Prof. Dr. NORSANIE DARLAN, MENELITI PKBM DI KOTIM
Harian Dayak Post, 23 Agustus 2013
Dari sejumlah PKBM yang ada, dalam wilayah Kabupaten Kotawaringin Timur
ada 3 PKBM yang diambil secara acak. Masing-masing untuk daerah perkotaan terpilih
PKBM jatuh pada PKBM Teratai Mekar yang beralamat di jalan Kapt. Muloyo,
Pinggiran kota jatuh pada PKBM Eka Bahurui di Palangsiang 8 Km ke arah ke
selatan yang menuju kab. Seruyan dan yang agak luar kota jatuh pada PKBM Sei
Paku kecamatan kota Besi.
Dari ke 3 PKBM tersebut masing-masing punya keunggulan. Seperti Teratai
Mekar sudah bisa memproduk kerupuk dari ikan haruan. Punya kegiatan kursus dan
pelatihan secara gratis terhadap warga belajar yang mau ikut di PKBM ini.
Ditanya kenapa selalu kegiatan gratis, dijelaskan oleh Bapak Rahadian dan ibu
R. Bihantara, SE, MM pernah mengadakan rapat dan atas usul tokoh masyarakat
setiap warga belajar membayar Rp 15.000,- perbulan, ternyata warga belajarnya
semakin hari semakin berkurang. Ini menandakan rendahnya tingkat perekonomian
masyarakat. Sehingga diambil kebijakan agar setiap warga belajar yang ikut di
PKBM tersebut gratis, dan persertanya kembali bertambah. Kejadian seperti ini
sangat perlu, dari dinas terkait mengecurkan dana kepada semua PKBM. Karena pendidikan gratis, tapi biaya tutornya ditanggung oleh dinas
pendidikan. Sementara PKBM Eka Bahurui di
Km 8 jalan menuju ke arah seruyan ini, masih belum punya gedung. Namun pa Kades
menyanggupi untuk membangunkan bagunan PKBM di lokasi sekitar kantor desa. Walau
PKBM ini masih belum punya bangunan,
pengabdian mereka kepada masyarakat hingga pemberantasan Buta Huruf di Lembaga
Pemasyarakat (LP) Sampit. Demikian juga ke desa-desa lainnya dalam wilayah
mereka. Sedangkan PKBM Sei Paku, sudah punya gedung permanen, punya mesin jahit
13 buah, mesin obras 3 dan bordir 1 dengan telah menghasilnya banyak warga
masyarakat di sekitar setelah mereka selesai kursus, seperti kursus menjahit.
Para alumnus membuka jahitan di rumah mereka masing-masing. Di PKBM Sei Paku
kecamatan Kota Besi ini, punya fasilitas yang lengkap disertai mesin mengolah
rota. Namun perlu perhatian dinas instasi terkait. Karena sayang fasilitas yang
serba mahal kalau tidak ada binaan dari dinas perindustrian dan dinas
pendidikan. Agar PKBM ini dapat membatu untuk mencerdaskan bangsa.
Dari 3 PKBM yang menjadi sampel penelitian ini, walau jumlahnya relatif
sedikit, sudah tergambar perlunya Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) di
kotawaringin timur dikunjungi oleh dinas instansi terkait guna pembinaan dan
perlunya biaya mereka untuk membayar honor tutor (guru). Saya sebagai peneliti
kasihan melihat peran pengelola PKBM yang menggratiskan setiap kegiatan pelatihan.
Dari mana membayar honor tutor ?. Tentu saja dari uang pribadi para pengelola
PKBM. Sebaiknya pemerintah daerah, tidak memandang dengan sebelah mata. Terhadap
pendidikan nonformal (PLS) ini, sebab jalur pendidikan nonformal ini adalah
tugas dan tanggung jawab masyarakat dan pemerintah.
Kalau kita mempertanyakan apa topoksi PKBM, tentu mereka menyelenggarakan
pendidikan di luar sistem persekolahan (PLS). Seperti paket A membantu mereka
yang karena sesuatu dan lain hal, tidak sempat sekolah dasar. Maka bagi PKBM membantu untuk mencerdaskan
kehidupan bangsa. Melalui paket A. Kemudian bagi mereka yang tidak sempat lulus
SMP yang PKBM menyelenggarakan paket B. Demikian pula mereka yang tidak sempat
lulus SLA. Melihat teman-temannya sudah ada yang sarjana karena terus sekolah
dan kuliah. Sementara ia belum punya ijazah SLA. Maka tidak ada jalan lain, ia harus ikut paket C di PKBM.
Pertanyaan mahasiswa saya yang sedang belajar di S-2 PLS. Bagai mana
penduduk yang ingin sekolah lagi ke jenjang pendidikan SLA misalnya. Sementara
penduduk itu sudah berusia 35 tahun ke atas ?. Secara gamblang saya jawab pertanyaan
mahasiswa S-2 saya, yaitu ia harus belajar ke PKBM dan ikut paket C. Karena
kalau dia ikut sekolah formal di SMA, tentu faktor usia sudah tidak cocok. Andai
sekiranya ia sekolah di bangku SMA tentunya saja usia seperti itu, lebih tua
murid dari sang guru. Dan berdasarkan peraturan tidak ada murid di sekolah yang
usianya sampai 35 tahun. Dengan demikian mereka ini, harus kita serahkan ke
PKBM. Karena juga di PKBM selain mengatasi keterlantaran pendidikan bagi
seseorang, juga membantu warga masyarakat dalam upaya mencerdaskan kehidupan
bangsa. Namun mereka para penyelenggara ini atau pengelolaan lain, sangan
membutuhkan biaya untuk para tutor. Termasuk juga seperti adanya kegiatan
kursus dan pelatihan.
Untuk diketahui para tutor setiap tahun mempertunjukan kemampuannya dalam
membuat karya tulis, karya nyata dan berbagai karya inovatif lainnya. Sehingga dengan
berbagai cara pihak pengelola harus mengirim para tutornya ke provinsi untuk
bersaing antara kabupaten. Ternyata bagi mereka punya kemampuan lebih, dapat
pula dipersandingkan dengan utusan dari berbagai provinsi di tanah air. Hal
seperti ini bukankah mereka mengangkat harkat dan mertabat daerah. Kepada tidak
menjadi pemikiran bagi kita semua dari dinas terkait bersama Bupati/Walikota
menyisihkan anggaran untuk jalur pendidikan nonformal ini.
Berkaitan dengan Kalteng Harati, tentu saja sangat membanggakan. Namun walau
bagai mana majunya pendidikan formal. Kalau tidak diimbangi dengan jalur
nonformal tentu bagaikan air teh yang kita buat, lupa memberikan gula. Kenapa
demikian, karena sukses di jalur formal, tapi kalau PKBM ditinggal, tentu saja masih
ada warga masyarakat kita yang tuna aksara yang belum tertampung. Berarti
program kita masih belum tuntas. Itulah sebabnya keterlibatan jalur nonformal
sangat diperlukan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar