantas dan memadai;
2.Mendapatkan penghargaan sesuai dengan tugas dan prestasi kerjanya;
3.Mendapatkan pembinaan karier sesuai dengan tuntutan pengembangan kualitas;
4.Mendapatkan perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas dan haknya atas hasil kekayaan intelektual; dan
5.Mendapatkan kesempatan untuk menggunakan sarana, prasarana, dan fasilitas pendidikan untuk menunjang kelancaran pelaksanaan tugasnya.
Dari ke 5 hak di atas, sebagai pendidik dan tenaga kependidikan (PTK) merupakan sebuah gambaran bagi mereka yang memilih profesi tersebut. Sehingga jika hak-haknya tersebut dijalankan dengan baik, maka peran pendidik dan tenaga kependidikan ini tentu akan menjadi sebuah cerminan masa depan mereka.  Mudah-mudahan menjadi kenyataan dan peraturan tidak selalu berubah.

PTK Bersama Warga Belajarnya Dalam
Pemberian Keterampilan

Kewajiban Pendidik dan  Tenaga Kependidikan
Kalau kita mengkaji terhadap PTK PNF minimal ada 3 kewajiban  kewajiban tenaga kependidikan dalam menjalankan tugasnya sehari-hari. Adapun  ke 3 hal tersebut masing-masing sebagai berikut:
1.Berkewajiban menciptakan suasana pendidikan yang bermakna, menyenangkan, punya keratif, dinamis dan dialogis;
2.Berkewajiban  mempunyai kometmen secara profesional untuk meningkatkan mutu pendidikan; dan 
3.Berkewajiban memberi teladan dan menjaga nama baik lembaga, profesi dan kedudukan sesuai dengan kepercayaan yang diberikan kepadanya.
Dari ke 3 hal di atas, suatu kewajiban yang harus diciptakan oleh masing-masing pendidik dan tenaga kependidikan dalam menjalankan tugasnya. Agar dalam menjalankan profesinya dapat menjadi contoh bagi orang lain, baik di perkotanaan maupun pedesaan.

Pengangkatan
Adapun pengangkatan dari pemerintah daerah dan penempatannya, secara sederhana tertuang dalam UUSPN Nomor 20 tahun 2003 pasal 41 menyebutkan bahwa:
1.Pendidik dan tenaga kependidikan dapat bekerja secara lintas daerah;
2.Pengangkatan, penempatan, dan penyebaran pendidik dan tenaga kependidikan diatur oleh lembaga yang mengangkatnya   berdasarkan kebutuhan satuan pendidikan formal;
3.Pemerintah dan pemerintah daerah wajib memfasilitasi satuan pendidikan dengan pendidik dan tenaga kependidikan yang diperlukan untuk menjamin terselenggaranya pendidikan yang bermutu.
Untuk diketahui lebih lanjut segala kententuan mengenai pendidik dan tenaga kependidikan sebagai mana dimaksud dalam ayat 1, 2 dan 3 di atas,  diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah (PP).

Kualifikasi Pendidik
Bila kita perhatikan dalam hal kualifikasi dan jenjang pendidikan, maka perlu diperhatikan pada hal-hal sebagai berikut:
1.Pendidik harus memiliki kualitas minimum dan sertifikasi sesuai dengan jenjang kewenangan mengajar, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional;
2.Pendidik untuk pendidikan formal pada jenjang pendidikan usia dini, pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi dihasilkan oleh perguruan tinggi yang terakreditasi;

Promosi dan Sertifikasi
Bagi para pendidik dan tenaga kependidikan bisa mendapatkan promosi dan penghargaan berdasarkan latar belakang pendidikan, pengalaman, kemampuan dan prestasi kerja dalam bidang pendidikan.
Selain itu, sertifikasi pendidik diselenggarakan oleh perguruan tinggi yang memiliki program pengadaan tenaga kependidikan yang terakreditasi.

Pembinaan Pemda  
Dari sudut lain, pemerintah dan pemerintah daerah sebetulnya berkewajiban membina dan mengembangkan tenaga kependidikan pada satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh pemerintah pusat dan pemerintah daerah.
Penyelenggaraan pendidikan oleh masyarakat berkewajiban membina dan mengembangkan tenaga kependidikan pada satuan pendidikan yang diselenggarakannya.
Pemerintah dan pemerintah daerah wajib membantu pembinaan dan pengembangan tenaga kependidikan pada satuan pendidikan formal yang diselenggarakan oleh masyarakat.

Upaya Meningkatkan Mutu Pendidikan
            Pengertian upaya menurut Poerwadarminta (1986) dan Moeliono (1989;995) adalah: “…suatu usaha, akal, ikhtiar  untuk mencapai suatu maksud dalam memecahkan suatu persoalan…”. Sehingga dalam bentuk positif para pendidik ataukah ia seorang guru, keluarga ataukah pemerintah dan tokoh masyarakat yang pikirannya selalu muncul kearah kualitas generasi baik masa sekarang maupun akan datang.
Bila kita menengok terhadap konsep secara luas apa itu pendidikan menurut, Hassan Shadely (1984; 2627) adalah sebuah proses membimbing manusia dari masa kegelapan (kebodohan) ke arah kecerahan suatu pengetahuan. Dalam arti luas, juga pendidikan baik yang bersifat formal maupun yang informal atau dalam jalur lain, seperti  pendidikan luar sekolah (PLS) yang meliputi segala hal memperluas pengetahuan manusia tentang dirinya sendiri, dan tentang dunia dan lingkungan dimana mereka itu hidup. Sedangkan menurut caranya, pendidikan terbagi menjadi 3 macam:
1) dresur, yakni pendidikan yang berdasarkan paksaan; dilakukan pada anak-anak yang umurnya belum 1 tahun;
2) latihan, dimaksudkan untuk membentuk kebiasaan; dilakukan sedapat-dapatnya secara sadar oleh anak didik;
3) pendidikan, dimaksud untuk membentuk kata hati; anak didik yang diajar berbuat menurut kesanggupan sendiri, dan menentukan kelakuan sendiri atas tanggung jawab sendiri pula.
Pendidikan dilakukan sampai saat anak didik sanggup bertanggung jawab sendiri akan segala yang dilakukannya. Pada saat itulah pendidikan dianggap selesai. Hakikat dan tujuan pendidikan erat hubungannya dengan tanggapan hidup pendidik, demikian juga cara-cara mereka melakukan pendidikan dalam praktek. Tanggapan hidup pendidikan menjadi dasar bagi cara dan tujuan pendidikan yang diberikannya. Yang pertama-tama bertanggungjawab tentang pendidikan bagi seorang anak ialah orang tuanya, kemudian keluarga, masyarakat, dan akhirnya negara. Dalam hubungan ini sangat penting artinya bagi pendidikan, ialah: keterlibatan organisasi, wartawan melalui surat kabar dan media massa lainnya, buku bacaan, perpustakaan dll.
Ada beberapa segi dalam pemikiran yang terdapat dalam dunia pendidikan, seperti:
1) Pendidikan intelektual, meliputi pengajaran pelbagai pengetahuan dan kepandaian serta keterampilan yang perlu bagi perkembangan akal; 
2) Pendidikan jasmani, agar badan tumbuh secara sehat dan menjadi kuat;
3) Pendidikan kesusilaan, mengajarkan mana yang baik dan mana yang buruk, dan agar berbuat menurut norma-norma baik-buruk tersebut;
4) Pendidikan keindahan, agar dapat menghargai nilai-nilai keindahan yang terdapat dalam dan kehidupan, khususnya kesenian;
5) pendidikan sosial, agar dapat menghargai dan menerima nilai-nilai hidup bersama orang lain.
Dalam prakteknya pendidikan, segi-segi tersebut tidak dapat dipisahkan yang satu dari yang lain, sehingga dengan demikian jiwa anak didik berkembang dalam keselarasan. Pendidikan dapat diwujudkan dalam berbagai cara; yang bersifat positif antara lain: 
a)      Memberi teladan baik,
b)      Latihan untuk membentuk kebiasaan,
c)      Memberi perintah,
d)      Memberi pujian dan hadiah,
e)      Menyalurkan hasrat berbuat sehingga menjadi kreativitas.
Sedangkan dalam cara-cara negatif antara lain:
a)      Mengadakan pelbagai larangan,
b)      Celaan dan teguran,
c)      Hukuman.
Dari hal-hal dalam uraian di atas, kita sama maklumi bahwa maka yang dirasa tepat, jika kita hubungkan dengan seseorang yang mendapat tugas dan tanggung jawab sebagai pemimpin proyek di sebuah Dinas/Badan dan Unit instansi tentu. Tinggal kita sendiri yang memilahnya. Sebab seorang pemimpin proyek tidak akan muncul begitu saja, tanpa ada orang lain yang mengusulkannya. Kemudian sebagai pemimpin proyek, sulit dibayangkan jika ia mau berlama-lama. Sebab ada aturan yang mengatur. Artinya sewaktu-waktu ia akan sadar bahwa pasti berhenti karena diikat oleh sebuah peraturan. Di pihak lain tentu memberikan kesempatan kepada orang lain, agar sama-sama merasakan bagai mana seorang memimpin sebuah proyek. Terlepas besar kecilnya anggaran yang diberikan. Baik dalam bentuk fisik maupun non fisik.

Pendidik Profesional
Dalam menjadikan seseorang yang disebut dengan pendidik yang profesional, banyak  hal yang perlu untuk kita pelajari.  Sebelum mengetahui apa arti profesional tentu kita harus tahun persis akar rumput  keprofesional itu sendiri. Dari berbagai pendapat penulis menguraikan arti profesional ini menurut: Poerwadarmintan (1986) dan Anton M. Moeliono (1989;702) adalah:”…seseorang yang memerlukan kepandaian khusus untuk menjalankan tugasnya dengan baik …”. Sedangkan ahli lain Hassan Shadily (1984; 2774)  adalah:”…orang yang mengerjakan sesuatu karena jabatan atau profesinya, bukan hanya untuk kesenangan saja, tetapi merupakan mata pencaharian…”.  Dalam sudut lain, semi-profesional  atau part time profesional (ingg.)  pemait atau contoh seorang atlet yang dibolehkan mendapatkan penghasilan dari olahraga.
Dengan melihat apa yang diuraikan di atas, arti profesiolnal seperti: guru, PTK, wartawan, dokter, atlet dan lain-lain adalah sebuah pekerjaan yang tidak semua orang mampu melakukannya. Sebab seperti seorang guru yang profesional ia memiliki kecakapan, dan dari kecakapannya itulah ia dapat  menjalankan tugasnya dengan baik.

Mutu Pendidikan
Jika kita ingin meningkatkan mutu pendidikan, maka banyak hal yang harus dibenahi. Misalnya tenaga guru, dari sebuah artikel yang ditulis Kenneth D. Benne (1985; 155).  Ia mempredeksi dalam dasawarsa yang baru lalu, pengalaman bidang pendidikan sebagai perundingan dunia kognitif yang berbeda. Sebab batas antara sekolah, perguruan tinggi atau universitas serta lembaga-lembaga bukan-sekolah dalam lingkungannya menjadi lebih dapat ditembus. Salah satu bukti dari perubahan ini adalah meningkatnya penggunaan pendidikan pengalaman lapangan mahasiswa sebagai pelengkap, tambahan atau kadang-kadang sebagai partner yang sama kedudukannya untuk pengajaran akademik. Tentu saja pengalaman lapangan merupakan bagian yang tetap dari banyak pendidikan kejuruan dan profesional selama satu generasi atau lebih dalam bidang kedokteran, perawatan, pekerjaan sosial, perekayasaan, pengajaran, dan bermacam-macam pendidikan kejuruan. Namun, dalam dasawarsa yang lalu, pengalaman lapangan telah menemukan jalan untuk memasuki program pendidikan umum dan pengetahuan budaya. Upaya untuk memasukkan pengalaman non-akademik bagi mahasiswa ke dalam kursus yang di sponsori secara akademik dan program pengajaran, barangkali paling sering terjadi pada jurusan-jurusan yang memusatkan perhatian pada studi perilaku manusia dan sistem manusia – misalnya psikologi, sosiologi, ilmu politik, dan anthropologi. Bagaimanapun juga, penggunaan pengalaman inilah yang menjadi pokok bahasan makalah ini.
            Para mahasiswa yang terlibat dalam suatu paduan pelajaran akademik dengan pengalaman lapangan dapat dilihat sebagai menyelesaikan suatu proses pemanfaatan pengetahuan. Mereka mempertahankan keanggotaan bersama dalam sebuah lembaga skolastik, yang diakui setia pada produksi dan/atau lingkungan tindakan tempat pengetahuan dan keterampilan itu digunkan untuk melaksanakan fungsi sosial atau memperbaiki kondisi manusiawi. Mahasiswa ditempatkan sebagai agen yang menghubungkan dan menjembatani dua sistem sosial yang berbeda di dalam rangkaian penggunaan pengetahuan. Kualitas pengetahuan yang dicapai mahasiswa akan tergantung pada seberapa memadai dia memahami dan mengelola keanggotaannya yang rangkap dua, seberapa baik dia menyatukan tuntutan-tuntutan yang berbeda dan kadang-kadang bertentangan dari dua lingkungan sosial terhadap gagasan, tingkah laku, dan pengeluaran energi.
Pengalaman lapangan bagi mahasiswa dalam pendidikan profesional dan kejuruan sering ditandai oleh konflik antara penyelia akademik dan supervisor lapangan. Bagi penyelia akademik, mahasiswa berada di lapangan untuk menambah, memperluas dan memperdalam proses belajar pengetahuan dan keterampilannya. Bagi penyelia lapangan, proses belajar mahasiswa ditangguhkan demi pemeliharaan pelayanan kualitas bagi klien (pasien bagi perawat-mahasiswa, terapis okupasional, dan terapis fisis di rumah sakit, murid bagi guru mahasiswa di sekolah, jemaat bagi pengkhotbah di gereja, dan lain sebaginya). Mahasiswa berada antara satu titik konflik antara sasaran-sasaran prioritas pada dua lembaga tempat dia terlibat dalam pengalaman lapangannya. Misalnya, penyelia akademik menginginkan tanggungjawab yang lebih besar dalam bekerja bersama murid bagi guru-mahasiswa daripada yang dapat diizinkan menyelia lapangan, jika ditilik dari sudut resiko untuk proses belajar murid dan untuk hubungan masyarakat sekolah yang mungkin diakibatkan oleh ”kekeliruan” seseorang guru-mahasiswa, meskipun “kekeliruan” tersebut dapat menjadi kesempatan yang sangat bagus untuk proses belajar profesional. Atau, jikalau penyelia lapangan menuntun guru-mahasiswa ke dalam tugas yang “aman” dan rutin di sekolah, supervisor akademik mungkin merasa bahwa gurumahasiswa yang bersangkutan diekspolatasi karena diharuskan bekerja bagi sekolah dengan sedikit kemungkinan atau bahkan tidak ada kemungkinan untuk belajar dari pekerjaan tersebut.

Mutu Pendidikan dan Tenaga Kependidikan
            Sebagai titik awal keberhasilan dalam dunia pendidikan, tentu tidak terlepas dengan mutu prndidikan dan tenaga kependidikan (PTK) itu sendiri. Walau istilah itu tidak seluruhnya sebenar. Komponen yang tak dapat dipisahkan adalah peran orang tua masyarakat sangat turut mewarnai keberhasilan baik di sekolah maupun di luar sekolah atau yang lazim sekarang disebut dengan pendidikan non formal, untuk mengantar siswa atau warga masyarakat  dalam meraih keberhasilan. Sebab ada kalanya seorang tempat anak itu belajar biasa-biasa saja. Tapi dorongan orang tua anak yang sangat tinggi mendorong untuk belajar disertai warga masyarakat sehingga anak tadi jadi berhasil dengan baik. Dipihak lain anak yang motivasi tinggi, walau sekolah sebagai institusi hanya dengan pas-pasan juga diiringi oleh nasib si anak memang garis tangan yang baik sehingga pendidikan dan kedudukan anak di starata tertentu menjol, orang selalu mengatakan itu adalah hasil produk di sekolah tertentu. Walau tidak seluruhnya hal itu benar.
            Tulisan ini menampilkan mutu PTK lebih cenderung adanya dorongan yang seimbang antara motivasi tutor, orang tua, masyarakat dan anak itu sendiri sangat memberikan kemudahan dalam mencapai suatu keberhasilan.
            Sebenarnya mutu tutor didasari atas beberapa hal seperti: (1) pendidikan formal tutor itu sendiri,  (2) masa kerja yang cukup, (3) kemampuan tutor  dalam menjadi agen pendidikan serta (4) menegerial  yang handal.
            Jika ke empat hal di atas, telah dipenuhi maka mutu yang diharapkan akan mendekati kenyataan. Hal ini kenyataan di lapangan yang banyak kita hadapi sekarang adalah pekerjaan guru sebagai “Oemar Bakri” ini, masih sebagai pilihan paling akhir, kita sulit mencapai apa yang kita inginkan. Sebab guru selama sebagai pilihan terakhir ini merupakan pilihan dari sekian alternatif dan yang paling rendah ternyata menjadi lapangan kerja. Sehingga tentu saja pekerjaan guru ini menjadi sebuah pekerjaan yang kurang diminati oleh si guru itu sendiri, tentunya.


TLD
Tenaga Lapangan Dikmas, perlu diperhatikan secara serius. Sebab kran yang dibukan untuk semua bidang ilmu sarjana itu, tidak seluruhnya membawa hasil. Ada kemungkinan muncul kegelisahan dari sekelompok orang. Termasuk bagi pendidik dan tenaga kependidikan. Kegelisahan ini, punya dasar yang kuat. Karena yang digarap masalah pedidikan, terlebih pendidikan luar sekolah. Yang membutuhkan berbagai hal yang sulit untuk dijelaskan dalam kesempatan ini. Namun ada dugaan yang mendekati kebenaran lewat cara ini, membuka kran terhadap tenaga lain, untuk mengambil kesempatan mencari NIP. Hal ini, setelah mereka betul-betul CPNSnya sudah selesai, ia sudah PNS murni 100%. Atau dengan kata lain, TLD hanya tempat mendaftar mencari PNS. Setelah ia PNS lambat laun akan kembali ke kantor mana  yang semula ia idamkan. Hal ini kenapa tidak, karena PNS ini merasakan bidang keilmuan pada dirinya tidak sesuai, maka alasan itu membuat ia mutasi ke dinas lain. Permasalahan yang bakal timbul, atau yang telah timbul adalah TLD menerima setiap tahun. Tapi karena tidak sesuai pada bidangnya. Maka angka tuna aksara selalu banyak. Karena PNS yang baru berasal dari TLD tersebut tidak seluruhnya dapat menguasai permasalahan yang terjadi di lapangan. Sebab mereka yang dididik ke dunia pendidikan luar sekolah betul-betul belajar 4 – 5 tahun tentang hal itu. Sementara yang ikut pada TLD ini, PLS adalah hanya kerena tidak mendapatkan tempat untuk melamar. Sehingga pilihan yang paling akhir dan kebetulan berhasil.
Di sarankan, jika telah mendapatkan PNS lewat jalur TLD janganlah TLD ini sebagai batu lompatan untuk mencari lapangan kerja di PNS. Pekerjaan PNS sangat dicari oleh para sarjana pada bidangnya.  Dan pekerjaan dalam profesi PLS itu tidak dapat dipelajari hanya dalam 2-3 bulan. Tapi harus mengalami proses 4-5 tahun. Kasian dong mereka kuliah cukup lama, kok lapangan kerjanya diambil bidang lain.

Paradiqma Baru PLS
Dalam mewujudkan pendidikan, terlebih jalur pendidikan luar sekolah perlu adanya perubahan baru dalam menyongsong masa depan yang lebih baik dari sebelumnya. Hal ini, kalau teori lama terus kita pertahankan. Maka pembangunan jalur pendidikan luar sekolah (pendidikan non formal) akan menemukan kegagalan. Jikal tersebut gagal, maka bangsa kitapun turut dirugikan.
Dalam teori lama di jalur pendidikan luar sekolah menyebutkan bahwa pendidikan  cukup dengan ada warga belajar dan tutor serta materi belajar dapat dirancang sendiri oleh tutor.  Masalah tempat proses belajar membelajarkan tidak terlalu perlu diperhatikan. Namun dengan ”paradiqma baru dewasa ini”, pendidikan luar sekolah tidak dapat lagi dipertahankan seperti ”tempoe doeloe”. Terlebih masalah tempat proses belajar mengajar yang masa lalu boleh di rumah tokoh masyarakat, di Balai Desa atau di surau-surau, dsb.
Teori di atas dalam masa sekarang sudah tidak berlaku lagi. Sebab kalau warga belajar dan tutor sudah ada, kalau ruang belajarnya tidak tersedia. Warga belajar malas untuk belajar. Sebab mereka melihat terhadap jalur pendidikan formal murid, guru, ruang dan materi belajarnya sudah tersedia. Sehingga warga belajar yang pernah putus sekolah pada jalur pendidikan formal. Kalau ia ikut pada jalur pendidikan luar sekolah (PLS) atau istilah sekarang pendidikan non formal, dengan melihat ruang belajar yang belum memberikan harapan. Terlebih di rumah warga masyarakat atau di PKBM yang kebetulan sangat membutuhkan perbaikan. Atau rasio warga belajar yang tidak edial dengan ruang belajar yang ada sehingga menurunkan minat mereka untuk belajar.
Dengan melihat hal-hal di atas, penulis menyarankan agar terjadi perhatian secara khusus bahwa dalam menuntaskan wajar 9 tahun harus didukung dana pemerintah. Khususnya memperhatikan kelayakan bangunan PKBM apakah dibantu dengan bantuan rehab ataukah perluasan ruangan belajar oleh pemerintah. Tampa hal itu, minat belajar masyarakat masih kurang dalam jalur PLS. Selain itu, Hr tutor dan materi belajar termasuk Taman Bacaan Masyarakat (TBM) sangat dinantikan masyarakat, yang lebih baik dari masa sebelumnya.


DAFTAR PUSTAKA

Bennis, Warren G., Benne Kennth D., dan Chin, Robert , 1990. Perencanaan & Perubahan, Intermedia, Jakarta.
Benner, Kennet D.  Perencanaan & Perubahan, Intermedia, Jakarta.
Hassan Shadely , 1980. Ensiklopedi Indonesia, Ictiar Baru, Jakarta.
Hamid, Dedi, 2003. Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional, Asokadikta, Jakarta.
Moliono, Anton M. 1989. Kamus Besar Bahasa Indonesia¸Depdiknas RI, Jakarta.
Poerwadarminta, WJS. 1986. Kamus Umum Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta.
Shadily, Hassan 1984. Ensiklopedia Indonesia, Ictiar Baru, Jakarta.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar