Kamis, 12 Juni 2014

Arti dan Ciri PLS



Apa Arti dan Ciri
Pendidikan Luar Sekolah
Oleh:
H.M.Norsanie Darlan

Arti Pendidikan Luar Sekolah  adalah: setiap kesempatan dimana terdapat komunikasi yang teratur dan terarah di luar sekolah, di mana seseorang memperoleh informasi pengetahuan, latihan dan bimbingan yang sesuai dengan usia dan kebutuhan hidupnya, dengan mengembangkan tingkat keterampilan, sikap dan nilai-nilai yang memungkinkan baginya menjadi peserta aktif dan efesien dalam lingkungan pekerjaannya bahkan lingkungan masyarakat negaranya.    

Ciri PNF atau PLS
Bila mengkaji berbagai literatur menyebutkan bahwa Pendidikan Luar sekolah (PLS) yang berdasarkan dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional nomor 20 tahun 2003 secara jelas bahwa PLS atau pendidikan nonformal itu tidak dijelaskan secara rinci dalam hal ciri pendidikan luar sekolah itu. Penulis dalam kesempatan ini, mencoba mengurai ciri tentang PLS atau pendidikan nonformal ini adalah:
(1) waktunya pendek;
(2) materinya beragam;
(3) siswanya bervariasi dan;
(4) tempatnya menyesuaikan
Untuk lebih jelasnya yaitu: waktunya pendek, artinya pendidikan luar sekolah atau pendidikan nonformal ini, tidak lebih dari 12 bulan. Bahkan ada yang hanya satu hari. Demikian juga jam belajarnya. Apakah pagi, sore atau malam hari. Sehingga tidak mengganggu jam kerja warga belajar.
Dalam perkembangannya, pada pendidikan dasar dan menengah dewasa ini tentu ada yang lebih dari setahun. Misalnya dalam program paket A,B dan C.  Guna meningkatkan kualitas disertai fungsi dan peran yang makin diperbaiki. Maka warga belajar paket A, B dan C tidak mungikin dalam waktu 3 – 4 bulan sudah terima ijazah. Mereka harus belajar dengan kesungguhan, disertai mengikuti ujian untuk menentukan kelulusan.
Adapun materi pembelajaran pendidikan orang dewasa ini, beragam. Artinya menyesuaikan dengan kebutuhan masyarakat (belajar berdasarkan bebutuhan masyarakat). Beda dengan pendidikan persekolahan atau pendidikan formal. Dalam pendidikan luar sekolah atau pendidikan nonformal ini, materi dibuat berdasarkan kesepakatan. Para mahasiswa yang mengambil program studi / jurusan Pendidikan Luar Sekolah (PLS) tahu persis cara rancang bangun dan rekayasa dalam materi belajar yang berdasar kesepakatan itu. Kalau tidak maka kelompok belajarnya akan bubar.
Siswanya atau istilah di PLS Warga belajarnya bervariasi, dengan berdasar konsep pendidikan luar sekolah atau pendidikan nonformal ini, kepada mereka yang karena sesuatu dan lain hal dalam pendidikan formal belum sempat menikmati dunia pendidikan. Namun telah berusia 35 tahun baru ia sadar akan pentingnya sekolah dasar. Padahal pada usia itu tidak akan ada lagi murid SD. Maka ia harus mengikuti jalur ke 2 yaitu pendidikan luar sekolah atau pendidikan nonformal ini, dengan belajar paket A. Sehingga ia harus mengikuti paket A-1 sampai  A-100. Atau pendidikan keaksaraan lainnya. Selain itu tutor harus mengerti betul yang didik ini orang dewasa. Materi selingan perlu ada agar warga belajar tidak bosan, maka ia harus merancang bangun dan rekayasa materi belajar lain yang sesuai kebutuhan warga belajar (WB)-nya. Yang dimaksud bervariasi di atas tidak lain usia peserta beragam. Ada yang usia 25 tahun ada pula  35 tahun dan sebagainya. Bahkan pengalaman penulis ada warga belajar (siswanya) lebih tua dari tutor (guru) ini adalah wajar, dan motivasi ingin tahunya sangat tinggi.
Bicara tentang tempat tidak seperti dunia persekolahan atau pendidikan formal. Melainkan pendidikan luar sekolah atau pendidikan nonformal ini, berdasarkesepakatan bersama. Terkadang di ruang kelas sekolah, di rumah ketua RT, RK/RW, di rumah warga belajar sendiri atau di balai desa. Yang penting ada kesepakatan.
Dengan demikian dalam memperhatikan pendidikan luar sekolah atau pendidikan nonformal ini, tentang: waktu, materi, wb bervariasi dan tempat tentu beda dengan sistem persekolahan atau pendidikan formal. Dan kalau kita terpaku pada salah satu jalur saja di dunia pendidikan ini, maka kapan lagi kepincangan pendidikan itu dapat kita luruskan.

Sekedar tahu: Pendidikan Luar Sekolah (PLS) yang ada di Universitas Palangka Raya itu berdiri sejak Unpar di didirikan. (Lihat Sejarah) Berdirinya Unpar semula ada IKIP Bandung Cabang Palangka Raya dan ada pula Fakultas Ekonomi. Lalu 2 perguruan tinggi swasta ini, dijadikan cikal bakal berdirinya Universitas negeri terbesar di Kalimantan Tengah.
Pada IKIP Bandung Cabang Palangka Raya di sana ada Fakultas Ilmu Pendidikan (FIP) yang memiliki 2 jurusan. Masing-masing Pendidikan Luar Sekolah (PLS) dan jurusan pedidikan Umum (PU).
Program Studi Pendidikan Luar Sekolah PLS ini, tidak pernah terhenti hingga sekarang. Dalam tahun 1986, ada goncangan berat, yaitu: seluruh Program Studi PLS, Bimbingan Penyuluhan (BP) dan Administrasi Pendidikan (AP) turut menghentikan menerima mahasiswa input SLA. Karena ada kabar burung pemerintah mau menghentikan. Hal ini kabarnya berlaku pada FKIP seluruh Indonesia. PLS Unpar tetap berjalan dengan menerima mahasiswa input Sarjana Muda dan Diploma. Hingga tahun 1996 kembali menerima mahasiswa Input SLA hingga sekarang. Semula atas restu Rektor Unpar Prof. Dr. Ir. Ali Hasymi, MS, MA.
PLS Universitas Palangka Raya masuk dalam sejarah di tanah air dalam dunia pendidikan luar sekolah yang mampu bertahan tanpa berhenti. Karena selama 10 tahun berjalan masa itu, hanya 2 perguruan tinggi di tanah air yang bertahan hingga sekarang yaitu: PLS FKIP Universitas Jember di Jatim dan PLS FKIP Universitas Palangka Raya di Kalteng.
Sejak tahun 2008 walau Profesornya hanya seorang, PLS Universitas Palangka Raya naik daun. Karena hingga sekarang PLS  Universitas Palangka Raya tidak saja membina dan memproduk sarjana S-1 tapi juga S-2 (Program Magister/M.Pd) dan menelurkan ratusan lebih M.Pd di Kalimantan Tengah. Mahasiswa tidak sebatas di Palangka Raya, juga dari berbagai daerah dan provinsi. Di Kalimantan Tengah hampir semua kabupaten kota kuliah di S-2 PLS. Sedangkan Provinsi lain seperti Kalimantan Barat dan Kalimantan Timur juga kuliah di S-2 PLS Unpar. Kalimanan Selatan tahun ini  juga mendaftar. Pendapaftaran sebentar lagi (bulan Juli)  akan ditutup.
Bertahannya pendidikan Luar Sekolah ini untuk tetap menjalankan pengabdiannya karena meresaran pendidikan non formal ini, belum banyak mendapatkan perhatian dari berbagai pihak. Hal ini karena ketidak tahuan saja. Namun mahasiswa S-2 PLS sejak tahun 2008 mayoritas dari tenaga guru, yang berminat menyandang gelar Sarjana S-2 (M.Pd). selain itu dari berbagai PNS dari Dinas dan Badan serta Swasta dari berbagai instansi ikut kuliah di PLS.
Dalam pertemuan dosen PLS secara nasional dosen –dosen dari berbagai perguruan tinggi di tanah air selalu bertanya dan angkat jempol kepada Unpar. Karena S-2 PLS di negeri tercinta ini, yang hanya satu-satunya ada di luar Jawa adalah di Palangka Raya. Sementara di PLS Surabaya 6 orang guru besar PLS kok kenapa proposalnya untuk mendirikan S-2 selalu kandas. Sementara di Universitas Palangka Raya agustus 2008 sudah mendapat restu secara resmi dan mendapat izin operasional dari Mendikbud RI, melalui Dirjen Pendidikan Tinggi. Alumnus kami sudah menempati di berbagai Instansi pemerintah dan swasta di tanah air.

Perlu Pemikiran Pengamanan Wilayah RI



KIPRAH KAWASAN 3-T SEBAIKNYA PERLU
PENEMPATAN PENSIUNAN

Memperhatikan banyaknya di negeri kita kawasan Terluar, Terpencil dan Tertinggal (3-T) yang selama ini pemerintah telah menyediakan dana cukup besar untuk menugaskan para sarjana dalam kurun waktu yang ditentukan. Dengan tujuan agar masyarakat kita yang berada di sana mendapatkan pelayanan pendidikan dan juga kesehatan.
Namun saya berpikiran lain dan bahkan di negeri kita setiap tahun ratusan orang yang telah memasuki usia pensiun. Mereka usia pensiun ini untuk ditempatkan pada kawasan 3-T alangkah indahnya jika kita tempatkan pensiunan TNI dan Polri. Alasannya sangat sederhana yang tidak lain adalah  mereka ini dalam bela negara tidak diragukan lain. Mereka berpancasilais sejati. Mereka juga sejak mulai masuk kerja di TNI dan Polri hingga masa menjelang pensiun bertugas dalam bela negara. Sehingga kalau mereka ditempatkan saat pensiun pada kawasan 3–T ini pasti lebih profesional dibanding dengan para transmigrasi biasa. Kenapa tidak, mereka TNI dan Polri punya indra ke 6 bila menemukan pihak negara lain yang ingin mengganggu terhadap kedaulatan wilayah negeri ini.
Kawasan Terluar, Terpencil dan Tertinggal (3-T)  ini belum banyak mendapat perhatian kita semua. Apa lagi kawasan nan jauh di sana. Sehingga mereka yang ditugaskan ke tempat ini harus pikir-pikir. Karena betapa sulitnya untuk mengejar lokasi itu. Terlebih bagi mereka yang di tempatkan ini hanya sekedar mencari kerja. Setelah dapat kerja pikir-pikir untuk pindah ke kota. Ini tentu beda dengan mereka yang sebelumnya rela berkorban untuk negara. Walau jiwa raganya terancam. Kalau memang mau wilayahnya mau dikuasai bangsa lain.
Kita sama ketahui bahwa pulau ligitan dan di kawasan perbatasan dengan Malaysia hilang dari jangkauan kita. Karena negeri tetangga kita senyum melihat pulau-pulau kita yang tidak ada pengawasan yang memadai. Hati-hati karena kita selalu terpusat pikiran di Jakarta saja seperti para Legislatif yang terpilih dalam pemilu April 2014 lalu, dan sekarang sudah siap-siap akan melenggang ke Senayan. Dipihak lain, para calon Presiden dan wakilnya. Tapi pulau-pulau terluar kita belum banyak mendapatkan pengawasan secara serius.
Dengan demikian bagaimana penempatan para pensiunan itu?, TNI dan Polri hal ini tidak  lain adalah: penempatan mereka menjelang hari tuanya diberikan  fasilitas tertentu dibangunkan rumah dan areal lahan perkebunan guna masa depan mereka. Tidak itu saja, merika ini walau mendapatkan gaji setiap bulan, instansi terkait harus diberikan jaminan hidupnya. Tidak seperti transmigrasi biasa tapi jaminan hidup mereka lebih panjang dari jadup transmigrasi biasa. Sehingga para pensiunan itu tidak jenuh. Kalau perlu mereka sampai tanaman yang mereka tanam di permukiman baru itu sampai berbuah. Kalau jaminan hidupnya (jadup) hanya dalam 18 bulan, tentu saja belum mendapatkan hasil yang mereka lakukan.
  Para pensiunan TNI dan Polri ini disamping mendapatkan jaminan hidup (jadup) juga mendapatkan fasilitas perumahan dan alat transportasi ke kota kecamatan. Sehingga  mereka itu tidak merasa dibuang dari masyarakat banyak. Tapi karena menjalankan tugasnya yang baru setelah mensiun punya kemampuan dalam membela NKRI.
Bagi pulau-pulau yang sudah berpenduduk, tentu saja tingkat pendidikan dan kesehatan masyarakat lebih rendah dari di perkotaan. Kawasan ini ditambah dengan para tenaga guru yang benar-benar berpendidikan guru. Dan tenaga kesehatan. Sebab kawasan 3-T tentu memerlukan pemerataan baik dibidang pendidikan maupun kesehatan. Selain itu, untu kpenuntasan pendidikan di kawasan 3-T juga perlu sarjana pendidikan luar sekolah untuk membebaskan 3 buta bagi masyarakat usia produktif. Ditambah pendidikan keterampilan untuk mengolah sumber daya alam (SDA) guna dipasarkan di desa-desa di sekitar.

Penulis: Prof. Dr. H.M.Norsanie Darlan, MS PH guru besar PLS Universitas Palangka Raya