Belum Maksimalnya Kiprah Pendidikan Luar Sekolah
Guru
Besar Universitas Palangkaraya (Unpar), Kalimantan Tengah Prof Dr HM
Norsanie Darlan berpendapat, dalam era reformasi dewasa ini, pendidikan luar sekolah (PLS) belum dapat berkiprah maksimal, termasuk di kawasan desa tertinggal.
“Belum maksimalnya kiprah PLS terhadap kawasan desa tertinggal,
karena ada beberapa sebab,” ujar Ketua Program Magister PLS pada
satu-satunya universitas negeri di “Bumi Isen Mulang” Kalimantan Tengah
(Kalteng) itu, Selasa.Menurut mantan Kepala Badan Pendidikan dan Pelatihan (Diklat) Pemerintah Provinsi (Pemprov) Kalteng itu, beberapa alasan atau penyebab belum maksimal kiprah PLS terhadap masyarakat kawasan desa tertinggal, antara lain kehadiran PLS masih dilihat sebelah mata.
Selain itu, kehadiran tenaga lapangan dikmas (TLD) yang menutup peluang PLS, serta formasi lapangan kerja masih tertutup, lanjutnya dalam percakapn dengan ANTARA Kalimantan Selatan, di Banjarmasin.
Ia menerangkan, tidak semua orang mengerti dan mengetahui PLS, sebagai misal di kalangan pejabar struktural yang tahu dia itu ikut Diklat di berbagai penjenjangan. Padahal Diklat yang dia ikuti itu, bagian dari PLS.
Begitu pula di kalangan masyarakat luas, PLS hanya sekedar untuk pemberantasan buta huruf. Padahal mereka, pernah ikut berbagai kursus, misalnya kursus komputer, bahasa, mengemudi, pertukangan, dan kursus perbengkelan.
“Kursus-kursus tersebut, bagian dari PLS atau sekarang disebut dengan pendidikan non formal (PNF),” tandas sang profesor yang meniti karir mulai pegawai rendahan (pesuruh) itu, yang terus belajar guna meningkatkan kualitas diri.
Persoalan lain, lanjut anak desa kelahiran Anjir Kapuas, Kalteng itu, pemerintah ingin segera menuntaskan segala program pendidikan non formal dan informal (PNFI) dengan menempatkan TLD sebagai tujuan program mereka, guna mempercepat lajunya pertumbuhan pembangunan.
“Namun dari hasil penelitian secara cermat dan hati-hati, hasilnya tidak demikian. Karena sarjana yang diangkat bukan tenaga yang terdidik ke arah itu, hasilnyapun diragukan,” ungkap mantan aktivis Ikatan Pers Mahasiswa Indonesia (IPMI) itu.
“Mereka itu setelah mendapat NIP dari Kementrian Diknas, karena tidak sanggup bergulat dengan berbagai program PLS di lapangan, ternyata sudah banyak yang pindah dari Subdin atau bidang PLS (PNFI) ke instansi yang sesuai dengan bidang keilmuannya,” lanjutnya.
Menurut dia, kiprah PLS dalam pemberdayaan masyarakat kawasan desa tertinggal, merupakan antara harapan dan kenyataan, dimana sesungguhnya banyak kalangan yang memusatkan pikiran terhadap masyarakat kawasan tertinggal.
“Karena objeknya sungguh luas, dengan sebaran yang tidak merata, dan anggaran yang masih terbatas, mengakibatkan program-program yang dilancarkan tidak banyak menyentuh pada masyarakat kawasan desa tertinggal,” lanjutnya.
“Sejujurnya bahwa tidak ada masyarakat kawasan desa tertinggal yang ingin selalu miskin. Apakah miskin pencaharian, miskin pendidikan dan sebagainya. Namun mereka selalu berharap kapan desa mereka mendapat kecuran pemberdayaan,” demikian Norsanie Darlan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar