Oleh:
H. M. Norsanie Darlan
Sebuah hasil penelitian di Kalimantan Tengah
terhadap Pamong Belajar
A b s t r a k
Tujuan penelitian ini ingin
mengetahui apakah pamong belajar dapat meningkatkan kuantitas pendidikan non
formal dalam wilayah cakupan sanggar kegiatan belajar (SKB) di Kuala Kapuas.
Metodologi
penelitian ini dengan menggunakan pendekatan
penelitian naturalistik kualitatif, dengan obyek penelitian pamong
belajar dan kepala SKB Kuala Kapuas Kalimantan Tengah. Sedangkan instrumen
penelitian dan sekaligus bertindak sebagai pengumpul data, dengan teknik
pengumpulan data 3 cara: (1) observasi; (2) wawancara dan (3) studi
dokumentasi.
Sedangkan
hasil penelitian adalah. Pamong belajar dapat meningkatkan kuantitas pendidikan
non formal dalam wilayah cakupan sanggar kegiatan belajar (SKB) sebagai suatu
proses, cara, usaha dibidang pendidikan. Banyaknya jumlah tempat
penyelenggaraan pendidikan non formal ini, baru sebagian dari pamong belajar
yang mau secara ikhlas turun lapangan dalam perluasan akses PNF.
Kata
Kunci: SKB, PKBM dan Kota Air
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Masalah
Sanggar
Kegiatan Belajar (SKB) memang edialnya ada satu bahkan dua buah dalam setiap
kabupaten. Tergantung luas wilayah disertai sebaran penduduk yang harus
diperhatikan. Namun karena otonomi daerah beberatahun lalu, yang diikuti mempermudah pemekaran kabupaten dan
provinsi membuat jalur pendidikan non formal ini terabaikan. Sehingga ada
kalanya di kabupaten pemekaran walau berjalan sekian lama belum mendapat restu
untuk berdirinya SKB di daerah baru itu. Walau juga berdiri, adakalanya tenaga
profesional bidang pendidikan luar sekolah tidak sepenuhnya dijadikan tenaga
pelaksana termasuk juga pamong belajar. Sehingga walau berjalan, tapi arah dan
kebajakannya masih ditemukan berbau jalur pendidikan formal.
Penelitian ini
melihat penomena yang demikian, sehingga memerlukan suatu tindakan untuk
mencari jalan yang terbaik guna turut serta memecahkan berbagai problema yang
dirasa perlu untuk dijadikan bahan masukan kepada lembaga penyelenggara
pendidikan non formal dan informal ini.
Selain itu,
tenaga pamong belajar kebanyakan mereka sudah jenuh bekerjan sebagai tenaga
fungsional guru di sekolah formal. Mareka ingin mencari penyegaran jika
melakukan mutasi yang status fungsionalnya tetap sebagai tenaga pengajar. Namun
obyeknya tidak lagi di sekolah, tapi di luar sekolah atau masyarakat. Atau
istilah Lain kepada kelompok masyarakat yang karena sesuatu dan lain hal,
selama hidupnya. Tidak benruntung dalam memperoleh pendidikan formal. Namun
setelah ia sadar atau mendapat kesempatan untuk belajar. Kalau ia masuk ke
sekolah formal faktor usia sudah tidak memungkinkan lagi, maka melalui kelompok
belajar paket kesetaraan yang diselenggarakan SKB ini, menjadi tempat mereka
belajar. Apakah untuk memperoleh ijazah kesetaraan SD, SMP ataukah SMA. Melalui
paket A, B dan C.
Tujuan
Penelitian
1.Ingin mengetahui konsidi SKB di Kuala Kapuas dalam menjalankan tugas dan
fungsinya di masyarakat.
2.Ingin mengetahui apakah pamong belajar dapat meningkatkan kuantitas
pendidikan non formal dalam wilayah cakupan sanggar kegiatan belajar (SKB) di
Kuala Kapuas;
3.Ingin mengetahui bagaimana latar belakang pendidikan Pamong Belajar dalam
menjalankan tugas mereka sehari-hari.
Manfaat
Penelitian
1.Bagi penulis sebagai pengalaman yang sangat
berharga untuk dilakukan pengembangan terhadap SKB lainnya, baik di Kalimantan
Tengah maupun di Indonesia;
2.Untuk lembaga pelayanan pendidikan non formal dan informal seperti sanggar kegiatan belajar (SKB) Kuala
Kapuas, merupakan sebuah kajian yang kiranya dapat untuk perbaikan dan
kebijakan di masa datang;
3.Bagi pembaca sebagai pengetahuan yang kiranya dapat menjadikan sumber acuan
dalam menelaah lembaga pendidikan non formal dan informal khususnya SKB.
KAJIAN TEORITIS
Pamong Belajar
Arti pamong
menurut Moeliono (1989; 640) adalah:”...ia sebagai pengasuh. Pamong juga
sebagai pendidik (guru)...”. Pamong belajar menurut Sadid, dkk (2008; 120)
adalah:”...tugas dan fungsinya melaksanakan kegiatan pembelajaran, pembinaan,
bimbingan, pemantauan dan penilaian dalam rangka mutu...”. Dengan demikian
pamong belajar merupakan guru yang bertugas pada pendidikan non formal atau
istilah lama pendidikan luar sekolah. Pamong belajar tempat ia menjalankan
tugasnya pada lembaga penyelenggaran pendidikan non formal seperti pada: SKB,
BPPNFI baik ditingkat Provinsi mapun di tingkat regional.
Upaya
Menurut
menurut Poerwadarminto (1986) adalah:”...usaha, akal; ikhtiar (untuk mencapai
suatu maksud, dalam memecahkan persoalan), mencari jalan keluar, dan
sebagainya...”. termasuk dalam usaha kepala SKB untuk memotivasi pamong belajar
agar mereka punya kreativitas dalam merancang bangun dan rekayasa materi
pembelajaran di masyarakat. Walau upaya rancang bangun dan pengembangan ini
sebagian besar pada BPPNFI, tapi kalau di SKB bisa, kenapa tidak. Ini
tergantung pada kreativitas pamong belajar itu sendiri dalam menjalankan
tugasnya.
Peningkatan
Kuntitas
Adapun arti
peningkatan menurut Poerwadarmintan (1986) yaitu:”...suatu proses, cara, usaha
dibidang pendidikan...”. Sedangkan Kuantitas, menurut Moeliono (1989; 467)
adalah:”...memperhatikan banyaknya jumlah pendidikan tertentu...”. dalam hal
ini tentu saja suatu upaya pamong belajar dalam mencari jalan untuk perluasan
pendidikan non formal, terlebih di kawasan SKB Kuala Kapuas. Banyaknya lembaga
pelayanan pendidikan non formal ini, sebagai upaya yang dilakukan pamong
belajar di wilayah kerjanya.
Pendidikan Non
Formal
Sebetulnya
Jalur pendidikan di luar pendidikan formal yang dapat dilaksanakan secara
terstruktur dan berjenjang. Pendidikan non formal berdasarkan Undang-Undang
Sistem Pendidikan Nasional nomor: 20 tahun 2003 disebutkan secara jelas
diselenggarakan bagi warga masyarakat yang memerlukan layanan pendidikan yang
berfungsi sebagai pengganti, penambah, dan/atau pelengkap pendidikan formal
dalam rangka mendukung pendidikan sepanjang hayat.
Selain itu,
pendidikan non formal berfungsi mengembangkan potensi peserta didik dengan
penekanan pada penguasaan pengetahuan dan keterampilan fungsional serta
pengembangan sikap dan kepribadian profesional. Dalam pendidikan non formal
ini, peran pamong belajar sangat dinantikan. Bagi pamong yang kreativitasnya
tinggi dan dapat memanfaatkan hal itu, menjadi sumber belajar masyarakat.
Tugas Pamong Belajar
Memperhatikan
terhadap kegiatan pamong belajar di SKB menurut: Hapsari, (2008; 177)
adalah:”...dituntut untuk bisa menyelenggarakan program Pendidikan Non Formal secara kualitas secara
panutan bagi lembaga penyelenggara pendidikan non formal dan informal...”. Walau untuk diketahui bersama bahwa pamong
belajar ada juga yang bertugas di BPKB atau BPPNFI di tingkat provinsi maupun tingkat regional. Pamong Belajar di SKB pada umumnya lebih mengedepankan tugas
pokok dan fungsi lembaganya. Disisi lain menurut Moeliono, (1989; 964)
adalah:”...sesuatu kewajiban yang harus dikerjakan...”. Apalagi pamong belajar
sebagai pegawai negeri sipil yang menjalankan tugas pokoknya sebagai tenaga
fungsional di SKB tentu saja ia harus menjalankan apa yang menjadi tugas dan
tanggung jawabnya sebagai pamong belajar.
Tugas dan Fungsi SKB
Bila
memperhatikan terhadap SK mendiknas RI nomor 23/0/1997 bahwa tugas lembaga
penyelenggaran pendidikan non formal SKB ini,
sebagai lembaga penyelenggara PLS atau PNFI ini, adalah melakukan pembuatan percontohan dan
pengendalian mutu program pendidikan non formal dan Informal. Sedangkan fungsi
SKB ada 9 fungsi yang harus kita perhatikan adalah: (1) pembangkitan dan
penumbuhan kemauan belajar masyarakat dalam rangka terciptanya masyarakat gemar
belajar; (2) pemberian motivasi dan pembinaan masyarakat agar mau dan mampu
menjadi pendidik dalam melakukan azas saling membelajarkan; (3) pemberian
pelayanan informal kegiatan pendidikan non formal dan informal; (4) pembuatan
percontohan berbagai program dan pengendalian mutu pelaksanaan program
pendidikan non formal dan informal; (5) penyusunan dan pengadaan muatan lokal;
(6) penyediaan sarana dan fasilitas belajar belajar; (7) pengintegrasian dan
pengsingkronisasian kegiatan sektoral dalam bidang pendidikan non formal dan
informal; (8) pelaksanaan pendidikan dan pelatihan tenaga pelaksana pendidikan
non formal dan informal; dan (9) pengelolaan urusan tata usaha sanggar.
METODOLOGI PENELITIAN
Dalam
penelitian ini dilakukan pendekatan secara metodologis dengan menggunakan
pendekatan penelitian naturalistik
kualitatif. Studi dalam penelitian ini mengambil obyek pamong belajar dan
kepala SKB Kuala Kapuas Kalimantan Tengah, untuk melihat apakah pamong belajar
dapat meningkatkan kuantitas pendidikan non formal dalam wilayah cakupan
sanggar kegiatan belajar (SKB) di Kuala Kapuas. Kemudian bagaimana latar belakang pendidikan Pamong
Belajar dalam menjalankan tugas mereka sehari-hari.
Instrumen penelitian dalam kegiatan ini,
adalah peneliti bertindak sebagai instrumen sekaligus pengumpul data. Kehadiran
peneliti di lapangan dalam hal ini di SKB di kota Air Kuala Kapuas, sangat
membantu memecahkan masalah yang semula belum bisa dilakukan dengan cara lain.
Adapun sumber
data sebagaimana obyek penelitian ini adalah: pamong belajar dan kepala SKB.
Sedangkan teknik pengumpulan data dengan 3 cara masing-masing: (1) observasi;
(2) wawancara dan (3) studi dokumentasi.
Dengan menggunakan waktu selama 3 bulan, dari mei – Juli 2008.
HASIL
PENELITIAN
Konsidi SKB
Kalau
memperhatikan kondisi SKB di Kuala Kapuas, memang menempati lokasi yang sangat
strategis. SKB ini, terletak di tengah-tengah Kota Air dan sangat mudah
dijangkau dari berbagai arah. Sehingga SKB ini menjadi tempat berbagai
pelatihan baik di kalangan Diknas sendiri maupun berbagai instansi lain dan masyarakat.
Kelemahan yang
sangat dirasakan adalah kurangnya perhatian pihak kabupaten terhadap lembaga
pelayanan pendidikan luar sekolah atau PNFI ini. Walau pihak SKB sudah
mengadakan berbagai pendekatan baik dengan pihak Bupati maupun DPRD se tempat,
namun saat penelitian ini berlangsung masih terdapat kesulitan mencari sumber
dana dari APBD se tempat. Sementara anggaran
pusat selalu mengalir setiap tahun. Seperti pengadaan komputer yang
didatangkan dari proyek Diknas pusat. Namun mengingat terbatasnya ruangan yang
ada, membuat sulitnya memberikan pelatihan komputer karena keterbatasan
tersebut. Sementara dana untuk membangun ruangan lab komputer yang diharapkan
dari Pemda saat penelitian berlangsung tidak kunjung tiba. Sehingga bantuan komputer dari Kementrian
Pendidikan Nasional saat itu, dengan sangat terpaksa harus disimpan sambil
mengunggu dana bantuan APBD untuk berdirinya Lab Komputer.
Selain hal di atas, konsep yang inovatif
misalnya: adanya pelayanan pendidikan
berupa PKBM terapung dan mungkin hanya, satu-satunya yang ada di
Indonesia. PKBM ini tidak dapat beroperasi dengan baik, karena kapal akan bisa berjalan / berkunjung
dari desa ke desa kalau tersedia Bahan Bakar Minyak (BBM). Namun biaya
pembelian BBM tidak tersedia anggaran. Maka mau tidak mau PKBM yang
tersedia itu, akan menjadikan sebuah
kenangan bahwa di kota air Kuala Kapuas ada PKBM terapung. Sementara kontruksi
kapal sudah mulai tua dan memerlukan pemeliharaan dan perawatan intensif oleh
petugas yang ditunjuk.
Mobil
perpustakaan keliling dapat dioperasikan, karena biaya lebih irit, sementara
bila mereka mau mengunjungi PKBM di dalam dan luar kota Kuala Kapuas, terkadang
secara urunan memberi BBM untuk keperluan tersebut.
Memang PKBM
terapung ini, secara konseptual ia dapat mengejar/mengunjungi dari desa yang
satu ke desa yang lain, secara terjadwal. Untuk mendatangi warga belajarnya.
Sementara PKBM yang lain pada umumnya adalah warga belajar yang datang
mengunjungi lembaga pelayanan pendidikan non formal dan informal ini.
Seandainya
biaya operasional PKBM ini berjalan baik sejak lama, maka sejumlah desa di sepanjang
sungai dalam berbagai kecamatan di kota Kabupaten Kapuas Kalimantan Tengah akan
lebih baik dari masa sekarang. Karena ada sejumlah desa kota Kuala Kapuas di
wilayah Kabupaten Kapuas tersebut belum dapat dijangkan jalan darat. Dan PKBM
terapunglah yang dapat membantu penuntasan tuna aksara di daerah itu.
Keadaan Pamong
Belajar
Dari hasil
penelitian terhadap pamong belajar yang ada pada SKB kota air Kuala Kapuas
Kalimantan Tengah, ditemukan jumlah pamong belajar sebanyak 17 orang 3 diantaranya perempuan.
Memang
pekerjaan PLS ini, sering dianggap pekerjaan mudah. Tapi setelah terjun pada
berbagai hal di masyarakat, tidak semudah membalik telapak tangan. Karena
mendidik orang dewasa ini, sangat jauh berbeda dengan mendidik siswa di
sekolah. Kalau tidak mengetahui metoda pendekatannya seringkali pamong belajar
yang berlatar belakang non PLS ditinggal kabur oleh warga belajar (WB)nya.
Pamong belajar
yang kreatif, ternyata dibawah pengarahan tenaga ahli pada bidangnya, menghasilkan temuan yang luar biasa.
dalam 3 tahun berturut-turut SKB Kuala Kapuas meraih prestasi yang sangat
cemerlang. Karena atas kreativitas pamong belajar dalam merancang bangun dan
rekayasa untuk mengembangkan media belajar pada masyarakat ternyata
menghasilkan. Walau materi belajar ini berasal dari limbah rumah tangga. Namun
tentunya tidak seluruh pamong yang punya ide-ide cemerlang. Tidak hanya itu,
para tutor pun diberikan berkreasi untuk menampilkan yang terbaik untuk nama
baik daerahnya di kabupaten kapuas.
Mereka yang
punya kreativitas tinggi dengan cemerlang dan dapat menyisihkan sejumlah
pesaingnya dari 13 kabupaten dan 1 kota di Kalimantan Tengah yang berhasil
dikirim guna menghadapi seleksi di tingkat nasional. Dalam rangka seribu
TPK-PNF baik di Jakarta, semarang dan di kota lainnya. SKB kota air Kuala
Kapuas, selalu pulang membawa tanda penghargaan dan piala. Namun pemerintah
daerah masih memandang dengan sebelah mata, terhadap jalur pendidikan non
formal ini.
Sebaiknya,
pamong belajar berprestasi baik tingkat lokal, provinsi dan nasional.
Masing-masing mereka ini diberikan penghargaan karena membawa harum nama
daerahnya. Mereka seperti ini harus diberikan pengharaan misalnya kenaikan
pengkat dan kenangan lainnya.
latar belakang
pendidikan
Dari hasil
penelitian ini, ditemukan bahwa sebagian besar: 60% dari tenaga fungsional
pamong belajar di SKB Kuala Kapuas bukan berlatar belakang Diploma / sarjana
PLS. Mereka berasal juga dari tenaga fungsional guru. Karena merasa jadi guru,
walau berlatar belakang pendidikan guru. Tapi kurang merasakan kepuasan dalam
dunia kerjanya. Sehingga ia memilih pindah/mutasi kerja ke SKB menjadi tenaga
fungsional pamong belajar.
Jika sekiranya
tenaga pamong belajar ini seluruhnya 80% berlatar belakang Diploma atau sarjana
PLS. Maka kegiatan SKB di kota air Kuala Kapuas tentu lebih maju dari sekarang.
Karena ditemukan pamong belajar yang sudah lebih dari 2 tahun mutasi ke SKB
itu, ternyata belum pernah menjalankan tugas dan fungsinya sebagai pamong
belajar serta melaksanakan kegiatan pembelajaran, pembinaan, bimbingan,
pemantauan dan penilaian dalam rangka mutu pendidikan non formal dan
informal. Sebab sudah bertugas selama
itu, masih belum mau ikut kegiatan yang dilakukan mereka sesama tenaga
fungsional pamong belajar lain. Memang semula PLS atau PNF itu dianggap mudah,
tapi secara realita. Pendidikan Luar Sekolah ini, lebih susah dibanding menjadi
guru di sekolah formal. Tenaga fungsional guru, bekerja sudah disiapkan gedung
sekolah, ada tersedia murid, meja kursi
tersedia kurikulum dan buku pelajaran serta digaji. Sementara di PNF
tidak punya gedung. Ruang belajar ada kalanya di balai desa, di rumah penduduk
atau di tempat-tempat tertentu. Murid dicari oleh pamong belajar atau tutor,
kurikulumnya atas kesepakan bersama. Demikian juga waktu proses belajar
membelajarkan. Materi dibuat sendiri oleh pamong belajar. Tidak seluruh materi
belajar ada di pasaran. Sementara yang paling menyedihkan khusus bagi tutor
honornya tidak sebanding dengan UMR. Kasihan bukan? Masih baik bagi pamong
belajar sudah mendapat gaji yang tetap.
Upaya
Peningkatan Kuantitas jangkauan
Dalam upaya
meningkatkan kuantitas jangkauan memang sudah dilakukan oleh pamong belajar
dari SKB Kuala Kapuas, seperti sejumlah perluasan cakupan mereka mendirikan
sejumlan PKBM sebagai salah satu upaya meningkatkan kuantitas dalam arti
jumlah. Karena perluasan jangkauan tersebut, sudah berdiri juga
kelompok belajar binaan pamong belajar. Diantaranya ada pula kelompok belajar
dalam bentuk kursus menjahit, di kawasan transmigrasi baik di kawasan sejuta
hektar maupun di tempat-tempat lainnya. Seluruhnya di luar kota Kuala Kapuas.
Upaya lain,
selain pendidikan keaksaraan fungsional, juga berbagai cabang pelatihan
keterampilan lain yang dikembangkan di perkotaan. Sehingga banyak SKB ini,
punya kegiatan. Hanya saja anggaran yang sangat terbatas, selalu mengganggu terhadap jalannya pelatihan yang
diperlukan masyarakat.
Pembahasan
Dari tujuan
yang ingin mengetahui tentang konsidi SKB di Kuala Kapuas dalam menjalankan
tugas dan fungsinya di masyarakat, sesuai dengan butir ke 9 pada pengelolaan
urusan tata usaha sanggar kegiatan belajar. Maka kegigihan pengelola yang dalam
hal ini, kepala SKB sudah proaktif dalam menjalankan tugasnya. Sebagai bukti
banyak hal dalam keberhasilan dengan kecuran dana dari pusat. Sayangnya
pemerintah daerah yang masih melihat SKB dengan sebelah mata.
Dalam tujuan
yang ingin mengetahui apakah pamong belajar dapat meningkatkan kuantitas
pendidikan non formal dalam wilayah cakupan sanggar kegiatan belajar (SKB)
seperti yang dikemukakan Poerwadarmintan (1986) yaitu:”...suatu proses, cara,
usaha dibidang pendidikan...”. Sedangkan Kuantitas, menurut Moeliono (1989)
adalah:”...memperhatikan banyaknya jumlah pendidikan tertentu...”. Banyaknya
jumlah tempat penyelenggaraan pendidikan non formal ini baru sebagian dari
pamong belajar yang mau menyiongsingkan langan bajunya untuk mereka menjalankan
tugasnya di sanggar kegiatan belajar. Karena mereka sadar bahwa tanpa melakukan
tugasnya dengan baik tentu kapan lagi untuk dapat berpartisipasi dalam
penuntasan wajib belajar (wajar) sementara sebelumnya, angka buta huruf di
kabupaten ini adalah yang tertinggi dari kabupaten lain di Kalimantan Tengah.
Selain hal-hal
di atas tujuan yang ingin mengetahui bagaimana latar belakang pendidikan Pamong
Belajar ternyata baru 40% dari mereka yang berlatar belakang Diploma/sarjana
PLS. Jika sekiranya 80% mereka berlatar belakang pendidikan mereka
Diploma/sarjana PLS, SKB di Kuala Kapuas lebih maju lagi. Karena mereka tidak
ragu lagi dalam menjalankan tugas kesehariannya.
KESIMPULAN DAN
SARAN
Kesimpulan
Dari berbagai
uraian di atas, maka penelitian ini menyimpulkan sebagai berikut:
1.Konsidi SKB di Kuala Kapuas dalam tugas dan fungsinya, sesuai pada urusan
tata usaha sanggar kegiatan belajar. Dan kegigihan kepala SKB sudah proaktif
dalam menjalankan tugasnya sangat baik. Hanya saja pemda setempat masih melihat
SKB dengan sebelah mata;
2.Pamong belajar dapat meningkatkan kuantitas pendidikan non formal dalam
wilayah cakupan sanggar kegiatan belajar (SKB) sebagai suatu proses, cara,
usaha dibidang pendidikan luar sekolah. Banyaknya jumlah tempat penyelenggaraan
pendidikan non formal dan Informal ini baru sebagian dari pamong belajar yang
mau untuk tujuan perluasan akses PNF.
3.Dari hasil penelitian ini, Pamong Belajar di SKB Kuala Kapuas ternyata
hanya 40% dari mereka yang berlatar belakang Diploma/sarjana PLS. Namun mereka
sangat gigih dalam upaya penuntasan wajar 9 tahun.
Saran –-saran
Dari hasil
penelitian di SKB kota air Kuala Kapuas, maka penulis menyampaikan saran-saran
sebagai berikut:
1.Perlu pendekatan yang lebih aktif terhadap upaya merebut dana APBD.
Karena kalau ketergantungan dengan proyek APBN masih memerlukan dana tambahan
untuk berbagai kegiatan di SKB.
2.Dalam upaya meningkatkan kualitas pamong belajar, sebaiknya dalam
pengkaderan tenaga pamong belajar dengan latar belakang pendidikan sarjana
pendidikan luar sekolah. Karena
mereka yang berlatar belakang non PLS ada kecanggungan dalam menjalankan
tugasnya.
3.Dalam menerima mutasi tenaga guru ke SKB, alangkah indahnya mereka juga
diperhatikan pada kemampuannya berhadapan dengan masyarakat tuna aksara, dan
harus memiliki keterampilan tertentu. Bukan mutasi tersebut karena jenuh
mengajar atau tidak menyenangi pekerjaannya. Untuk diketahui dalam jalur
pendidikan non formal, tidak sama dengan jalur pendidikan formal.
DAFTAR PUSTAKA
Diknas 1997. Surat Keputusan Menteri
Pendidikan Nasional nomor 23/0/1997. tentang tugas SKB, Jakarta.
Hapsari, Melati Indri, 2008. Pengembangan dan Peningkatan Kinerja Pamong
Belajar Sanggar Kegiatan Belajar, Jurnal Ilmiah Visi PTK-PNF, Vol. 3, no 2,
Jakarta.
Kementrian Pendidikan Nasional 2003. Undang-Undang Sistem Pendidikan
Nasional nomor 20, Jakarta.
Moeliono, Anton, 1989. Kamus Besar Bahasa Indonesia, Kementrian
Pendidikan Nasional, Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Jakarta.
Poerwadarminta, WJS, 1986. Kamus Umum Bahasa Indonesia, Balai
Pustaka, Jakarta.
Sadid, Agus, Khairuddin dan Juairiah, Siti, 2008. Pelaksanaan Pembinaan
Profesionalisme Pamong Belajar Dalam Peningkatan Kualitas Pembelajaran Kelompok
Belajar Kesetaraan, Jurnal Ilmiah Visi, Vol. 3, no 2 Kementrian Pendidikan
Nasional, Jakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar