H.
M. Norsanie Darlan
Pendahuluan
Menang sulit mewujudkan wajar 12 tahun, karena dalam kesiapan berbagaihal
masih perlu dipersiapkan sebelumnya. Oleh sebab itu, sebagai tenaga pengajar
Pendidikan Luar Sekolah yang dewasa ini disebut pendidikan non formal (PNF)
melakukan penelitian masih pada tahap pendidikan dasar 9 tahun. Hal ini disebabkan lokasi penelitian terkesan nan jauh di sana. Walau pada
waktunya tentu wajar 12 tahun, harus dilakukan. Namun saat artikel ini
diturunkan wajar 9 tahun masih perlu strategi dan pemecahan yang lebih jauh.
Relevansi materi ini dengan siswa adalah karena meng-ungkap masalah wajib
belajar (wajar) 9 tahun bagi masyarakat desa tertinggal yang kini sering
disebut-sebut dengan istilah komunitas adat terpencil (KAT). Sebab tidak semua
guru dan jabatan fungsional lainnya yang berada di perkotaan, bahkan lebih
banyak kalangan guru sebagai “Umar Bakri” yang tinggal di pedesaan yang lokasi
kerjanya nanjauh di sana. Walau demikian mereka sebaiknya mendapatkan hak yang
sama dengan guru di perkotaan dalam hal kenaikan pangkatnya.
Konsep Pembangunan Pendidikan
Menilik bidang pendidikan masyarakat
dalam konsep pembangunan secara garis besar penulis paparkan sebagai berikut.
Pembangunan di bidang pendidikan terhadap isi
pembukaan Undang-Undang dasar (UUD'45) Republik Indonesia secara jelas
dinyatakan: bahwa untuk memajukan
kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa.
Selanjutnya dalam konsep lama sebelum revisi
Undang-Undang pasal 31 ayat : (1) bahwa tiap-tiap warga negara Indonesia berhak
memperoleh pendidikan, selanjutnya ayat (2) pendidikan dan pengajaran diatur
dengan undang-undang. Sehingga lahirlah Undang-Undang nomor 2 tahun 1989
tentang Sistem Pendidikan Nasional sedangkan dalam Bab IV secara tegas diatur
tentang satuan, jalur dan jenis pendidikan pada
pasal 9 ayat (1) Satuan pendidikan menyelenggarakan kegiatan belajar mengajar
yang dilakukan disekolah atau diluar
sekolah. (2) Satuan pendidikan yang disebut sekolah merupakan bagian dari
pendidikan yang berjenjang dan berkesinambungan. (3) Satuan Pendidikan Luar
Sekolah meliputi keluarga, kelompok belajar, kursus dan satuan pendidikan yang
sejenis. Dalam pasal 10 ayat (3) jalur pendidikan luar sekolah merupakan
pendidikan yang diselenggarakan diluar sekolah melalui kegiatan belajar
mengajar yang tidak harus berjenjang dan berkesinambungan. Dengan menyimak
undang-undang nomor 2 di atas, maka kita perlu dan harus terpanggil untuk
melaksanakan amanat tersebut. Untuk itu, strategi menuntaskan wajib belajar 9
tahun bagi masyarakat tertinggal di Kalimantan Tengah perlu dikaji dan dicari
berbagai alternatif penuntasannya.
Dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan
Nasional nomor 20 tahun 2003 terjadi perubahan bahwa dalam jalur pendidikan
tidak lagi 2 jalur tapi menjadi 3 jalur pendidikan nasional, masing-masing: (1)
Pendidikan Formal, (2) Pendidikan Nor Formal (PLS) dan (3) Pendidikan Informal.
Paud yang sebenarnya informal (tersendiri) di Departemen Pendidikan Nasional
ternyata masuk pada tugas PLSdi Direktorat Pendidikan Masyarakat. Berarti
hampir sama saja dengan Jalur pendidikan masa lalu PLS selain pendidikan non
formal, ia juga membina pendidikan informal.
Konsep pembangunan 5 tahun dibidang
pendidikan nasional yang berakar pada kebudayaan bangsa Indonesia, berdasarkan
Pancasila dan UUD’45 diarahkan untuk meningkatkan kecerdasan bangsa dan
kualitas sumber daya manusia, mengembangkan manusia serta masyarakat Indonesia
yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia,
berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan, keahlian dan keterampilan,
kesehatan rohani dan jasmani serta kepribadian yang mantap dan mandiri.
Pendidikan nasional juga harus menumbuhkan dan mempertebal rasa cinta tanah
air, meningkatkan semangat kebangsaan, wawasan keunggulan, kesetiakawanan
sosial, dan kesadaran para sejarah bangsa dan sikap menghargai jasa para
pahlawan serta berorientasi masa depan. Pendidikan nasional perlu ditata, dikembangkan,
dan dimantapkan secara terpadu secara serasi, baik antara jalur, jenis, dan
jenjang pendidikan maupun antar sektor pendidikan yang makin mutakhir, efektif
dan efesien serta meningkatkan dan mengutamakan pemerataan dan peningkatan
kualitas pendidikan dasar, perluasan dan peningkatan kualitas pendidikan
kejuruan, pendidikan profesional serta meningkatkan pelaksanaan wajib belajar 9 tahun. Masyarakat
sebagai mitra pemerintah harus diberi kesempatan seluas-luasnya untuk berperan
serta dalam penyelenggaraan pendidikan nasional sesuai dengan ilmu pengetahuan
dan teknologi, dan tuntutan kebutuhan serta pengembangan pendidikan agama, dan
pendidikan kewarganegaraan diberikan disemua pembangunan jalur, jenis, dan
jenjang pendidikan termasuk pra sekolah sehingga terbentuk watak bangsa yang
kukuh.
Kesempatan untuk memperoleh pendidikan dan
keterampilan disemua jalur, jenis dan
jenjang pendidikan yang diselenggarakan oleh pemerintah dan peran serta
masyarakat, termasuk pendidikan dilingkungan keluarga dan masyarakat terus
dikembangkan secara merata diseluruh tanah air dengan memberikan perhatian
khusus kepada keluarga yang kurang mampu, penyandang cacat dan yang bertempat tinggal di daerah tertinggal, di
Batara Dalam provinsi Kalimantan Tengah. Peserta pendidik yang memiliki
tingkat kecerdasan lur biasa mendapatkan perhatian dan pelayanan yang lebih
khusus, agar dapat dipacu perkembangan prestasi dan bakatnya tanpa mengabaikan
potensi peserta didik lainnya.
Pendidikan pra sekolah, pendidikan dasar,
pendidikan menengah, pendidikan tinggi, pendidikan
luar sekolah, dan pendidikan kejuruan terus ditingkatkan pemerataan
kualitas, dan pengembangannya untuk menyiapkan peserta didik menjadi anggota
masyarakat yang memiliki kemampuan akademik dan profesional serta kemampuan
kepemimpinan yang tanggap terhadap kebutuhan
pembangunan serta pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Berjiwa
penuh pengabdian dan memiliki rasa tanggung jawab yang besar terhadap masa
depan bangsa dan negara. Kehidupan kampus dikembangkan sebagai lingkungan
ilmiah dan yang dinamis sesuai dengan
disiplin ilmu dan profesinya, berwawasan budaya bangsa, bermoral
Pancasila, berkepribadian Indonesia. Perguruan tinggi terus diusahakan untuk
lebih mampu menyelenggarakan pendidikan, penelitian dan pengkajian
dibidang ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK), serta memberikan pengabdian
kepada masyarakat yang bermanfaat bagi kemanusiaan dan sesuai dengan kebutuhan
pembangunan dengan iklim yang makin demokratis yang mendukung kebebasan
akademik, kebebasan mimbar akademik, dan otonomi perguruan tinggi.
Pidato tertulis Mendikbud RI dalam rangka
hari pendidikan nasional (Hardiknas, 2 Mei 1997) patut diungkapkan rasa syukur yang mendalam bahwa ternyata
hasil-hasil pembangunan yang telah kita capai selama ini sangat menggembirakan.
Kemajuan pendidikan di tanah air kita menunjukkan peningkatan yang sangat
pesat, terutama dilihat dari kesempatan pendidikan yang semakin meluas pada
semua jenis dan jenjang serta jalur pendidikan. Lebih-lebih kita telah berhasil
meningkatkan program nasional wajib belajar pendidikan dasar kita dari 6 tahun
menjadi 9 tahun sejak tahun 1994. Dengan berbagai tantangan pendidikan kita harus berupaya menuntaskan wajib belajar
pendidikan 9 tahun dalam waktu yang sesingkat-singkatnya. Insya Allah pada
akhir pelita VII diharapkan anak usia 15 tahun telah bersekolah jenjang SLTP.
Dalam kaitan ini, hendaknya terus diusahakan
untuk melakukan upaya-upaya terobosan guna meningkatkan jumlah tempat-tempat
belajar baru, agar seluruh umur 7 – 15 tahun dapat tertampung. Diantara
terobosan yang telah dikembangkan selama ini untuk menuntaskan program wajib
belajar Dikdas 9 tahun tersebut adalah : (a) Belajar melalui SLTP-Terbuka, (b)
Penyelenggaraan pendidikan luar sekolah melalui kejar paket A setara sekolah
dasar (SD) dan kejar paket B setara SLTP, dan (c) upaya memanfaatkan
teknik-teknik pendidikan jarak jauh, melalui media cetak maupun elektronik,
diantaranya SMP-Terbuka.
Guna mendukung keberhasilan penuntasan wajib
belajar Dikdas 9 tahun dan upaya-upaya peningkatan mutu pendidikan, jalinan
kerja sama antara tokoh-tokoh masyarakat dan orang tua dengan pemerintah
hendaknya juga terus ditingkatkan. Hal ini penting karena tugas pendidikan itu
merupakan tanggung jawab bersama antara pemerintah, masyarakat dan orang tua
murid. Tanpa keterlibatan semua pihak, upaya penuntasan tugas luhur
mencerdaskan kehidupan bangsa niscaya tidak akan berhasil dengan baik.
Berkenaan dengan hal tersebut, pemerintah daerah memiliki pesan yang penting
untuk menyukseskan program pendidikan nasional (Wardiman, 1997).
Di pihak lain, sambutan Mendikbud RI Periode
Pelita VII: mengetuk hati kita bersama yaitu kita sekarang sedang membangun
dengan melaksanakan program-program perluasan pendidikan, menurut : Wiranto
Arismunandar (1998) bahwa jumlah murid
sekolah dasar dan Madrasah Ibtidaiyah baru mencapai 7,5 juta anak atau 41% dari
jumlah anak usia sekolah. Pada tahun 1984 jumlahnya meningkat menjadi lebih
dari 23 juta anak, atau 97%. Keberhasilan ini serta laju kemajuan ilmu
pengetahuan yang cenderung makin cepat mendorong kita untuk mencanangkan
Gerakan Wajib Belajar Pendidikan Dasar 6 Tahun, pada tahun 1984. Selanjutnya
kita melangkah lebih maju lagi dengan melaksanakan wajib belajar pendidikan
dasar 9 tahun, yang dicanangkan pada tanggal 2 Mei 1994. Sesuai dengan
instruksi Presiden RI pada pembukaan rapat kerja nasional Departemen Pendidikan
dan Kebudayaan di Istana negara pada tanggal 22 Mei 1996, program tersebut
harus dapat diselesaikan pada akhir Pelita VII.
Tujuan penelitian
Adapun tujuan
penelitian ini adalah:
(1) Ingin
mengetahui tingkat pendidikan masyarakat tertinggal di desa terpencil seperti
desa: Payang, Baok dan
(2) Ingin mengetahui strategi yang dapat
digunakan untuk membantu masyarakat tertinggal suku Lawangan dalam upaya
menuntaskan wajib Dikdas 9
Beberapa Pengertian
Strategi
Menurut Djudju Sudjana (1997) mengartikan
bahwa strategi meningkatkan peran pendidikan luar sekolah supaya SDM Indonesia
siap mencari pelaku yang memiliki daya saing komperatif, perlu memiliki sasaran jitu bagi para perencana pendidikan untuk
pembangunan.
Adapun pengertian strategi pendidikan luar
sekolah, menurut H.M. Norsanie Darlan (1996) adalah suatu rencana yang cermat
mengenai kegiatan pendidikan untuk mencapai sasaran yang diharapkan.
Menuntaskan
Menuntaskan
ini diambil dari istilah bahasa dengan asal kata tuntas (Moeliono,
1989), yakni suatu kegiatan pendidikan
bagi seseorang untuk menuntaskan atau menghabiskan (mencurahkan semua)
masa pendidikan di sekolah ataupun diluar sekolah, sehingga kualitas sumber
daya manusia semakin tahun semakin meningkat.
Wajib Belajar
Wajib belajar Dikdas 9 tahun adalah sesuai
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 2 tahun 1989 tentang sistem pendidikan
nasional dan dilanjutkan dengan peraturan pemerintah nomor 73 tahun 1992 pasal
3 ayat 1-7 tentang PLS yang memuat bahwa pendidikan dasar di Indonesia terdiri
dari sekolah dasar 6 tahun dan menengah pertama selama 3 tahun. Dalam Undang-undang nomor 2 diatas, secara tegas dalam Bab IV diuraikan
tentang satuan, jalur dan jenis pendidikan pasal 9 ayat 1,2 dan 3 yang juga
telah diuraikan terdahulu.
Dalam program wajib belajar Dikdas 9 tahun
disebutkan ada pelayanan pendidikan untuk semua orang (education for all) pada
prinsipnya education for all meliputi 3 komponen : ”...(1) Pendidikan dasar
semesta (2) Pemberantasan buta huruf dan (3) Pendidikan berkelanjutan...”. (Tim
Wajar Pendidikan Dasar, 1991).
Masyarakat Tertinggal
Arti masyarakat adalah sejumlah manusia dalam
arti seluas-luasnya dan terikat oleh suatu kebudayaan yang mereka anggap sama.
Sedangkan arti tertinggal adalah: terpencil, terpisah dari yang lain
(Purwadarminta, 1986 dan Anto E. Moeliono Dkk, 1989). Pendapat lain sama tapi
tak serupa M. Norsanie Darlan (1997) masyarakat tertinggal dapat diartikan juga
dengan masyarakat yang bertempat tinggal jauh dari wilayah perkotaan. Namun
sebagian warga negara kita keberatan disebut masyarakat terasing. Mereka masih
dapat menerima informasi melalui media seperti : radio, dan TV, kecuali media
cetak lainnya. Berarti mereka tidak setuju disebut terasing tetapi tidak
keberatan disebut masyarakat tertinggal, karena informasi tertulis betul-betul
tertinggal bagi mereka.
Desa Tertinggal
Desa tertinggal berarti karena jauh dari
pembangunan kota, sehingga mereka ini karena ketertinggalan tersebut, sulit
mengikuti perkembangan pembangunan, termasuk ketertinggalan dalam dunia
pendidikan.
Pendidikan Luar Sekolah
Dari berbagai kepustakaan di Indonesia
pendidikan non formal/pendidikan luar sekolah dikonsepkan dengan pengertian
bahwa: Setiap kesempatan dimana terdapat komunikasi yang teratur dan terarah
diluar sekolah, di mana seseorang
memperoleh informasi pengetahuan, latihan ataupun bimbingan sesuai
dengan usia dan kebutuhan hidupnya, (Soedomo, 1974 dan Sanapiah Faisal 1981).
Sedangkan penulis mengambil pengertian tentang pendidikan luar sekolah yaitu:
Suatu pendidikan tak terpisahkan dengan pendidikan formal, namun pelaksanaannya
dilakukan di luar sistem persekolahan (M. Norsanie Darlan, 1983).
Pengertian pendidikan nonformal menurut
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan adalah usaha sadar yang dilakukan untuk
membentuk perkembangan kepribadian serta kemampuan anak luar sekolah atau
tempatnnya diluar sistem persekolahan sebagaimana yang biasa dikenal.
Pengertian PLS menurut: Sutaryat
Trisnamansyah (1997) adalah konsep pendidikan sepanjang hayat mengandung
karakteristik, bahwa pendidikan tidak berakhir pada saat pendidikan sekolah
selesai ditempuh oleh seorang individu, melainkan dia merupakan suatu proses sepanjang hayat, men-cakup
keseluruhan kurun waktu hidup seorang individu sejak lahir sampai mati.
Suku Lawangan
Masyarakat suku Lawangan adalah penduduk yang
semula berasal dari atas perbukitan di wilayah kecamatan Bantian Besar di
pedalaman bagian barat Kalimantan Timur, yang berbatasan dengan kecamatan
Gunung Purei Barito Utara (Batara) Provinsi
Kalimantan Tengah. Pada saat Pengeran Antasari (Raja Banjar) masih
hidup, dalam pengejaran penjajah (Belanda), Pangeran Antasari sempat menjalin
persahabatan dengan sejumlah suku yang ada diwilayah itu, termasuk suku yang
barada di pedalaman Kalimantan Timur, untruk turun mendekat ke Sungai Teweh.
Karena sulitnya warga masyarakat saat itu,
mencari kebutuhan hidup seperti: garam, tembakau, gula pasir, minyak tanah dan
lainnya, maka Pangeran Antasari menganjurkan kepada kepala-kepala suku, agar
tempat tinggal (Betang/ rumah besar ala Dayak) dipindahkan ke kawasan lebih
barat lagi, yang mendekat ujung sungai Teweh. Sehingga sejumlah desa setelah
pembagian wilayah provinsi sekarang, termasuk suku Lawangan dan suku-suku lain
diantaranya seperti : Bantian masuk ke dalam wilayah provinsi Kalimantan
Tengah. Sejak saat itu untuk mencari kebutuhan (pasar) harus pergi ke Muara
Teweh dengan mendayung perahu “tempoe Doeloe” dengan waktu tempuh antara 4-5
hari. Kini sudah terjangkau jalan darat sekitar 3-4 jam (Norsanie Darlan,
1997).
Bentuk
Pendidikan
Bentuk pendidikan luar sekolah menurut: Saleh Marzuki (1981) adalah (1) program
jangka pendek, (2) tidak dibatasi oleh jenjang-jenjang (3) usia didiknya tidak
perlu sama / homogen (4) sasaran didiknya berorientasi jangka pendek dan
praktis (5) diadakan sebagai respon kebutuhan yang mendesak (6) ijazah kurang
memegang peranan penting (7) diselenggarakan oleh pemerintah dan swasta (8)
diselenggarakan di dalam dan di luar sekolah.
Selain paket A dan paket B untuk masa sekarang ada SMP-Terbuka dan
Universitas terbuka.
SMP Terbuka dan Wajar 9 tahun
Kalimantan Tengah tidak jauh berbeda dengan
provinsi lainnya di Indonesia, dirasakan perlu mendirikan SMP Terbuka
disejumlah desa tertinggal. Sasaran SMP terbuka menurut Amrullah (1998) adalah
anak usia sekolah di pedesaan. Sedangkan wajib belajar (Wajar) 9 tahun adalah
mereka yang karena sesuatu hal pada usia sekolah tidak dapat sekolah, mereka dalam kelompok umur 14-45 tahun harus mengikuti pendidikan luar sekolah
berupa paket A bagi mereka yang belum tamat sekolah dasar, dan paket B kepada
mereka yang sudah tamat SD namun belum
sempat mengikuti pendidikan SMP (Tony, 1998). Sedangkan Manan (1997)
menyebutkan perlunya keterlibatan
berbagai organisasi sosial dalam melancarkan pemberantasan buta aksara,
ternyata mendapatkan hasil yang menggembirakan.
Kerangka Teori
Dalam penelitian ini perlu dijelaskan kerangka teori penelitian guna mempermudah dalam
pelaksanaannya.
Operasional Variabel
Variabel bebas adalah : Tenaga Pendidikan
Luar sekolah yang bertugas di masyarakat dalam upaya menuntaskan wajib belajar
Dikdas 9 tahun di wilayah provinsi Kalimantan Tengah umumnya, kecamatan Gunung
Purei khususnya.
Variabel antara : (1) Pengetahuan masyarakat
didesa tertinggal yang masih rendah, (2) Sikap masyarakat tertinggal dalam
belajar yang masih rendah.
Variabel tergantung : Pencapaian wajib belajar 9 tahun bila tersedia tenaga
yang cukup disertai minat belajar yang baik pula.
Variabel pra kondisi : (1) Fasilitas
belajar/Asrama Siswa sangat membuka isolasi masyarakat dalam melanjutkan
pendidikan. Untuk kawasan penelitian ini,, semua desa yang memiliki SDN, namun
untuk melanjutkan ke SLTP sulit. Karena
sekolah ini belum tersedia di desa. Salah satu cara dengan penyediaan asrama.
(2) Kondisi : Jarak yang sangat jauh dengan sekolah menengah pertama menurunkan
motivasi belajar. Selain itu pengaruh sosial ekonomi masyarakat yang rendah dan
disertai kurangnya sarana pendidikan
membuat anak dan orang tua belum sadar bahwa pendidikan yang ada pada
dirinya masih belum cukup.
Metoda Penelitian
Metode penelitian ini menggunakan jenis
penelitian natural kualitatif, dengan melakukan wawancara kepada sejumlah tokoh
masyarakat sebagai subyek penelitian baik formal maupun non formal tentang
strategi pendidikan luar sekolah untuk penuntasan wajib belajar Dikdas 9 tahun.
Sedangkan alat dengan menggunakan pedoman wawancara dan observasi. Adapun
lokasi penelitian dilakukan di desa: Payang, Baok dan Tambaba kecamatan Gunung
Purei Kabupaten Batara Kalimantan Tengah. Waktu penelitian lapangan dilakukan 5
bulan.
Hasil Penelitian
Dalam penelitian ini dihasilkan 2 hal yakni : kondisi tingkat pendidikan
dan strategi untuk menuntaskan Wajar dikdas 9 tahun bagi masyarakat suku
Lawangan. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat dalam uraian berikut :
Tingkat Pendidikan Masyarakat
Untuk melihat tingkat pendidikan warga masyarakat tertinggal pada
masing-masing desa di wilayah kecamatan Gunung Purei kabupaten Barito Utara
Kalimantan Tengah Indonesia, dapat dilihat secara rinci dalam tabel 1.
Dari tabel 1 tersebut diperoleh hasil bahwa
di desa Payang yang tidak tamat
SD 51,2 persen, tamat SD 22,9 persen, tamat SLTP 13,3 persen, tamat SLTA 11,1
persen dan tamat perguruan tinggi 1,2 persen. Kemudian untuk melihat tingkat
pendidikan warga masyarakat desa Baok yang tidak tamat SD 25,5 persen, tamat SD 10,5 persen,
tamat SD 42,9 persen, tamat SLTP 2,5 persen, tamat SLTA 1,7 persen dan tamat
perguruan tinggi 0,8 persen. Jadi, masih banyak penduduk yang tidak tamat SD.
Tabel
: 1
Tingkat
Pendidikan Penduduk
Di
Desa Payang, baok Dan Tambaba Wilayah
Kecamatan
Gunung Purei Barut
No.
|
Uraian
|
D E
S A
|
Payang
|
Baok
|
Tambaba
|
JLH
|
%
|
JLH
|
%
|
JLH
|
%
|
1.
2.
3.
4.
5.
|
Tidak Tamat SD
Tamat SD
Tamat SLTP
Tamat SLTA
Tamat Perguruan Tinggi
|
165
74
43
36
4
|
51,2
22,9
13,3
11,1
12
|
44
30
21
10
3
|
25,9
10,5
62,5
41,7
1,0
|
108
115
9
2
1
|
45,9
42,9
2,5
1,7
0,8
|
Jumlah
|
322
|
100
|
284
|
100
|
235
|
100
|
Sumber : Hasil
pengumpulan data bulan Nopember 1997.
Untuk wilayah desa
Payang jika diteliti secara detail yang masih membutuhkan pendidikan dasar 9
tahun sebesar 14,1 persen, untuk desa Baok 36,4 persen dan desa Tambaba sebesar
88,8 persen. Dengan demikian, di desa tersebut ternyata masih banyak yang
memerlukan pendidikan. Pertanyaannya sekarang adalah “apakah pendidikan luar
sekolah (PLS) diperuntukkan bagi usia 14-45 tahun ataukah yang masih berumur
usia sekolah dasar dan SLTP?
Strategi Pendidikan
Strategi yang dapat
membantu masyarakat tertinggal suku Lawangan dalam upaya menuntaskan (wajar)
dikdas 9 tahun di kecamatan Gunung Purei Kabupaten Batara Kalimantan Tengah
adalah sebagai berikut :
(a) Dalam
upaya menuntaskan tingkat pendidikan masyarakat: (1) usia 6-15 tahun
untuk pendidikan formal (di sekolah) dan (2) usia 14-45 tahun untuk pendidikan
luar sekolah. Maka untuk meningkatkan kualitas SDM salah satu cara dianta-ranya perlu menempatkan tenaga ahli bidang ilmu
pendi-dikan luar sekolah dan perlu adanya peranan Dikmas kecamatan yang lebih
profesional guna memberikan cara dalam
membelajarkan masyarakat yanng ternyata karena suatu hal tidak tahu atau
belum sempat menamatkan pendidikan dasar yang angkanya relatif masih tinggi.
Bila kita memperhatikan Undang-undang nomor 2 tahun 1989 tentang pendidikan Bab
IV pasal 9 ayat 1, ada dua jalur pendidikan
di Indonesia, yakni : (1) Satuan pendidikan menyelenggarakan kegiatan belajar mengajar
yang dise-lenggarakan di sekolah atau diluar sekolah; (2) satuan pendidikan
yang disebut sekolah merupakan bagian
dari pendidikan yang berjenjang dan berkesinambungan ; (3) satuan pendidikan luar
sekolah meliputi keluarga, kelompok belajar, kursus, dan pendidikan yang
sejenis. Pertanyaan yang timbul adalah
bagaimana mereka yang telah berusia dewasa. Menurut: Prof. Soedomo
(1974) bahwa mereka yang karena sesuatu dan lain hal, tidak dapat menyelesaikan
pendidikan formalnya, maka ia dapat mengikuti pendidikan luar sekolah.
(b) Dari
sudut lain, rendahnya SDM ini, karena dimanja oleh sumber daya alam yang
melimpah . Namun karena SDMnya yang masih relatif rendah, terlihat kurang
mampunya masyarakat mengantisipasi bahwa
pentingnya tanaman seperti rotan yang sebenarnya sumber penghasilan ke 2
setelah berladang, mereka belum membudidayakan secara sungguh – sungguh
terhadap tanaman potensial di sekitar desanya. Termasuk karet, kopi, rambutan,
durian, cempedak, langsat (duku) dll., bila musim buah tiba berlimpah ruah
serta belum ada cara pengawetan untuk persediaan untuk di musim paceklik.
(c) Bidang
pendidikan yang menyebabkan rendahnya
sumber daya manusia disini adalah rendahnya minat belajar masyarakat. Hal ini
disebabkan karena tempat tinggal yang berjauhan dengan lokasi sekolah. Dan
disadari atau tidak bahwa tuntutan wajib belajar (wajar) dikdas 9 tahun yang
telah diterapkan di tanah air masih ditemukan banyak kendala dan perlu
dicari pemecahannya. Oleh sebab itu, diharapkan tenaga profesional dalam pendidikan luar sekolah (PLS) perlu
dikerahkan untuk menuntaskan mereka. Apakah lewat pendidikan formal (di
sekolah) ataukah non formal (Pendidikan Luar Sekolah) seperti pemberantasan
tuna aksara latin, paket A dan paket B. sehingga bagi mereka yang tidak mendapatkan kesempatanbelajar
formal dapat teratasi, dan wajar
Dikdas 9 tahun dapat dituntaskan. Selain
itu, diperlukan tenaga Dikmas yang benar-benar berlatar belakang pendidikan
luar sekolah.
(d) Perlu
pemikiran mengenai tempat penampungan
anak usia sekolah misalnya, asrama sekolah terutama bagi mereka yang rumah/desanya berjauhan dengan lokasi
sekolah. Untuk saat ini kecamatan Gunung Purei, Kabupaten Barito Utara, asrama
ditempatkan didesa Lampeong.
Pembahasan
(1) Pendidikan
masyarakat tertinggal khususnya suku Lawangan masih yang banyak tidak tamat
sekolah dasar. Hal ini jika dihubungkan dengan teori Hassan Shadily (1983)
bahwa dengan keterasingannya dan segala keterting-galannya masyarakat belum
banyak berhubungan dengan dunia luar, termasuk dengan dunia pendidikan. Walau
mereka juga ada yang lulus perguruan
tinggi, namun jum-lahnya relatif kecil.
(2) Strategi
apa yang dapat membantu masyarakat terasing suku Lawangan dalam upaya
menuntaskan pendidikan dasar (Wajar) 9 tahun di Kalimantan Tengah ternyata ada
beberapa hal yaitu bagi mereka yang berusia pendidikan dasar 9 tahun 6-15 tahun
harus menyelesaikan dengan pendidikan formal. Untuk SLTP yang jarak rumahnya
yang sebaiknya masuk asrama di Lampeong ibukota kecamatan Gunung Purei atau dengan masuk SMP –Terbuka. Sedangkan
bagi mereka yang sudah usia 14-45 tahun
belum lulus SD harus diikut sertakan paket A dan yang belum lulus SLTP dengan
paket B (H.M. Norsanie Darlan, 1998).
Kesimpulan dan Saran
Kesimpulan
(a) Tingkat
pendidikan masyarakat tertinggal di desa terpencil seperti desa: Payang, Baok dan Tambaba yang tidak tamat
sekolah dasar masih tinggi. Walau demikian, dimasing-masing desa tersebut,
telah ada yang lulus perguruan tinggi dengan jumlah yang relatif kecil.
(b) Strategi
yang dapat digunakan untuk membantu masyarakat tertinggal suku Lawangan dalam
upaya menuntaskan wajib Dikdas 9 tahun yaitu untuk usia 6-15 tahun lewat
pendidikan formal seperti : SD, SLTP atau SMP-Terbuka. Bagi yang rumahnya jauh
dari sekolah sebaiknya disediakan asrama siswa. Sedangkan usia dewasa dengan
paket A bagi yang tidak tamat SD/MI dan paket SLTP/MTs.
Saran-saran
(a) Dikmas
Departemen Pendidikan Nasional baik di tingkat kecamatan maupun Kabupaten
menyediakan lebih banyak tenaga-tenaga profesional dibidangnya seperti sarjana
PLS atau Diploma. Sehingga salah satu upaya menuntaskan wajar Dikdas 9 tahun
segera terwujud.
(b) Dalam
mendirikan SMP-Terbuka, sebaiknya tidak satu tempat dengan lokasi paket B.
Karena programnya menjadi tumpang tindih.
Kalaupun harus satu lokasi, perlu pemisahan yang jelas untuk SMP-Terbuka bagi
anak usia sekolah, dan bagi peserta paket B yang berusia 14-45 tahun. Dan bagi
mereka yang belum tamat SD sebaiknya mengikuti program paket A fungsional.
(c) Gerakan
Nasional Orang Tua Asuh diusahakan dapat sampai ke wilayah pedesaan, sehingga
upaya menolong kaum lemah segera terwujud.
Daftar
Pustaka
Amrullah, 1998. Efektivitas SMP-Terbuka di Pedesaan, Palangka Raya.
Arismunandar, Wiranto.1998. Pidato Mendikbud RI, 2 Mei, Hardiknas,
Jakarta.
Darlan. M. Norsanie.1983. Pendidikan Luar Sekolah,FKIP Unpar,
Palangka Raya.
–––––. 1996. Strategi Pendidikan Luar Sekolah FKIP Unpar, Palangka Raya.
–––––. 1997. Kajian Sosbud dan Lingkungan Masyarakat Terasing di Kecamatan Gunung
Purei Kabupaten Barito Utara, Jakarta:Depsos RI.
–––––. 1998. Strategi dan Upaya Penuntasan Wajib Balajar 9 tahun Bagi Masyarakat
Desa Tertinggal, Seminar PLS FIP IKP Malang.
_____, 2000. Strategi Menuntaskan Wajib Belajar Dikdas 9
Tahun Bagi Masyarakat Tertinggal Suku Lawangan di Kalimantan Tengah
Depdikbud RI. 1990. Undang-Undang Nomor 2
Tahun 1989, Tentang Sistem Pendidikan Nasional, Jakarta.
Djojonegoro, Wardiman. 1997. Pidato Mendikbud RI 2 Mei, Hardiknas,
Jakarta.
Faisal, Sanapiah. 1981. Pendidikan Luar Sekolah, Usaha, Surabaya.
Manan. 1996. Keadaan Penduduk Buta Huruf dan
Putus Sekolah, Kandep Depdikbud Kecamatan Kapuas Barat, Mandomai.
Marzuki, Saleh. 1981. Pendidikan Luar Sekolah FIP IKIP, Malang.
Moeliono, Anton M. 1989. Kamus Besar Bahasa
Indonesia, Jakarta: Depdikbud RI.
Pelly, Usman dan Menanti, Asih. 1994.
Teori-teori Sosial Budaya, Jakarta : Dirjend Dikti, Dekdikbud.
Peorwadinata, WJS. 1986. Kamus Umum Bahasa Indonesia, Jakarta : Balai Pustaka.
Shadily, Hassan. 1983. Ensklopedia Indonesia, Jilid 4, Jakarta: Ichtiar Baru.
Sudjana, Djudju. 1997. Peranan PLS Dalam Pengembangan SDM Berkualitas, Surabaya: Makalah
Seminar Nasional PSL, dan Konperensi ISPPSI.
Soedomo. 1974. Pendidikan Non Formal di Indonesia FIP IKIP Malang.
–––––––. 1989. Pendidikan Luar Sekolah, PLS FIP IKP Malang.
Trisnamansyah, H. Sutaryat. 1997. Peranan PLS dalam Pengembangan SDM
Berkualitas, Surabaya: Makalah Seminar Nasional PSL, dan Konperensi ISPPSI.
Tim Wajar. 1991. Keputusan Menko Kesra RI, TentangWajar Pendidikan Dasar, Jakarta:
Kantor Menko Kesra RI.
Tony, 1998. Program Kerja Dikmas dalam Upaya Menuntaskan Wajar 9 Tahun di Kal-Teng,
Palangka Raya: Kanwil Depdiknas Kalimantan Tengah.
(Sumber:
Jurlan Pendidikan dan Kebudayaan No.023 Tahun ke-6 Mei 2000)