Pengamat: Dua Harga BBM Berbeda Sulit Pengawasan
Written by liza
Monday, 29 April 2013 09:31
FOKUSJAMBI.COM, - BANJARMASIN,
-
Pengamat sosial kemasyarakatan dari Universitas Palangka Raya
(Unpar), Prof Dr HM Norsanie Darlan MS PH berpendapat, bila pemerintah
memberlakukan dua harga Bahan Bakar Minyak (BBM) yang berbeda, maka akan
menyulitkan dalam pengawasan.
Sebagai
contoh pengangkutan BBM untuk daerah pedalaman, seperti di Kalimantan
masih banyak menggunakan angkutan sungai, sehingga sulit melakukan
pengawasan, lanjut dosen Unpar tersebut kepada Antara Kalimantan
Selatan, di Banjarmasin, Senin.
"Karena
masyarakat pada umumnya tak mengetahui mana BBM bersubsidi dan non
subsidi, sehingga berpotensi pula penyimpangan peruntukan. Penyimpangan
peruntukan itu bisa terjadi di perkotaan, terlebih di daerah pedalaman,"
ujarnya.
Sedangkan
aparat keamanan tak mungkin melakukan pengawasan terus menerus atau
dalam jangka panjang, karena banyak pula tugas lain yang menjadi
tanggung jawab mereka, lanjutnya.
Ia
mencontohkan bentuk penyimpangan peruntukan, yaitu sebuah angkutan umum
yang tidak beraktivitas/tak mengangkut penumpang, mengatre di Stasiun
Pengisian Bahan bakar Umum (SPBU) untuk mendapatkan BBM bersubsidi.
Namun BBM itu dia jual dengan harga non subsidi.
"Nah,
mungkinkah aparat kepolisian bisa mengawasi praktek seperti itu.
Sementara personel kepolisian terbatas dan mereka yang berbuat
penyimpangan itu biasanya sembunyi-sembunyi," ujarnya.
Selain
itu, dengan dua harga BBM yang berbeda, bisa menimbulkan kecemburuan
sosial, baik di perkotaan maupun daerah pedalaman, tambah Guru Besar
pada perguruan tinggi negeri tertua dan terbesar di "Bumi Isen Mulang"
Kalimantan Tengah (Kalteng) tersebut.
Oleh
karenanya, anak desa Anjir Kapuas, Kalteng yang meniti karir dari
pegawai bawahan (pesuruh) hingga menjadi profesor itu, menyarankan,
sebaiknya harga BBM disamakan saja atau ada perbedaan.
Sebagai
contoh rencana penetapan harga BBM per liter untuk mobil pribadi
Rp6.500 dan sepedamotor atau angkutan penumpang umum Rp4.500, lanjut
mantan Kepala Badan Pendidikan dan Pelatihan (Diklat) Pemprov Kalteng
itu.
Sebab
itu pula, mantan aktivis Ikatan Pers Mahasiswa Indonesia (IPMI) dari
"Bumi Isen Mulang" Kalteng tersebut sependapat atau setuju kalau
pemerintah menaikan harga BBM dengan batas-batas kewajaran, sehingga
cuma ada satu jenis harga.
"Penetapan
satu harga BBM tersebut, guna memudahkan pengawasan serta menghindari
kecemburuan sosial yang bisa berunjung pada hal-hal yang tak kita
inginkan bersama,".(ant)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar