Sabtu, 22 Mei 2021
Prof. Dr. NORSANIE DARLAN, MENELITI PKBM DI KOTIM
melirik masa lampau seorang Prof. Dr. NORSANIE DARLAN, MENELITI Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) DI Kabupaten Kotawaringin Timur yang juga dipublikasikan lagi oleh: Harian Dayak Post, 23 Agustus 2013
Dari sejumlah PKBM yang ada, dalam wilayah Kabupaten Kotawaringin Timur ada 3 PKBM yang diambil secara acak. Masing-masing untuk daerah perkotaan terpilih PKBM jatuh pada PKBM Teratai Mekar yang beralamat di jalan Kapt. Muloyo, Pinggiran kota jatuh pada PKBM Eka Bahurui di Palangsiang 8 Km ke arah ke selatan yang menuju kab. Seruyan dan yang agak luar kota jatuh pada PKBM Sei Paku kecamatan kota Besi.
Dari ke 3 PKBM tersebut masing-masing punya keunggulan. Seperti Teratai Mekar sudah bisa memproduk kerupuk dari ikan haruan. Punya kegiatan kursus dan pelatihan secara gratis terhadap warga belajar yang mau ikut di PKBM ini. Ditanya kenapa selalu kegiatan gratis, dijelaskan oleh Bapak Rahadian dan ibu R. Bihantara, SE, MM pernah mengadakan rapat dan atas usul tokoh masyarakat setiap warga belajar membayar Rp 15.000,- perbulan, ternyata warga belajarnya semakin hari semakin berkurang. Ini menandakan rendahnya tingkat perekonomian masyarakat. Sehingga diambil kebijakan agar setiap warga belajar yang ikut di PKBM tersebut gratis, dan persertanya kembali bertambah. Kejadian seperti ini sangat perlu, dari dinas terkait mengecurkan dana kepada semua PKBM. Karena pendidikan gratis, tapi biaya tutornya ditanggung oleh dinas pendidikan. Sementara PKBM Eka Bahurui di Km 8 jalan menuju ke arah seruyan ini, masih belum punya gedung. Namun pa Kades menyanggupi untuk membangunkan bagunan PKBM di lokasi sekitar kantor desa. Walau PKBM ini masih belum punya bangunan, pengabdian mereka kepada masyarakat hingga pemberantasan Buta Huruf di Lembaga Pemasyarakat (LP) Sampit. Demikian juga ke desa-desa lainnya dalam wilayah mereka. Sedangkan PKBM Sei Paku, sudah punya gedung permanen, punya mesin jahit 13 buah, mesin obras 3 dan bordir 1 dengan telah menghasilnya banyak warga masyarakat di sekitar setelah mereka selesai kursus, seperti kursus menjahit. Para alumnus membuka jahitan di rumah mereka masing-masing. Di PKBM Sei Paku kecamatan Kota Besi ini, punya fasilitas yang lengkap disertai mesin mengolah rota. Namun perlu perhatian dinas instasi terkait. Karena sayang fasilitas yang serba mahal kalau tidak ada binaan dari dinas perindustrian dan dinas pendidikan. Agar PKBM ini dapat membatu untuk mencerdaskan bangsa.
Dari 3 PKBM yang menjadi sampel penelitian ini, walau jumlahnya relatif sedikit, sudah tergambar perlunya Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) di kotawaringin timur dikunjungi oleh dinas instansi terkait guna pembinaan dan perlunya biaya mereka untuk membayar honor tutor (guru). Saya sebagai peneliti kasihan melihat peran pengelola PKBM yang menggratiskan setiap kegiatan pelatihan. Dari mana membayar honor tutor ?. Tentu saja dari uang pribadi para pengelola PKBM. Sebaiknya pemerintah daerah, tidak memandang dengan sebelah mata. Terhadap pendidikan nonformal (PLS) ini, sebab jalur pendidikan nonformal ini adalah tugas dan tanggung jawab masyarakat dan pemerintah.
Kalau kita mempertanyakan apa topoksi PKBM, tentu mereka menyelenggarakan pendidikan di luar sistem persekolahan (PLS). Seperti paket A membantu mereka yang karena sesuatu dan lain hal, tidak sempat sekolah dasar. Maka bagi PKBM membantu untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Melalui paket A. Kemudian bagi mereka yang tidak sempat lulus SMP yang PKBM menyelenggarakan paket B. Demikian pula mereka yang tidak sempat lulus SLA. Melihat teman-temannya sudah ada yang sarjana karena terus sekolah dan kuliah. Sementara ia belum punya ijazah SLA. Maka tidak ada jalan lain, ia harus ikut paket C di PKBM.
Pertanyaan mahasiswa saya yang sedang belajar di S-2 PLS. Bagai mana penduduk yang ingin sekolah lagi ke jenjang pendidikan SLA misalnya. Sementara penduduk itu sudah berusia 35 tahun ke atas ?. Secara gamblang saya jawab pertanyaan mahasiswa S-2 saya, yaitu ia harus belajar ke PKBM dan ikut paket C. Karena kalau dia ikut sekolah formal di SMA, tentu faktor usia sudah tidak cocok. Andai sekiranya ia sekolah di bangku SMA tentunya saja usia seperti itu, lebih tua murid dari sang guru. Dan berdasarkan peraturan tidak ada murid di sekolah yang usianya sampai 35 tahun. Dengan demikian mereka ini, harus kita serahkan ke PKBM. Karena juga di PKBM selain mengatasi keterlantaran pendidikan bagi seseorang, juga membantu warga masyarakat dalam upaya mencerdaskan kehidupan bangsa. Namun mereka para penyelenggara ini atau pengelolaan lain, sangan membutuhkan biaya untuk para tutor. Termasuk juga seperti adanya kegiatan kursus dan pelatihan.
Untuk diketahui para tutor setiap tahun mempertunjukan kemampuannya dalam membuat karya tulis, karya nyata dan berbagai karya inovatif lainnya. Sehingga dengan berbagai cara pihak pengelola harus mengirim para tutornya ke provinsi untuk bersaing antara kabupaten. Ternyata bagi mereka punya kemampuan lebih, dapat pula dipersandingkan dengan utusan dari berbagai provinsi di tanah air. Hal seperti ini bukankah mereka mengangkat harkat dan mertabat daerah. Kepada tidak menjadi pemikiran bagi kita semua dari dinas terkait bersama Bupati/Walikota menyisihkan anggaran untuk jalur pendidikan nonformal ini.
Berkaitan dengan Kalteng Harati, tentu saja sangat membanggakan. Namun walau bagai mana majunya pendidikan formal. Kalau tidak diimbangi dengan jalur nonformal tentu bagaikan air teh yang kita buat, lupa memberikan gula. Kenapa demikian, karena sukses di jalur formal, tapi kalau PKBM ditinggal, tentu saja masih ada warga masyarakat kita yang tuna aksara yang belum tertampung. Berarti program kita masih belum tuntas. Itulah sebabnya keterlibatan jalur nonformal sangat diperlukan.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar