Oleh :
H.M. Norsanie Darlan
Materi ini dipaparkan pada acara Pelatihan PasukanPengibar Bendera Pusaka
(Paskibraka) Dinas Olahraga Provinsi Kalimantan Tengah, 8 Agustus 2012
Di Palangka Raya
Pendahuluan
Memang menciptakan
sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas, tidak semudah membalik telapak
tangan. Apa lagi dalam dunia kewirausahaan. Tantangan yang dihadapi hanya
segelintir pemuda yang mau bertindak setelah memperoleh pelatihan seperti ini.
Namun pemerintah sudah berupaya sejak dini, seperti para peserta pelatihan
Paskibraka sekarang. Tapi yang mau turun langsung untuk berwirausaha pasti ada
diantara peserta ini. Padahal bagi mereka yang memilih dunia wirausaha jauh
lebih besar perolehannya setiap bulan dibanding mereka bekerja di dunia
perkantoran.
Materi dalam buku
ini, akan membahas berupa: Kewirausahaa Pemuda, Pemuda Harus Jadi Pelopor, pembangunan masyarakat Ekonomi Bangsa, Anak
Usia Dini di PKBM, 3 Tantangan Generasi Muda, Pemuda Pejuang Bangsa, Jiwa
Kepeloporan Pemuda, Diksar Kepeloporan Pemuda, Revitalisasi Kepeloporan
Pemuda, Problematika
pemuda, Menumbuhkan Semangat
Wirausaha, dan lain-lain.
Untuk lebih jelasnya hal-hal di atas, akan diuraikan satu persatu secara
sederhana. Namun sebelumnya mari kita ketahui dulu berbagai pengertian ini :
Arti
Berwirausaha
Bila kita ingin mengetahui apa arti berwiraswasta menurut: Norsanie Darlan
(2011) adalah:”...merupakan suatu perbuatan dalam mempersiapkan diri untuk kini
dan masa datang. Apakah untuk diri pemuda pelopor itu sediri, ataukah buat
orang lain. Berwiraswasta
tentu saja melatih diri untuk keterampilan hidupnya…”. Sehingga tidak ada
merasa ketergatungan pada orang lain.
Arti Pemuda
Pemuda menurut Abdul
Gafur (1980) Norsanie Darlan (2011) adalah:”... seseorang yang mempersiapkan
dirinya untuk maju kebih dahulu ke depan dalam berbagai hal...”. demikian juga
pemuda pelopor pembangunan pedesaan yang maksudnya seorang pemuda yang berjiwa
kesatria dalam membantu pempelopori sesuatu pekerjaan atau program guna
kemajuan desa di mana yang bersangkutan bertugas. Tujuannya tidak lain adalah
membangun desa dan masyarakat demi kemajuan bangsa dan negara.
Pemuda Harus Jadi Pelopor
Bila kita ingin tahu
apa sebenarnya arti Pemuda menurut
Hasan Alwy (2000; 847) dan Poerwadarmita (1986) Darlan (2011) ia adalah: ”...seorang laki-laki, remaja, taruna, yang bakal menjadi
pemimpin....”. Pemuda di sini menurut penulis tidak sebatas kaum lelaki. Tapi
kalangan pemudi sekalipun juga masuk. Disadari atau tidak bahwa pemuda berperan
sebagai pengganti generasi sebelumnya. Pemuda adalah menjadi sasaran pemikir
agar lebih baik dari masa sebelumnya. Karena di pundak pemudalah masa depan
bangsa.
Sedangkan
apa itu arti pelopor menurut Hasan
Alwy (2000;846) adalah:”...(1) yang berjalan terdahulu; yang berjalan di depan
perarahakan dan sebagainya; (2) perintis jalan; pembuka jalan; pionir; dia
dipandang orang sebagai yang yang paling terdepan dalam gerak pembaharuan
(tanpa memperhitungkan resiko yang akan dialami)...”. Dengan demikian pelopor tidak lain adalah
orang yang berani mengambil resiko dalam berbuat mendahului pekerjaan orang
lain, demi kepentingan pembangunan bangsa dan.
Dengan demikian pemuda pelopor adalah tidak lain, para pemuda yang punya
kreativitas tinggi dalam berbagai kegiatan pembangunan. Misalnya seorang pemuda
membuat berbagai kegiatan dalam menjelang HUT proklamasi, membuat kreasi baru
dalam pembangunan, seperti: membuat karya cipta tertentu dalam pemanfaatan apa
saja di lingkungan alam sekitar.
Misalnya memanfaatkan tenaga air menjadi listrik, tenaga angin menjadi sumber
energi listrik, sinar matahari menjadi tenaga listrik, limbah sabut kepala jadi
sapu, dll. Inilah kepeloporan pemuda. Dan banyak lagi masalah lain yang yang
dipelopori pemuda. Apakah atas usahanya sendiri, ataukah bersama orang lain. Di
Kalimantan Tengah sumber daya alam terkandung di dalam perut buminya banyak hal
salah satunya ”batu bara”. Kenapa tidak ada kepeloporan pemuda membuat batu bara
sebagai pemanas air agar mendidih dan memimbulkan uap menjadi tenaga listrik.
Pemuda pelopor juga dalam bidang olahraga, seperti: tinju, bulu tangkis, sepak
bola, basket, tens dsb.
Bila kita mencari ”pemuda Pelopor”,
Kalau perlu kita akan melibatkan seluruh lapisan masyarakat. Agar betul-betul
didapatkan hasil yang baik. Menurut Budi Setiawan (2010) adalah:”... tujuan
program Pemuda Pelopor ini, untuk mengapreasi keberadaan pemuda Indonesia
yang memiliki peran strategis sebagai pelopor dalam bidang pembangunan sosial
kemasyarakatan, dan memiliki potensi memberikan motivasi dan inspirasi kepada
masyarakat. ”Untuk itu pemerintah terus mendorong untuk mewujudkan pemuda yang
memiliki kemampuan menjadi pelopor...”.
Sementara itu, peraih Pemuda Pelopor banyak
yang mendefinisikan pemuda pelopor sebenarnya manusia merdeka, berkarya tanpa
pamrih. Karya atau tindakan yang mereka lakukan itu datangnya dari Yang Maha
Kuasa. Menurut: Huala Siregar (1991)
adalah:“...Mereka melakukan semua itu tanpa berharap sesuatu. Jadi mari kita
betul-betul menyeleksi sehingga kita menemukan pemuda merdeka dan berkarya
tanpa pamrih...”.
Sebelumnya, Staf Khusus Menpora Lalu
Wildan (1991) mengusulkan, agar penilaian Pemuda Pelopor tidak hanya dibatasi
pada 4 bidang saja masing-masing kewirausahaan, pendidikan, teknologi tepat
guna serta seni budaya dan pariwisata), karena saat ini ada perubahan-perubahan
permasalahan di masyarakat dibanding tahun-tahun sebelumnya. ”Misalnya saya
mengusulkan ada pelopor bidang perubahan iklim, pertanian, informasi teknologi
atau pemuda relawan bencana,” katanya.
Pembangunan
Masyarakat
Arti Pembangunan menurut Hasan Alwi (2002;103) adalah:”…sebuah proses
pembangunan yang dimulai dari negara maju melalui pemerintah negara
berkembang…”. Sehubungan dengan pembangunan daerah berbasis kearifan lokal
(Huma Betang) ini, adalah tentu sangat erat hubungannya dengan pembinaan
masyarakat yang lebih maju dari masa-masa sebelumnya. Karena harapan
pembangunan ini tidak sekedar di perkotaan, melainkan juga pedesaan sangat
diimpikan masyarakat.
Arti Masyarakat menurut: Shadily (1980), Harsono (1997) Darlan (2002)
adalah:”…sekumpulan manusia yang saling berinteraksi dalam suatu wilayah
tertentu dengan berbagai kesamaan tujuan satu sama lainnya…”. Dengan demikian
interaksi masyarakat dalam suatu wilayah pembangunan daerah berbasis kearifan
lokal (Huma Betang) ini, adalah adanya sifat saling menghormati, saling
menghargai satu sama lain. Walau masyarakat Dayak berbeda suku, agama dan
keyaninan. Tapi juga saling Bantu membantu satu sama lain, bergotong royong
adalah budaya masyarakat sejak nenek moyang.
Arti Kearifan asal katanya arif, menurut Hasan Alwi (2002;65)
adalah:”…dalam melakukan sesuatu dengan secara bijaksana, cerdik dan
pandai, dan berilmu…”. Atau istilah lain:”harati” Untuk membangunan
tanpa ada pemihakan terhadap kelompok tertentu.
Arti Karakter, menurut: Moeliono (1989; 389) dan Poerwadarminta (1986)
Norsanie Darlan, (2011) menyebutkan:"...sifat-sifat kejiwaan, akhlak atau
budi pekerti yang membedakan seseorang dengan yang lain...".
Sedangkan menurut: Esau dan Yakub (2010) dalam kamus umum bahasa Indonesia,
adalah:"...karakter ialah tabiat, watak, sifat-sifat kejiwaan, akhlak atau
budi pekerti yang membedakan seseorang dari yang lain...". Kemudian
Leonardo A. Sjamsuri (2010) dalam bukunya "'Kariama Versus Karakter"
mengatakan bahwa karakter adalah:"...merupakan siapa ands
sesungguhnya...". Sedangkan karakter dalam arti PLS, menurut Sutaryat
(2010) bahwa:"...dalam menyusun kurikulum bersifat fleksibelitas bagi
pamong belajar, tutor, instruktur dapat dilaksanakan dengan musyawarah dengan
WB dan dalam penggunaan metoda pembelajaran yang bersifat
partisipatif...". Hal ini menunjukkan kepada kegunaan dan keunggulan suatu
produk manusia. Dengan demikian karakter yang dimaksudkan adalah sikap yang
jujur, rendah hati, sabar, tutus ikhlas dan sopan dalam pergaulan. Artinya
tidak berkarakter atau tabiat yang keras. Sebagai tenaga yang dalam jabatan fungsional, tentu harapan
kita semua punya karakter yang santun, murah hati, berwawasan luas dan bisa
mengayomi kepada semua orang. Termasuk anak didiknya.
Tokoh yang memperkenalkan istilah “masyarakat madani” di Indonesia
menggambarkan masyarakat madani sebagai sistem sosial yang subur yang
berazaskan moral Pancasila yang menjamin keseimbangan antara kebebasan
perorangan dengan kestabilan masyarakat. Ia juga memberikan gambaran kondisi
yang bertentangan dengan masyarakat, yaitu adanya kemelut yang diderita oleh
umat manusia seperti meluasnya keganasan, sikap melampaui batas, kemiskinan,
ketidak adilan, kebejatan sosial, kejahilan, kelesuan intelektual, dan
kemunduran budaya yang merupakan manifestasi pembangunan masyarakat yang
kritis.
Walaupun ide-ide masyarakat terhadap kearifan lokal menurut: Hidayat,
(2008) bertolak dari:”... konsep civil
society, namun ide-ide itu juga terdapat dalam konsep yang disebut
Gelner dengan, budaya tinggi yang juga terdapat dalam sejarah Asia Tenggara di
kalangan Melayu Indonesia...”.
Pernyataan, Komaruddin Hidayat (1999: 267) bahwa:”... dalam wacana di
Indonesia, istilah “pembangunan masyarakat” kali pertama diperkenalkan oleh
Nurcholish Madjid, yang spirit serta visinya terbukukan dalam nama yayasan yang
Pendidikannya...”. Secara “semantik” artinya kira-kira ialah, sebuah excellent [paramount] yang misinya ialah
untuk membangun sebuah peradaban, “Pembaharuan Pendidikan. Selanjutnya, ia
mempopulerkan istilah itu dalam wacana dan ruang lingkup yang lebih luas yang
kemudian diikuti oleh para pakar yang lain.
Menurut: Nurcholish Madjid (2000: 80) dalam Hidayat (2008) bahwa:”...
pembangunan masyarakat merupakan masyarakat yang sopan, beradab, dan teratur
dalam bentuk negara yang baik...”. Menurutnya pembangunan masyarakat dalam
semangat modern tidak lain dari civil
society, karena kata
”pembangunan” menunjuk makna peradaban atau kebudayaan. Oleh karena
ide-ide dasar pembangunan masyarakat dan substansi civil society yang berkembang di
dunia Eropa sama, maka Dawam Raharjo (2000) dalam Hidayat (2008) berpendapat
bahwa:”...substansi pembangunan masyarakat dalam istilah civil society di dunia Barat adalah
suatu konsep pembangunan masyarakat...”. Teori civil society dapat
dipinjam untuk menjelaskan istilah pembangunan masyarakat yang digali
dari khazanah sejarah
bangsa. Senada dengan hal ini Nurcholish Madjid, tidak membedakan antara
pembangunan masyarakat yang lahir dari khazanah sejarah dan peradaban
Islam dengan civil society yang
lahir dari sejarah Eropa atau peradaban Barat.
Sementara itu, Emil Salim dalam Hidayat (2008) adalah:”...sebagai ketua
Gerakan Masyarakat Madani, pernah mengatakan bahwa masyarakat madani sebenarnya
telah ada di Indonesia...”. Wujud pembangunan masyarakat ini sesungguhnya telah
tertanam dalam masyarakat paguyuban yang dominan di masa lalu, ketika kelompok masyarakat
berkedudukan sama dan mengatur kehidupan bersama dengan musyawarah. Selanjutnya
ia menambahkan, bahwa substansi pembangunan masyarakat telah lama ada dalam
etika sosial politik masyarakat Indonesia yang berkembang dalam kultur
masyarakat Indonesia.
Semangat berbudaya, sosial politik yang mengedepankan mekanisme
musyawarah dalam penyelenggaraan kehidupan sosial dan politik merupakan budaya
masyarakat Indonesia yang menonjol. Dalam perspektif civil society (Barat)
mekanisme musyawarah dalam menyelesaikan permasalahan adalah merupakan salah
satu prosedur demokrasi yang substantif bagi pembangunan bangsa di daerah.
Ekonomi Bangsa
Beberapa tahun
terakhir ini, menurut: Husein Mubarok
(2009) bahwa perekonomian dunia semakin bergejolak saja. Bahkan
Negara besar seperti Amerika, mulai kelihatan kehancurannya. Mengapa bisa
demikian? Hal ini disebabkan oleh berbagai hal, diantaranya adalah baby birth
dan biaya perang yang besar. Sebelum Perang Dunia II sedikit sekali bayi yang
lahir di Amerika.
Sebaliknya, pasca perang dunia II
angka kelahiran meningkat drastis. Nah, yang menjadi masalah adalah generasi
dengan jumlah kelahiran luar biasa tersebut sekarang tengah menjadi pensiunan. Diperkirakan
pada tahun 2016 nanti jumlah pensiunan Amerika mencapai 75 juta. Bagaimana
menggaji mereka? Ini sebagai akibat angka kesehatan yang membaik.
Bahkan, tidak
ada satupun pengamat ekonom yang optimis bahwa Amerika akan tetap berdiri. Yang
kedua adalah dikarenakan Amerika selalu mengalokasikan dana yang besar untuk
perang.Sebagai contoh saja, berdasarkan data statistik perekonomian pemerintah
Amerika, dana yang diajukan untuk kasus perang Israel-Palestina adalah senilai
kurang lebih $1200 triliun sedangkan yang di acc adalah kurang lebih $900
triliun. Perlu diketahui bahwa pada Tahun 2008 terjadi krisis ekonomi yang
hebat di AS, Apakah Obama sanggup mengatasi masalah ini kedepannya?
Sebenarnya
tidak masalah jika Amerika hancur. Yang menjadi masalah adalah siapa-siapa yang
berada di belakang Amerika, yaiu para Yahudi dan Israel. Pada dasarnya orang-orang
Amerika itu baik dan toleran. Yang kurang ajar adalah para pemimpinnya, yaitu
para Yahudi yang telah dikuasai Dajjal. Lalu apakah Amerika tinggal diam
melihat kondisi perekonomian yang seperti itu.
Bicara tentang
ekonomi maka Muizzuddin (2009) adalah:”...Sistem ekonomi yang diterapkan,
seharusnya mampu mewujudkan kesejahteraan bagi seluruh masyarakat berdasarkan
asas demokrasi, kebersamaan, dan kekeluargaan yang melekat, serta pada akhirnya
mewujudkan ketentraman bagi manusia. Akan tetapi Rentetan peristiwa akibat
sistem ekonomi yang diterapkan terus memberikan dampaknya...”. sehingga apa
yang diharapkan selalu berhasil baik.
Anak Usia Sekolah di
PKBM
Fasilitas pendidikan
di atas tidak saja untuk sekolah dasar. Padahal wajib belajar kita tidak lagi
Wajar 6 tahun. Tapi sudah bergeser ke 9 – 12 tahun. Sementara gedung SMP dan
SLTA belum juga tersedia hingga anak mau belajar ke SMP dan SLTA terkendala.
Hal ini menuntut agar kita dapat memikirkan bersama masalah tersebut. Karena
kesempatan pendidikan yang ada di negeri kita disebabkan fasilitas pndidikan
yang masih dirasakan kurang. Dipihak lain menurut M. Saad Arfani (2011) ia
mengungkapkan bahwa: ”...jauhnya sekolah jadi penyebab anak-anak pedesaan tak
melanjutkan pendidikan...”. kalimat di depan sungguh di temukan di
mana-mana baik di daerah kita maupun di daerah lain.
Hal seperti di atas, tidak saja dirasakan di pedesaan. Tapi di perkotaan
sekalipun penduduk kita yang fasilitas pendidikan sudah dianggap mendekati
cukup, namun masih ditemukan penduduk kota yang belum berkesempatan mecicipi
pendidikan formal. Sehingga pemulis berasumsi tidak tuntas pendidikan ini,
kalau hanya dipikirkan dan di fasilitas Cuma pada pendidikan formal. Peran
pendidikan non formal, ternyata sangat penting, namun karena ketidak mengertian, ketidak fahaman
mereka yang didudukkan pada bidang pendidikan non formal. Maka hal-hal di atas,
tidak bisa dituntaskan. Alasan yang penulis asumsikan adalah mereka yang
ditempatkan pada Subdin/Bidang pendidikan non formal masih tidak profesional.
Penempatan sarjana “...atau tenaga yang bukan ahlinya, tunggu
kehancurannya...”.
Ada 3 Tantangan Generasi Muda
Menurut Darlan (2011)
bahwa ada 3 (tiga) tantangan yang dihadapi para pemuda generasi muda dewasa ini, yang ternyata tidak sebatas pada
kaum muda saja yang merasakannya. Tapi orang tuapun juga merasakan hal itu. Ke
3 hal tersebut di atas adalah:
1.Tantangan
masuk sekolah;
2.Tantangan
masuk Perguruan Tinggi; dan
3.Tantangan
masuk lapangan kerja.
Untuk lebih jelasnya ke 3 hal di atas, secara sederhana akan diuraikan satu
persatu sebagai berikut:
Tantangan masuk sekolah
Sejak akhir tahun 70-an sudah melaui bermunculan satu-persatu di daerah
yang menginformasikan bahwa tahun demi tahun anak usia sekolah dirasakan untuk
masuk sekolah apakah sekolah dasar ataukah SLTP mapun SLTA ternyata jumlah
kursi tidak sebanding dengan jumlah anak yang mau masuk sekolah. Hal ini pasti
jauh berbeda. Dengan kata lain daya
tampung sekolah mulai kurang. Sementara penambahan setiap tahun sepertinya
tetap tidak terbendung. Sekolah-sekolah swasta dengan tampil seadanya pun di
daerah tertentu, juga dengan sangat banyak masih ada yang tak tertampung. Ini
sebuah akibat ledakan penduduk masa lalu.
Dalam istilah lain adalah, “Sejak lama di negeri ini”, masuk sekolah ”para
calon murid” sudah mendapatkan tantangan yang terkadang di perkotaan terdapat
komentar masyarakat ”siapa berduit, ialah yang bakal dapat” dalam meraih
pendidikan anaknya yang lebih baik dan kualitasnyapun tidak diragukan.
Namun kita sama maklumi bersama bahwa masyarakat pemukimannya tidak
menumpuk di perkotaan. Melainkan mereka sebagian besar penduduk negeri ini,
bertempat tinggal di pedesaan. Kita sama maklumi tidak seluruh desa terlebih masa lalu
terdapat sekolah dasar. Sehingga tidak menutup kemungkinan ada warga masyarakat
kita yang karena sesuatu dan lain hal selama hidupnya, tidak sempat mengenyam
atau menikmati dunia pendidikan formal. Atau bersekolah.
Tantangan Pemuda masuk Perguruan
Tinggi
Kalau kita melihat mulai munculnya istilah: “UMPTN” yang kepanjangannya
adalah Ujian masuk perguruan tinggi negeri ini, digulir juga sejak tahun 80-an
juga. Yang terkadang anak lulusan SLTA yang mau masuk perguruan tinggi tujuan
Bandung, ternyata tes-nya lulus di Palangka Raya. Kenapa demikian seperti uraian
ini masyarakat turut berpartisipasi menyelenggarakan pendidikan tinggi.
Ternyata perguruan tinggi swasata tidak masuk UMPTN sehingga dengan tidak
diperkirakan sebelumnya ia harus kuliah di Unpar-Universitas Palangka Raya.
Karena di kota Bandung juga ada perguruan tinggi diberi nama Unpar. Tapi punya
yayasan swasta.
Dengan seleksi yang relatif ketat disertai beratnya persaingan, 1
berbanding 15 maka tidak menutup kemungkinan calon mahasiswa yang kapasitasnya
bila dibawah standar dengan sangat menyesal terpaksa harus tidak lulus pada
jurusan/program studi pilihannya. Karena dengan system seleksi sekarang calon
dari sumatera utara, Aceh, Papua, Sulawesi dan berbagai provinsi di Jawa dengan
mudah lulus di Unpar. Sementara putra daerah, hanya gigit jari. Karena ada
dugaan standar pendidikan yang ada di provinsi kita relatif rendah.
Mudah-mudahan mulai terjadi perbaikan masa sekarang dan masa datang. Sehingga
standar kita sama dengan kawasan yang lebih maju.
Kita sama maklumi bahwa dalam 20 tahun terakhir, sudah dirasakan di tanah
air kita bahwa tes masuk perguruan tinggi negeri sungguh dirasakan betapa
sulitnya. Namun seleksi ini, semakin tahun semakin tambah berat. Sehingga upaya
memberikan berbagai pendidikan luar sekolah atau pendidikan non formal pada
lembaga kursus pada bidangnya oleh orang tua kepada anaknya sungguh memberatkan
biaya. Terlebih biaya yang diperlukan. Ada kalanya sang anak kurang perhatian,
tapi orang tuanya justru sibuk mendaftar anak untuk kursus itu dan ini, dengan
tujuan bahwa anaknya berhasil lulus dalam seleksi masuk perguruan tinggi
Tantangan masuk lapangan kerja
Kaum generasi muda dewasa ini menghadapi masa sulit, sebagai akibat ledakan
pendudukan di negeri kita masa lalu sangat tinggi. Hal itu
memberikan efek negatif kepada generasi mncari kerja dimasa
sekarang.
Selain hal di atas, bergulirnya era reformasi, yang selama ini, kurang
mendukung terhadap kebijakan masa lalu. Ebagai contoh yang sdr boleh
perhatikan. Kebijakan masa lampau, dinas pendidikan yang doeloe disebut.
Kantor Wilayah Pendidikan. Kepala Katornya paslu lulusan ”alumnus” IKIP
atau FKIP. Dewasa ini ternyata dapat diduduki oleh bukan kesarjaan itu.
Sehingga pastilah ada bagai perahu layar putus kemudi. Contoh lain dengan
kebebasan dewasa ini, bisa terjadi juga kepala Rumah Sakit dipimpin oleh bukan
dokter. Kepala Kejaksaan bisa dipimpin oleh orang yang bukan
Sarjana Hukum. Jika hal itu terjadi, apa yang bakal terjadi. Ini sebagai bukti
derasnya arus reformasi.
Sekarang bagaimana dengan tantangan pada sarjana sekarang. Ada dugaan
kemudahan yang muncul dari pihak penentu kebijakan, seperti: penerimaan calon
pegawai negeri diusulannya sangat tidak sesuai dengan tenaga kerja pada
bidang-bidang yang ada di instansi yang di pimpinnya. Karena ada indikasi untuk
menolong keluarga terdekat. Sehingga setelah ia masuk, apa yang harus ia
kerjakan. Karena KKN-nya sudah bisa dimunculkan.
Pemuda pelopor bisa juga ia melepaskan diri dari perbuatan yang melanggar
budaya, agama dan kebiasaan di masyarakat yang bersifat negatif seperti:
Menghindari 5 M + 1 P untuk lebih jelasnya adalah:
1.
Minun;
2.
Main;
3.
Madat;
4.
Madon;
5.
Maling dan;
+
Polisi
Jika bisa mengajak sesama pemuda, remaja untuk
tidak berbuat 5 M di atas, maka pemuda itu bisa disebut juga sebagai seorang
pemuda pelopor.
Pemuda Pejuang Bangsa
Pemuda
merupakan pemimpin di masa depan bangsa. Aset bangsa yang akan menentukan mati
atau hidup, maju atau mundur, jaya atau
hancur,
sejahtera atau sengsaranya suatu bangsa. Sesuai pernyataan Ali Bin Abi Thalib:
“Sesungguhnya di tangan pemudalah segala
urusan umat, dan di telapak tangannya hidup dan matinya umat”.
Pemuda memberikan peran yang sangat penting dalam perubahan bangsa Indonesia. Dari
perjalanan bangsa yang terbagi dalam beberapa fase seperti fase perjuangan
kemerdekaan, fase mempertahankan kemerdekaan atau fase orde lama, fase orde
baru dan fase reformasi diisi oleh kekuatan pemuda. Kekuatan pemuda terletak
pada semangatnya yang tidak pernah putus asa dalam dinamika pergerakan,
perjuangan dan karya dalam berbagai bidang baik politik, ekonomi, sosial,
budaya dan sebagainya.
Pada
fase perjuangan melahirkan tokoh muda yang peran dan pemikirannya menjadi
tonggak sejarah perubahan bangsa. Sebut saja nama-nama besar seperti Soekarno,
Hatta, Tan Malaka, HOS Cokroaminoto, Kh. Ahmad Dachlan, dan para pejuang
prakemerdekaan yang lain. Tokoh-tokoh Sumpah Pemuda 1928 pun telah memberikan
semangat nasionalisme bahasa, bangsa dan Tanah Air yang satu, yaitu Indonesia.
Semangat Sumpah Pemuda telah menggetarkan relung-relung kesadaran
generasi muda untuk bangkit, berjuang dan berperang melawan kolonialisme penjajah
.masa itu.
Masa
kepemimpinan Soekarno yang kemudian dikenal dengan sebutan orde lama pun tak
lepas dari semangat pemuda untuk mempertahankan kemerdekaan. Pada masa itu juga
melahirkan tokoh muda yang sangat fenomenal. Soekarno dan Hatta belum genap 40 tahun
ketika mewakili bangsa Indonesia memproklamirkan kemerdekaan Indonesia. Sutan
Sjahrir juga masih sangat muda ketika berjuang mewujudkan kemerdekaan
Indonesia. Muhammad Natsir yang menjadi perdana menteri juga merupakan tokoh
muda yang berusaha mempertahankan kemerdekaan ketika ada konflik antarelit pada
masa itu. Para pemuda bahu-membahu mengumpulkan semangat demi mempertahankan
kemerdekaan yang telah susah payah dicapai saat adanya ancaman disintegrasi
bangsa.
Fase
orde baru merupakan masa yang sangat panjang dan praktis sangat sedikit tokoh
muda yang dapat bernafas lega ketika memperjuangkan idealismenya. Kekuasaan
yang sangat otoriter menyebabkan gerakan generasi muda menjadi mandul. Tindakan
represif penguasa menyebabkan pemuda tiarap dengan paksa karena dominasi
kekuasaan yang berkolaborasi dengan penguasa modal sangat kuat. Peristiwa
Malari (15 Januari 1974) adalah contoh nyata peran kaum muda terutama mahasiswa
melawan perselingkuhan kekuasaan dan kapital. Pada masa itu muncul nama-nama
seperti Hariman Siregar, Arif Budiman dan lain-lain. Pada akhir kekuasaan orde
baru, gerakan untuk melawan kekuasaan yang korup, otoriter dan represif kembali
menguat.Namun, gerakan itu ditumpas habis oleh penguasa.
Fase reformasi yang menjadi tonggak
besar perubahan dan perkembangan Indonesia. Hegemoni kekuasaan yang telah
berjalan selama 32 tahun tumbang karena desakan mahasiswa secara nasional. Pada
22 Mei 1998 adalah hari bersejarah bagi keberhasilan gerakan kaum muda melawan
kekuasaan yang lalim. Presiden Soeharto terpaksa lengser setelah gedung DPR/MPR
diduduki mahasiswa berhari-hari. Lagi-lagi kaum muda berperan menumbangkan
rezim tirani dan membawa perubahan bagi bangsanya.
Pemuda sebagai kelompok kritis
diharapkan mampu menangkap getar-getar nurani rakyat dan berani menyuarakan
nilai-nilai kebenaran. Itulah sebabnya dalam setiap perubahan sosial selalu
menghadirkan pemuda sebagai aktor penting. Karakter kaum
muda dituntut untuk responsif, inisiatif, kritis serta optimis. Semoga generasi
muda memiliki fisik yang kuat, otak yang cerdas, waktu yang luang, jiwa yang
waras, niat yang tulus, budi yang luhur untuk membangun bangsa.
Jiwa Kepeloporan Pemuda
DAPAT kita simpulkan, judul di atas merupakan hikmah terbesar yang bisa
kita petik dari setiap peringatan Hari Sumpah Pemuda yang jatuh kemarin, 28
Oktober. Jiwa Kepeloporan Pemuda yang kemudian menyatukan kita sebagai sebuah
bangsa!
Delapanpuluh
tiga tahun lalu, saat Sumpah Pemuda dideklarasikan, pada saat itulah ikatan kita—dari Sabang sampai
Merauke—mulai tersimpulkan. Para pemuda bangsa inilah yang mempeloporinya.
Mereka membuang sekat-sekat dalam isme-isme yang kental saat itu, seperti
kedaerahan, keagamaan, dan sebagainya.
Sumpah Pemuda hanyalah satu titik tinta emas sejarah kepeloporan pemuda
Indonesia. Seiring perjalanan hidup, gerak, dan dinamika bangsa ini, pemuda
tidak pernah kehilangan jiwa kepeloporannya itu. Paling tidak, tinta emas itu
masih segar dalam ingatan kita pada 1998 ketika para pemuda menjadi pionir bagi
lahirnya Era Reformasi.
Kini, bangsa Indonesia seakan hidup dalam era kekelaman. Praktik
kehidupan berbangsa, bernegara, dan bermasyarakat, penuh dengan masalah-masalah
fundamental yang mengikis perlahan-lahan semangat yang digaungkan Sumpah
Pemuda.
Korupsi menggerogoti setiap lini kehidupan bangsa ini. Bukan hanya di
kalangan penyelenggara negara, tetapi bahkan merasuki sebagian jiwa kalangan
elite bangsa ini, misalnya para pemimpin bangsa. Semangat kegotongroyongan
memudar. Sikap tak acuh kian kuat dalam kehidupan masyarakat. Paham-paham
kedaerahan menjadi wajah dominan dalam era otonomi daerah. Isme keagamaan juga
mengesankan mengesampingkan keberagaman. Benih separatisme masih hidup di
sebagian tempat.
Di antara banyak jalan keluar yang bisa kita tempuh, salah satunya ialah
melalui jiwa kepeloporan para pemuda seperti yang diteladankan pada 1928 lalu.
Namun, pertanyaannya: masih adakah jiwa kepeloporan itu? Bagaimana kepeloporan
pemuda seperti dalam pelatihan paskibraka sekarang.
Tidak sedikit dari
rakyat negeri ini yang ragu akan masih hidupnya jiwa itu di kalangan pemuda.
Paling tidak, argumentasinya ialah berdasarkan kenyataan yang mereka jumpai
atau alami sehari-hari. Pemuda kita seakan hidup dalam dunianya sendiri. Minim
sekali sosok pemuda yang muncul laksana bintang terang yang bisa menjadi
harapan masa depan bangsa. Sosok-sosok yang pernah digadang-gadang, sebagian
besar ternyata kemudian hilang karena hancur oleh perbuatannya sendiri,
misalnya terlibat praktik tercela dalam mengemban amanat rakyat dan bangsa ini.
Bukan cuma itu. Tidak
sedikit pula para pemuda yang hidupnya berselimutkan pragmatisme sehari-hari.
Demikian juga, masih banyak dari para pemuda yang meluntur jiwa kepeloporannya.
Misalnya, meski mengemban gelar sarjana—yang berarti merupakan sosok cendekia—namun
minim kontribusi baik bagi diri sendiri maupun masyarakat luas.
Haruskah kita pesimis dengan kondisi ini? Tidak! Sebab, tidak sedikit pula para pemuda
Indonesia yang masih memiliki jiwa kepeloporan itu. Sayangnya, sebagian besar
dari mereka bekerja dalam diam. Jauh dari hiruk-pikuk sehingga tidak tertangkap
dalam denyut kehidupan generasi muda kita secara umum. Mereka ialah sosok-sosok
pilihan yang di pundaknya kita bisa menggantungkan harapan masa depan bangsa
ini.
Akhir-akhir ini,
muncul keprihatinan bersama bahwa para pemuda seperti tidak pernah diberi peran
untuk bersama-sama mengelola kehidupan berbangsa dan bernegara. Bisa jadi itu
benar. Namun, begitulah pesona kekuasaan. Para pemegangnya tentu tidak ingin
kehilangan kekuasaannya. Apalagi, secara sukarela menyerahkannya kepada orang
lain. Ini merupakan sikap yang jamak terjadi di manapun di belahan dunia ini.
Pilihan yang ada bagi
pemuda bangsa ini tidak lain ialah membangun panggung eksistensinya sendiri.
Sudah saatnya pemuda Indonesia menunjukkan bahwa tanpa diberipun mereka mampu
berperan, memberi pengaruh, dan memimpin kehidupan bangsa ini. Untuk itu,
semangat kolektivitas dan kepeloporan harus kembali digelorakan.
Dengan jiwa dan semangat
kepeloporan dan kegotongroyongan itu, pemuda Indonesia masa lalu berperan besar
memerdekakan bangsa ini dari kolonialisme. Jadi, sungguh merupakan sebuah
keniscayaan bahwa dengan berbekal keduanya itu juga para pemuda Indonesia bisa
berjuang melepaskan bangsa ini dari keterpurukan dan kehancuran yang membayang
di depan mata!
Diksar Kepeloporan Pemuda
Medan Bisnis – Medan. Pendidikan Dasar Pemanduan Bakat dan Minat Bagi
Pemuda (Diksar Pekat) yang digelar Wahana Alam Terbuka Indonesia (What-In)
diharap mampu mewujudkan kepeloporan pemuda, serta meningkatkan kemandirian
dan kewirausahaan kalangan generasi penerus bangsa tersebut.
|
Revitalisasi Kepeloporan Pemuda
Pemuda memiliki posisi penting dalam pembangunan bangsa. Mereka menjadi major human resources, kelompok strategis dengan vitalitas “agent of change” (unsur perubahan) dalam kehidupan berbangsa, bermasyarakat, dan bernegara. Ia juga menjadi pewaris regenerasi masa depan peradaban bangsa.
Karena itu, pemuda harus ditempatkan sebagai kelompok strategis dan potensial untuk kepemimpinan nasional. Yang menjadi sumber daya produktif pembangunan di bidang politik, ekonomi, sosial, budaya, pertahanan, dan keamanan.
Pemuda mesti diposisikan sebagai pemilik idealisme yang bisa menentukan paradigma seluruh sendi-sendi kehidupan bangsa, negara, dan masyarakat. Sehingga, pemuda ditempatkan sebagai agent of change dalam melakukan perubahan yang sangat fundamental sekalipun. Karena, ternyata pemuda sebagai salah satu pusat perubahan alternatif seringkali menjadi tumpuan dan harapan, bila peran perubahan yang seharusnya diemban oleh Negara tidak memuaskan atau terkendala oleh berbagai masalah.
Ada beberapa kilasan sejarah yang mencatat peran pemuda sebagai anak bangsa yang turut berkontribusi terhadap kehidupan berbangsa dan bernegara, yaitu: Pertama, peran dalam kemerdekaan sebuah bangsa. Kedua, peran dalam reformasi Politik sdebuah bangsa. Ketiga, Peran dalam Rekonstruksi idiologi sebuah bangsa.
Dalam konteks sejarah Indonesia. Para pemuda Indonesia telah terlibat dalam membebaskan bangsanya dari penjajahan. Mereka melakukan konsolidasi nasional dalam bentuk Sumpah Pemuda 1928 untuk memadukan militansi, kemampuan berorganisasi, dan sensitivitas global yang menjadi modal semangat perjuangannya mencetuskan Proklamasi Kemerdekaan Tanggal 17 agustus 1945.
Selanjutnya, melalui sejarah pergerakan yang cukup panjang, gerakan pemuda pelajar dan mahasiswa telah memberikan bukti perubahan yang signifikan. Titik-titik sejarah gerakan pemuda pelajar dan mahasiswa di Indonesia dapat dilihat pada tahun 1966 (menuntut pembubaran PKI), tahun 1974 (peristiwa Malari), dan tahun 1998 perjuangan pemuda pelajar dan mahasiswa berhasil meruntuhkan rezim pemerintahan Orde Baru sehingga Indonesia memasuki Orde Reformasi.
Citra positif yang melekat pada gerakan pemuda merupakan modal sosial yang cukup untuk menjadi bahan bakar perubahan. Modal dan citra positif tersebut adalah kepercayaan sosial (social trust) yang mendorong pada sebuah kolaborasi sosial (koordinasi dan kooperasi) untuk kepentingan bersama.
Problematika pemuda
Lain kenyataan dulu, maka lain pula kenyataan kondisi pemuda saat ini. Upaya mempersiapkan, membangun dan memberdayakan pemuda agar mampu berperan serta sebagai pelaku-pelaku aktif pembangunan bangsa Indonesia ternyata bukan persoalan sederhana. Upaya ini masih dihadapkan pada berbagai permasalahan dan tantangan. Ironinya, berbagai permasalahan sosial yang muncul tersebut ternyata melibatkan atau dilakukan pemuda.
Problemtika dan permasalahan kekinian pemuda yang erap kali muncul di kalangan pemuda seperti tawuran dan kriminalitas, penyalahgunaan Narkoba dan Zat Adiktif lainnya (NAZA), minuman keras, penyebaran penyakit HIV/AIDS dan penyakit menular, penyaluran aspirasi dan partisipasi, serta apresiasi terhadap kalangan pemuda. Apabila permasalahan ini tidak memperoleh perhatian atau penanganan bijaksana, maka akan memiliki dampak yang luas dan mengganggu kesinambungan, kestabilan dalam pembangunan nasional, bahkan mungkin akan mengancam integrasi bangsa.
Permasalahan lain adalah ketahanan budaya dan kepribadian nasional di kalangan pemuda yang semakin luntur, yang disebabkan cepatnya perkembangan dan kemajuan teknologi komunikasi, akibat dari derasnya arus informasi global yang berdampak pada penetrasi budaya asing. Hal ini mempengaruhi pola pikir, sikap, dan perilaku pemuda Indonesia. Persoalan tersebut dapat dilihat kurang berkembangnya kemandirian, kreativitas, serta produktivitas di kalangan pemuda. Sehingga pemuda kurang dapat berpartisipasi dalam proses pembangunan karakter bangsa.
Permasalahan yang tidak kalah pentingnya adalah era globalisasi yang terjadi di berbagai aspek kehidupan sangat mempengaruhi daya saing pemuda. Sehingga pemuda baik langsung maupun tidak langsung dituntut untuk mempunyai keterampilan baik bersifat keterampilan praktis maupun keterampilan yang menggunakan teknologi tinggi untuk mampu bersaing dalam menciptakan lapangan kerja/mengembangkan jenis pekerjaan yang sedang dijalaninya.
Berbagai
permasalahan tersebut dihadapkan pada tantangan pembangunan yang masih
kompleks. Setidaknya, tantangan pembangunan bidang pemuda dalam kurun waktu ke
depan adalah munculnya gerakan demokrasi dan era globalisasi yang akan
memunculkan persoalan baru di bidang kepemudaan. Hal ini akan memberikan dampak
pada persoalan indentitas dan integritas bangsa di kalangan pemuda juga akan
mengancam kesatuan dan persatuan bangsa.
Tantangan lain adalah belum terumuskannya kebijakan
pembangunan bidang pemuda secara serasi, menyeluruh, terintegrasi dan
terkoordinasi antara kebijakan di tingkat nasional dengan kebijakan di tingkat
daerah.
Dalam problema pemuda tentu tidak terlepas juga dengan 5 M + 1 P seperti disebutkan pada bagian: terdahulu. Yang ujung-ujungnya harus berurusan dengan pihak berwajib. Sehingga catatan hidup bagi yang berbuat dalam perjalanan hidupnya. Namun sebagai pemuda pelopor harus tidak boleh berbuat seperti 5 M + 1 P di atas. Karena hal itu memberikan contoh yang tidak benar dalam keleloporannya.
Menumbuhkan Semangat Wiraswasta Pemuda
Sejak tahun 1997-1998 Indonesia mengalami krisis ekonomi yang sangat parah
dan menjadikan kondisi
perekonomian negara kita semakin sulit. Banyak perusahaan yang terpaksa
gulung tikar dan merumahkan ribuan karyawannya. Dampaknya bagi negara yang
termasuk dalam negara yang sedang berkembang seperti Indonesia, kemiskinan yang
ditandai dengan banyaknya pengangguran, daya beli masyarakat yang
rendah,
tingkat kesejahteraan yang kecil, tingkat kesehatan yang rendah dan angka
pendidikan yang semakin menurun menjadi sebuah kondisi yang tidak terelakkan.
Akibat krisis ekonomi tersebut tidak hanya dirasakan oleh mereka yang
tinggal di kota-kota saja, namun hampir semua sendi masyarakat, termasuk
masyarakat yang tinggal di pedesaan. Sementara di sisi yang lain kita
ketahui bahwa desa menyimpan kekayaan yang luar biasa, yang apabila ditangani
secara serius dan profesional dapat menjadi lahan pemasukan yang tidak sedikit.
Hanya saja, mungkin kepekaan dari masyarakat desa dirasakan masih kurang
sehingga potensi yang besar tadi hanya terabaikan begitu
saja.
Menumbuhkan Semangat Wirausaha
Untuk mengatasi permasalahan tersebut ada salahsatu solusi yang bisa dilaksanakan yaitu melalui penggalian potensi yang dimiliki desa. Potensi tersebut dapat berupa sumber daya alam, jumlah penduduk dengan usia produktif yang besar, dan lain-lain. Modal dasar yang telah dimiliki tadi, dapat dimanifestasikan ke dalam usaha-usaha yang bersifat produktif, pembinaan kewirausahan yang belum ada maupun peningkatan kewirausahaan yang selama ini telah eksis. Masyarakat desa harus diyakinkan bahwa mereka sebenarnya mampu dan layak mendapat tingkat kesejahteraan yang lebih tinggi.
Hanya
saja, upaya–upaya produktif yang berasal dari desa harus ditumbuhkembangkan
agar tidak berhenti di tengah jalan. Oleh karena itu, perlu adanya
pembinaan kepada masyarakat yang berkesinambungan. Keberadaan pihak-pihak
yang terkait sangat diperlukan, misalnya tambahan modal, perluasan
pemasaran, peningkatan kemampuan dalam berusaha/berwirausaha (management) dan
sebagainya.
Secara
sederhana seorang wirausaha adalah adalah seseorang yang mampu mengatur,
menjalankan, menanggung resiko bagi pekerjaan-pekerjaan yang ditempuhnya dalam
dunia usaha. Para wirausahawan dengan sifat alamiahnya tidak mengenal golongan
karena di dapat berupa seorang laki-laki muda yang menjual kaset musiknya di
pasar, seorang wanita muda yang menjual hasil lilin hasil buatannya sendiri,
atau sepasang suami istri yang memasok barang-barang kebutuhan rumah
tangga. Dia bisa bekerja sendirian seperti mengambil barang dagangan dan
menjualnya di pasar-pasar atau bisa mengolah hasil panen di desanya untuk
dipasarkan dalam bentuk yang berbeda dari aslinya. Yang terpenting adalah tidak
menggantungkan hidupnya dengan orang lain, dia bersifat mandiri dan memenuhi
kebutuhannya sendiri.
Seorang
wirausahawan dapat berkembang dari minat atau bakat yang mereka miliki, akan
tetapi kreatifitas dalam berusaha justru akan membantu kelancaran usahanya. Ada
beberapa watak seorang wirausahawan yang harus dipahami dalam menjalankan
sebuah usaha. Berikut ada 7 langkah yang perlu diikuti seperti berikut ini:
1.
Disiplin diri, yaitu selalu berpegang
teguh komitmen atau mematuhi aturan yang dibuatnya sendiri.
2.
Rincian, yaitu usaha-usaha kreatif
yang selalu belajar mendisiplinkan diri untuk berurusan dengan rincian-rincian
sepeti keuangan, pendataan/administrasi dan pembuatan rencana-rencana kegiatan.
3.
Menghargai,
yaitu memberikan penghargaan atas hasil yang diterima. Guna watak ini adalah
selalu memberikan kesempatan untuk mengembangkan diri dan menghargai hasil karya.
4.
Kreativitas,
yaitu semakin kita berbeda dalam menghasilkan sebuah produk yang dibutuhkan
pasar akan berkecenderungan untuk diminati.
5.
Bentuk
atau Gaya, yaitu bagaimana seorang wirausahawan akan membentuk karakter diri
dan produk yang membedakan dengan orang dan produk lain.
6.
Keluwesan,
yaitu mampu untuk menyesuaikan diri dan mampu melihat berbagai cara pemecahan
suatu masalah.
7.
Komitmen,
yaitu keteguhan untuk melakukan sesuatu yang kita yakini dalam perbuatan dan
tidak menjadikan contoh yang negatif.
Daftar Pustaka
Alwy Hasan, 2000. Kamus Umum Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta.
Arfani, M. Saad, 2011. Jauhnya Sekolah Jadi Penyebab Anak-anak Pedesaan
Tidak Melanjutkan Pendidikan, Kompas, Jakarta.
Darlan, H.M.Norsanie, 1982. Pendidikan
Kewiraswastaan, PLS, FKIP Unpar, Palangka Raya
------------, 2010. Pemuda Harus
Jadi Pelopor, Dispora KalTeng, Palangka Raya.
------------, 2011.Kewiraswastaan
Pemuda Sebagai Pelopor Pembangunan Ekonomi
Bangsa, Dispora, Palangka Raya.
Gafur, Abdul, 1980. Pidato Ceramah Umum dalam P-4 Pemuda type 140 jam,
Menteri Pemuda dan Olahraga, Jakarta.
Harsono, 1997. Pembinaan Masyarakat Desa Hutan, Kementrian Kehutanan Republik Indonesia, Jakarta.
Hidayat , Komaruddin, 1999. Ormas Keagamaan dalam Pemberdayaan Politik
Masyarakat Madani: Telaah Teoritik - Historis”, dalam komunitas,
jurnal Pengembangan Masyarakat, Volume 4, Nomor 1, Juni 1999. Jakarta. jurnal
Pengembangan Masyarakat, Volume 4, Nomor 1, Juni 1999. Jakarta.
Husein, Mubarok , 2009. Wirausaha Untuk Mengatasi
Perampokan Ekonomi Bangsa, mahasiswa jurusan Teknik Elektro dan Teknologi
Informasi,UGM, angkatan, Yogyakarta.
Moeliono, Anton, 1989. Kamus Besar Bahasa Indonesia, Kementrian Pendidikan Nasional RI, Jakarta.
Muizzuddin, 2009. Mewujudkan Kesejahteraan dengan Menerapkan Ekonomi Islam,
Mahasiswa Berprestasi UNSRI, Palembang.
Rohanah,Hj.Aan, 2010. Revitalisasi
Kepeloporan, Artikel, Anggota DPR RI dari Fraksi PKS,
Pembina Pesantren Al-Hikmah Bobos Cirebon.
Moeliono, Anton, 1989. Kamus Besar Bahasa Indonesia, Kementrian Pendidikan Nasional RI, Jakarta.
Muizzuddin, 2009. Mewujudkan Kesejahteraan dengan Menerapkan Ekonomi Islam,
Mahasiswa Berprestasi UNSRI, Palembang.
Rohanah,Hj.Aan, 2010. Revitalisasi
Kepeloporan, Artikel, Anggota DPR RI dari Fraksi PKS,
Pembina Pesantren Al-Hikmah Bobos Cirebon.
Tohir. M, 2010. Diksar Pekat Diharap Mampu Wujudkan Kepeloporan
Pemuda, Dispora Sumut, Medan.
Poerwadarminta, WJS, Kamus Umum Bahasa Indonesia,
Balai Pustaka, Jakarta.
Setiawan, Budi, 2010. 2010. Tujuan program Pemuda Pelopor, Kementrian
Pemuda dan Olahraga, Jakarta.
Siregar, Huala, 1991. Mendefinisikan
Pemuda Pelopor Manusia Merdeka, Berkarya Tanpa Pamrih, Jakarta.
Shadily, Hassan, 1980. Ensiklopesia Indonesia, Ichtiar Baru, Jakarta.
Wildan, Lalu, 1991. Agar penilaian Pemuda Pelopor tidak hanya dibatasi pada
4 bidang saja, Staf Ahli Menporan RI, Jakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar