Pamong Belajar Masih Dipandang
Sebelah Mata
oleh: Admin
28 September 2013, 01:58:39 WIB
Kalimantan Tengah-PALANGKA RAYA (kalimantan-news)
Pakar Pendidikan Luar Sekolah (PLS) Prof Dr HM Norsanie Darlan MSPH,
menilai kebeadaan dan peran Pamong Belajar yang ada di Sanggar Kegiatan
Belajar (SKB) di Kalimantan Tengah masih belum mendapatkan apresiasi dan
penerimaan dari segenap komponen yang ada di daerah itu.
"Bahkan keberadaan Pamong Belajar
dan SKB itu sendiri masih dipandang sebelah mata oleh Pemerintah Daerah,
sehingga tidak pernah ada porsi pada APBD," kata Prof Norsanie yang
juga Guru Besar dan Ketua Program Pascasarjana PLS Universitas Negeri
Palangka Raya (Unpar), Senin.
Pamong Belajar adalah para pengasuh dan pendidik dengan tugas dan fungsi melaksanakan kegiatan pembelajaran, pembinaan, bimbingan, pemantauan dan penilaian dalam rangka mutu pendidikan.
Pamong Belajar merupakan guru yang bertugas pada pendidikan non formal atau istilah sebelumnya disebut PLS yang menjalankan tugasnya pada lembaga penyelenggaraan pendidikan non formal seperti pada SKB dan BPPNFI pada tingkat provinsi maupun tingkat regional.
Dari penelitian Pamong Belajar sebagai salah satu upaya meningkatkan kualitas pendidikan non formal di SKB Kuala Kapuas, Kalimantan Tengah diketahui, kondisi SKB tersebut sudak maksimal melaksanakan peran dan fungsinya beserta para Pamong Belajar yang begitu gigih.
Meski demikian tidak mendapatkan dukungan konkrit dari Pemerintah Kabupaten Kapuas, ujar HM Norsanie Darlan.
Segala aktivitas Pamong Belajar dan penyelenggaraan SKB di Kuala Kapuas hanya mengandalkan anggaran dari APBN yang tentunya tidak mencukupi kebutuhan riil di lapangan.
Kondisi keterbatasan lain, di mana Pamong Belajar di SKB Kuala Kapuas hanya terdapat 17 orang pamong belajar dan tiga orang diantaranya perempuan.
Namun sekitar 40 persen yang berlatarbelakang kualifikasi pendidikan diploma atau sarjana PLS, namun semuanya sangat gigih dalam upaya menuntaskan wajib belajar sembilan tahun.
Pamong belajar yang idelnya dari latar belakang kualifikasi pendidikan PLS, dapat meningkatkan kuantitas pendidikan non formal dalam wilayah cakupan sanggar kegiatan belajar (SKB) sebagai suatu proses, cara, usaha di bidang pendidikan luar sekolah.
Banyaknya jumlah tempat penyelenggaraan pendidikan non formal dan informal belakangan ini baru sebagian dari Pamong Belajar yang mau untuk tujuan perluasan akses PNF.
Prof Norsanie yang juga pengurus ICMI Kalteng itu menyarankan, para pelaksana dan penyelenggaran SKB serta Pamong Belajar perlu pendekatan yang lebih aktif terhadap upaya merebut dana APBD.
"Terlalu berat kalau hanya ketergantungan dengan proyek APBN, karena masih memerlukan dana tambahan untuk berbagai kegiatan SKB," lanjutnya.
Selain itu juga disarankan untuk meningkatkan kualitas Pamong belajar dengan latar belakang pendidikan sarjana PLS, karena mereka yang berlatar belakang non PLS ada kecanggungan dalam menjalankan tugasnya.
Demikian pula dalam menerima mutasi tenaga guru ke SKB, sebaiknya juga memperhatikan pada kemampuan berhadapan dengan masyarakat tuna aksara, dan harus memiliki keterampilan tertentu.
"Bukan mutasi tersebut karena jenuh mengajar atau tidak menyenangi pekerjaannya, karena dalam jalur pendidikan non formal tidak sama dengan jalur pendidikan formal," kata Prof Norsanie Darlan. (das/ant)
Pamong Belajar adalah para pengasuh dan pendidik dengan tugas dan fungsi melaksanakan kegiatan pembelajaran, pembinaan, bimbingan, pemantauan dan penilaian dalam rangka mutu pendidikan.
Pamong Belajar merupakan guru yang bertugas pada pendidikan non formal atau istilah sebelumnya disebut PLS yang menjalankan tugasnya pada lembaga penyelenggaraan pendidikan non formal seperti pada SKB dan BPPNFI pada tingkat provinsi maupun tingkat regional.
Dari penelitian Pamong Belajar sebagai salah satu upaya meningkatkan kualitas pendidikan non formal di SKB Kuala Kapuas, Kalimantan Tengah diketahui, kondisi SKB tersebut sudak maksimal melaksanakan peran dan fungsinya beserta para Pamong Belajar yang begitu gigih.
Meski demikian tidak mendapatkan dukungan konkrit dari Pemerintah Kabupaten Kapuas, ujar HM Norsanie Darlan.
Segala aktivitas Pamong Belajar dan penyelenggaraan SKB di Kuala Kapuas hanya mengandalkan anggaran dari APBN yang tentunya tidak mencukupi kebutuhan riil di lapangan.
Kondisi keterbatasan lain, di mana Pamong Belajar di SKB Kuala Kapuas hanya terdapat 17 orang pamong belajar dan tiga orang diantaranya perempuan.
Namun sekitar 40 persen yang berlatarbelakang kualifikasi pendidikan diploma atau sarjana PLS, namun semuanya sangat gigih dalam upaya menuntaskan wajib belajar sembilan tahun.
Pamong belajar yang idelnya dari latar belakang kualifikasi pendidikan PLS, dapat meningkatkan kuantitas pendidikan non formal dalam wilayah cakupan sanggar kegiatan belajar (SKB) sebagai suatu proses, cara, usaha di bidang pendidikan luar sekolah.
Banyaknya jumlah tempat penyelenggaraan pendidikan non formal dan informal belakangan ini baru sebagian dari Pamong Belajar yang mau untuk tujuan perluasan akses PNF.
Prof Norsanie yang juga pengurus ICMI Kalteng itu menyarankan, para pelaksana dan penyelenggaran SKB serta Pamong Belajar perlu pendekatan yang lebih aktif terhadap upaya merebut dana APBD.
"Terlalu berat kalau hanya ketergantungan dengan proyek APBN, karena masih memerlukan dana tambahan untuk berbagai kegiatan SKB," lanjutnya.
Selain itu juga disarankan untuk meningkatkan kualitas Pamong belajar dengan latar belakang pendidikan sarjana PLS, karena mereka yang berlatar belakang non PLS ada kecanggungan dalam menjalankan tugasnya.
Demikian pula dalam menerima mutasi tenaga guru ke SKB, sebaiknya juga memperhatikan pada kemampuan berhadapan dengan masyarakat tuna aksara, dan harus memiliki keterampilan tertentu.
"Bukan mutasi tersebut karena jenuh mengajar atau tidak menyenangi pekerjaannya, karena dalam jalur pendidikan non formal tidak sama dengan jalur pendidikan formal," kata Prof Norsanie Darlan. (das/ant)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar