Pengamat: kurang bagus guru SD dipaksa disarjanakan
2012-01-21, by SiteAdmin
Banjarmasin (ANTARA News) -
Seorang pengamat pendidikan, Prof Norsanie Darlan menilai kurang bagus
hasilnya apabila guru sekolah dasar dipaksa agar memiliki gelar sarjana
atau disarjanakan.
"Sebab, para guru SD yang biasanya lulusan Pendidikan Guru Agama (PGA), Sekolah Pendidikan Guru (SPG), dan Sekolah Guru Olahraga (SGO) itu, kebanyakan sudah berumur tua," kata Norsanie, guru besar Universitas Palangkaraya (Unpar) itu, Sabtu.
Dalam pandangan guru besar Pendidikan Luar Sekolah Unpar tersebut, memaksa guru SD agar bergelar sarjana terkesan lucu.
Ia menilai para guru itu sepertinya dipaksa untuk bergelar sarjana, meski berbagai keringanan diberikan pemerintah, yang tujuannya tidak lain karena melihat negeri orang, dimana para guru semuanya sudah sarjana.
"Kalau menurut saya, para guru SD lulusan PGA, SPG, dan SGO tidak perlu harus sarjana, karena mereka sudah berpengalaman mengajar, dan tempat tinggal mereka jauh dari kota, sehingga mungkin setahun sekali baru ke kota," kata Norsanie.
Bagaimana tidak menyedihkan, kata dia, para guru SD yang berada di lereng bukit, gunung, lembah, pantai, bahkan di pedalaman, dan kepulauan, harus kuliah ke kota.
"Mereka mungkin bersedia kuliah ke kota untuk mengejar sarjana, tetapi dengan perasaan berat, karena `gertakan atau ancaman` jika seorang guru tidak sarjana, akan sulit memperoleh sertifikasi atau naik pangkat, dan sebagainya," katanya.
Mendengar ancaman seperti itu, menurut dia, para guru SD dengan perasaan berat terpaksa berangkat ke kota untuk memperoleh gelar sarjana di sebuah perguruan tinggi yang hanya ada di kota. "Meskipun, harus menjual kebun, sawah, bahkan ada yang menggadaikan gajinya," katanya.
Kalau melihat sistem seperti itu, kata dia, apakah kualitas guru SD yang dipaksa menjadi sarjana sudah sesuai dengan harapan.
"Mungkin para guru SD itu berkualitas bukan karena bergelar sarjana, tetapi lebih pada pengalaman mengajar yang sudah puluhan tahun," katanya.
Padahal, menurut dia, selain berbagai dampak tersebut, hal itu juga efeknya kurang baik bagi perguruan tinggi yang mendidik para guru tersebut menjadi sarjana, namun ternyata kualitasnya tidak sesuai dengan yang diharapkan.
Oleh karena itu, Norsanie Darlan menyarankan ke depan sebaiknya desain sistem pendidikan guru perlu dibetulkan. "Alangkah indahnya untuk meredesain pendidikan guru dengan menerima tenaga guru baru harus sarjana pendidikan. Bukan menerima guru berijazah bukan sarjana pendidikan guru, tetapi punya akta 4 (empat)," katanya. (H005/M008) Editor: B Kunto Wibisono
"Sebab, para guru SD yang biasanya lulusan Pendidikan Guru Agama (PGA), Sekolah Pendidikan Guru (SPG), dan Sekolah Guru Olahraga (SGO) itu, kebanyakan sudah berumur tua," kata Norsanie, guru besar Universitas Palangkaraya (Unpar) itu, Sabtu.
Dalam pandangan guru besar Pendidikan Luar Sekolah Unpar tersebut, memaksa guru SD agar bergelar sarjana terkesan lucu.
Ia menilai para guru itu sepertinya dipaksa untuk bergelar sarjana, meski berbagai keringanan diberikan pemerintah, yang tujuannya tidak lain karena melihat negeri orang, dimana para guru semuanya sudah sarjana.
"Kalau menurut saya, para guru SD lulusan PGA, SPG, dan SGO tidak perlu harus sarjana, karena mereka sudah berpengalaman mengajar, dan tempat tinggal mereka jauh dari kota, sehingga mungkin setahun sekali baru ke kota," kata Norsanie.
Bagaimana tidak menyedihkan, kata dia, para guru SD yang berada di lereng bukit, gunung, lembah, pantai, bahkan di pedalaman, dan kepulauan, harus kuliah ke kota.
"Mereka mungkin bersedia kuliah ke kota untuk mengejar sarjana, tetapi dengan perasaan berat, karena `gertakan atau ancaman` jika seorang guru tidak sarjana, akan sulit memperoleh sertifikasi atau naik pangkat, dan sebagainya," katanya.
Mendengar ancaman seperti itu, menurut dia, para guru SD dengan perasaan berat terpaksa berangkat ke kota untuk memperoleh gelar sarjana di sebuah perguruan tinggi yang hanya ada di kota. "Meskipun, harus menjual kebun, sawah, bahkan ada yang menggadaikan gajinya," katanya.
Kalau melihat sistem seperti itu, kata dia, apakah kualitas guru SD yang dipaksa menjadi sarjana sudah sesuai dengan harapan.
"Mungkin para guru SD itu berkualitas bukan karena bergelar sarjana, tetapi lebih pada pengalaman mengajar yang sudah puluhan tahun," katanya.
Padahal, menurut dia, selain berbagai dampak tersebut, hal itu juga efeknya kurang baik bagi perguruan tinggi yang mendidik para guru tersebut menjadi sarjana, namun ternyata kualitasnya tidak sesuai dengan yang diharapkan.
Oleh karena itu, Norsanie Darlan menyarankan ke depan sebaiknya desain sistem pendidikan guru perlu dibetulkan. "Alangkah indahnya untuk meredesain pendidikan guru dengan menerima tenaga guru baru harus sarjana pendidikan. Bukan menerima guru berijazah bukan sarjana pendidikan guru, tetapi punya akta 4 (empat)," katanya. (H005/M008) Editor: B Kunto Wibisono
Tidak ada komentar:
Posting Komentar