Dua Harga BBM Sulitkan Pengawasan
Written By prayudi syamsa on Senin, 29 April 2013 | 09.38
BANJARMASIN, KOMPAS.com -
Pengamat sosial kemasyarakatan dari Universitas Palangka Raya (Unpar), Prof Dr
HM Norsanie Darlan MS PH berpendapat, bila pemerintah memberlakukan dua harga
Bahan Bakar Minyak (BBM) yang berbeda, maka pengawasan akan makin sulit.
Sebagai contoh pengangkutan BBM
untuk daerah pedalaman, seperti di Kalimantan
masih banyak menggunakan angkutan sungai, sehingga sulit melakukan pengawasan,
lanjut dosen Unpar tersebut kepada Antara Kalimantan Selatan, di Banjarmasin,
Senin.
"Karena masyarakat pada
umumnya tak mengetahui mana BBM bersubsidi dan non subsidi, sehingga berpotensi
pula penyimpangan peruntukan. Penyimpangan peruntukan itu bisa terjadi di
perkotaan, terlebih di daerah pedalaman," ujarnya.
Sedangkan aparat keamanan tak
mungkin melakukan pengawasan terus menerus atau dalam jangka panjang, karena
banyak pula tugas lain yang menjadi tanggung jawab mereka, lanjutnya.
Ia mencontohkan bentuk penyimpangan
peruntukan, yaitu sebuah angkutan umum yang tidak beraktivitas/tak mengangkut
penumpang, mengatre di Stasiun Pengisian Bahan bakar Umum (SPBU) untuk
mendapatkan BBM bersubsidi. Namun BBM itu dia jual dengan harga non subsidi.
"Nah, mungkinkah aparat
kepolisian bisa mengawasi praktek seperti itu. Sementara personel kepolisian
terbatas dan mereka yang berbuat penyimpangan itu biasanya
sembunyi-sembunyi," ujarnya.
Selain itu, dengan dua harga BBM
yang berbeda, bisa menimbulkan kecemburuan sosial, baik di perkotaan maupun
daerah pedalaman, tambah Guru Besar pada perguruan tinggi negeri tertua dan
terbesar di "Bumi Isen Mulang" Kalimantan Tengah (Kalteng) tersebut.
Oleh karenanya, anak desa Anjir Kapuas, Kalteng yang meniti karir dari pegawai bawahan (pesuruh) hingga menjadi profesor itu, menyarankan, sebaiknya harga BBM disamakan saja atau ada perbedaan.
Oleh karenanya, anak desa Anjir Kapuas, Kalteng yang meniti karir dari pegawai bawahan (pesuruh) hingga menjadi profesor itu, menyarankan, sebaiknya harga BBM disamakan saja atau ada perbedaan.
Sebagai contoh rencana penetapan
harga BBM per liter untuk mobil pribadi Rp6.500 dan sepedamotor atau angkutan
penumpang umum Rp4.500, lanjut mantan Kepala Badan Pendidikan dan Pelatihan
(Diklat) Pemprov Kalteng itu.
Sebab itu pula, mantan aktivis
Ikatan Pers Mahasiswa Indonesia (IPMI) dari "Bumi Isen Mulang"
Kalteng tersebut sependapat atau setuju kalau pemerintah menaikan harga BBM
dengan batas-batas kewajaran, sehingga cuma ada satu jenis harga.
"Penetapan satu harga BBM
tersebut, guna memudahkan pengawasan serta menghindari kecemburua sosial yang
bisa berunjung pada hal-hal yang tak kita inginkan bersama," demikian
Norsanie Darlan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar