Oleh:
H.M. Norsanie Darlan
Guru Besar S-1 dan S-2 PLS Universitas Palangka Raya
Makalah ini dipaparkan : Dalam Acara Rapat
Kerja Penguatan Managemen Lembaga Kursus
Pada BP2-PNFI Regional
IV Kalimantan, Tanggal 12-14 Maret 2012
di Atlantic Hotel Banjarmasin
Pendahuluan
Penulisan
buku tentang Peningkatan Mutu Administrasi Lembaga Kursus ini, bertujuan
sebagai upaya meningkatkan institusi lembaga kursus ini, yang nantinya akan
dapat berjalan yang lebih baik dari masa-masa sebelumnya.
Upaya
seperti ini memang semakin tahun, diharapkan semakin berkembang. Karena harapan pemerintah nantinya, pihak pengelola lembaga kursus punya kemandirian setelah
dalam mengelola administrasi lembaga kursusnya. Sehingga
mereka bila telah melengkapi berbagai persyarakat. Dan jika dilakukan evaluasi
secara sederhana setiap lembaga kursus dapat terpenuhi apa yang mereka cari
dari instasi terkait. Tentu suatu kemajuan yang diharapkan oleh lembaga terkait
terhadap lembaga kursus ini.
Dalam
buku kecil ini, akan diuraikan berbagai hal secara sederhana tentang peningkatan
muta adminstrasi lembaga kursus. Untuk lebih jelasnya secara sederhana satu
persatu diuraikan sebagai berikut:
Tujuan Penulisan
Adapun
tujuan penulisan buku ini adalah sebagai berkut:
1.Ingin
memenuhi permintaan pihak panitia penyelenggara dan memberikan salah satu nara
sumber dalam rapat kerja penguatan manajemen lembaga kursus;
2.Ingin
menyampaikan bagaimana upaya meningkatkan mutu administrai lembaga kursus
secara sesederhana mungkin;
3.Ingin
menguraikan beberapa konsep dalam pendirian dan perizinan lembaga kursus bagi
mereka yang masih belum menyelesaikannya.
Beberapa Pendapat Ahli
Arti Peningkatan
Berbicara apa sebenarnya peningkatan itu?,
menurut Adhyzal Kandar Y, (2010) peningkatan kinerja
adalah:”... salah satu motor penggerak peningkatan mutu pendidkan adalah tenaga pendidiknya. punya kemampuan dan
kompetensi...”.
Adapun
menurut: Syamrilaode (2011) adalah :“… Indikator
peningkatan mutu pendidikan
dapat dilihat pada setiap komponen pendidikan antara lain: mutu lulusan,
kualitas pengajar, serta hal-hal
lainnya...”. sedangkan kalau kita
perhatikan tentang faktor yang mempengaruhi peningkatan menurut: Sejathi, (2011) adalah:”...Proses belajar mengajar merupakan
inti dari proses pendidikan secara keseluruhan dengan tenaga pengajar sebagai
pemegang peran utamanya....”. sehingga penulis menyimpulkan bahwa peningkatan
tidak lain adanya perubahan yang lebih baik dari masa sebelumnya.
Arti Mutu
Menurut
Ebitsaja dan Amin Widjaja Tunggal, (2010) adalah:”... mutu (quality) yang keinginan pelanggan yang mungkin selama ini paling
kurang dikelola...”. Dalam kenyataan, isitlah menajemen mutu (quality
management) jarang dipergunakan sampai tahun 1980-an meainkan istilah dan
konsep pengendalian mutu dan kemudian kepastian mutu (quality assurance). Lebih
dari itu, sampai baru-baru ini terdapat kesadaran yang cukup bahwa obyek mutu
adalah pertama-tama, proses berikutnya.
Sedangkan manajemen mutu mempelajari
setiap area dari manajemen operasi dari perencanaan lini produk dan fasilitas
sampai penjadwalan dan memonitor hasil. Manajemen mutu merupakan bagan dari
semua fungsi usaha lain (pemasaran, sumber daya manusia, keuangan dan
lain-lain). Dalam kenyataannya, penyelidikan mutu adalah suatu penyebab umum
yang alamiah untuk mempersatukan fungsi-fungsi usaha.
Pengembangan dari suatu kerangka pengetahuan pada manajemen mutu cukup besa
karena usaha yang berkualitas
berkelanjutan dari pionir mutu itu sendiri.
Adapun yang disebut pelanggan di sini, tidak lain adalah mereka yang
mencermati kegiatan lembaga kursus terhadap mutu yang dihasilkan. Apakah hal
ini seperti: kursus yang diselenggarakan oleh PKBM, ataukah kursus yang
diselenggarakan lembaga kursus dan pelatihan. Baik yang diselenggarakan
pemerintah manupun swasta. Dengan demikian, mutu tentu sama dengan kualitas
pada kursus.
Administrasi
Dalam
pembahasan ini, konsep administrasi dipandang sama dengan konsep Manajemen.
Menurut Uhar Suharsaputra (2012) adalah:”...Pendidikan terdiri dari kata yaitu
pendidikan, secara sederhana pendidikan dapat diartikan sebagai manajemen yang
diterapkan dalam bidang pendidikan dengan spesifikasi dan ciri-ciri khas yang
berkaitan dengan pendidikan...”. Oleh karena itu pemahaman tentang pendidikan
menuntut pula pemahaman tentang manajemen secara umum.
Dipihak
lain Uhar Suharsaputra (2008) adalah:”... Pendidikan berbasis masyarakat
(communihy-based education) merupakan mekanisme yang memberikan peluang bagi
setiap orang untuk memperkaya ilmu pengetahuan dan teknologi melalui
pembelajaran seumur hidup...”. Sedangkan administrasi yang dimaksud disini
tidak lain adalah bagaimana administrasi yang dijalankan dalam penyelenggaraan
lembaga kursus.
Seorang
mantan Kepala LKBN Antara Palangka Raya dan Banjarmasin yang sedang
menyelesaikan S-3, di Universitas Pajajaran Bandung, dan ia melakukan
penelitian Disertasinya tentang Administrasi Pemerintahan Desa di Pedesaan Kalimantan Tengah. Dengan demikian
administrasi, menurut H.M.Yusuf (2012) adalah: ”...adaministrasi asal katanya
dari “administration” (Inggris) yang artinya kerjasama; sedangkan “adminsteir”
(Belanda) artinya tulis menulis, surat menyurat, tata usaha perkantoran...”.
Dengan demikian yang dimaksud admintrasi seperti pada judul di atas, adalah
tata laksana surat menyurat yang diselenggarakan oleh tata usaha perkantoran atau
lembaga kursus.
Lembaga Kursus
Lembaga
kursus adalah sebuah lembaga yang memberikan pelayanan pendidikan luar sekolah
atau pendidikan nonformal berupa kursus-kursus. Apakah kursus bahasa Inggiris,
komputer, pertukangan, perbengkelan, sablon, salon kecantikan, perhotelan, tata boga, mengemudi, dan
berbagai lembaga kursus lainnya.
Tata Kelola
Istilah lain serupa tapi taksama tentang Tata kelola menu Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas (bahasa Inggris: corporate governance) adalah:”...rangkaian proses, kebiasaan, kebijakan, aturan, dan institusi seperti lembaga kursus yang memengaruhi pengarahan, pengelolaan, serta pengontrolan suatu atau korporasi...”. Tata kelola perusahaan juga mencakup hubungan antara para pemangku kepentingan (stakeholder) yang terlibat serta tujuan pengelolaan usaha seperti lembaga pendidikan kursus. Pihak-pihak utama dalam tata kelola yang lebih jauh adalah pemegang saham, manajemen, dan dewan direksi. Pemangku kepentingan lainnya termasuk karyawan, pemasok, pelanggan, bank dan kreditor lain, regulator, lingkungan, serta masyarakat luas.
Tata kelola
perusahaan lembaga kursus adalah suatu subjek yang memiliki banyak aspek. Salah
satu topik utama dalam tata kelola adalah menyangkut masalah akuntabilitas dan tanggung jawab mandat, khususnya implementasi pedoman dan mekanisme
untuk memastikan perilaku yang baik dan melindungi kepentingan pemegang saham.
Fokus utama lain adalah efisiensi ekonomi yang menyatakan bahwa sistem tata
kelola perusahaan harus ditujukan untuk mengoptimalisasi hasil ekonomi, dengan
penekanan kuat pada kesejahteraan para pemegang saham. Ada pula sisi lain yang
merupakan subjek dari tata kelola perusahaan, seperti sudut pandang pemangku
kepentingan, yang menuntut perhatian dan akuntabilitas lebih terhadap
pihak-pihak lain selain pemegang saham, misalnya karyawan atau lingkungan.
Perhatian terhadap
praktik tata kelola perusahaan di perusahaan modern telah meningkat akhir-akhir
ini, terutama sejak keruntuhan perusahaan-perusahaan besar AS seperti Enron
Corporation dan Worldcom. Di Indonesia, perhatian pemerintah terhadap masalah ini diwujudkan dengan didirikannya
Komite Nasional Kebijakan Governance (KNKG) pada akhir tahun 2004. Dengan
demikian lembaga kursus harus pula memperhatikan perkembangan pembangunan
bangsa.
Tenaga
pendidikan menurut Nurhayati (2010) adalah:”...Pendidik harus memiliki kualifikasi
akademik dan kompetensi
sebagai agen pembelajaran, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan
untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional...”.
Kualifikasi akademik yang dimaksudkan di atas adalah tingkat pendidikan minimal yang harus
dipenuhi oleh seorang pendidik yang dibuktikan dengan ijazah dan/atau
sertifikat keahlian yang relevan sesuai ketentuan perundang-undangan yang
berlaku.
Adapun kompetensi
sebagai agen pembelajaran pada jenjang pendidikan dasar dan menengah serta pendidikan
anak usia dini meliputi:
Kompetensi pedagogik
dan andragogik;
Kompetensi kepribadian;
Kompetensi profesional; dan
Kompetensi sosial.
Kompetensi kepribadian;
Kompetensi profesional; dan
Kompetensi sosial.
Dalam
Lembaga Kursus
Bila kita memperhatikan
dalam penyelenggaraan lembaga kursus, memang memerlukan perhatian kepada
semua orang. Karena pendiri lembaga kursus tidak seluruhnya mengerti terhadap
apa dan bagaimana administrasi penyelenggaran lembaga kursus tersebut.
Sementara bila kita berbicara tentang adminitrasi seperti diuraikan terdahulu, H.M.Yusuf (2012) adalah:”...adaministrasi yang artinya kerjasama; sedangkan
“adminsteir” (Belanda) artinya tulis menulis, surat menyurat, tata usaha
perkantoran...”. Dalam penyelenggaraan dunia perkantoran yang sering dan ada
kalanya terabaikan. Karena dalam penyelenggaraan lembaga kursus, warga belajarnya
sangat banyak, tapi ditanya berapa pesertanya, berapa persen asal perkotaan dan
pedesaan. Mereka sulit memberikan penjelasan. Artinya data tertulis, yang
sebenarnya ini pekerjaan tata usaha, tapi belum teradministrasi dengan baik.
Demikian juga dalam pelaporan. Dari hasil evaluasi yang ada, lembaga kursus,
setiap penyampaian laporan masih 40-50% yang sering terlambat, dari batas waktu
pelaporan. Karena setiap kegiatan masih belum didata secara langsung oleh tata
usaha. Padahal jika dilakukan setiap kegiatan oleh tata usaha lembaga kursus, yang
mungkin dapat meringankan keperkaan tata usaha dalam pelaporan.
Lembaga kursus yang baik
adalah jika setiap kegiatan kursus menyusun laporannya, maka saat akhir tahun
pembuatan laporan tidak menyulitkan lagi. Karena setiap kursus dengan berapa
macam kursus yang diselenggarakan, dapat terurai dengan baik. Apa lagi jika
pihak dinas terkait sudah menyiapkan format laporan akhirnya.
Pendidikan
Nonformal Berbasis Masyarakat
Pendidikan berbasis
masyarakat (communihy-based education) merupakan mekanisme yang memberikan peluang bagi setiap orang untuk memperkaya ilmu pengetahuan
dan teknologi melalui pembelajaran seumur hidup. Kemunculan paradigma
pendidikan berbasis masyarakat dipicu oleh arus besar modernisasi yang
menghendaki terciptanya demokratisasi dalam segala dimensi kehidupan manusia,
termasuk di bidang pendidikan. Mau tak mau pendidikan harus dikelola secara
desentralisasi dengan memberikan tempat seluas-luasnya bagi partisipasi
masyarakat.
Sebagai implikasinya,
pendidikan menjadi usaha kolaboratif yang melibatkan partisipasi masyarakat di
dalamnva. Partisipasi pada konteks ini berupa kerja sama antara warga
masyarakat dengan pemerintah dalam merencanakan, melaksanakan, menjaga dan
mengembangkan aktivitas pendidikaan seperti terjadinya dalam pelaksanaan di
lembaga kursus. Sebagai sebuah kerja sama, maka masvarakat diasumsi mempunyai
aspirasi yang harus diakomodasi dalam perencanaan dan pelaksanaan suatu program
pendidikan.
1.Konsep Pendidikan Berbasis Masyarakat
Pendidikan
berbasis masyarakat merupakan perwujudan demokratisasi pendidikan melalui
perluasan pelayanan pendidikan untuk kepentingan masyarakat. Pendidikan
berbasis masyarakat menjadi sebuah gerakan penyadaran masyarakat untuk terus
belajar sepanjang hayat dalam mengsi tantangan kehidupan yang berubah-ubah.
Secara konseptual,
pendidikan berbasis masyarakat menurut Uhar Suharsaputra (2008) adalah:”...
model penyelenggaraan pendidikan yang bertumpu pada prinsip dari masyarakat,
oleh masyarakat dan untuk masyarakat...”. Pendidikan dari masyarakat artinya
pendidik memberikan jawaban atas kebutuhan masyarakat. pendidikan oleh
masyarakat artinya masyarakat ditempatkan sebagai subyek/pelaku pendidikan,
bukan objek pendidikan. Pada konteks ini, masyarakat dituntut peran dan
partisipasi aktifnya dalam setiap program pendidikan. Adapun pengertian
pendidikan untuk masyarakat artinya masyarakat diikutsertakan dalam semua
program yang dirancang untuk menjawab kebutullan mereka. Secara singkat
dikatakan, masyarakat perlu diberdayakan, diberi peluang dan kebebasan untuk mendesain,
merencanakan, membiayai, mengelola dan menilai sendiri apa yang diperlukan
secara spesifik di dalam, untuk dan oleh masyarakat sendiri.
Di
dalam Undang-undang Pendidikan Nasional nomor 20/2003 pasal 1 ayat 16, arti
dari pendidikan berbasis masyarakat adalah:”...penyelenggaraan pendidikan
berdasarkan kekhasan agama, sosial, budaya, aspirasi, dan potensi masyarakat
sebagai perwujudan pendidikan dari, oleh, dan untuk masyarakat...”. Dengan
demikian nampak bahwa pendidikan berbasis masyarakat pada dasarnya merupakan
suatu pendidikan yang memberikan kemandirian dan kebebasan pada masyarakat
untuk menentukan bidang pendidikan yang sesuai dengan keinginan masyarakat itu
sendiri.
Sementara itu di lingkungan akademik para
akhli juga memberikan batasan pendidikan berbasis masyarakat. Menurut Michael W.
Galbraith, dalam Norsanie Darlan (2012)adalah:”… community-based education
could be defined as an educational process by which individuals (in this case
adults) become more corrtpetent in their skills, attitudes, and concepts in an
effort to live in and gain more control over local aspects of their communities
through democratic participation. …”. Artinya, pendidikan berbasis masvarakat
dapat diartikan sebagai proses pendidikan di mana individu-individu atau orang
dewasa menjadi lebih berkompeten dalam ketrampilan, sikap, dan konsep mereka
dalam upaya untuk hidup dan mengontrol aspek-aspek lokal dari masyarakatnya
melalui partisipasi demokratis. Pendapat lebih luas tentang pendidikan berbasis
masyarakat dikemukakan oleh Mark K. Smith sebagai berikut: … as a process designed to enrich the lives
of individuals and groups by engaging with people living within a geographical
area, or sharing a common interest, to develop voluntar-ily a range of
learning, action, and reflection opportunities, determined by their personal,
social, econornic and political need….”.
Artinya adalah bahwa pendidikan berbasis
masyarakat adalah sebuah proses yang didesain untuk memperkaya kehidupan
individual dan kelompok dengan mengikutsertakan orang-orang dalam wilayah
geografi, atau berbagi mengenai kepentingan umum, untuk mengembangkan dengan
sukarela tempat pembelajaran, tindakan, dan kesempatan refleksi yang ditentukan
oleh pribadi, sosial, ekonomi, dan kebutuhan politik mereka.
Dalam UU sisdiknas no 20/2003 pasal 55 tentang
Pendidikan Berbasis Masyarakat disebutkan sebagai berikut:
1.Masyarakat berhak menyelenggarakan pendidikan
berbasis masyarakat pada pendidikan formal dan nonformal sesuai dengan kekhasan
agama, lingkungan sosial, dan budaya untuk kepentingan masyarakat.
2.Penyelenggara pendidikan berbasis masyarakat
mengembangkan dan melaksanakan kurikulum dan evaluasi pendidikan, serta
manajemen dan pendanannya sesuai dengan standar nasional pendidikan.
3.Dana penyelenggaraan pendidikan berbasis
masyarakat dapat bersumber dari penyelenggara, masyarakat, Pemerintah,
pemerintah daerah dan/atau sumber lain yang tidak bertentangan dengan peraturan
perundang-undangan-yang berlaku.
4.Lembaga pendidikan berbasis masyarakat dapat
memperoleh bantuan teknis, subsidi dana, dan sumber daya lain secara adil dan
merata dari Pemerintah dan/atau pemerintah daerah.
5.Ketentuan mengenai peran serta masyarakat
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) diatur
lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.
Dari kutipan di atas nampak bahwa pendidikan
berbasis masyarakat dapat diselenggarakan dalam jalur formal maupun nonformal,
serta dasar dari pendidikan berbasis masyarakat adalah kebutuhan dan kondisi
masyarakat, serta masyarakat diberi kewenangan yang luas untuk mengelolanya.
Oleh karena itu dalam menyelenggarakannya perlu memperhatikan tujuan yang
sesuai dengan kepentingan masyarakat setempat.
Untuk itu Tujuan dari pendidikan nonformal
berbasis masyarakat dapat mengarah pada isu-isu masyarakat yang khusus seperti
pelatihan karir, perhatian terhadap lingkungan, budaya dan sejarah etnis,
kebijakan pemerintah, pendidikan politik dan kewarganegaraan, pendidikan
keagamaan, pendidikan bertani, penanganan masalah kesehatan serti korban
narkotika, HIV/Aids dan sejenisnya. Sementara itu lembaga yang memberikan
pendidikan kemasyarakat bisa dari kalangan bisnis dan industri, lembaga-lembaga
berbasis masyarakat, perhimpunan petani, organisi kesehatan, organisasi
pelayanan kemanusiaan, organisi buruh, perpustakaan, museum, organisasi
persaudaraan sosial, lembaga-lembaga keagamaan dan lain-lain .
2. Pendidikan Nonformal
Berbasis Masyarakat
Model pendidikan berbasis masyarakat untuk
konteks Indonesia kini semakin diakui keberadaannya pasca pemberlakuan UU No.
20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Keberadaan lembaga ini diatur
pada 26 ayat 1 s/d 7. jalur yang
digunakan bisa formal dan atau nonformal.
Dalam hubungan ini, pendidikan nonformal
berbasis masyarakat adalah pendidikan nonformal yang diselenggarakan oleh warga
masyarakat yang memerlukan layanan pendidikan dan berfungsi sebagai pengganti,
penambah dan/pelengkap pendidikan formal dalam rangka mendukung pendidikan
sepanjang hayat. Pendidikan nonformal berfungsi mengembangkan potensi peserta
didik dengan penekanan pengetahuan dan keterampilan fungsional serta
pengembangan sikap dan kepribadian fungsional. Pendidikan nonformal meliputi
pendidikan kecakapan hidup, pendidikan anak usia dini, pendidikan kepemudaan,
pendidikan pemberdayaan perempuan, pendidikan keaksaraan, pendidikan
keterampilan dan pelatihan kerja, pendidikan kesetaraan serta pendidikan lain
yang ditujukan untuk mengembangkan kemampuan peserta didik. Satuan pendidikan
nonformal terdiri atas lembaga kursus, lembaga pelatihan, kelompok belajar,
pusat kegiatan masyarakat, majelis taklirn serta satuan pendidikan yang
sejenis.
Dengan demikian, nampak bahwa pendidikan
nonformal pada dasarnya lebih cenderung mengarah pada pendidikan berbasis
masyarakat yang merupakan sebuah proses dan program, yang secara esensial,
berkembangnya pendidikan nonformal berbasis masyarakat akan sejalan dengan
munculnya kesadaran tentang bagaimana hubungan-hubungan sosial bisa membantu
pengembangan interaksi sosial yang membangkitkan terhadap pembelajaran
berkaitan dengan masalah yang dihadapi masyarakat dalam kehidupan sosial,
politik, lingkungan, ekonomi dan faktor-faktor lain. Sementara pendidikan
berbasis masyarakat sebagai program harus berlandaskan pada keyakinan dasar
bahwa partisipasi aktif dari warga masyarakat adalah hal yang pokok. Untuk
memenuhinya, maka partisipasi warga harus didasari kebebasan tanpa tekanan
dalam kemampuan berpartisipasi dan keingin berpartisipasi. Seperti
menyelenggarakan pendidikan luar sekolah berupa lembaga kursus, dengan berbagai
macam yang diselenggarakan.
3.
Pinsip-prinsip Pendidikan Berbasis Masyarakat
Menurut Michael W. Galbraith pendidikan berbasis
masyarakat memiliki prinsip-prinsip sebagai berikut:
• Self
determination (menentukan sendiri). Semua anggota masyarakat memiliki hak dan
tanggung jawab untuk terlibat dalam menentukan kebutuhan masyarakat dan
mengidentifikasi sumber-sumber masyarakat yang bisa digunakan untuk merumuskan
kebutuhan tersebut.
• Self help (menolong diri sendiri) Anggota
masyarakat dilayani dengan baik ketika kemampuan mereka untuk menolong diri
mereka sendiri telah didorong dan dikembangkaii. Mereka menjadi bagian dari solusi
dan membangun kemandirian lebih baik bukan tergantung karena mereka beranggapan
bahwa tanggung jawab adalah untuk kesejahteraan mereka sendiri.
• Leadership development (pengembangan
kepemimpinan) Para pemimpin lokal harus dilatih dalam berbagai ketrampilan
untuk memecahkan masalah, membuat keputusan, dan proses kelompok sebagai cara
untuk menolong diri mereka sendiri secara terus-menerus dan sebagai upaya
mengembangkan masyarakat.
• Localization (lokalisasi). Potensi terbesar
unik tingkat partisipasi masyarakat tinggi terjadi ketika masyarakat diberi
kesempatan dalam pelayanan, program dan kesempatan terlibat dekat dengan
kehidupan tempat masyarakat hidup.
• Integrated delivery of service (keterpaduan
pemberian pelayanan) Adanya hubungan antaragensi di antara masyarakat dan
agen-agen yang menjalankan pelayanan publik dalam memenuhi tujuan dan pelayanan
publik yang lebih baik.
• Reduce duplication of service. Pelayanan
Masyarakat seharusnya memanfaatkan secara penuh sumber-sumber fisik, keuangan
dan sumber dava manusia dalam lokalitas mereka dan mengoordinir usaha mereka
tanpa duplikasi pelayanan.
• Accept diversity (menerima perbedaan)
Menghindari pemisahan masyarakat berdasarkan usia, pendapatan, kelas sosial,
jenis kelamin, ras, etnis, agama atau keadaan yang menghalangi pengembangan
masyarakat secara menyeluruh. Ini berarti pelibatan warga masyarakat perlu
dilakukan seluas mungkin dan mereka dosorong/dituntut untuk aktif dalam
pengembangan, perencanaan dan pelaksanaan program pelayanan dan aktifitas-aktifitas
kemasyarakatan.
• Institutional responsiveness (tanggung jawab
kelembagaan) Pelayanan terhadap kebutuhan masyarakat yang berubah secara
terus-menerus adalah sebuah kewajiban dari lembaga publik sejak mereka
terbentuk untuk melayani masyarakat. Lembaga harus dapat dengan cepat merespon
berbagai perubahan yang terjadi dalam masyarakat agar manfaat lembaga akan
terus dapat dirasakan.
• Lifelong learning (pembelajaran seumur hidup)
Kesempatan pembelajaran formal dan informal harus tersedia bagi anggota masyarakat
untuk semua umur dalam berbagai jenis latar belakang masyarakat.
Dasar Hukum Penerbitan
Nomor Induk Lembaga Kursus
Jika kita memperhatikan apa dan
bagaimana lembaga kursus, di negeri kita punya dasar yang kuat yaitu:
1. UU No 20 th
2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pasal 26 ayat (4) satuan pendidikan
nonformal terdiri atas lembaga kursus, lembaga pelatihan kelompok belajar,
pusat kegiatan belajar masyarakat, dan majelis taklim serta satuan pendidikan
yang sejenis, ayat (5) Kursus dan Pelatihan diselenggarakan bagi masyarakat
yang memerlukan bekal pengetahuan, keterampilan, kecakapan hidup, dan sikap
untuk mengembangkan diri, mengembangkan profesi, bekerja, usaha mandiri,
dan/atau melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi.
2. UU No 20 th
2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pasal 62 ayat (1) setiap satuan
pendidikan formal dan nonformal yang didirikan wajib memperoleh izin pemerintah
atau pemerintah daerah .
Lembaga kursus ini,
secara konkret sudah ada datanya di direktorat lembaga kursus di Direktoran
Pembinaan Kursus dan Pelatihan pada kantor Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan RI.
Kursus dan Pelatihan
Dhanang Respati Puguh (2009) adalah:”... Peningkatan Komperensi dan Profesionalisme...” para tutor dan instruktur kursus dan pelatihan....”. Keikutsertaan dalam kursus dan pelatihan tentang kependidikan merupakan cara kedua yang dapat ditempuh untuk meningkatkan kompetensi dan profesionalismenya. Walaupun tugas utama seorang sepeti: tutor, instruktur adalah mengajar, namun tidak ada salahnya dalam rangka peningkatan kompetensi dan profesionalismenya juga perlu dilengkapi dengan kemampuan meneliti dan menulis artikel/ buku. Oleh karena itu, tutor, instruktur sejarah perlu juga mengikuti kursus atau pelatihan tentang Teori dan Metodologi penelitian lokal, dan penulisan artikel ilmiah. Dengan meningkuti pelatihan-pelatihan semacam: tutor, instruktur dapat mengetahui dan mempraktikkannya dalam bentuk laporan dan artikel yang dapat dimanfaatkan untuk berbagai kepentingan, baik ilmiah maupun administratif yang berkaitan dengan profesinya sebagai tutor, instruktur. Karena tanpa peranan dari para tutor dan instruktur yang baik dalam sebuah kursus dan pelatihan tidak akan terbentuk hasil yang optimal.
Pelatihan Tingkatkan Kompetensi Lembaga Kursus
Komitmen Kementrian Pendidikan Nasional untuk
meningkatkan mutu lembaga kursus di seluruh Indonesia terus bergulir, melalui
Pelatihan Manajemen Kursus yang diselenggarakan oleh Dinas Pendidikan Propensi
Kalimantan Timur yang diselenggarakan 5 hari, diikuti utusan-utusan
lembaga kursus seluruh Kabupaten/kota yang ada di Kalimantan Timur. Dihadiri
sekitar 40 lembaga kursus di Kalimantan Timur, pelatihan yang diselenggarakan di
Hotel Simpatik Balikpapan ini di selenggarkan mulai tanggal 8 s/d 12 Oktober
2010.
Sedangkan lembaga kursus yang hadir antara
lain, lembaga kursus computer, bahasa Inggris, tatarias pengantin, salon, dan
mengemudi, computer, dll. Menurut panitia penyelenggara Dra. Eda
Rusdiani, dengan diselenggarakanya Pelatihan Manajemen Kursus ini diharapkan
lembaga-lembaga kursus yang ada di Kaltim lebih mampu bersaing dengan
lembaga-lembaga kursus dari luar daerah yang saat ini semakin menjamur di
Kaltim dengan program waralabanya. Menurut Rusdiani (2010)adalah:”…Karena saat
ini iklim persaingan semakin tinggi antar jasa kursus, maka kami ingin
lembaga-lembaga kursus di Kaltim juga mampu bersaing dengan lembaga kursus yang
ada di pulau jawa yang saat ini sudah masuk ke daerah-daerah dengan dengan cara
waralaba…”.
Sehingga dalam sesi awal pelatihan disampaikan
menurut pemateri: M. Zein (2011) adalah:”…menguraikan seputar bagaimana lembaga
kursus mengembangkan manajemen lembaga …“. Untuk lebih jelasnya ke 3 hal di atas
seperti kursus mereka dan ada tiga pilar yang mendasari kokohnya sebuah
manajemen kursus yait dalam :diuraikan sebagai berikut:
1) Manajemen yang selalu terus belajar seumur
hidupnya (Long Life Education)
maksudnya lembaga yang tak mampu belajar dan melakukan inovasi dalam pelayanan
jasanya pastinya akan kalah dalam persaingan;
2) Manajemen yang bekerja seumur hidup (Long Life Occupation) maksudnya
pendidikan merupakan kebutuhan orang selamanya dan merupakan bisnis lembaga
kursus yang tidak akan pernah mati selama masih adanya manusia, tandanya dengan
manajemen yang selalu menyatakan bahwa akan selalu hidup selamanya akan menjadi
motivasi terbesar bagi pengelola lembaga kursus tersebut;
3) Manajemen yang dilakukan dengan Cinta (Long Life In Love) manajemen yang
dikelola dengan rasa cinta akan terasa ringan dan menyenangkan dan selain itu
akan membuat si pengguna jasa akan merasakan efek empatik sebuah manajemen
tersebut. Sehingga para tutor dan instruktur merasa
nyaman dalam menjalankan tugasnya di lembaga kursus.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar