Universitas Muhammadiyah Palangkaraya (UM Palangkaraya) mendapat
kepercayaan dari Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia (MPR
RI) menyelenggarakan Seminar Nasional Empat Pilar Kehidupan Bernegara
yang di berlangsung di Hotel Aquarius, Palangkaraya, Kalimantan Tengah
(Kalteng), Kamis (2/8).
Seminar yang mengangkat tema: 'Reformasi Model GBHN: Mewujudkan
Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional dan Daerah Yang Berorientasi
Pada Kesejahteraan Rakyat' ini diikuti oleh lebih dari 200 peserta dari
berbagai elemen masyarakat, yaitu: para dosen, mahasiswa, pimpinan
ormas, perwakilan partai politik, tokoh adat, dan elemen masyakat
lainnya.
Rektor Universitas Muhammadiyah Palangkaraya, Drs.H. Bulkani, M.Pd.,
menyatakan, seminar 4 Pilar Kehidupan Berbangsa dan Bernegara ini
menjadi penting dalam rangka mewujudkan sistem perencanaan pembangunan
yang lebih pro rakyat, yang lebih berorientasi pada kesejahteraan
rakyat, khususnya di Kalteng. Hal ini juga merupakan salah satu
antisipasi keberagaman di masyarakat dan terjadinya perkembangan yang
pesat dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Tampil sebagai pemateri utama dalam seminar ini adalah dua politisi
nasional Ganjar Pranowo, anggota MPR RI dari Fraksi PDI-P, dan Hj.
Hetifah Sjaifudian, anggota MPR RI Fraksi Partai Golkar. Pemateri lain
adalah tokoh-tokoh Kalteng, yaitu: Ir. H. Syahrin Daulay, M.Eng (Ketua
Bappeda Provinsi Kalteng), Prof. Dr. H. M. Norsanie Darlan, MSPH. (Guru
Besar Pendidikan Luar Sekolah Universitas Palangka Raya), Prof. Dr.
Danes Jayanegara, SE,MSi (Guru Besar Ekonomi Universitas Palangkaraya),
dan HM. Wahyudi F. Dirun, S.P. (pimpinan Ormas di Kalteng). Gubernur
Kalteng yang direncanakan menjadi Keynote Speaker, karena ada acara lain
yang tidak dapat diwakilkan, sambutannya dibacakan oleh Sekda Provinsi
Kalteng, Dr. Siun Jarias.
Seminar nasional ini mencoba mendapatkan masukan suatu model
perbaikan yang menyerupai GBHN pada masa lalu (orde baru) yang saat ini
digantikan oleh Rencana Pembangunan Nasional dan Daerah. Model yang
merupakan grand design pembangunan nasional Indonesia ini diharapkan
dapat diperoleh melalui telaah dan kajian komprehensif, terutama oleh
kalangan akademik. Model ini juga harus dapat memastikan terlibatnya
masyarakat secara luas dalam perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan
pembangunan. Grand design yang saat ini diturunkan dari visi dan misi
Presiden terpilih di tingkat nasional serta Gubernur/Bupati/Walikota di
tingkat daerah harus terintegrasi dan selaras untuk menjamin tercapainya
cita-cita bersama untuk kesejahteraan dan kemakmuran seluruh rakyat
Indonesia.
Ganjar Pranowo dalam uraiannya memberikan gambaran besar perubahan
sosial politik dan ekonomi Indonesia yang berpengaruh pada sistem
perencanaan pembangunan. Model tersentralisasi yang digunakan pada waktu
lalu, termasuk dengan dibuatnya Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN)
yang memodelkan masyarakat Indonesia yang homogen menyebabkan banyak
proses pembangunan yang tidak berjalan sesuai dengan harapan. Hal ini
karena penerapan model yang sama untuk karakter daerah yang berbeda dan
merupakan fungsi yang sifatnya berasal dari pusat ke daerah menyebabkan
tidak terakomodasinya keinginan daerah.
Sayangnya, model yang kemudian diubah dalam bentuk rencana
pembangunan nasional yang saat ini diturunkan dari visi misi Presiden
terpilih ternyata dalam implementasinya memiliki arah kebijakan
perencanan pembangunan yang berbeda-beda yang lebih banyak bersifat
politis sesuai keinginan kepala daerah masing-masing.
Oleh karena itu, menurut Ganjar, dalam tataran ideal arah kebijakan
perencanaan pembangunan nasional semestinya ditetapkan oleh wakil rakyat
dan daerah yang duduk di lembaga perwakilan. Proses penyusunannya harus
melibatkan seluruh komponen dan kekuatan bangsa. Dengan demikian adalah
tidak tepat apabila visi dan misi calon Presiden dan Wakil Presiden
menjadi satu-satunya dasar untuk menetapkan arah kebijakan perencanaan
pembangunan nasional. Karena, visi dan misi pembangunan nasional adalah
visi dan misi bersama sebagai manifestasi dari seluruh potensi dan
kekuatan bangsa, yang meniscayakan terwujudnya perencanaan pembangunan
yang adil dan demokratis merangkum seluruh kebutuhan bangsa, bukan
kepentingan politik.
Karena itu, kata Ginanjar, apabila ada gagasan untuk merumuskan
kembali arah kebijakan perencanaan pembangunan nasional model GBHN
adalah sejalan dengan esensi dari UUD NRI Tahun 1945 yang demokratis dan
berorientasi pada kesejahteraan rakyat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar