Oleh:
H. M. Norsanie
Darlan
Makaalah ini di paparkan dalam Seminar Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD)
yang diselenggarakan di Universitas Palangka Raya
28 Mei 2011
Pendahuluan
Wikipedia bahasa Indonesia, dalam ensiklopedia bebas,
menuliskan bahwa pendidikan anak usia
dini disingkat dengan PAUD (2011)
adalah:”…jenjang pendidikan sebelum memasuki jenjang pendidikan dasar yang merupakan suatu upaya
pembinaan
yang ditujukan bagi anak sejak lahir sampai dengan usia enam
tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan
pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani
dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam
memasuki jenjang pendidikan lebih lanjut, yang diselenggarakan pada jalur
formal, nonformal, dan informal…”.
Pendidikan anak usia dini merupakan salah satu bentuk
penyelenggaraan pendidikan yang menitikberatkan pada peletakan dasar ke arah pertumbuhan dan perkembangan
fisik (koordinasi motorik halus dan kasar), kecerdasan (daya pikir, daya cipta,
kecerdasan emosi, kecerdasan spiritual), sosio
emosional (sikap dan perilaku serta agama) bahasa dan komunikasi,
sesuai dengan keunikan dan tahap-tahap perkembangan yang dilalui oleh anak usia
dini.
Konsep lama mengakatan, makin maju suatu Negara makin terpelihara anak
usia dini. Demikian ungkapan Prof. Djudju Sudjana (1997) dan Prof. Endang Sumantri
(2000) menyebutkan bahwa:”...negara maju, memperhatikan balita, demikian orang
dewasa dan Lansia. Sudah menjadi perhatian pemerintah....pendidikan luar
sekolah merupakan bagian yang tak terpisahkan...”. dan jika kita hubungkan dengan 3 jalur pendidikan nasional. Maka di tanah
air kita, masih belum seluruhnya dapat dilaksanakan sebagai negara-negara yang
telah maju di dunia. Di Indonesia perhatian banyak orang masih pada jalur
pendidikan formal.
( 1 )
Para ahli, dari anak usia
dini meyakini bahwa anak terlahir dengan membawa segudang potensi yang
diturunkan dari gen kedua orang tuanya. Potensi tersebut terdiri dari berbagai
kecerdasan atau disebut dengan kecerdasan jamak. Potensi yang dimiliki anak
dapat berubah menjadi kompetensi yang baik, apabila dirangsang dan dikembangkan
selama kehidupannya. Keluarga merupakan lingkungan utama dan pertama
yang turut mempengaruhi bagi tumbuhnya perkembangan anak. Akan tetapi sejalan dengan pertambahan
usia anak dan perkembangan sosial anak, lingkungan masyarakat memberi pengaruh
besar pula pada perkembangan anak itu sendiri. Karena itu rangsangan psikososial
yang diberikan di lembaga pendidikan luar sekolah atau lembaga yang ada di
lingkungan sekitar anak, menjadi sangat penting bagi tumbuh kembang anak
khususnya dalam bidang pendidikan informal.
Mengingat masih terbatasnya
layanan Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) yang ada di masyarakat dibandingkan
dengan jumlah anak usia dini (0-6 tahun) yang membutuhkannya, maka perlu
perkembangan program yang mampu diakses oleh semua sasaran di seluruh wilayah
Indonesia. Termasuk dalam kawasan Kalimantan Tengah. Untuk itulah Direktorat
Pendidikan Anak Usia Dini mengembangkan program PAUD terintegrasi Posyandu dan
BKB, yang dikenal dengan nama Pos PAUD.
Program Pos PAUD terlaksana
apabila didukung oleh tenaga kader yang memahami program. Oleh karena itu
pembekalan kader merupakan hal yang mutlak untuk dilaksanakan, mengingat tidak
semua kader memiliki latar belakang pendidikan terkait dengan anak usia dini.
Pembekalan kader yang dilaksanakan pada program Pos PAUD dilakukan melalui
kegiatan pelatihan.
Pelatihan merupakan
prasyarat bagi kader Posyandu yang akan mengembangkan program Pos PAUD di
lembaganya.
Melirik UUSPN
2003
Kajian 3 Jalur Pendidikan
Setelah kita
melakukan dan memperhatikan apa sebenarnya ke 3 jalur pendidikan dimaksud,
sekarang mari kita pelajari secara seksama satu persatu. Namun konsep ini
diurut berdasar usia pendidikan itu sendiri, yang diuraikan dalam uraian
berikut ini:
1. Pendidikan informal; adalah pendidikan dalam keluarga.
Tentunya sudah ada sejak zaman Adam. Kenapa penulis sebut demikian, karena
pendidikan ini bergeser dari dalam keluarga, hingga ke lingkungan di
sekitarnya. Seperti ayah memberikan fatuah kepada anak-anaknya. Disini telah
muncul mana manfaat dan mana pula yang mudharat. Dan pendidikan ini betul-betul
muncul dengan sendirinya. Namun anjuran orang lain di lingkungan itu, dapat
diterima oleh yang lain sebagai bahan masa depannya kelak. Contoh secara
realita bagi kita disaat pendidikan keluarga ini muncul membiasakan orang lain
dan dirinya sendiri dalam berperilaku yang baik. Anak kecil dilatih untuk
menggunakan tangan kanan, misalnya dalam menerima ataupun menyerahkan sesuatu
kepada orang lain. Terlebih kepada orang yang lebih tua. Sehingga anak jadi
terbiasa melakukannya. Contoh lain bersikap sopan terhadap orang lain, agar ia
tidak menjadi celaan sesama teman bermainnya. Munculnya sikap berperilaku agar
menghormati orang yang lebih tua dan juga sesama segenerasinya dsb.
Di kalangan masyarakat ada yang mempertanyakan. Kenapa beda di Departemen
dengan realita di masyarakat dengan adanya Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) ia
ada di Dirjend Pendidikan Luar Sekolah (PLS). Sedangkan TK ada Subdin di Dinas
Pendidikan dan Kebudayaan yang tidak menengok ke pusat. Sehingga TK tidak
berada di Subdin PLS. Pertanyaan ini sering menggelitik dan menggelikan, kalau
proyeknya besar ia tidak akan diserahkan pada Sub Din PLS. Tapi kalau tidak ada
yang memroyekkan maka pekerjaan TK dan Paud baru diserahkan pada SubDin PLS.
Sebaik kita kaji ketingkat pusat, jika di pusat ada di Dirjend PLS, kenapa di
daerah harus pada Subdin non PLS.
Tanda tanya pula bagi kalangan PLS organisasi yang mengelola hal ini (ke
PLS-an) pun juga banyak ditangani oleh mereka yang non PLS. Terkadang
orang-orang PLS sering tak kebagian. Permasalahan seperti ini bagi tenaga PLS
berterima kasih. Namun ada kalanya pekerjaan ini, tidak kesampaian sehingga
tenaga-tenaga PLS terkesan karena ada proyeknya itulah sehingga mereka
terlibat. Namun sebaiknya harus juga betul-betul program kerja organisasi ini,
dapat terlaksana dengan baik.
Dari berbagai hal tentang pendidikan Informal, PAUD adalah masuk di bagian
pendidikan informal. Kenapa ia menjadi bagian dari pendidikan luar sekolah
? karena secara adminstrasi di negeri
kita dewasa ini, belum ada jalur ini, yang membinanya. Kecuali pendidikan luar sekolah. Itulah
sebabnya di Kementrian Pendidikan Nasional dalam masa pembangunan SBY jilid 2
Dirjen PLS berubah nama menjadi Dirjen PAUDNI.
2. Pendidikan Non Formal
(Pendidikan Luar Seklolah) biasa disebut dengan PLS merupakan pendidikan masyarakat
yang karena sesuatu dan lain hal, seseorang tidak dapat me-nyelesaikan
pendidikan di pendidikan formal, maka pendidikan luar sekolah dalam kurun waktu
14 – 45 tahun bisa bergabung ke pendidikan luar sekolah ini, adalah pendidikan
yang ternyata lebih tua dari pendidikan formal ini di Indonesia. Diawali sejak
penjajah pemerintah Belanda berkeinginan melakukan sesuatu. Maka para pemuda
terampil mereka daftar untuk mengikuti kursus tertentu ke tempat yang
ditentukan. Misal pihak pemerintah Belanda berkeinginan mendirikan Gedung
Pemerintahan di kota-kota besar di Indonesia. Maka mereka kursus para pemuda
dalam dunia pertukangan dalam kurun waktu tertentu. Setelah anggaran dari
negeri Belanda datang, maka tenaga kerja yang telah selesai dilatih tersebut mengerjakan
Bangunan Gedung Kantor Pemerintah Belanda.
Sehingga bila kita masih ingat di awal tahun 60-an masih berdiri
gedung-gedung pemerintah Belanda baik di Provinsi maupun Kabupaten, bahkan
sampai tahun-tahun pertengan 70-an. Hanya saja typenya yang berbeda. Makin
besar jumlah penduduk maka mikin besar pula gedung yang didirikan.
Contoh lain yang masih sebagian ada
menjadi munomen seperti: Gereja, di Jakarta, Yogyakarta, Surabaya, Makassar dan
kota-kota lainnya. Bentuknya hampir sama, Cuma besarnya yang berbeda. Proses
pelatihan atau kursus pertukangan yang dilaksanakan pemerintah negeri Belanda
ini adalah awal munculnya pendidikan Nonformal ( PNF) di tanah air kita.
Dalam masa kemerdekaan sekarang ini
penulis mencoba memberikan contoh masa orde baru, yakni Masjid dari: Yayasan
Amal Bhakti Muslim Pancasila Indonesia. Hampir di semua kota Kabupaten ada,
tinggal typenya yang berbeda. Penulis saat menulis edisi ini, dalam masa
reformasi belum melihat secara jelas apa peninggalan untuk masa depan kita di
negeri tercinta ini. Walau dalam masa Reformasi banyak protes karena kebesan
yang sudah memuncak, belum banyak hasil-hasil yang diprotes menemukan titik
yang dinantikan oleh banyak orang. PLS bicara dalam hal Fasilitas belajar,
tenaga pengajar (tutor), Warga Belajar (WB) masih belum selengkap mereka yang
berada dalam pendidikan formal.
3. Pendidikan Formal (Pendidikan
persekolahan) adalah suatu pendidikan yang diselenggarakan serba siap. Apakah
fasilitas belajarnya, tenaga pengajarnya ataukan siswanya. Munculnya pendidikan
fomal adalah paling belakang dari 2 Jlur sebelumnya.
Fasilitas belajar
dimaksud adalah: gedung sekolah, materi/buku pelajaran, kurikulum, meja dan
kursi belajar, perpustkaan hingga ke media pendidikan seperti OHP atau sekarang
seteraf LCD, internet dll.
Tenaga pengajar
seperti: guru, pengawas, penjaga sekolah bahkan pembayaran gaji mereka sudah
disiapkan pemerintah.
Sedangkan
siswanya sudah ada. Karena mendirikan gedung sekolah pasti ada studi kelayakan
sebelumnya. Sehingga dipersiapkan
segalanya, agar pendidikan formal itu, dapat berjalan dengan baik dan lancar.
Pendidikan
formal atau sistem persekolahan ini, sejak dari sekolah dasar hingga pendidikan
tertinggi. Maksudnya dari Sekolah Dasar/MI, SMP/Mst, SMA/MAN, berbagai Sekolah
Menengah Kejuruan, Akademi, dan Pendidikan tinggi, yang ada program pasca
sarjana dan doktor.
Semua hal-hal
di atas, sudah disiapakan dengan lengkap. Dan tidak ada yang selesai kurang
dari setahun. Artinya dalam program persekolah atau dengan kata lain dalam
pendidikan formal ini, betul-betul meng-gunakan waktu, punya tempat, dan tenaga
pengajarnya. Namun di Indonesia pendidikan baru sejak 2 Mei 1908.
Dengan
demikian, berarti urain dingkat tentang 3 konsep dasar pendidikan yang ditampilkan di atas, menurut urut
pendidikan yang kita setiap setiap umat manusia sejak awal. Sehingga uaian ini
memberikan setitik pengetahuan dasar bagi para ahli dibidang pendidikan untuk
berpikir dan menganalisis pada kita semua bahwa dalam SPN kita, ternyata jalur pendidikan berubah-rubah
berdasarkan kebutuhan para konseptor di negeri ini.
PLS dan Mitra kerjanya
Banyak mitra
kerja pendidikan luar sekolah. Namun tidak banyak orang yang tahu persis bahwa
kerjanya sama dengan pendidikan luar sekolah. Selama periode orde baru, para
lulusan atau dengan istilah lain sarjana pendidikan luar sekolah di diterima
dan diangkat sebagai pekerja pada berbagai Kantor Dinas/Badan seperti: Dinas
Pendidikan, Dinas Sosial, Dinas Tenaga Kerja, Dinas Perindustrian, Badan
Keluarga Berencana dan Kependudukan, Badan Diklat dan berbagai instansi
pemerintah lainnya. Mereka tersebut
tidak pernah mengeluh dan ditolak kepegawaiannya. Sejak awal bekerja
hingga memasuki usia pensiun.
Dengan demikian PLS punya mitra
kerja yang sejak lama. Tidak sebatas itu saja, lulusan PLS FKIP juga di
Departemen Agama, Departemen Kehakiman. Dan berbagai instansi lain selama
mereka tidak tidak membatasi secara sepersifik. Biasanya pada saat usulan
promasi kerja satu atau dua tahun kedepan sangat tergantung dengan permintaan
kepegawaian. Atau kepala kantornya. Apa lagi dalam bakal penerimaan calon ini
ada KKNnya. Sehingga sangat menyulitkan calon pekerja pada bidangnya.
Strategi PAUD
Pendidikan
Anak Usia Dini, menurut: Kristanto (2008) adalah:’...menempati yang amat
strategis, dalam penyiapan Sumber Daya Manusia masa depan. Karena Pos PAUD
selain perkembangan intelektual terjadi yang amat pesat pada tahun-tahun awal
kehidupan setiap anak...”. Berbagai kajian juga menyimpulkan bahwa pembentukan
karakter manusia juga pada fase usia dini.
PAUD
Membangunan Karakter Bangsa
Berbicara
tentang PAUD ke masa depan menurut Edi Waluyo (2010) adalah:”...untuk membangun
karakter anak sejak dini, sangat penting bagi orang tua dan guru/tutor,
harapannya agar anak sejak dini memiliki karakter yang baik. Membangun karekter
anak dapat dilakukan melalui jalur pendidikan formal, non formal maupun
informal...”. pendapat di atas, secara
jelas PAUD sudah membangun karakter generasi penerus bangsa.
Dengan demakin
meningkatnya perhatian orang tua dan pemerintah terhadap pendidikan anak usia
dini, disatu sisi merupakan hal yang sangat menggembirakan. Akan tetapi, disisi
lain, seringkali orangtua dan pendidik juga masih memiliki pandangan yang
kurang tepat dan sempit tentang proses pelaksanaan pembentukan pribadi pada
anak usia dini, yakni terbatas pada kegiatan akademik saja seperti membaca,
menulis, menghitung, dan mengasah kreativitas.
Dasar Hukum
1.
Undang-Undang Dasar 1945.
2.
Undang-Undang Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan
Anak.
3.
Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional serta dicanangkannya Gerakan Nasional Pendidikan Anak Usia Dini oleh
Presiden RI pada tanggal 23 Juli 2003.
4.
Undang-Undang Nomor 17 tahun 2007 tentang Rencana
Pembangunan Jangka Panjang Nasional Tahun 2004-2025.
5.
Permendiknas No.31 tahun 2007 tentang Organisasi dan
Tatakerja Dirjend Pendidikan Nonformal dan Informal atau sebelumnya disebut PLS.
6.
Strategi Nasional Pengembangan Anak Usia Dini Holistik
Integratif.
Satuan pendidikan penyelenggaraan PAUD
·
Taman Kanak-kanak (TK)
·
Raudatul Athfal (RA)
·
Bustanul
Athfal (BA)
·
Kelompok
Bermain (KB)
·
Taman
Penitipan Anak (TPA)
·
Satuan
PAUD Sejenis (SPS)
·
Keluarga
Pengertian
Ada beberapa
yang perlu dicermati dalam penulisan ini, dari sejumlah pengertian berikut:
1.Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) menurut UU No 20/2003 tentang sikdiknas adalah:”...suatu
upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejenis sejak lahir, sampai dengan
usia enam tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk
membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki
kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut...”.
2.Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) menurut Hamid Muhammad (2008)
yaitu:”...satuan PAUD sejenis adalah
bentuk-bentuk jalur non formal selain kelompok Bermain dan Taman Penitipan Anak
yang penyelenggaraannnya dapat diintegrasikan dengan berbagai program layanan
Anak Usia Dini yang telah ada di masyarakat seperti: POSYANDU, Bina Keluarga
Balita (BKB), Taman Pendidikan Al-Qur’an, Sekolah Minggi, Bina Iman Anak, atau
layanan terkait lainnya...”.
3.Pos PAUD menurut: Sudjarwo (2008) adalah:”...bentuk layanan PAUD yang
penyelenggaraannya diintegrasikan dengan layanan Bina Keluarga Balita (BKB) dan
Posyandu...”.
4.Pedoman penyelenggaraan Pos PAUD adalah acuan minimal dalam penyelenggaraan
PAUD yang diselenggarakan dalam bentuk Pos PAUD.
5.Pendidikan
Informal adalah pendidikan yang dilakukan oleh keluarga dan lingkungan yang
berbentuk kegiatan belajar secara mandiri UU Sisdiknas tahun 2003 Pasal 27 ayat
(1) bahwa pendidikan informal yang dilakukan oleh keluarga dan lingkungan
berbentuk kegiatan belajar secara mandiri.
Tujuan Program
1.Sebagai pemberian model layanan PAUD yang dapat menjangkau masyarakat
luas hingga ke pelosok pedesaan;
2.Memberikan wahana bermain yang mendidik bagi anak-anak usia dini yang
tidak terlayani PAUD lainnya;
3.Memberikan contoh kepada orang tua keluarga tentang cara-cara pemberian
rangsangan pendidikan kepada anak untuk dilanjutkan di rumah.
4.Sebagai acuan bagi petugas terkait dalam membina
pelaksanaan program pendidikan orangtua (parenting)
di lembaga PAUD Nonformal.
5.Sebagai pedoman bagi lembaga PAUD Nonformal dalam menye-lenggarakan
program pendidikan orangtua (parenting).
Tujuan
Penyampaian Makalah
1.Untuk memenuhi surat permintaan panitia, nomor: 01/PAN-Seminar-Pend/V/2011
tertanggal 23 Mei 2011.
2.Memperhatikan terhadap program pengajaran PAUD yang berbasis dalam rangka
peletakan dasar pola sikap, perilaku dan kecerdasan pada anak usia dini.
3.Untuk menyampaikan berbagai hasil pertemuan di berbagai provinsi tentang
PAUD di tanah Air. Terlebih di Makassar, Surabaya dan berbagai tempat tentang
masa depan bangsa.
Dalam rangka pemcapaian
tujuan yang diinginkan, melalui gagasan pelaksanakaan program seminar yang
bertema: ”...program pengajaran yang berbasis karakter dalam rangka peletakan
dasar pola sikap, perilaku dan kecerdasan anak usia dini...”. Diharapkan mampu
mendobrak dan dapat menambah wawasan dan pengetahuan bagi pelaku program PAUD
(guru TK, Play Group, RA, TPA, Sekolah Minggu, sejenis bahkan orang tua/wali
murid dll.
Melirik
Sejarah PAUD
Sungguh konsep pendirian nama PAUD ini tidak saja bergulir dengan mudah.
Sebab sejak tahun 1999 penulis sudah pernah dipanggil oleh salah satu
direktorat pada Dirjen PLS Kementrian Pendidikan Nasional Jakarta. Tahun itu,
ada proyek anggaran penyusunan buku sadah pada titik berakhir. Sementara buku
yang mereka tulis belum mencukupi harapan yang diinginkan.
Penulis diminta oleh beberapa tenaga di Diknas, kebetulan karena beban
kuliah mengambil program Doktor begitu berat. Sehingga keinginan mereka dari
Kementrian Pendidikan Nasional tidak akan mempercepat penyelesaian studi. Namun
terus terang nama PAUD masa itu judul bukunya, adalah masih disebut dengan PADU
dengan kepanjangan: Pendidikan Anak Dini Usia. Penulis sempat berkalakar kalau
PADU sih bahasa di desa kelahiran saya adalah bagian belakang dari rumah yang
disana ada: dapur, ruang makan, ruang cuci piring dll.
Setahun kemudian berubah nama dengan: PAUD yang kepanjang-annya adalah:
Pendidikan Anak Usia Dini, istilah ini berkembang hingga sekarang.
Saat itu juga masih dipertanyakan apakah buku yang mereka tulis itu, ada
hubunganya dengan taman kanak-kanak, mereka menjawab, TK pada saatnya proyeknya
dihentikan. Maka pada waktunya PAUD yang akan menggantikannya.
Memperhatikan munculnya PAUD di
tanah air, tidak bisa dilepaskan dari kreativitas para tenaga
profesional PLS. Khususnya di Dirjen PLS masa itu yang sekarang dalam ”nomenklator”
yang baru adalah: Dirjen PAUDNI dengan kepanjangan Dirjen Pendidikan Anak Usia
Dini, Nonformal dan Informal. Namun secara realita pendirian Jurusan atau Prodi
PAUD, sering mengabaikan terhadap institusi pendahulunya yaitu: Jurusan/Program
studi PLS. Terkadang tidak seorangpun dosen PLS terlibat dalam membina PAUD.
Sejumlah pejabat di Dirjen PAUDNI Kementrian pendidikan Nasional RI,
mereka sulit menempatkan posisi Direktorat PAUD harus di ditempatkan di mana.
Setelah mempelajari terhadap pendidikan informal yang termasuk pada PAUD ini,
maka disebut Dirjen ini, ditempatkan PAUD lebih dahulu dibanding dengan Dirjen
yang lain. Karena sejak pendidikan masyarakat tempoe doeloe dengan sangat
menyesal harus mendahulukan nama yang paling lebih muda menjadi: Dirjen PAUDNI.
Tapi yang jelas PAUD adalah Direktorat yang paling muda pada Dierjen PLS.
Sehingga cemooh para dosen PLS Jurusan/Prodi PAUD adalah adik termuda, dan
harus mendapatkan pembinaan dari Jurusan/Prodi PLS. Karena PLS adalah kakak
tuanya. Dan bahkan kehadiran PAUD ada kalanya tidak tahu menahu dengan PLS.
Padahal PLS adalah kakak tuanya.
Pendirian
Institusi PAUD
Dalam mendirikan institusi PG-PAUD tentu harus di daduhului dengan adanya
tenaga pengajar (dosen) pada bidangnya, fasilitas belajar, dan yang paling
utama adalah mahasiswa.
Di berbagai daerah keterlibatan tenaga dosen PLS sangat besar. Disamping
tenaga yang berlatar belakang psikologi pendidikan. di kalangan dosen PLS
banyak mata kuliah yang terkait dengan pendidikan anak usia dini. Sejak lama sudah sebagai hasil pertemuan guru besar
PLS se Indonesia, bahwa setiap Jurusan/Prodi PLS harus menampilkan mata kuliah
PAUD. Bahkan mahasiswa PLS pada tingkat akhir harus ada mata kuliah minor
tentang PAUD. Tujuannya untuk memenuhi kesenjangan tenaga PAUD di berbagai
daerah di tanah air.
Dengan berdirinya Prodi PAUD di Universitas Palangka Raya, kami semua
dosen PLS menyambut gembira dengan kehadiran Adik kandung dari Prodi PLS ini.
Hanya saja, setelah berdirinya Prodi PAUD di Unpar ini, terjadi kesimpang
siuran pada dosen PLS kenapa dan siapa dosen PLS yang terlibat dalam PAUD ini.
Ada kalanya dari Kemendikmas menelpon untuk hadir dalam acara-acara tertentu
tentang PAUD kepada dosen PLS. Tapi sayangnya yang ditelpon tidak ada sama
sekali turut mengajar di PAUD sehingga mengurungkan hadir karena merasa tidak
ada keguna-annya jika hadir dalam pertemuan itu.
Lahan PLS
Kami sesama dosen di lingkungn PLS sering terperanjat dan ada kalanya
berterima kasih lahan PLS sering dikerjakan oleh orang yang kesarjanaannya
bukan sama sekali ada keterkaitan dengan ilmu PLS. Namun untuk membahagiakan hati
atas kekecewaan itu, saya sebagai penulis yang selaku guru besar bidang PLS
berterima kasih. Atas orang lain yang mau mengerjakan pekerjaan PLS.
Dosen PLS yang lain, secara sadar ataupun tidak. Ia mengatakan bahwa:”...
kalau berbau duit, rebutan orang non PLS mengambil. Tapi kalau tidak jadi duit
pekerjaannya diserahkan kepada kami dosen-dosen PLS...” hal ini mungkin
tumbahan kekecewaan sejawat saya. Memang secara realita hal itu ada beberapa
bukti kuat. Terkadang mereka yang bekerja demi PLS bertemu kami malu sendiri.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar