Sabtu, 05 Juli 2014

Pendidikan Nonformal



APA PENDIDIKAN NONFORMAL ITU?
Oleh :
H. M. Norsanie Darlan
1.      Pengertian Pendidikan Nonformal
Yang dimaksud dengan pendidikan nonformal adalah setiap program pelayanan kegiatan yang diselenggarakan di luar sistem persekolahan, dan merupakan bagian terpadu dari sistem pendidikan nasional yang berlangsung seumur hidup menuju terbentuknya manusia pancasila yang berkarakter.
Berdasarkan pendidikan pra sekolah yang isi kegiatannya berkenaan dengan perluasan wawasan, peningkatan keterampilan dan kesejahteraan keluarga, disebut program pendidikan nonformal.
Menurut Soedamo, salah seorang tokoh Pendidikan Luar Sekolah (PNF) Indonesia dalam bukunya berjudul: Pendidikan Non Formal menurut:  Soedamo,  dan Norsanie (1974 : 11). Secara jelas  menyebutkan:
“...Pendidikan Nonformal adalah setiap kesempatan dimana dan terdapat komunikasi yang teratur dan terarah, diluar sekolah (diluar formal), dimana seseorang memperoleh informasi, pengetahuan, latihan, atau pun bimbingan sesuai dengan usia dan kebutuhan hidupnya, dengan tujuan mengembangkan tingkat keterampilan, sikap dan nilai-nilai yang memungkinkan baginya menjadi peserta aktif yang efesien dan efektif dalam keluarganya, pekerjaanya bahkan lingkungan masyarakat dan negaranya....”
Sedangkan menurut Phillips H. Combs, dalam bukunya yang berjudul : concept education beyond school, Jakarta thn (1986 : 50) menyebutkan :
“...Setiap kegiatan pendidikan yang terorganisir dan diselenggarakan di luar system formal, baik tersendiri maupun merupakan bagian dari suatu kegiatan yang luas, yang dimaksudkan untuk memberikan layanan kepada sasaran didik tertentu dalam rangka mencapai tujuan-tujuan belajar...”.
Menurut Sanafiah Faisal, dalam bukunya yang berjudul : Pendidikan Nonformal didalam system pendidikan dan pembangunan nasional, Surabaya thn (1981 : 37), secara sederhana menyebutkan :
“...Penyelengaraan Pendidikan yang terorganisir di luar system persekolahan, isi pendidikannya terprogram, adanya sekuensi materi yang disampaikan didalam proses suatu pendidikan yang berlangsung, berada dalam suatu medan inter-aksi belajar mengajar yang sedikit banyak terkontrol, serta adanya kredensial meskipun tidak selalu memiliki saksi legal contoh konkritnya seperti kursus, penataran, dan training...”.

2. Fungsi Pendidikan Nonformal
Fungsi Pendidikan Nonformal adalah membelajarkan individu agar mampu mengembangkan potensi yang ada pada diri kearah perwujudan pribadi yang utuh, dan membelajarkan masyarakat sehingga terwujud masyarakat gemar belajar. Gemar belajar ini dalam arti luas, meliputi berupa: membaca, menulis dan berhitung. Tidak itu saja tapi juga itu mereka juga perlu diberikan berbagai keperluan hidup berupa keterampilan-keterampilan yang sebaiknya memberikan fungsi terhadap sumber daya alam di sekitar untuk diolah menjadi suatu kecakapan hidupnya.
Pelaksanaan Pendidikan  Nonformal tidak terikat oleh ruang dan waktu dapat dilakukan kapan saja, dimana saja, oleh dan untuk siapa saja seseorang yang pada suatu ketika menjadi peserta didik pada saat ini dia dapat menjadi tutor ataupun instruktur.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa fungsi utama Pendidikan Nonformal adalah membelajarkan masyarakat, kapan saja dan memanfaatkan nilai yang baik dan lebih bermanfaat bagi kehidupan pribadi keluarga, masyarakat bangsa dan Negara.

3. Tujuan Pendidikan Nonformal
Dalam pencapaian secara operasional tujuan institusional pendidikan Nonformal, memungkinkan bagi warga masyarakat untuk memiliki :
-        memberikan kemampuan mengembangkan kepribadian dan mengaktualisasikan dirinya;
-         Memberikan kemampuan menghadapi tantangan hidup, baik dalam lingkungan keluarga atau masyarakat;
-         Punya kemampuan membina keluarga sejahtera dalam rangka memajukan kesejahteraan umum;
-      Wawasan yang luas tentang hak dan kewajiban sebagai warga Negara;
-      Kesadaran berbangsa bernegara, dan bermasyarakat dalam rangka pembangunan manusia dan masyarakat pancasila;
-       Kemampuan menciptakan /membantu menciptakan lapangan kerja sesuai dengan keahlian yang dimiliki;
Karena tujuan ini menegaskan bahwa pendidikan Nonformal berusaha mengembangkan secara selaras, serasi dan seimbang. Kecerdasan sikap, kreativitas, dan upaya peningkatan mutu dan taraf hidup individu, keluarga, masyarakat bangsa dan negara.
Upaya pencapaian tujuan yang institusional tersebut pada hakikatnya dilimpahkan kepada pranata kelembagaan pendidikan keluarga, pendidikan perluasan wawasan, dan pendidikan keterampilan.

4. Ruang Lingkup Pendidikan Nonformal
Ruang lingkup pendidikan Nonformal menyangkut berbagai aspek kehidupan dari berbagai usia, tempat dan kebutuhan, ruang lingkup pelayanan pendidikan nonformal menjangkau keseluruhan kegiatan pelayanan pendidikan di luar sistem persekolahan pelayanan diselenggarakan oleh pendidikan di luar persekolah. Pendidikan Nonformal tidak hanya dilakukan oleh pemerintah / departemen, tapi juga dilaksanakan oleh seluruh masyarakat yang mampu membimbing dan melaksanakannya.
Ruang lingkup pendidikan nonformal dapat ditinjau dari beberapa segi seperti : Pelayanan, pranata, Pelambangan Program. Ketiga segi itu sebagai berikut :
Dari segi pelayanan
Usia Persekolahan
Upaya  peralatan pendidikan yang berhubungan dengan anak usia berhubungan antara lain adalah: tempat penitipan anak, dan kelompok sepermainan. Lembaga-lembaga pendidikan semacam ini juga termasuk lembaga pendidikan nonformal. Fungsi lembaga tersebut berbeda dengan fungsi taman kanak-kanak yang merupakan persiapan untuk memasuki sekolah dasar.

Berdasarkan jenis kelamin                                 
Menurut daftar statistik wanita ternyata jumiah lebih banyak dari pada pria. Meskipun demikian, partisipasi wanita masih kurang dalam peningkatan produksi atau pendidikan sosial, ekonomi yang dilaksanakan bersama dengan pria. Mengingat bahwa wanita lebih berperan dalam kegiatan kesejahteraan keluarga, partisipasi wanita dalam hal ini perlu ditingkatkan lagi. Program pendidikan nonformal yang sangat menonjol dalam kegiatan itu ialah : program PKK, KB dan sebagainya.
Sistem penyampaian dapat dilakukan dengan menggunakan :
-          Kelompok, organisasi clan lembaga yang ada dalam masyarakat;
-          Mekanisme sosial, budaya seperti perlombaan dan pertandingan;
-          Kesenian tradisional seperti wayang, ludruk, dagelan, maupun teknologi modem seperti : TV, film majalah, dan surat kabar;
-          Prasarana dan sarana seperti: balai desa, masjid, gereja sekolah, alat perlengkapan belajar, dan alat perlengkapan kerja.

Rabu, 02 Juli 2014

Perubahan /nomenklatur PLS ke PNF



PRODI PLS MERUBAH NOMENKLATUR KE PENDIDIKAN NONFORMAL
H.M. Norsanie Darlan

Sejak awal tahun 1980-an di tanah air terjadi perubahan nama Jurusan/Program Studi dari pendidikan sosial (PS) menjadi pendidikan luar sekolah (PLS). Setelah berjalan 30 tahun lebih, menggunakan nama PLS maka dengan turunnya surat dari Kementian Pendidikan dan Kebudayaan RI nomor 2300/E3/2014, tertanggal 28 Mei lalu, yang menawarkan perubahan Nomenklatur Program Studi. Maka pada hari kamis 26 Juni 2014 seluruh dosen jurusan/Program PLS se-Indonesia bertemu di hotel Griyo AVI Jalan Raya Darmo nomor 6. tepatnya  jam 15.00 bersepakat merubah nomenklatur dari jurusan/Program studi PLS menjadi Program studi Pendidikan Nonformal.
Pertemuan tokoh-tokoh Pendidikan Luar Sekolah itu baik dosen maupun guru besar ternyata tidak berkeberatan merubah nomenklatur itu, karena nama PLS sudah seperempat abad lebih digunakan. Selain itu nama Dirjen yang ada di Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan juga berubah beberapa tahun silam. Sehingga banyak pertanyaan dari berbagai kalangan kenapa jurusan/program studinya tidak berubah. Hal ini terjawab sudah.
Dengan hasil kesepakatan pertemuan Forum Komunikasi Jurusan PLS dan Ikatan Akademisi Pendidikan Nonformal Indonesia tentang perubahan nomenklatur Program Studi ini, diharapkan: (1) Dirjen Pendidikan Tinggi (DIKTI) akan mencatumkan nama Program yang benar dalam bahasa Indonesia dan bahasa Inggris. Disertai dengan kode di PDPT. (2) diharapkan Dirjen Dikti akan mensosialisasikan nama program studi yang baru baik dalam bahasa Indonesia dan bahasa Inggris, beserta kode, kepada seluruh kementrian teknis terkait maupun kepada dunia usaha dan kerja untuk memudahkan proses rekuitmen.
Selain hal-hal di atas Program Studi Pendidikan Nonformal yang dalam sebuatan baru ini, akan dapat turut serta dalam menyambut: Asean Singgle Economic Cummunity tahun 2015 yang akan datang dari lulusan Perguruan Tinggi di Indonesia didorong untuk masuk ke pasar global melalui proses penyetaraan pengakuan program studi antara yang diselenggarakan di Indonesia dan di luar negeri.
Tugas pendidikan nonformal ini tidak berubah. Karena sudah menjadi suatu kewajiban bagi dosen, guru besar dan mahasiswa untuk membantu pemerintah dalam penuntasan Keaksaraan yang ada di negeri kita ini, dan masih banyak yang harus dibenahi. Selain itu juga pembinaan ke berbagai pusat kegiatan belajar masyarakat (PKBM) lembaga kursus dan pelatihan (LKP) pata tutor, instruktur, widyaiswara, pamong belajar, penilik dan berbagai pekerja pendidikan nonformal lainnya yang tak dapat kami sebutkan satu persatu dalam kesempatan ini.
Mengapa beberapa waktu lalu terjadinya ledakan penduduk dalam hal tuna aksara? Jawabnya di tahun 1986 atau pertengahan tahun delapan puluhan muncul isi yang menyebutkan:”... prodi PLS yang ada di dilingkungan Fakultas Kefuruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) di luar IKIP tidak dibenarkan nemerima mahasiswa baru...”. Akhirnya awal tahun sembilan puluhan, PLS yang berada di Universitas (FKIP) tidak ada mahasiswa. Dosen-dosennya mutasi ke tempat lain atau ke IKIP. Saat itu yang bertahan di tanah air hanya 2 PLS yakni: PLS FKIP Unpar (Kalteng) dan PLS FKIP Jember (Jatim). Selebihnya tidak berani menerima mahasiswa baru. Akibatnya ledakan tuna aksara luar biasa di kantung-kantong yang tidak ada prodi PLS. Siapa yang salah? Jawabnya cari asal-usul yang menghembuskan info itu. Mereka-mereka yang menghembuskan PLS supaya ditutup itulah yang paling berdosa terhadap negara. Karena jumlah buta aksara saat itu selalu meningkat.
Jurusan Prodi PLS itu sejak awal berdiri diberi nama pendidikan masyarakat, berubah lagi ke pendidikan sosial dan dari pendidikan sosial berubah menjadi PLS. Sehingga berubah sebut itu tidak menjadikan persoalan. Karena nama Dirjen-nya juga sekarang berubah-ubah. Yang sekarang diberi nama Dirjen pendidikan non dan Informal.