25 September 2013
PENGKAJIAN DATA DAN MUTU PROGRAM
PENDIDIKAN NONFORMAL
Oleh:
H.M.Norsanie Darlan
Pendahuluan
Tulisan ini diturunkan sebagai
salah satu materi pembelajaran dalam rangka Orientasi Teknis
Penilik Tingkat Regional tahun 2013. para
Penilk sebagai utusan dari berbagai provinsi dalam wilayah Regional IV
Kalimantan. Diharapkan mereka yang
sebagai duta-duta dari daerahnya masing-masing untuk memperdalam keprofesiannya
(sebagai Penilik), sehingga dalam
menjalankan tugasnya di lapangan kelak bisa lebih baik dari masa-masa
sebelumnya.
Dalam
buku ini akan diuraikan sekelumit masalah-masalah yang erat hubungannya dengan permasalahan
kepenilikan yang mereka hadapi sehari-hari di lapangan. Sehingga apa yang
terjadi menjadi tantangan dalam pengalaman mereka sebagai penilik pendidikan di
jalur pendidikan nonformal.
Pengertian Pengkajian
Bila
kita memperhatikan terhadap apa sebenarnya definisi tentang “pengkajian” menurut Anik Inriono (2012)
adalah “…proses, cara, perbuatan mengkaji; penyelidikan (pelajaran yang
mendalam); penelaahan: mengadakan
eksplorasi dan ~ dalam bentuk proyek yang dilaksanakan oleh pemerintah…”. Arti Kajian
menurut Hasan Alwi (2002; 491) dan Poerwadarmintan (1986) bahwa:”…sebuah
proses, cara, pekerjaan sesuatu yang diinginkan, diselidiki, (pelajaran yang
mendalam) penelaahan, mengadakan eksplorasi dalam bentuk proyek utama….”. termasuk
dalam proyek-proyek yang ada pada PAUDNI di tanah air.
Arti Data
Arti Kata dari Data menurut: Poerwadarminta, (1986) dan Hasan Alwi,
(2002) adalah:”...sebuah keterangan yang benar dan nyata, dalam memperoleh
sebuah keterangan tentang kehidupan / keadaan sesuatu...”. Apakah data penduduk tuna aksara. Ataukah data
mereka yang ikut kegiatan berbagai pendidikan nonformal baik di PKBM ataupun
berbagai kursus dan pelatihan. Tentu termasuk pula kelompok-kelompok belajar
lainnya.
Arti Mutu
Adapun apa sebenarnya arti mutu, Hasan Alwi
(2002) menguraikan bahwa:”...sebuah ukuran baik buruk sesuatu benda; kadar,
taraf atau derajat (kepandaian, kecerdasan, dsb) termasuk juga kualitas
seseorang...”. Apakah ia pamong belajar,
tutor, Penilik, instruktur, dll. Dalam menjalankan tugas dan fungsinya di dunia
pendidikan luar sekolah berhasil dengan kualitas baik.
Arti Program
Berbicara apa sebenanrnya yang disebut program menurut Moeliono (1989)
dan Hasan Alwi (2002; 897) adalah:”...sebuah rencana mengenai atau sesuatu
usaha apakah hal itu sebagai ketatanegaraan, ataukah perkonomian, demikian juga
dalam hal pendidikan yang akan dijalankan beberapa waktu ke depan oleh
pemerintah....”
Arti PLS atau
Pendidikan Nonformal
Menurut
Norsanie Darlan (2007) adalah“...Pendidikan Luar Sekolah adalah setiap
kesempatan dimana dan terdapat komunikasi yang teratur dan terarah, di luar
sekolah, di mana seseorang memperoleh informasi, pengetahuan, latihan ataupun
bimbingan sesuai dengan usia dan kebutuhan hidupnya, dengan tujuan
mengembangkan tingkat keterampilan, sikap dan nilai-nilai yang memungkinkan
baginya menjadi peserta aktif yang efisien dan efektif dalam keluarganya,
pekerjaannya bahkan lingkungan masyarakat dan negaranya...”.
Arti Penilik
Bila kita mempelajari siapa
sebenarnya yang disebut penilik itu ?, maka para ahli seperti: Poerwadarminta
(1988) dan Hasan Alwi (2002; 1192) secara jelas menyebutkan bahwa:”...penilik
adalah orang menilik atau orang yang mengawasi berbagai kegiatan dalam
pendidikan luar sekolah....” sedangkan pengawas bertugas di pendidikan formal
atau di persekolahan. Dipihak lain pendapat 2 ahli yang sama menyebutkan “penilik”
adalah orang yang tajam tilikannya, (ia dapat mengetahui) segala sesuatu yang
ada pada wilayah kerjanya....” dalam dunia pendidikan luar sekolah, penilik
adalah orang yang mengawasi segala kegiatan pendidikan nonformal apakah dalam
hal PKBM, Lembaga Kursus dan pelatihan serta berbagai kegiatan pendidikan luar
sekolah yang ia berperan secara aktif untuk jemput bola, sehingga mengetahui
seluk beluk berbagai kegiatan pendidikan yang diselenggarakan masyarakat.
Data yang
Bermutu
Adapun data yang bermutu dalam
program pendidikan nonformal adalah sebuah data yang betul-betul diambil oleh
Penilik berdasarkan data yang autentik. Data yang tidak dibuat-buat hanya di
atas meja. Data apa adanya. Apakah tentang jumlah warga belajar, ataukah jumlah
pelayanan lainnya. Dan data yang bermutu dalam program pendidikan luar sekolah
ini, tidak dibuat-buat demi kualitas yang diharapkan. Padahal kalau dievaluasi
langsung seperti pepatah mengatakan: “bukan indah kabar dari rupa”.
Data itu dilakukan evaluasi
dan betul-betul yang bermutu dalam program pendidikan nonformal, salah satu
hasilnya. Jika dilakukan ujian seperti paket: A, B dan C peserta ujian dapat
lulus tanpa adanya pertolongan dari siapapun. Data yang bermutu dalam program pendidikan
luar sekolah yang disampaikan oleh seorang penilik tentang PKBM dan Lembaga
Kursus dan Pelatihan, bila PKBM dan Lembaga Kursus dan Pelatihan itu
diakreditasi dapat dengan nilai A minimal B.
Keberhasil di atas, tentu
peran Penilik sangat besar. Seharusnya seorang penilik di wilayah itu, ia harus
memberikan bimbingan dengan jemput bola. Apabila Penilik tidak aktif tapi lembaga
penyelenggara pendidikan nonformal itu diakreditasi A maka dapat dikatakan lebih pintar pengurus, pengelola,
tutor, instruktur daripada Penilik yang ada di wilayah itu.
Apabila dalam sebuah wilayah
tertentu sejumlah PKBM dan Lembaga Kursus dan Pelatihan tidak ada satupun yang
diakreditasi hanya B apa lagi dibawahnya. Maka mutu/kualitas lembaga penyelenggara
pendidikan luar sekolah itu diragukan. Dari peraturan yang telah ditetapkan
pemerintah, berarti lembaga itu, seperti PKBM melaksanakan ujian akhir,
dipertanyakan ijazahnya seperti paket: A, B dan C. Dengan demikian peran
penilik sangat besar dalam membimbing, membina dan menilik/ mengawasi pada lembaga-lembaga
penyelenggara pendidikan luar sekolah itu.
Ciri PNF atau PLS
Sebelum kita lebih jauh
memaparkan apa saja yang menjadi sasaran Penilik, terlebih dahulu kita kaji ciri
dari Pendidikan Nonformal atau Pendidikan Luar Sekolah. Menurut penulis menetapkan yang paling sederhana, ada 4
macam ciri yang mudah dipahami, masing-masing penilik sebagai berikut:
(1) waktunya
pendek;
(2)
jenis pendidikannya beragam;
(3)
usia pesertanya tidak harus sama;
(4) waktunya
penyesuaikan.
Jika para
penilik menghayati hal ini, tentu banyak sebenarnya Pendidikan Nonformal atau
Pendidikan Luar Sekolah yang ada di masyarakat.
Pendidikan Nonformal
Berbasis Masyarakat
Pendidikan berbasis masyarakat
(communihy-based education) menurut: Uhar Suharsaputra (2011) adalah:”...
merupakan mekanisme yang memberikan peluang bagi setiap orang untuk memperkaya
ilmu pengetahuan dan teknologi melalui pembelajaran seumur hidup...”.
Kemunculan paradigma
pendidikan nonformal berbasis masyarakat dipicu oleh arus besar modernisasi
yang menghendaki terciptanya demokratisasi dalam segala dimensi kehidupan
manusia, termasuk di bidang pendidikan. Mau tak mau pendidikan harus dikelola
secara desentralisasi dengan memberikan tempat seluas-luasnya bagi partisipasi masyarakat.
Sebagai implikasinya,
pendidikan nonformal menjadi usaha kolaboratif yang melibatkan partisipasi
masyarakat di dalamnya. Partisipasi pada konteks ini berupa kerja sama antara
warga masyarakat dengan pemerintah dalam merencanakan, melaksanakan, menjaga
dan mengembangkan aktivitas pendidikaan. Sebagai sebuah kerja sama, maka
masyarakat diasumsi mempunyai aspirasi yang harus diakomodasi dalam perencanaan
dan pelaksanaan suatu program pendidikan.
Peran Penilik
PNF
Menurut Edi Basuki (2012)
bahwa:”…Peran Penilik PNF (yang tentunya bekerja sama dengan para tokoh
masyarakat setempat termasuk tutor dan pamong belajar) sangatlah penting sekali
untuk menyadarkan mereka akan pengaruhi Lingkungan pendidikan...” yang juga bisa
menjerumuskannya, sehingga akan memperburam masa depan mereka yang senyatanya
sudah buram. Sukur-sukur Penilik punya waktu untuk menyampaikan muatan lokal
berupa keterampilan berusaha yang bermanfaat sebagai mata pencaharian, yang
dapat diusahakan secara kelompok atau individual melalui pendekatan learning. Untuk itulah kegiatan pembelajaran
kepada “masyarakat” melalui pendidikan nonformal haruslah dikemas sedemikian
rupa yang bisa menggairahkan, perlu pula menggunakan berbagai metode yang
kreatif agar mereka merasa ‘enjoyful learning’ yang bisa melesatkan kemampuan
pikir mereka agar cepat menyadari akan kekurangannya untuk kemudian bersedia
diajak berubah melalui program pendidikan luar sekolah yang “menggembirakan”,
tidak sekedar bergelut dalam tataran teori semata sehingga program bentukan
para penilik bisa lestari dan berkesinambungan. Mudah-mudahan
dengan lahirnya aturan baru tentang jabatan fungsional penilik dan angka
kreditnya sekaligus perubahan Batas Usia Pensiun 60 tahun, akan diikuti
dengan peningkatan kualitas kinerja penilik yang mengarah kepada
profesionalisme yang bermartabat sebagai sebuah profesi yang “mewartakan”
pendidikan nonformal agar nantinya semakin menjadi tolehan berbagai pihak.
Dalam permenpan dan RB nomor 15 disebutkan bahwa pendidikan nonformal meliputi
pendidikan kecakapan hidup, pendidikan anak usia dini, pendidikan kepemudaan,
pendidikan pemberdayaan perempuan, pendidikan keaksaraan, pendidikan
keterampilan dan pelatihan kerja, pendidikan kesetaraan, serta pendidikan lain
yang ditujukan untuk mengembangkan kemampuan peserta didik. Sedangkan pendidikan nonformal terdiri atas lembaga
kursus, lembaga pelatihan, kelompok belajar, PKBM dan majelis taklim serta
satuan pendidikan yang sejenis. Semua yang disebutkan di atas merupakan
‘wilayah kerja’ yang harus dikuasai dengan baik oleh penilik agar menghasilkan keluaran yang lebih baik pula dimasa datang.
Sejarah Pendidikan Nonformal di Indonesia
Melirik
sejarah pendidikan bahwa pendidikan nonformal ini lebih muda dari pendidikan
informal, tapi lebih tua dari pendidikan formal. dizaman penjajahan Belanda, pendidikan
nonformal ini, dilakukan karena pihak pemerintah Belanda membutuhkan tenaga
kerja untuk pembangunan gedung perkantoran, rumah-rumah pejabat Belanda dan
pembangunan gereja. Mulai saat itulah kursus-kursus pertukangan dilaksanakan
oleh pemerintah Belanda kepada masyarakat pribumi. Dan saat itu
pula, lahirnya pendidikan nonformal di tanah air.
Dipihak lain
pendidikan nonformal juga muncul juga di pesantren-pesantren, yang lebih
tua/lebih dahulu dari kursus pertukangan di atas. Karena para santri belajar
membaca dan menulis baik huruf arab
maupun latin.
Awalnya Pendidikan Nonformal
Dari sudut
pandang lain pendidikan nonformal yang kongkretnya, diawali sejak pemerintah
penjajah Belanda berkeinginan melakukan sesuatu pembangunan. Maka para pemuda
terampil mereka di daftar untuk mengikuti kursus tertentu ke tempat yang
ditentukan. Misal pihak pemerintah Belanda berkeinginan mendirikan Gedung
Pemerintahan di kota-kota besar di Indonesia. Maka mereka kursus para pemuda
dalam dunia pertukangan dalam kurun waktu tertentu. Tapi kalau kursus baca
tulis lebih dahulu di adakan oleh persantren. Baik huruf arab maupun latin. Setelah anggaran dari negeri Belanda datang,
maka tenaga kerja yang telah selesai dilatih (dikursus) tersebut mengerjakan
Bangunan Gedung Kantor Pemerintah Belanda. Sehingga bila kita masih ingat di
awal tahun 60-an masih berdiri gedung-gedung pemerintah Belanda baik di
Provinsi maupun Kabupaten, bahkan sampai tahun-tahun pertengan 70-an. Hanya
saja typenya yang berbeda. Makin besar jumlah penduduk maka makin besar pula
gedung yang didirikan Pemernitah Belanda.
Contoh lain
yang masih sebagian ada menjadi munomen seperti: Gereja, di Jakarta,
Yogyakarta, Surabaya, Makassar dan kota-kota lainnya. Bentuknya hampir sama,
Cuma besarnya yang berbeda.
Dalam masa
kemerdekaan sekarang ini, penulis mencoba memberikan contoh masa orde baru.
Yakni Masjid dari: Yayasan Amal Bakti Muslim Pancasila. Hampir di semua kota
Kabupaten ada, tinggal typenya yang berbeda. Penulis saat menulis edisi ini,
dalam masa reformasi belum melihat secara jelas apa peninggalan untuk masa
depan kita di negeri tercinta ini. Walau dalam masa reformasi banyak protes
karena kebebasan yang sudah memuncak, belum banyak hasil-hasil yang diprotes
menemukan titik yang dinantikan oleh banyak orang. PLS bicara dalam hal
Fasilitas belajar, tenaga pengajar (tutor), Warga Belajar (WB) masih belum
selengkap mereka yang berada dalam pendidikan formal. Sedangkan
yang memonitor segala kegiatan berdasarkan walayah kerjanya adalah: penilik (pengawas pada pendidikan
formal).
Pendidikan
NonFormal
Sebetulnya
Jalur pendidikan di luar pendidikan formal yang dapat dilaksanakan secara
terstruktur dan berjenjang. Pendidikan nonformal berdasarkan Undang-Undang
Sistem Pendidikan Nasional nomor: 20 tahun 2003 disebutkan secara jelas
diselenggarakan bagi warga masyarakat yang memerlukan layanan pendidikan yang
berfungsi sebagai pengganti, penambah, dan/atau pelengkap pendidikan formal
dalam rangka mendukung pendidikan sepanjang hayat.
Selain itu,
pendidikan nonformal berfungsi mengembangkan potensi peserta didik dengan
penekanan pada penguasaan pengetahuan dan keterampilan fungsional serta
pengembangan sikap dan kepribadian profesional. Dalam pendidikan nonformal ini,
peran pamong belajar sangat dinantikan. Bagi pamong yang kreativitasnya tinggi
dan dapat memanfaatkan hal itu, menjadi sumber belajar masyarakat.
Dalam
Peraturan MENPAN RI Nomor: 15 Tahun 2010 secara jelas tertuang dalam pasal 3.
Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar
dan proses pembelajaran / pelatihan / pembimbingan agar peserta didik secara
aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual
keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta
keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.
Sedangkan dalam pasal 4 Pendidikan nonformal (PNF)
adalah jalur pendidikan di luar pendidikan formal (PLS) yang dapat dilaksanakan
secara terstruktur dan berjenjang.
Macam Pendidikan nonformal atau PLS
Berdasarkan
perkembangan zaman, ada 2 pendidikan nonformal yang harus dicermati. Ke 2 hal
tersebut adalah:
(1) Pendidikan nonformal atau PLS yang formal ini, ada di perguruan tinggi.
Karena waktu pendidikannya antara 3,5 – 5 tahun dengan gelar (S-1). Ada pula Program
Magister (S-2) dan Doktor S-3); dan
(2) Ada pula pendidikan nonformal dan lembaga pelatihan serta kursus-kursus
yang jangka waktunya, pendek dan non gelar. Seperti dalam uraian di atas.
Khusus untuk PLS formal mahasiswa dididik dalam pendidikan secara formal, namun
kacamatanya ke luar sekolah. Artinya mahasiswa PLS. Dididik selama perkuliahan untuk mahasiswa bisa dan
punya keahlian dalam pendidikan luar sekolah. Walau sesederhana
Memperhatikan
Peraturan Pemerintah
Dalam Peraturan Pemernitah (PP) yang dikeluarkan
Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Berokrasi No 15
Tahun 2010 Tentang Jabatan walau bukan Fungsional
Pamong Belajar dan Angka Kreditnya.
Secara jelas terurai pada:
Pasal 1 Jabatan Fungsional Pamong Belajar adalah
jabatan yang mempunyai ruang lingkup, tugas, tanggung jawab dan wewenang untuk
melakukan kegiatan belajar mengajar, pengkajian program, dan pengembangan model Pendidikan Nonformal
dan Informal (PNFI) pada Unit Pelaksana Teknis (UPT)/Unit Pelaksana Teknis
Daerah (UPTD) dan satuan PNFI sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang
diduduki oleh Pegawai Negeri Sipil.
Pasal 2 Pamong Belajar adalah pendidik dengan
tugas utama melakukan kegiatan belajar mengajar, pengkajian program, dan
pengembangan model Pendidikan Nonformal dan Informal (PNFI) pada Unit Pelaksana
Teknis (UPT)/Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) dan satuan PNFI.
Dengan data di atas bahwa
penilik adalah
sesuai dengan dalam pengertian di atas. Bila kita mempelajari apa sebenarnya arti
dari penilik itu, secara jelas menyebutkan bahwa: penilik adalah orang menilik
atau orang yang mengawasi sesuatu kegiatan tupoksinya. Sedangkan pengawas
bertugas di pendidikan formal atau di persekolahan. Dipihak lain tugas mereka
serupa tapi taksama menyebutkan penilik adalah orang yang tajam tiliknya, daya
pikirnya, (ia dapat mengetahui) segala sesuatu, tentang kegiatan belajar. Dalam
dunia pendidikan luar sekolah penilik adalah orang yang mengawasi segala kegiatan
pendidikan nonformal apakah dalam hal PKBM, Lembaga Kursus dan pelatihan serta
berbagai kegiatan pendidikan luar sekolah yang ia berperan secara aktif untuk
jemput bola, sehingga mengetahui seluk beluk berbagai kegiatan pendidikan
masyarakat.
Implementasi Pendidikan Nonformal
Bila
memperhatikan Implementasi
Pendidikan Nonformal sebenarnya pelaksanaannya jauh lebih rumit dari pendidikan
formal. Karena tutor (dalam pendidikan formal guru), harus mencari sendiri
warga belajarnya atau WB (dalam pendidikan formal murid) di nonformal, tempat
belajarnya karena tidak tersedia seperti di pendidikan formal “gedung sekolah”, maka di pendidikan nonformal harus
bisa memanfaatkan, seperti: balai desa, rumah penduduk atau di mana saja,
berdasarkan kesepakatan bersama antara tutor dengan WB. Masih bagus nasibnya
mereka masa sekarang. Dewasa ini ada pusat kegiatan belajar masyarakat (PKBM),
lembaga-lembaga kursus sudah banyak memiliki gedung / tempat belajarnya.
Demikian juga tentang waktu, harus berdasarkan kesepakatan. Apakah sore hari,
malam hari atau hari-hari yang ditentukan. Namun tujuannya materi belajar harus
tercapai.
Kemudian yang
tidak kalah pentingnya materi belajar yang diberikan, tidak mesti ada di toko
buku. Beda dengan guru di sekolah formal, buku materi belajar telah tersedia di
toko buku. Oleh sebab itu, tutor harus bisa merancang bangun dan rekayasa
materi belajar WB-nya. Karena ada kalanya, materi belajar untuk masyarakat,
tidak seluruhnya tersedia di toko buku. Maka keterampilan tutor dalam rangcang
bangun dan rekayasa, sangat dinantikan bagi calon seorang tutor.
Sasaran Awal PNF dari atau PLS
Sasaran awal
dari pendidikan nonformal atau PLS ini, semula hanya sekedar upaya kemanusiaan,
merasa masih banyak warga negara kita, yang belum tuntas wajib belajar mereka.
Bahkan di sana-sini ditemukan warga masyarakat yang buta huruf murni. Sehingga
warga negara kita yang sadar, terhadap nasib bangsanya bagaimana mereka yang
masih tuna aksara dan belum tertangani oleh pemerintah dalam hal ini pendidikan
formal. Padahal dalam pembukaan UUD’45 secara jelas tercantum upaya
mencerdaskan kehidupan bangsa. Maka dibentuklah kelompok belajar (kejar) apakah
untuk pemberantasan buta huruf (paket A) setara sekolah dasar. Agar mereka yang
tuna aksara di mana-mana itu, bisa belajar membaca, menulis dan berhitung
(calistung) agar tidak mudah diperdayakan orang. Masa lalu muncul buku yang
dicetak pemerintah berupa paket A-1 sampai dengan A-100 tempoe doeloe.
Setelah paket
A setara sekolah dasar berhasil tidak hanya sekedar warga belajar(wb-nya) sudah
dapat membaca menulis dan berhitung (calistung), maka pemerintah meningkatkan
pada Paket B setara SLTP, dan juga Paket C setara dengan SLTA.
Sejarah hidup
sejumlah orang yang ikut paket C setara SLTA ini, ternyata banyak alumnusnya
yang jadi anggota DPR/DPRD. Karena syarat pendidikan terendah adalah SLTA. Bagi
karyawan yang bekerja hanya memiliki ijazah SLTP dan ikut paket C bisa
menyesuaikan ijazahnya dari golongan I menjadi golongan II. Peristiwa lain,
sudah ada beberapa orang yang mencalonkan diri jadi bupati, dengan menggunakan
ijazah paket C bisa terpilih menjadi bupati di daerahnya.
Selama ini
sudah banyak lulusan kejar paket C yang dapat melanjutkan ke perguruan tinggi,
terlebih bagi perguruan tinggi yang memiliki jurusan/program studi PLS. Dengan
demikian apa yang diisyaratkan oleh Undang-Undang di atas bahwa: Pendidikan
nonformal adalah pendidikan diselenggarakan bagi warga masyarakat yang memerlukan
layanan pendidikan dan berfungsi sebagai pengganti, penambah, dan/atau
pelengkap pendidikan formal dalam rangka mendukung pendidikan sepanjang hayat
sudah terjawab.
Realita Pendidikan Norformal atau PLS
Dalam
kenyataan yang ada sekarang ini, Dirjen Pendidikan Luar Sekolah atau sekarang
atau beralih nama dengan dengan Dirjen Pendidikan Anak Usia Dini dan Pendidikan
Informal (PAUDNI) maka secara realita pendidikan infomral sampai saat ia masuk
pada Dirjen PLS. Sehingga pendidikan informal menggabung pada pendidikan
nonformal. Secara konkrit diantaranya pendidikan informal masuk ke Dirjen PLS
ini, adalah pendidikan anak usia dini. Namun kritik tajam dari para tokoh PLS
di perguruan tinggi, masuknya PAUD meraja lela. Sepertinya menghapus kehidupan
PLS sejak lahirnya Dirjen ini, kok dengan mudah dihapus begitu saja. Padahal
perubahan ini tidak ada sebutan dalam Undang-Undang.
Peran Penilik
Dalam PLS
Lebih lanjut
Jumain (2008) mengatakan bahwa:”… e-government
merupakan sesuatu yang harus dilakukan dalam rangka meningkatkan pelayanan Penilik
kepada masyarakat…”. Perkembangan sistem informasi teknologi begitu cepat, dan
tidak semua penggunaannya bersifat positif. Karena itu, kita perlu
mengembangkan sistem informasi yang aman dan akurat dalam menjalankan tugas-tugas penilik.
Ada enam
strategi yang harus dilakukan dalam pengembangan menjalankan tugas kepenilikan sebagai berikut:
Pertama: mengembangkan sistem pelayanan yang
handal dan terpercaya, serta terjangkau oleh masyarakat luas, terlebih kepada
pendidik tenaga kependidikan (PTK-PNF);
Kedua:
menata sistem dan proses kerja pemerintah
daerah otonom secara holistik dan Strategi;
Ketiga: yaitu
memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi: secara optimal, seperti
pelaksanaan monitoring jarak jauh.
Keempat:
adalah strategi meningkatkan peran serta dunia usaha dan mengembangkan
teknologi informasi pendidikan luar sekolah dalam negeri. Sedangkan strategi:
Kelima:
adalah meningkatkan kapasitas SDM disertai dengan meningkatkan elektronifikasi
masyarakat, dan strategi;
Keenam:
adalah melaksanakan pengembangan secara sistematis melalui tahapan yang
realistik dan terukur‚jelas Jumain.
Menurut Salius
Matram (2012) adalah:”...Sakti negara dalam paparannya, terdapat beberapa
resiko atau kerawanan di dalam tugas-tugas,
diantaranya yakni resiko kecurangan, kesalahan, keterlambatan...”. Data yang
dikperoleh dalam pendataan, sebagai
seorang penilik tidak perlu terlalu percaya terhadap data yang dikirim. Namun
perlu adanya cek in recek di lapangan terhadap data warga belajar, proses
belajar dll.
Terdapat
beberapa aspek yang harus dipenuhi dalam membangun keamanan sistem informasi
data dari pendidikan nonformal sebagai berikut:
Aspek pertama:
yang harus dipenuhi adalah data-data yang diperlukan untuk menjaga informasi
dari orang yang tidak berhak mengakses. Untuk meningkatkan jaminan dapat menggunakan dan menganalisa
laporan.
Aspek kedua:
adalah integrity dimana dalam
aspek ini informasi maupun sistem tidak boleh diubah tanpa seijin pemilik
informasi.
Aspek ketiga:
yakni ketika dibutuhkan pengguna yang berhak akan selalu dapat mengakses
informasi dan aset yang berkaitan.
Aspek keempat:
dan kelima: adalah authentication dan
access control. Sedangkan
aspek non repudiation adalah
Aspek keenam:
yang harus dipenuhi. Dalam aspek ini seseorang tidak dapat menyangkal bahwa ia
telah mengirimkan suatu data digital‚jelas Salius.
PRINSIP MUTU
Mutu pada saat
ini sangat diperhatikan dalam mengelola sebuah pendidikan, karena dengan mutu
yang bagus sebuah lembaga akan dikatakan telah berhasil dalam mengelola
pendidikannya, hal ini dapat kita ketahui dengan melihat output-output yang
dikeluarkan oleh lembaga tersebut.
Mutu sangat
membutuhkan dukungan dari berbagai pihak tidak hanya pada tutor di PKBM yang
bertanggungjawab pada di tempat belajar itu sendiri, tapi dari lingkungan bagi
pendidik, orang tua, pejabat pemerintah, wakil-wakil masyarakat dan pemuka
bisnis atau donatur untuk bekerja sama guna memberikan kepada warga belajar
sebagai sumber-sumber daya yang dibutuhkan untuk memenuhi tantangan masyarakat,
dan akademik sekarang dan masa depan
Kebanyakan di
masyarakat banyak dari mereka atau tanggapan mereka ada yang setuju atau tidak
dengan adanya implementasi mutu dalam pendidikan, menurut survei yang
telah dilakukan oleh buku yang penulis resum ini, sedikitnya ada enam kelompok,
enam itu adalah:
1. regresi adalah sekelompok orang yang menolak atau menerima konsep
mutu dan kostumer yang ditawarkan penilik;
2. skeptisisme adalah sekelompok orang yang menerima konsep mutu dan
kostumer namun perlu diyakinkan bisa tidaknya diterapkan dalam pendidikan luas
sekolah;
3. kontrol dari Penilik adalah sekelompok orang yang berusaha
menerima data dalam melaksanakan pekerjaan namun mereka merasakan kehilangan
atas lingkunganya bila pendidikan luar sekolah ini tidak diperhatikan;
4. kesadaran masyarakat adalah sekelompok orang yang mendukung konsep
mutu pendidikan yang di awasi oleh Penilik
dan mereka ingin mengambil transformasi mutu/kualitas pendidikan di
masyarakat.
5. integrasi dari penilik adalah
kepada sekelompok orang yang didorong oleh mutu, semua pekerjaanya selalu
dilakukan dengan pendekatan mutu hasil dari sebuah pendidikan;
6. sinergi adalah sebuah kelompok yang berasal dari pemasok, produser
dan kostumer menjadi satu membentuk sebuah tim di masyarakat yang memperhatikan
dunia pendidikan nonformal.
Program
Kerja Penilik
Dalam menjalankan tugasnya seorang penilik, pasti punya program kerja agar
pendidikan yang di bawah pengawasannya berjalan dengan baik harus membuat
program jangka pendek dan jangka panjang. Untuk
memperhatikan hal itu, mari kita
perhatikan secara seksama 2 hal berikut:
Program
Jangka Pendek Penilik
Meningkatkan peran serta masyarakat
dalam pembangunan bangsa yang meliputi peran pelaksana, pembinaan, pengawasan
dan kontrol sosial yang dilaksanakan secara kritis, konstruktif, konsepsional
terhadap para pelaksana pembangunan bidang pendidikan luar sekolah.
Penilik melaksanakan dan membuat
studi dan kajian tindak serta investigasi program untuk mencapai muru
pembelajaran.
Penilik melakukan pendampingan dan
konsultasi secara timbal balik dengan para tutor.
Penilik melakukan sosialisasi
program dan konsultasi.
Penilik menyelenggarakan
pendidikan dan latihan untuk memberdayakan usaha peningkatan mutu pendidikan
luar sekolah.
Program Jangka Panjang Penilik
Penilik berusaha
semaksimal mungkin untuk menyatukan visi dan misi pemerintah dengan aspirasi
masyarakat sehingga program kerja pembangunan pendidikan nonformal dirancang
dan dilaksanakan oleh pemerintah diberbagai bidang mampu menciptakan
kesejahteraan masyarakat.
Penilik harus mendukung
pemerintah dalam memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa,
dangan meningkatkan kemampuan Sumber Daya Manuasia (SDM) guna tercapainya
sasaran pembinaan manusia seutuhnya.
Penilik membantu
pemerintah dalam melaksanakan pembangunan disegala bidang, meliputi patuh
hukum, ramah lingkungan, yang berorientasi pada kemakmuran, keadilan dan
kesejahteraan masyarakat umum.
DAFTAR PUSTAKA
Alwi, Hasan, 2002. Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi ke tiga, Departemen
Pendidikan Kebudayaan, Balai Pustaka, Jakarta.
Anthon, Mulyono, 1988. Kamus Besar Bahasa Indonesia, Departemen Pendidikan
Kebudayaan RI, Jakarta.
Basuki, Edi, 2012.
Peran Penilik PNF dengan tokokh masyarakat, Artikel, Jakarta
Darlan, H.M.Norsanie, 2007. Konsep
Dasar Pendidikan Luar Sekolah, FKIP Unpar, Palangka Raya.
--------------, 2011. Kiprah Pamong
Belajar Dalam Menjalankan Tupoksinya Pada PLS, BP2PNFI Provinsi
Kalimantan Tengah, Palangka Raya.
Hairi, Prianter Jaya,
2009. Sekilas dalam
tulisan membahas berkenaan dengan arti penting dari pembentukan sistem kamar,
Jakarta.
Indriono, Anik, Pengkajian Tanda-tandan Vital (VITAL SIGN)
dalam sebuah pembelajaran,
Jumain, 2008. Sebuah
Kajian Tentang Kajian, Artikel, Jakarta.
Kurnianingrum
,Trias Palupi, 2008 Era Globalisasi, kebutuhan informasi yang
cepat sangat diperlukan oleh masyarakat, artikel Jakarta.
Latifah, Marfuatul,
1990. Kebebasan berserikat dan
berkumpul di Indonesia sebenarnya telah diwujudkan melalui Organisasi
Kemasyarakatan (Ormas), artikel, Jakarta.
Matram, Salius, 2012.
Saktinegara dalam paparannya, terdapat beberapa resiko atau kerawanan di dalam e-government, Jakarta.
Poerwadarminta,
WJS. 1986. Kamus Umum Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta.
Suharsaputra, Uhar, 2011. Pendidikan
Nonformal Berbasis Masyarakat, artikel, Bandung.