SIAPA PAMONG BELAJAR DAN APA TUPOKSINYA
DI PENDIDIKAN LUAR SEKOLAH
Oleh :
H.M.Norsanie Darlan
Pendahuluan
Kiprah pamong belajar dalam menjalankan tupoksinya pada Pendidikan
Luar Sekolah ini, mengurai berbagai hal yang berkenaan dengan masalah pamong
belajar baik di Kalimantan Tengah maupun di tanah air ini. Adalah sebuah hasil
penelitian. Walau dalam segala keterbatasan yang ada. Dari hasil yang
diperoleh, ada anggapan bahwa pamong belajar terlihat lebih santai dibanding
tenaga guru. Padahal sama-sama tugas mengajar. Namun jika kita cermati ada beda
yang sangat bermakna terhadap sasaran didiknya. Untuk guru di sekolah formal,
mereka menerapkan teori-beori yang berkenaan dengan paedagogik. Sebaliknya para
pamong belajar sulit kalau menerapkan teori itu, karena mereka adalah orang
dewasa, tentu lebih mengutamakan teori andragogik. Atau dalam materi kuliah di
PLS pendidikan orang dewasa (POD).
Pamong belajar di BP2NFI sangat terkait
dengan tugas lebih dibanding mereka yang juga pamong belajar, tapi di sanggar
kegiatan belajar (SKB). Karena pamong belajar di provinsi dan regional, harus
berada setingkat lebih tinggi, karena harus ada upaya-upaya pengembangan bahan
belajar. Pengembagan bahan belajar yang harusnya diterapkan, tentu melakukan
berbagai eksperimen. Hasil eksperimen itu dapat dikembangkan di BP2PNFI dan di
SKB.
Arti Kiprah
Mengenali terhadap
arti dari kiprah PLS sebenarnya “kiprah” menurut Norsanie Darlan
(2010) adalah: “...suatu perbuatan baik secara perseorangan ataukah sekelompok
orang dalam melakukan sebuah gerakan khususnya berupa pendidikan luar sekolah,
baik dalam cara spontan dengan proses yang cepat maupun secara perlahan...”.
Namun kiprah dalam proses pendidikan luar sekolah ini, suatu kegiatan yang
secara sadar berencana baik akan, sedang maupun telah dilakukan dalam proses
pendidikan luar sekolah.
Arti Pamong Belajar
Arti pamong menurut
Moeliono (1989; 640) adalah:”...ia sebagai pengasuh. Pamong juga sebagai
pendidik (guru)...”. Pamong belajar menurut Norsanie Darlan (2008), Sadid, dkk
(2008; 120), dan Filed,Under, (2010) adalah:”...tugas dan fungsinya
melaksanakan kegiatan pembelajaran, pembinaan, bimbingan, pemantauan dan
penilaian dalam rangka perbikan mutu...”. Dengan demikian pamong belajar
merupakan guru nonformal (tutor) bila di PKBM, yang bertugas pada bidang
pendidikan non formal atau istilah lama pendidikan luar sekolah. Pamong belajar
tempat ia menjalankan tugasnya pada lembaga penyelenggaran pendidikan non
formal seperti pada: SKB, BPPNFI baik ditingkat Provinsi mapun di tingkat
regional.
Arti Tupoksi
Memang ada yang
mempertanyakan kepada penulis, apa itu tupoksi dalam judul buku ini. Penulis
dalam mengartikan ”tupoksi” sebenarnya adalah: kepanjangan dari ”tugas
pokok” dari pamong belajar, yang tentu saja mereka bekerja sehari-hari dalam
kegiatan pada tugas-tugas kepamongan-nya.
Jabatan Fungsional
Jika kita
memperhatikan terhadap apa jabatan Fungsional Pamong Belajar dalam Peraturan
Menpan RI (2010), ia termasuk dalam rumpun pendidikan lainnya. Maka secara
jelas terurai dalam Pasal 3 ayat (1) disebutkan pamong Belajar berkedudukan
sebagai pelaksana teknis fungsional di bidang belajar mengajar, pengkajian
program, pengembangan model PNFI dan; (2) Pamong Belajar sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) merupakan jabatan karier yang hanya dapat diduduki oleh seseorang
yang telah berstatus sebagai Pegawai Negeri Sipil.
Tugas Pamong Belajar
Memperhatikan
terhadap kegiatan pamong belajar di SKB menurut: Hapsari, (2008; 177)
adalah:”...dituntut untuk bisa menyelenggarakan program Pendidikan Non
Formal secara kualitas secara panutan bagi lembaga penyelenggara pendidikan non
formal dan informal...”. Walau untuk diketahui bersama bahwa pamong
belajar ada juga yang bertugas di BPKB atau BPPNFI di tingkat provinsi
maupun tingkat regional. Pamong Belajar di SKB pada umumnya lebih
mengedepankan tugas pokok dan fungsi lembaganya. Disisi lain menurut Moeliono,
(1989; 964) adalah:”...sesuatu kewajiban yang harus dikerjakan...”. Apalagi
pamong belajar sebagai pegawai negeri sipil yang menjalankan tugas pokoknya
sebagai tenaga fungsional di SKB tentu saja ia harus menjalankan apa yang
menjadi tugas dan tanggung jawabnya sebagai pamong belajar.
Tugas dan Fungsi
Bila memperhatikan
terhadap SK mendiknas RI nomor 23/0/1997 bahwa tugas lembaga penyelenggaran
pendidikan non formal SKB ini, sebagai lembaga penyelenggara PLS atau
PNFI ini, adalah melakukan pembuatan percontohan dan pengendalian mutu
program pendidikan non formal dan Informal. Sedangkan fungsi SKB ada 9 fungsi
yang harus kita perhatikan adalah: (1) pembangkitan dan penumbuhan kemauan
belajar masyarakat dalam rangka terciptanya masyarakat gemar belajar; (2)
pemberian motivasi dan pembinaan masyarakat agar mau dan mampu menjadi pendidik
dalam melakukan azas saling membelajarkan; (3) pemberian pelayanan informal
kegiatan pendidikan non formal dan informal; (4) pembuatan percontohan berbagai
program dan pengendalian mutu pelaksanaan program pendidikan non formal dan
informal; (5) penyusunan dan pengadaan muatan lokal; (6) penyediaan sarana dan
fasilitas belajar belajar; (7) pengintegrasian dan pengsingkronisasian kegiatan
sektoral dalam bidang pendidikan non formal dan informal; (8) pelaksanaan
pendidikan dan pelatihan tenaga pelaksana pendidikan non formal dan informal;
dan (9) pengelolaan urusan tata usaha sanggar.
Melirik Tugas Pokok
Bila memperhatikan
terhadap tugas pokok pamong belajar, maka tidak akan lepas pada pasal 4 butir 1
dan 2 sebagai berikut:
(1) Tugas pokok Pamong Belajar adalah melaksanakan kegiatan belajar
mengajar, mengkaji program, dan mengembangkan model di bidang PNFI/PLS.
(2) Beban kerja Pamong Belajar untuk melaksanakan
kegiatan belajar mengajar, mengkaji program, dan mengembangkan model di bidang
PNFI sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit 24 (dua puluh empat) jam
dalam 1 (satu) minggu.
Mutu Pamong Belajar
Dalam upaya
peningkatan mutu tenaga pamong belajar, secara jelas tertuang dalam Peraturan
Menpan nomor 15 tahun 2010 pasal 14. Pengembangan model adalah upaya
penemuan sesuatu yang baru (adaptif dan inovatif) menurut kaidah dan metode
ilmiah tertentu sehingga melahirkan formulasi yang dikehendaki.
Pada pasal 15
Pengembangan profesi adalah kegiatan pamong belajar dalam rangka pengamalan
ilmu pengetahuan, teknologi, dan keterampilan untuk peningkatan mutu pendidikan
pada umumnya dan mutu pembelajaran /pelatihan/ pembimbingan pada khususnya
serta pengembangan profesionalitas pamong belajar.
Pasal 16 Angka
kredit adalah satuan nilai dari tiap butir kegiatan dan/atau akumulasinilai
butir-butir kegiatan yang harus dicapai oleh Pamong Belajar dalam rangka
pembinaan karier kepangkatan dan jabatannya.
Pasal 17 Tim Penilai
Angka Kredit adalah tim penilai yang dibentuk dan ditetapkan oleh pejabat yang
berwenang dan bertugas menilai prestasi kerja Pamong Belajar.
Selain hal-hal di
atas, juga tugas pamong belajar seperti: Pengkajian program di BP2PNFI
adalah proses kegiatan pengumpulan dan penelaahan data yang berkaitan dengan
pelaksanaan program PNFI yang dilakukan secara berencana dan sistematis dengan
mengunakan alat dan metode ilmiah tertentu untuk menilai tingkat keberhasilan
atau pencapaian tujuan program.
Jabatan, Kedudukan, dan Tugas Pokok
Untuk mengkaji
terhadap jabatan pamong belajar terurai dalam pasal 2, Jabatan Fungsional
Pamong Belajar termasuk dalam rumpun pendidikan lainnya. Kemudian dalam pasal 3
yaitu:
(1) Pamong Belajar berkedudukan sebagai pelaksana teknis fungsional di
bidang belajar mengajar, pengkajian program, pengembangan model
PNFI.
(2) Pamong Belajar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan jabatan
karier yang hanya dapat diduduki oleh seseorang yang telah berstatus sebagai
Pegawai Negeri Sipil.
Formasi Pamong
Belajar
Dalam formasil
pamong belajar secara jelas terurai dalam Pasal 26 dengan rincian sebagai
berikut: (2) Formasi jabatan Pamong Belajar sebagaimana dimaksud ayat (1)
diatur sebagai berikut:
a. Formasi jabatan Pamong Belajar pada UPTD/SKB atau sebutan lain yang
sejenis paling banyak 35 orang;
b. Formasi jabatan Pamong Belajar pada UPTD/BPKB atau sebutan lain
yang sejenis paling banyak 50 orang;
c. Formasi jabatan Pamong Belajar pada UPT/BPPNFI paling banyak 70 org;
d. Formasi jabatan Pamong Belajar pada UPT/P2PNFI paling banyak 100 org.
Sejarah Pendidikan
Nonformal di Indonesia
Melirik sejarah
pendidikan bahwa pendidikan nonformal ini lebih muda dari pendidikan informal,
tapi lebih tua dari pendidikan formal. dizaman penjajahan Belanda,
pendidikan nonformal ini, dilakukan karena pihak pemerintah Belanda membutuhkan
tenaga kerja untuk pembangunan gedung perkantoran, rumah-rumah pejabat Belanda
dan pembangunan gereja. Mulai saat itulah kursus-kursus pertukangan
dilaksanakan oleh pemerintah Belanda kepada masyarakat pribumi. Dan saat itu
pula, lahirnya pendidikan nonformal di tanah air.
Dipihak lain
pendidikan nonformal juga muncul juga di pesantren-pesantren, yang lebih
tua/lebih dahulu dari kursus pertukangan di atas. Karena para santri belajar membaca dan menulis
baik huruf arab maupun latin.
Awalnya Pendidikan Nonformal
Pendidikan nonformal yang kongkretnya,
diawali sejak pemerintah penjajah Belanda berkeinginan melakukan sesuatu
pembangunan. Maka para pemuda terampil mereka di daftar untuk mengikuti kursus
tertentu ke tempat yang ditentukan. Misal pihak pemerintah Belanda berkeinginan
mendirikan Gedung Pemerintahan di kota-kota besar di Indonesia. Maka mereka kursus para
pemuda dalam dunia pertukangan dalam kurun waktu tertentu. Tapi kalau kursus
baca tulis lebih dahulu di adakan oleh persantren. Setelah anggaran dari negeri
Belanda datang, maka tenaga kerja yang telah selesai dilatih tersebut
mengerjakan Bangunan Gedung Kantor Pemerintah Belanda. Sehingga bila kita masih
ingat di awal tahun 60-an masih berdiri gedung-gedung pemerintah Belanda baik
di Provinsi maupun Kabupaten, bahkan sampai tahun-tahun pertengan 70-an. Hanya
saja typenya yang berbeda. Makin besar jumlah penduduk maka makin besar pula
gedung yang didirikan.
Contoh lain yang masih sebagian ada
menjadi munomen seperti: Gereja, di Jakarta, Yogyakarta, Surabaya,
Makassar dan kota-kota lainnya. Bentuknya
hampir sama, Cuma besarnya yang berbeda.
Dalam masa kemerdekaan sekarang ini,
penulis mencoba memberikan contoh masa orde baru. Yakni Masjid dari: Yayasan
Amal Bakti Muslim Indonesia. Hampir di semua kota Kabupaten ada, tinggal typenya yang
berbeda. Penulis saat menulis edisi ini, dalam masa reformasi belum melihat
secara jelas apa peninggalan untuk masa depan kita di negeri tercinta ini.
Walau dalam masa reformasi banyak protes karena kebebasan yang sudah memuncak,
belum banyak hasil-hasil yang diprotes menemukan titik yang dinantikan oleh
banyak orang. PLS bicara dalam hal Fasilitas belajar, tenaga pengajar (tutor),
Warga Belajar (WB) masih belum selengkap mereka yang berada dalam pendidikan
formal. Sedangkan yang memonitor segala kegiatan berdasarkan
walayah kerjanya adalah: penilik (pengawas pada pendidikan formal).
Ciri PNF atau PLS
Banyak pendapat yang beragam tentang ciri
pendidikan nonformal atau PLS penulis menetapkan yang paling sederhana, ada 4
macam ciri yang mudah dipahami, masing-masing:
(1) waktunya pendek;
(2) jenis pendidikannya beragam;
(3) usia pesertanya tidak harus sama;
(4) waktunya penyesuaikan.
Pendidikan NonFormal
Sebetulnya Jalur pendidikan di luar
pendidikan formal yang dapat dilaksanakan secara terstruktur dan berjenjang.
Pendidikan nonformal berdasarkan Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional
nomor: 20 tahun 2003 disebutkan secara jelas diselenggarakan bagi warga
masyarakat yang memerlukan layanan pendidikan yang berfungsi sebagai pengganti,
penambah, dan/atau pelengkap pendidikan formal dalam rangka mendukung
pendidikan sepanjang hayat.
Selain itu, pendidikan nonformal
berfungsi mengembangkan potensi peserta didik dengan penekanan pada penguasaan
pengetahuan dan keterampilan fungsional serta pengembangan sikap dan
kepribadian profesional. Dalam pendidikan nonformal ini, peran pamong belajar
sangat dinantikan. Bagi pamong yang kreativitasnya tinggi dan dapat
memanfaatkan hal itu, menjadi sumber belajar masyarakat.
Dalam Peraturan
MENPAN RI Nomor: 15 Tahun 2010 secara jelas tertuang dalam pasal 3. Pendidikan
adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses
pembelajaran/pelatihan /pembimbingan agar peserta didik secara aktif
mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan,
pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan
yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.
Sedangkan dalam
pasal 4 Pendidikan nonformal (PNF) adalah jalur pendidikan di luar pendidikan
formal (PLS) yang dapat dilaksanakan secara terstruktur dan berjenjang.
2 macam Pendidikan
nonformal atau PLS
Berdasarkan
perkembangan zaman, ada 2 pendidikan nonformal yang harus dicermati. Ke 2 hal
tersebut adalah: (1) Pendidikan nonformal atau PLS yang formal ini, ada di
perguruan tinggi. Karena waktu pendidikannya antara 3,5 – 5 tahun dengan gelar
(S-1). Ada pula Program Magister (S-2) dan Doktor S-3); dan (2) Ada pula
pendidikan nonformal dan lembaga pelatihan serta kursus-kursus yang jangka
waktunya, pendek dan non gelar. Seperti dalam uraian di atas. Khusus untuk PLS
formal mahasiswa dididik dalam pendidikan secara formal, namun kacamatanya ke
luar sekolah. Artinya mahasiswa PLS. Dididik selama perkuliahan untuk
mahasiswa bisa dan punya keahlian dalam pendidikan luar sekolah. Walau
sesederhana mungkin.
Memperhatikan Peraturan Pemerintah
Dalam Peraturan
Pemernitah (PP) yang dikeluarkan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara
dan Reformasi Berokrasi No 15 Tahun 2010 Tentang Jabatan Fungsional Pamong
Relajar dan Angka Kreditnya. Secara jelas terurai pada:
Pasal 1 Jabatan
Fungsional Pamong Belajar adalah jabatan yang mempunyai ruang lingkup, tugas,
tanggung jawab dan wewenang untuk melakukan kegiatan belajar mengajar,
pengkajian program, dan pengembangan model Pendidikan Nonformal dan
Informal (PNFI) pada Unit Pelaksana Teknis (UPT)/Unit Pelaksana Teknis Daerah
(UPTD) dan satuan PNFI sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang diduduki
oleh Pegawai Negeri Sipil.
Pasal 2 Pamong
Belajar adalah pendidik dengan tugas utama melakukan kegiatan belajar mengajar,
pengkajian program, dan pengembangan model Pendidikan Nonformal dan Informal
(PNFI) pada Unit Pelaksana Teknis (UPT)/Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) dan
satuan PNFI.
Implementasi
Pendidikan Nonformal
Bila memperhatikan
Implementasi Pendidikan Nonformal sebenarnya pelaksanaannya jauh lebih
rumit dari pendidikan formal. Karena tutor (dalam pendidikan formal guru),
harus mencari sendiri warga belajarnya atau WB (dalam pendidikan formal murid)
di nonformal, tempat belajarnya karena tidak tersedia seperti di pendidikan
formal “gedung sekolah”, maka di pendidikan nonformal harus bisa memanfaatkan,
seperti: balai desa, rumah penduduk atau di mana saja, berdasarkan kesepakatan
bersama antara tutor dengan wb. Masih bagus nasibnya mereka masa sekarang.
Dewasa ini ada pusat kegiatan belajar masyarakat (PKBM), lembaga-lembaga kursus
sudah banyak memiliki gedung / tempat belajarnya. Demikian juga tentang waktu,
harus berdasarkan kesepakatan. Apakah sore hari, malam hari atau hari-hari yang
ditentukan. Namun tujuannya materi belajar harus tercapai.
Kemudian yang tidak
kalah pentingnya materi belajar yang diberikan, tidak mesti ada di toko buku.
Beda dengan guru di sekolah formal, buku materi belajar telah tersedia di toko
buku. Oleh sebab itu, tutor harus bisa merancang bangun dan rekayasa materi
belajar WB-nya. Keterampilan ini, sangat dinantikan oleh
seorang tutor.
Sasaran Awal PNF
atau PLS
Sasaran awal dari
pendidikan nonformal atau PLS ini, semula hanya sekedar upaya kemanusiaan,
merasa masih banyak warga negara kita, yang belum tuntas wajib belajar mereka.
Bahkan di sana-sini ditemukan warga masyarakat yang buta huruf murni. Sehingga
warga negara kita yang sadar, terhadap nasib bangsanya bagaimana mereka yang
masih tuna aksara dan belum tertangani oleh pemerintah. Padahal dalam pembukaan
UUD’45 secara jelas tercantum upaya mencerdaskan kehidupan bangsa.
Maka dibentuklah kelompok belajar (kejar) apakah untuk pemberantasan buta
huruf (paket A) setingkat sekolah dasar. Agar mereka yang tuna aksara di
mana-mana itu, bisa belajar membaca, menulis dan berhitung (calistung) agar
tidak mudah diperdayakan orang. Masa lalu muncul buku yang dicetak pemerintah
berupa paket A-1 sampai dengan A-100 tempoe doeloe.
Setelah paket A
setara sekolah dasar berhasil tidak hanya sekedar warga belajar(wb-nya) sudah
dapat membaca menulis dan berhitung (calistung), maka pemerintah meningkatkan
pada Paket B setara SLTP, dan juga Paket C setara dengan SLTA.
Sejarah hidup
sejumlah orang yang ikut paket C setara SLTA ini, ternyata banyak alumnusnya
yang jadi anggota DPR/DPRD. Karena syarat pendidikan terendah adalah SLTA. Bagi
karyawan yang bekerja hanya memiliki ijazah SLTP dan ikut paket C bisa
menyesuaikan ijazahnya dari golongan I menjadi golongan II. Peristiwa lain,
sudah ada beberapa orang yang mencalonkan diri jadi bupati, dengan menggunakan
ijazah paket C bisa menjadi bupati di daerahnya.
Selama ini sudah
banyak lulusan kejar paket C yang dapat melanjutkan ke perguruan tinggi,
terlebih bagi perguruan tinggi yang memiliki jurusan/program studi PLS. Dengan
demikian apa yang diisyaratkan oleh Undang-Undang di atas bahwa: Pendidikan
nonformal adalah pendidikan diselenggarakan bagi warga masyarakat yang
memerlukan layanan pendidikan yang berfungsi sebagai pengganti, penambah,
dan/atau pelengkap pendidikan formal dalam rangka mendukung pendidikan
sepanjang hayat sudah terjawab.
Realita Pendidikan
Norformal atau PLS
Dalam kenyataan yang
ada sekarang ini, Dirjen Pendidikan Luar Sekolah atau sekarang atau beralih
nama dengan dengan Dirjen Pendidikan Anak Usia Dini dan Pendidikan Informal
(PAUDNI) maka secara realita pendidikan infomral sampai saat ia masuk pada
Dirjen PLS. Sehingga pendidikan informal menggabung pada pendidikan nonformal.
Secara konkrit diantaranya pendidikan informal masuk ke Dirjen PLS ini, adalah
pendidikan anak usia dini. Namun kritik tajam dari para tokoh PLS di perguruan
tinggi, masuknya PAUD meraja lela. Sepertinya menghapus kehidupan PLS sejak
lahirnya Dirjen ini, kok dengan mudah dihapus begitu saja. Padahal perubahan
ini tidak ada sebutan dalam Undang-Undang.
Dalam Pasal 6
Peraturan Menpan nomor: 15/2010. ada 6 Unsur dan sub unsur kegiatan
Pamong Belajar yang dapat dinilai angka kreditnya, terdiri dari:
a.
Pendidikan, meliputi:
1. Pendidikan sekolah dan memperoleh ijazah/gelar;
2.Pendidikan dan pelatihan (diklat) kedinasan, kursus dengan memperoleh
sertifikat atau Surat Tanda Tamat Pendidikan dan Latihan (STTPL) atau
sertifikat; dan
3. Diklat prajabatan dan memperoleh STTPL atau sertifikat.
b. Kegiatan
belajar mengajar, meliputi:
1. Perencanaan pembelajaran/pelatihan/pembimbingan;
2. Pelaksanaan pembelajaran/pelatihan/pembimbingan; dan
3. Penilaian hasil pembelajaran/pelatihan/ pembimbingan.
c. Kegiatan
pengkajian program PNFI, meliputi:
1. Persiapan pengkajian program; dan
2. Pelaksanaan pengkajian program.
d. Kegiatan
pengembangan model PNFI, meliputi:
1. Penyusunan rancangan pengembangan; dan
2. Pelaksanaan pengembangan.
e.
Pengembangan profesi Pamong Belajar, meliputi :
1. Pembuatan karya tulis/ilmiah di bidang PNFI;
2. Pengembangan sarana pendidikan nonformal dan informal;
3. Pengembangan karya teknologi tepat guna, seni, dan olahraga yang
bermanfaat di bidang PNF; dan
4. Penyusunan standar/pedoman/soal dan sejenisnya.
f. Penunjang
tugas Pamong Belajar, meliputi:
1. Pengabdian pada masyarakat/kegiatan sosial kemasyarakatan;
2. Peran serta dalam seminar/lokakarya di bidang pendidikan;
3. Berprestasi dalam bidang pendidikan;
4. Perolehan penghargaan/tanda jasa/tanda kehormatan/satya
Lancana karya satya;
5. Perolehan ijazah/gelar kesarjanaan lainnya; dan
6. Berperan aktif dalam penerbitan jurnal/majalah di bidang pendidikan
formal dan informal.
Mengembangkan Materi Belajar
Pamong
belajar yang kreatif, setiap tahun ia harus punya materi unggulan dalam
pengembangan yang dijadikan eksperimennya. Dalam melakukan eksperimental tersebut,
sebaiknya disediakan anggaran untuk pengembangan. Hal ini suatu
kelebihan dibanding dengan pamong belajar yang bertugas di SKB.
Materi-materi
yang perl dikembangkan sebaiknya sebelumnya menyusun proposal yang diseminarkan
untuk mendapatkan masukan dalam ujicoba pengembangan itu. Setelah dilaksanakan
sesuai dengan jadwal yang dilakukan maka dilakukan lagi seminar ke 2 tentang
hasil pengembangan. Sehingga out camenya dapat atau tidak di terapkan di
kabupaten/kota atau di BP2PNFI itu sendiri.
Secara
sederhana sebuah eksperimen yang dilakukan dalam program pengembangan
tertentu sebagai berikut:
Dari
konsep di atas, berupa input seperti nomor urut Pertama:
merupakan rencana tujuan yang bakal dicapai dalam sebuah program pengembangan
pendidikan luar sekolah. Sehingga rencana di tujuan ini, harus dapat dibuktikan
hasilnya.
Konsep
nomor urut Ke dua: pelaksanaan / implementasi atau istilah
lain proses program pengembangan pendidikan luar sekolah. Apakah program
ini dapat dilaksanakan sesuai dengan rencana harus sesuai tujuan. Perlu pula
dikaji terhadap dorongan dan kendala yang timbul selama proses pelaksanaan ini
berjalan.
Konsep
nomor urut Ke tiga: di atas, hasil yang telah dicapai. Adapun
hasil yang telah dicapai apakah terjadi kecocokan dengan rencana di tujuan
bakal dicapai dalam proposal sebuah program pengembangan pendidikan luar
sekolah, kalau dicapai bagaimana kalau tidak juga bagaimana disertai dengan
faktor pendukung dan hambatan, yang ditemui selama dalam proses. Biasanya dalam
hasil yang diperoleh tidak sampai di situ. Tapi perlu dilanjutkan dengan cara
apakah dikembangkan dalam hal yang sama ataukah ke tempat lain.
Sedangkan
nomor urut Ke empat: adalah out came. Dari hasil yang diperoleh
dapat dikembangkan di mana-mana. Dan disini biasa sering terjadi beda konsep
antara kelompok teknokrat dengan berokrat, dalam hal anggaran. Dalam out
come ini, bisa berkembang ke mana-mana sesuai hasil uji coba yang
dilakukan, seperti pada urut ke tiga. Namun kalau hanya dibatasi anggaran
sampai pada hasil, pihak teknokrat tidak dapat mencobakan ekperimentkannya.
Biasanya di sini terdapat kendala untuk pengembangan program. Sehingga hasil
yang dilaporkan belum kuat dijadikan jaminan dalam menentukan kebijakan ilmiah.
Tapi bagi berokrat, dengan berbagai alasan hal itu sampai tahap ke tiga
sudahlah. Karena mereka cukup eralasan, anggaran pemerintah hanya 1 tahun
anggaran. Ini sebaiknya pihak tertentu harus dapat memfasilitasinya.
Keluhan seorang Pamong
Memang tidak semua
pamong belajar yang bekerja di Sanggar Kegiatan Belajar (SKB), puas di tempat
kerjanya. Dalam perjalanan keliling yang terkadang hanya spontasitas penulis
dari SKB ke SKB dari PKBM ke PKBM dan dari Kelompok Belajar ke Kelompok
Belajar. Sungguh memilukan, seorang pamong belajar yang ternyata mutasi dari
sekolah formal dengan tugas guru, tertarik melihat kehidupan pamong belajar
sepertinya santai. Tapi ternyata ada yang harus dipacu. Kalau tidak dengan
disadarinya pekerjaan sebagai pamong belajar harus mengetahui persis bagai mana
pendidikan orang dewasa (POD).
Penulis mengamati
secara retrospektif apa sebab ia mutasi ke pamong belajar. Dan setelah menjadi
pamong balajar apa yang ia lakukan. Ternyata pekerjaan pamong belajar itu
sebetulnya tidaklah mudah. Sebab proses belajar mengajar dalam PLS itu, jauh
lebih berat dibading bekerja sebagai guru formal. Sebab penulis memberikan
sejumlah perbeda dan kesamaan. Misalnya sebagai guru, mengajar sudah ada
muridnya, materi belajar sudah disiapkan di sekolah, atau di toko buku. Sebagai
guru sudah di gaji tetap dalam setiap bulan. Ruang belajar tersedia, demikian
juga meja kursi dengan fasilitas sekolah. Sekarang bagaimana sebagai seorang
pamong belajar, mengajar muridnya di cari oleh pamong belajar atau tutor,
materi belajar harus disiapkan oleh pamong belajar atau tutor, atau bahan
belajar, belum tentu tersedia di toko buku. Sebagai pamong belajar ataupun juga
tutor tidak digaji secara jelas (pamong PNS). Ruang belajar belum tersedia
sehingga mencari tempat bersama warga belajar. Apakah di balai desa, rumah penduduk,
demikian juga meja kursi tidak tersedia.
Dengan demikian,
pamong belajar ternyata mengeluh, dalam mencari warga belajar sulit. Sementara
tempat belajar yang direncanakan belum tentu sepakat dengan warga belajarnya.
Apa lagi upaya untuk naik pangkat. Karena dengan proses belajar yang tidak
dapat dilaksanakan seperti halnya di sekolah formal. Akibatnya kenaikan pangkat
yang bersangkutan tertunda-tunda.
Sebagai pamong
belajar yang bertugas di BP2PNFI baik di provinsi maupun regional. Tentu harus
bisa merancang bangun dan rekaraya bahan belajar belajarnya. Setelah
eksperiment selesai, pamong belajar menerapkan di SBK-SKB tertentu, agar
kulialitas pamong belajar dapat menjadi cerminan di daerah itu.
Dengan memperhatikan
seperti apa yang telah diuraikan di atas, maka upaya peningkatan mutu tenaga
pamong belajar, secara jelas tertuang dalam Peraturan Menpan nomor 15 tahun
2010 pasal 14. tentang Pengembangan model adalah upaya penemuan sesuatu yang
baru (adaptif dan inovatif) menurut kaidah dan metode ilmiah tertentu
sehingga melahirkan formulasi yang dikehendaki.
PLS Ditinggalkan
Sungguh menyedihkan,
dan dirasa perlu perhatian ke masa depan. Kalau Bidang Pendidikan Nonformal dan
Informal, baik tingkat provinsi maupun kabupaten/kota menjauhi terhadap
jurusan/program studi PLS apakah pada S1 ataupun Program Magister (S-2)
PLS di Pascasarjana Universitas Palangka Raya, tentu akan menjadikan
ketidak harmonisan. Karena program dari pusat yakni: Dirjen PAUDNI Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan RI, berkali-kali berubah. Sepertinya tidak ada
pendirian.
Ada cemoohan
mahasiswa-mahasiswa kami, kenapa bidang PLS tidak diduki oleh orang yang
betul-betul sarjana PLS. Anggapan mereka jika orang-orang yang bekerja dibidang
PAUDNI ditempatkan mereka yang cocok kesarjaannya (PLS), dan bukan asal pasang
kesarjanaan itu, maka perkembangan PAUDNI di Provinsi dan Kabupaten/Kota tentu
jauh lebih baik dari masa sekarang. PAUDNI sebenarnya adalah pekerjaan
teknis, dan beda sekali dengan bidang lain. Bidang PAUDNI ini, tidak
semua orang tahu apa underdil PLS itu secara mudah. Jika di tempatkan
orang-orang yang bukan ahlinya betul-betul PLS, dan tidak semata-mata
mencari jabatan belaka, maka tunggu kehancurannya.
Perubahan nama
sekarang sudah pertanda PLS bakal ditinggalkan. Karena kelompok yang kurang
setuju dengan PLS lebih mudah melepas profesi PLS dari Dirjen ini. Ini sebuah wahana
buruk bagi masa depan PLS. Sebab yang jelas-jelas nama Jurusan/Prodi PLS
sudah tidak mereka kenal di mana saja ada PLS itu. Apa lagi kalau Dirjen PLS
diberi nama Dirjen PAUDNI. Secara jelas tidak ada hubungan antara Jurusan/Prodi
PLS dengan PAUDNI. Penulis mengusulkan agar kembalilah nama PLS tercantum pada
Dirjen ini. Karena nama baru ini mengaburkan PLS. Kalau tidak, PLS harus
berputar haluan. Selain nama Dirjen istilah bahasa asing dalam UUSPN nomor
20/2003 tidak perlu lagi dipakai seperti sekarang PNFI. Kayanya
hebat benar bahasa asing. Padahal Dirjen lain tidak, dan bahasa Indonesia sudah
ada. Tentang arti pendidikan nonformal itu.
Memurut Darlan
(2010) bahwa:”...Kalau kita mengkaji secara cermat, berubahnya Dirjen PLS
menjadi Dirjen PAUDNI ini, ada yang perlu dipertanyakan...”. Kenapa
perubahan nama Dirjen ini sepertinya secepat kilat demikian, menjadi Dirjen
PAUDNI. Padahal dalam Undang-Undang Nomor 20/2003 tidak disebut Dirjen PAUDNI.
Sehingga bisa menimbulkan masalah baru dalam Dirjen pendidikan luar sekolah
yang selalu berubah-ubah itu, mau diapakan.
Daftar Pustaka
Darlan, H.M.Norsanie, 2008. Pamong Belajar Sebagai Salah Satu Upaya
Meningkatkan Kualitas Pendidikan NonFormal di SKB Kuala Kapuas, Palangka Raya.
------------, 2010, Membangun Sinergi Lintas Sektoral
Menciptakan Masyarakat
Gemar Belajar, Makalah Seminar Temu Alumnus PLS Universitas
Negeri Malang (UNM) Jawa Timur, 14 Juni 2010,
Malang.
------------,2011. Evaluasi Program Paud BPPNFI Regional
VI Kalimantan, Banjarmasin.
Hapsari, 2008. menyelenggarakan program Pendidikan Non Formal dan
informal, Jakarta.
------------, 2010.
Kiplarah PLS Dalam Pemberdayaan
Masyarakat Kawasan Desa
Tertinggal (Antara Harapan dan Kenyataan), Sekolah Pascasarjana UPI, Bandung.
PP nomor 15. 2010.
Kementrian Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi
Berokrasi, tentang: Jaabatan Fungsional Pamong Relajar Dan Angka
Kredinya, Jakarta.
Tim Akar Media 2003. Desa adalah
sekelompok rumah di luar kota yang merupakan
kesatuan kampung di luar kota, dusun, Jakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar