Arti Huma Betang
"Huma Betang" adalah dalam bahasa Indonesia disebut "rumah yang Besar". rumah ini di tempati secara turun temurun, dipelihara dan tercipta iklim yang sejuk dalam kehidupan keluarga besar masyarakat Dayak yang hidup di Kalimantan Tengah.
"Huma Betang" saat ini, tidak lain adalah wilayah daerah kalimantan Tengah yang bisa hidup apakah penduduk asli ataupun pendatang. dengan kerukunan yang kuat dan kekeluargaan.
Karakteristik
Bertolak dari beberapa pengertian masyarakat madani yang telah disampaikan
di atas, maka karakteristik yang menonjol pada masyarakat madani menurut: Iyane
Bone (2012) adalah:”...masyarakat madani merupakan istilah yang dipakai untuk
mengkonseptualisasikan sebuah masyarakat ideal yang dicita-citakan. Istilah itu
diterjemahkan dari bahasa Arab “Mujtama’ madani” yang diperkenalkan kali
pertama oleh Naquib al-Attas, guru besar sejarah dan peradaban yang juga
filosof kontemporer dari Malaysia tentang Masyarakat Madani…”.
Tokoh yang memperkenalkan istilah “masyarakat madani” menurut: Hidayat,
(2008) adalah:”... di Indonesia menggambarkan masyarakat madani sebagai sistem
sosial yang subur yang berazaskan moral yang menjamin keseimbangan antara
kebebasan perorangan dengan kestabilan masyarakat...”. Ia juga memberikan
gambaran kondisi yang bertentangan dengan masyarakat, yaitu adanya kemelut yang
diderita oleh umat manusia seperti meluasnya keganasan, sikap melampaui batas,
kemiskinan, ketidak adilan, kebejatan sosial, kejahilan, kelesuan intelektual,
dan kemunduran budaya yang merupakan manifestasi masyarakat yang kritis.
Walaupun ide-ide pembangunan masyarakat bertolak dari konsep civil society,
namun ide-ide itu juga terdapat dalam konsep
budaya tinggi melayu yang juga terdapat dalam sejarah Asia Tenggara di
kalangan Melayu Indonesia.
Menurut Nurcholish Madjid (2000;80) dalam (Hidayat, 2008)
bahwa:”...masyarakat madani merupakan masyarakat yang sopan, beradab, dan
teratur dalam bentuk warga negara yang baik...”. Menurutnya masyarakat madani
dalam semangat modern tidak lain dari civil society, karena kata
“madani” menunjuk pada makna peradaban atau kebudayaan...”. Oleh karena ide-ide
dasar masyarakat madani dan substansi civil society yang berkembang di
dunia Eropa sama, maka Dawam Raharjo berpendapat bahwa substansi masyarakat
madani dalam dunia Islam dan civil society di dunia Barat adalah satu.
Teori civil society dapat dipinjam untuk menjelaskan istilah
masyarakat madani yang digali dari khazanah sejarah. Senada dengan hal
ini Nurcholish Madjid, tidak membedakan antara pemangunan masyarakat yang lahir
dari khazanah sejarah dan peradaban dengan civil society yang
lahir dari sejarah Eropa atau peradaban Barat.
Demokratis
Masyarakat madani ditandai oleh berkembangnya iklim demokrasi berupa
kebebasan berpendapat dan bertindak baik secara individual maupun kolektif yang
bertanggung jawab, sehingga tercipta keseimbangan antara implementasi kebebasan
individu dan kestabilan sosial, serta penyelengaraan pemerintahan secara
demokratis.
Masyarakat yang demokratis inilah yang harus ditiru oleh generasi penerus
kita. Apakah dalam menggarap ladang tidak pernah terjadi saling tumpang tindih. Dan muncul pula budaya
mereka yang saling menghormati sesama. Tidak pernah ada larangan untuk datang
pada komunitas Dayak, walau mereka tidak pernah dikenal sebelumnya. Jika
seseorang atau sekelompok masyarakat komunitas luar yang ikut serta dalam upaya
bercocok tanam, berladang, berkebun selalu dipersilahkan. Selama tidak
menyalahi tata aturan, tatanan budaya masyarakat setempat.
Penuh Toleran
Toleran merupakan sikap budaya yang dikembangkan dalam pembangunan masyarakat
untuk menunjukan sikap saling menghargai dan menghormati aktivitas yang
dilakukan oleh orang lain.
Toleransi muncul di kalangan masyarakat Dayak yang juga disebut dengan
kearifan lokal di ”huma Betang” ini, seperti: perbedaan kepercayaan antara anak
dengan orang tua, kakak dan adik atau terhadap mereka yang ada di sekitar.
Budaya yang sudah turun temurun, yaitu jika sekelompok warga mau melaksanakan
upacara ritual keagamaan. Bagi penganut agama/kepercayaan lain, dipersiapkan
bahan berupa: beras, ayam, minyak goreng, garam dan lain-lain. Agar para
penganut kepercayaan beda turut merasakan segala suka cita mereka dalam
kebersamaan. Namun cara memasak dipersilahkan untuk dimasak oleh kelompok itu
sendiri. Terlebih hal ini terhadap para tamu yang datang ke desa mereka.
Umumnya masyarakat Dayak penuh toleransi ini, terjadi pergeseran dalam 10-15
tahun terakhir. Pergeseran budaya ini dipengaruhi oleh kemajuan kota dan
modernisasi. Sebagai contoh 20 tahun lebih ke masa lampau anak yang mau sekolah
ke kota khususnya di Palangka Raya. Sulit mencari rumah kost, yang banyak
adalah anak dititip pada keluarga yang tinggal di Palangka Raya. Apakah ia
keluarga satu keturunan darah, ataukah hanya kenalan tetangga desa. Disini
toleransi yang sangat tinggi. Karena anak yang ikut tinggal, di rumah tersebut
tidak pernah membayar sewa. Karena saling toleransi se daerah, kecamatan atau
kabupaten.
Toleransi di sini juga tidak memandang beda kepercayaan yang dianut oleh
warga yang tinggal dalam satu rumah, dengan penuh tenggang rasa dan tolong
menolong. Dan disinilah salah satu toleransi filosafi ”Huma Betang ” kita.
Rumah kost mulai berdiri karena banyaknya anak yang datang dari kota lain
di luar provinsi Kalimantan Tengah, di saat mereka mau melanjutkan pendidikan
terutama kuliah. Sehingga mereka pendatang usia muda dari luar ini, mau tidak
mau harus mencari tempat tinggal antara 4 – 5 tahun ke depan. Akhirnya
berdirilah rumah-rumah kost untuk kaum pendatang.
Pluralisme dan Multikulturalisme
Pluralisme menunjuk pada keragaman/kemajemukan yang ada di masyarakat, menurut:
Blum, (2001: 19) dan Ahimsa-Putra,
(2009:2) yakni:”... kondisi dalam suatu masyarakat yang secara faktual
berbeda-beda. Sementara itu multi kultralisme lebih mengacu pada sikap warga
masyarakat terhadap perbedaan-perbedaan baik yang ada dalam kelompok masyarakat
yang bersangkutan maupun dalam masyarakat lain...”. Sikap itu,
dibentuk dengan melibatkan seperangkat nilai yang didasarkan pada minat untuk
mempelajari dan memahami (understanding)
dan pada penghormatan (respect)
serta penghargaaan (valuation)
kepada kebudayaan masyarakat lain. Walaupun tidak selalu diikuti dengan
kesetujuan dan kesepakatan terhadap apa yang ada dalam kebudayaan lain, tetapi
yang ditekankan dalam multikulturalisme adalah pemahaman, penghormatan, dan
penghargaan yang tinggi.
Selain hal di atas pruralisme menurut Norsanie Darlan (2004) adalah:”...di
masyarakat Dayak sungguh memberikan kearifan yang sangat tinggi harganya.
Karena sejak masa lampau, tidak pernah ada perselisihan yang berarti dalam
kehidupan ”Huma Betang” walau sudah menelan waktu yang panjang. Kehidupan
saling menghargai, saling menghormati dan saling tolong menolong yang tercipta
sejak beberapa abad silam, membuat suatu cerminan budaya yang sangat tinggi dan dihormati...”.
Perselisihan bisa terjadi karena dengan etnis lain dapat dilihat kejadian
yang juga terjadi hal sama seperti: dengan masyarakat Dayak di Kalimantan
Barat, Lampung dan di DKI pada etnis yang sama. Hal itu adalah sebuah peristiwa
pada titik puncak sama dengan daerah lain, bahwa etnis yang pernah ada di
Kalimantan Tengah ini, betul-betul tidak bisa hidup bersama dalam ”Huma Betang”.
Karena mereka tidak punya filsafat: “...di mana bumi di injak, di situ
langit di junjung....”. Sementara etnis lain tak ternah
terjadi dalam hal yang sama, karena adanya saling pengertian.
Lu nulis apaan si? Ga nyambung dan ga membantu penulis ga bisa nulis adeh
BalasHapusMAntappp Prof, saya suka dengan tulisan anda..
BalasHapus