Persoalan TKI di Malaysia Bangsa Tercoreng
Antara – Minggu, 20 Okt 2013
Banjarmasin (Antara) - Seorang pengamat sosial politik
dan kemasyarakatan dari Universitas Palangka Raya Prof Dr HM Norsanie
Darlan berpendapat persoalan Tenaga Kerja Indonesia (TKI) seperti di
Malaysia, bisa membuat harkat dan martabat bangsa tercoreng.
"Seperti yang terjadi di negeri jiran Malaysia, puluhan TKI tewas
ditembak oleh polisi Diraja Malaysia atas tuduhan melakukan kejahatan,"
ujar Guru Besar Universitas Palangka Raya (Unpar) tersebut kepada Antara
Kalimantan Selatan, di Banjarmasin, Minggu.
Dosen pascasarjana pada perguruan tinggi negeri tertua di "Bumi Isen
Mulang" Kalimantan Tengah itu berharap pemerintah menangani hingga
tuntas persoalan TKI di negeri jiran tersebut supaya harkat dan martabat
bangsa tidak tercoreng di mata dunia.
Karena, menurut fungsionaris Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia
(ICMI) Kalteng itu, tidak sedikit jumlah TKI yang tewas akibat
perlakukan polisi Diraja Malaysia atas tuduhan melakukan kejahatan yang
belum semuanya dibuktikan kebenarannya.
"Jika kita perhatikan sejak tahun 2005 sampai 2013 tercatat 22 TKI
tewas ditembak oleh polisi Diraja Malaysia, dengan tuduhan melakukan
kejahatan," ungkapnya dengan nada mamelas.
Peristiwa itu terjadi mulai 9 Maret 2005 ada empat TKI asal NTT
meninggal secara brutal ditembak mati oleh polisi Diraja Malaysia.
Kemudian 16 Maret 2010 terjadi lagi tiga TKI asal Sampang Madura meninggal dengan kasus yang hampir sama.
Pada 24 Maret 2012 terjadi lagi, tiga TKI asal NTB, 19 Juni 2012 tiga
TKI asal Batam dan Madura, 7 September 2012 sebanyak lima TKI asal
Batam ditembak polisi Malaysia.
Kemudian 11 Oktober 2013 terjadi lagi empat orang TKI asal Batam
ditembak polisi Diraja Malaysia, dengan tuduhan yang hampir serupa,
ungkap mantan aktivis Ikatan Pers Mahasiswa Indonesia (IMPI) itu.
"Apakah betul, TKI yang tewas itu betul-betul penjahat? Padahal
mereka datang ke Malaysia untuk mencari pekerjaan, demi `sesuap nasi`
dan kehidupan keluarga mereka," ujarnya.
Sang profesor yang berkarier mulai dari pegawai rendahan (pesuruh)
itu, menyarankan agar pemerintah betul-betul membekali TKI dengan
pengetahuan dan keterampilan yang memadai.
"Dengan bekal pengetahuan dan keterampilan yang memadai, kita
berharap para pengguna TKI tak bisa berbuat seenaknya, termasuk
aparat/penguasa di negeri tersebut," katanya.
Selain hal itu, profesor yang banyak meneliti di berbagai daerah ini, menyarankan kenapa tenaga kerja ke luar negeri. bukankah diberbagai daerah secara besar-besaran dibuka perkebunan. tenaga kerjapun di sana diperlukan. Bagi yang mau bertransmigrasi agar tidak terpisah dengan keluarga. tempatkan mereka pada kawasan 3-T (terpencil, tertinggal dan terluar). manfaatnya sangat besar buat negeri kepulawan ini. tapi jaminan hidup (jadup)nya harus lebih panjang dari transmingrasi umum selama ini. dan jangan sampai tanaman, yang mereka tanam belum berbuah jadupnya habis. kasihan mereka, itu penyiksaan.
"Opsi lain, pemerintah Indonesia melarang pengiriman TKI/TKW ke
negara-negara yang tercatat tidak memperlakukan secara manusiawi,"
dan berpendidikan mengah atas sarjana, sehingga mereka tidak akan dijadikan buruh kasar, demikian Norsanie Darlan.(rr)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar