Oleh:
Norsanie Darlan
Sebuah Tinjauan Teori Pendidikan Luar Sekolah
Pendahuluan
Memperhatikan
Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional nomor 20 tahun 2003 pasal 26 adalah:
Pendidikan
nonformal adalah pendidikan diselenggarakan bagi warga masyarakat yang
memerlukan layanan pendidikan yang berfungsi sebagai pengganti, penambah,
dan/atau pelengkap pendidikan formal dalam rangka mendukung pendidikan
sepanjang hayat;
Pendidikan
nonformal berfungsi mengembangkan potensi peserta didik dengan penekanan pada
penguasaan pengetahuan dan keterampilan fungsional serta pengembangan sikap dan
kepribadian peofesional;
Pendidikan
nonformal mliputi pendidikan kecakapan hidup, pendidikan anak usia dini,
pendidikan kepramukaan, pendidikan pemberdayaan perempuan, pendidikan
keaksaraan, pendidikan keterampilan, dan pelatihan kerja, pendidikan
kesetaraan, serta pendidikan lain yang ditujukan untuk mengembangkan kemampuan
peserta didik;
Satuan
pendidikan nonformal terdiri atas lembaga kursus, lembaga pelatihan, kelompok
belajar, pusat kegiatan belajar masyarakat (PKBM), dan majelis taklim, serta
satuan pendidikan yang sejenis;
Kursus dan
pelatihan diselenggarakan bagi masyarakat yang memerlukan bekal pengetahuan,
keterampilan, kecakapan hidup, dan sikap untuk mengembangkan diri,
mengembangkan profesi, bekerja, usaha mandiri dan/atau melanjutkan pendidikan
ke jenjang yang lebih tinggi;
Hasil
pendidikan nonformal dapat dihargai setara dengan hasil program pendidikan
formal, setelah melalui proses penilaian penyetaraan oleh lembaga yang ditunjuk
oleh pemerintah atau pemerintah daerah dengan mengacu pada standar nasional
pendidikan;
Ketentuan
mengenai penyelenggaraan pendidikan nonformal sebagaimana dimaksud dalam alenia-alenia di atas diatur dengan peraturan pemerintah.
Sejarah Pendidikan Nonformal di Indonesia
Melirik sejarah
pendidikan bahwa pendidikan nonformal ini lebih muda dari pendidikan informal,
tapi lebih tua dari pendidikan formal.
dizaman penjajahan, pendidikan nonformal ini, dilakukan karena pihak
pemerintah Belanda membutuhkan tenaga kerja untuk pembangunan gedung
perkantoran, rumah-rumah pejabat belanda dan pembangunan gereja. Mulai saat
itulah kursus-kursus dilaksanakan oleh pemerintah Belanda kepada masyarakat pribumi.
Dan saat itu pula, lahirnya pendidikan nonformal di tanah air.
Dipihak lain
pendidikan nonformal juga muncul juga di pesantren-pesantren. Karena para
santri belajar membaca dan menulis baik huruf arab maupun latin.
Nama Pendidikan Nonformal
Pendidikan
nonformal ini, semula disebut pendidikan masyarakat, kemudian berubah nama
dengan pendidikan luar sekolah. Dan kini setelah terbitnya Undang-Undang nomor
20 tahun 2003, berubah nama dengan pendidikan nonformal. Namun dosen-dosen PLS
di perguruan tinggi enggan merubah nama jurusan dari pendidikan luar sekolah
menjadi pendidikan nonformal. Karena hal itu dalam istilah asing saja,
pekerjaannya tidak ada perubahan yang bermakna. Keengganan para dosen di
perguruan tinggi mengikuti nama yang berubah, membuat ketidak percayaan
masyarakat dengan jurusan/prodi PLS. Sebab pernah terjadi perubahan dari
pendidikan sosial ke PLS dalam awal tahun 1980-an membuat masyarakat pengguna
sarjana Pendidikan sosial (Pensos) jadi menurun.
Pendidikan nonformal
ini, kepada mereka yang karena sesuatu dan lain hal, seseorang tidak dapat
menyelesaikan Nonformal (Pendidikan Luar Sekolah) biasa disebut dengan
PLS merupakan pendidikan masyarakat pendidikan di pendidikan formal, maka
pendidikan luar sekolah dalam kurun waktu 14 – 45 tahun bisa bergabung ke
pendidikan luar sekolah ini, adalah pendidikan yang ternyata lebih tua dari
pendidikan formal ini di Indonesia.
Namun kita
ketahui bersama bahwa jelaslah bagi pendidikan di luar sistem persekolahan ini,
segala pendidikan yang ada dewasa ini di luar pendidikan formal, maka ia masuk
dalam pendidikan nonformal atau pendidikan luar sekolah. Seperti: kursus,
pelatihan, dan lembaga-lembaga pendidikan yang diselenggarakan oleh pemerintah
maupun masyarakat di luar pendidikan informal, maka pendidikan itu adalah
pendidikan nonformal atau PLS. Dengan demikian, kursus bahasa Inggris,
komputer, menyetir, salon kecantikan, termasuk juga diklat pada PNS ia masuk
pada pendidikan nonformal. Karena ia jelas waktu pendidikannya tidak ada yang
mencapai 1 tahun.
2 macam Pendidikan nonformal atau PLS
Ada
2 pendidikan harus dicermati. Ke 2 hal itu adalah: (1) Pendidikan nonformal
atau PLS yang formal ini, ada di perguruan tinggi. Karena waktu pendidikannya
antara 3,5 – 5 tahun dengan gelar (S-1). Ada pula Program Magister (S-2) dan
Doktor S-3); dan (2) Ada pula pendidikan
nonformal dan lembaga pelatihan serta kursus-kursus yang jangka waktunya,
pendek dan non gelar. Seperti dalam uraian di atas. Khusus untuk PLS
formal mahasiswa dididik dalam pendidikan secara formal, namun kacamata nya ke
luar sekolah. Artinya mahasiswa PLS. Diberikan selama perkuliahan untuk
mahasiswa bisa dan punya keahlian dalam pendidikan luar sekolah.
Awalnya Pendidikan Nonformal
Pendidikan
nonformal ini diawali sejak pemerintah penjajah Belanda berkeinginan melakukan
sesuatu pembangunan. Maka para pemuda terampil
mereka di daftar untuk mengikuti kursus tertentu ke tempat yang ditentukan. Misal
pihak pemerintah Belanda berkeinginan mendirikan Gedung Pemerintahan di
kota-kota besar di Indonesia. Maka mereka kursus para pemuda dalam dunia
pertukangan dalam kurun waktu tertentu. Setelah anggaran dari negeri Belanda
datang, maka tenaga kerja yang telah selesai dilatih tersebut mengerjakan
Bangunan Gedung Kantor Pemerintah Belanda. Sehingga bila kita masih ingat di
awal tahun 60-an masih berdiri gedung-gedung pemerintah Belanda baik di
Provinsi maupun Kabupaten, bahkan sampai tahun-tahun pertengan 70-an. Hanya
saja typenya yang berbeda. Makin besar jumlah penduduk maka mikin besar pula
gedung yang didirikan.
Contoh lain
yang masih sebagian ada menjadi munomen seperti: Gereja, di Jakarta,
Yogyakarta, Surabaya, Makassar dan kota-kota lainnya. Bentuknya hampir sama,
Cuma besarnya yang berbeda.
Dalam masa
kemerdekaan sekarang ini penulis mencoba memberikan contoh masa orde baru,
yakni Masjid dari: Yayasan Amal Muslim Indonesia. Hampir di semua kota
Kabupaten ada, tinggal typenya yang berbeda. Penulis saat menulis edisi ini,
dalam masa reformasi belum melihat secara jelas apa peninggalan untuk masa
depan kita di negeri tercinta ini. Walau dalam masa reformasi banyak protes
karena kebebasan yang sudah memuncak, belum banyak hasil-hasil yang diprotes
menemukan titik yang dinantikan oleh banyak orang. PLS bicara dalam hal
Fasilitas belajar, tenaga pengajar (tutor), Warga Belajar (WB) masih belum
selengkap mereka yang berada dalam pendidikan formal. Sedangkan
yang memonitor segala kegiatan berdasarkan walayah kerjanya adalah:
penilik (pengawas pada pendidikan formal)
Ciri PNF atau PLS
Pendidikan
nonformal atau PLS ada 4 macam cirinya yang mudah dipahami, masing-masing:
(1) waktunya
pendek;
(2) jenis
pendidikannya beragam;
(3) usia pesertanya
tidak harus sama;
(4) waktunya
penyesuaikan.
Implementasi Pendidikan Nonformal
Bila
memperhatikan Implementasi
Pendidikan Nonformal sebenarnya pelaksanaannya jauh lebih rumit dari pendidikan
formal. Karena tutor (dalam pendidikan formal guru), harus mencari warga
belajarnya atau WB (dalam pendidikan formal murid) di nonformal, tempat
belajarnya karena tidak tersedia seperti di pendidikan formal gedung sekolah, maka di pendidikan nonformal
memanfaatkan, bisa: di balai desa, rumah penduduk atau di mana saja,
berdasarkan kesepakatan bersama antara tutor dengan wb. Masih bagus nasibnya
mereka masa sekarang. Dewasa ini ada pusat kegiatan belajar masyarakat (PKBM),
lembaga-lembaga kursus sudah banyak memiliki gedung /tempat belajarnya. Demikian
juga tentang waktu, harus berdasarkan kesepakatan. Apakah sore hari, malam hari
atau hari-hari yang ditentukan. Namun tujuannya materi belajar harus tercapai.
Kemudian
ditingkatkan yang tidak kalah pentingnya materi belajar yang diberikan, tidak
mesti ada pada toko buku. Beda dengan guru di sekolah formal,
buku materi telah tersedia di toko buku. Oleh sebab itu, tutor harus bisa
merancang bangun dan rekayasa materi belajar WB-nya.
Sasaran Awal PNF atau PLS
Sasaran awal
dari pendidikan nonformal atau PLS ini, semula hanya sekedar upaya kemanusiaan,
merasa masih banyak warga negara kita, yang belum tuntas wajib belajar mereka.
Bahkan di sana-sini ditemukan warga masyarakat yang buta huruf murni. Sehingga
warga negara kita yang sadar, terhadap nasib bangsanya bagaimana mereka yang
masih tuna aksara dan belum tertangani oleh pemerintah. Padahal dalam pembukaan
UUD’45 secara jelas tercantum upaya mencerdaskan kehidupan bangsa. Maka
dibentuklah kelompok belajar (kejar) apakah untuk pemberantasan buta
huruf (paket A) setingkat sekolah dasar. Agar mereka yang tuna aksara di
mana-mana ini, bisa belajar membaca, menulis dan berhitung (calistung) agar
tidak mudah diperdayakan orang. Masa lalu muncul buku yang dicetak pemerintah
berupa paket A-1 sampai dengan A-100.
Setelah paket
A setara sekolah dasar berhasil tidak hanya sekedar warga belajar(wb-nya) sudah
dapat membaca menulis dan berhitung (calistung), maka pemerintah meningkatkan
pada Paket B setara SLTP, dan juga Paket C setara dengan SLTA.
Selama ini
sudah banyak lulusan kejar paket C yang dapat melanjutkan ke perguruan tinggi,
terlebih bagi perguruan tinggi yang memiliki jurusan/program studi PLS. Dengan
demikian apa yang diisyaratkan oleh Undang-Undang di atas bahwa: Pendidikan
nonformal adalah pendidikan diselenggarakan bagi warga masyarakat yang
memerlukan layanan pendidikan yang berfungsi sebagai pengganti, penambah,
dan/atau pelengkap pendidikan formal dalam rangka mendukung pendidikan
sepanjang hayat sudah terjawab.
Realita Pendidikan Norformal atau PLS
Dalam
kenyataan yang ada sekarang ini, Dirjen Pendidikan Luar Sekolah atau sekarang
atau beralih nama dengan dengan Dirjen Pendidikan Anak Usia Dini dan Pendidikan
Informal (PAUDNI) maka secara realita pendidikan infomral sampai saat tulisan
ini diturunkan masih belum ada Dirjennya. Sehingga pendidikan informal
menggabung pada pendidikan nonformal. Secara konkrit diantaranya pendidikan
informal masuk ke Dirjen PLS ini, adalah pendidikan anak usia dini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar