Oleh :
H.M.Norsanie Darlan
Pendahuluan
Buku tentang kiprah pamong belajar dalam
menjalankan tupoksinya pada Pendidikan Luar Sekolah ini, mengurai berbagai hal
yang berkenaan dengan masalah pamong belajar baik di Kalimantan Tengah maupun
di tanah air. Walau dalam segala keterbatasan yang ada. Dari hasil yang
diperoleh, ada anggapan bahwa pamong belajar terlihat lebih santai dibanding
tenaga guru. Padahal sama-sama tugas mengajar. Namun jika kita cermati ada beda
yang sangat bermakna terhadap sasaran didiknya. Untuk guru di sekolah formal,
mereka menerapkan teori-beori yang berkenaan dengan paedagogik. Sebaliknya para
pamong belajar sulit kalau menerapkan teori itu, karena mereka adalah orang
dewasa, tentu lebih mengutamakan teori andragogik. Atau dalam materi kuliah di
PLS pendidikan orang dewasa (POD).
Pamong belajar di BP2NFI sangat terkait dengan
tugas lebih dibanding mereka yang juga pamong belajar, tapi di sanggar kegiatan
belajar (SKB). Karena pamong belajar di provinsi dan regional, harus berada
setingkat lebih tinggi, karena harus ada upaya-upaya pengembangan bahan
belajar. Pengembagan bahan belajar yang harusnya diterapkan, tentu melakukan
berbagai eksperimen. Hasil eksperimen itu dapat dikembangkan di BP2PNFI
dan di SKB.
Dalam tulisan ini, akan diuraikan seperti: Arti
Kiprah, Arti Pamong Belajar, Jabatan Fungsional, Tugas Pamong Belajar, Tugas dan
Fungsi, Melirik Tugas Pokok, Mutu Pamong Belajar, Jabatan,
Kedudukan, dan Tugas Pokok, Formasi Pamong Belajar, Sejarah Pendidikan
Nonformal di Indonesia, Awalnya Pendidikan Nonformal, Ciri PNF atau PLS, Pendidikan Non Formal, 2 macam
Pendidikan nonformal atau PLS, Memperhatikan Peraturan Pemerintah, Implementasi
Pendidikan Nonformal, Sasaran Awal PNF atau PLS, Realita Pendidikan Norformal
atau PLS, Angka Kredit Pamong Belajar, Jabatan Fungsional Pamong Belajar, Mengembangkan
Materi Belajar, Keluhan seorang Pamong, PLS Ditinggalkan. Untuk lebih jelaskan
hal-hal di atas, penulis uraikan secara sederhana sebagai berikut:
Arti Kiprah
Mengenali
terhadap arti dari kiprah PLS sebenarnya “kiprah” menurut Norsanie Darlan
(2010) adalah: “...suatu perbuatan baik secara perseorangan ataukah sekelompok
orang dalam melakukan sebuah gerakan khususnya berupa pendidikan luar sekolah,
baik dalam cara spontan dengan proses yang cepat maupun secara perlahan...”. Namun kiprah
dalam proses pendidikan luar sekolah ini, suatu kegiatan yang secara sadar
berencana baik akan, sedang maupun telah dilakukan dalam proses pendidikan luar
sekolah.
Arti Pamong Belajar
Arti pamong
menurut Moeliono (1989; 640) adalah:”...ia sebagai pengasuh. Pamong juga
sebagai pendidik (guru)...”. Pamong belajar menurut Norsanie Darlan (2008),
Sadid, dkk (2008; 120), dan Filed,Under, (2010) adalah:”...tugas dan fungsinya
melaksanakan kegiatan pembelajaran, pembinaan, bimbingan, pemantauan dan
penilaian dalam rangka perbikan mutu...”. Dengan demikian pamong belajar
merupakan guru nonformal (tutor) bila di
PKBM, yang bertugas pada bidang pendidikan non formal atau istilah lama
pendidikan luar sekolah. Pamong belajar tempat ia menjalankan tugasnya pada
lembaga penyelenggaran pendidikan non formal seperti pada: SKB, BPPNFI baik
ditingkat Provinsi mapun di tingkat regional.
Arti Tupoksi
Memang ada yang mempertanyakan kepada penulis, apa
itu tupoksi dalam judul buku ini. Penulis dalam mengartikan ”tupoksi”
sebenarnya adalah: kepanjangan dari ”tugas
pokok” dari pamong belajar, yang tentu saja mereka bekerja sehari-hari
dalam kegiatan pada tugas-tugas kepamongan-nya.
Jabatan Fungsional
Jika kita memperhatikan terhadap apa jabatan
Fungsional Pamong Belajar dalam Peraturan Menpan RI (2010), ia termasuk dalam
rumpun pendidikan lainnya. Maka secara jelas terurai dalam Pasal 3 ayat (1)
disebutkan pamong Belajar berkedudukan sebagai pelaksana teknis fungsional di
bidang belajar mengajar, pengkajian
program, pengembangan model PNFI dan; (2) Pamong Belajar sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) merupakan jabatan karier yang hanya dapat diduduki oleh seseorang
yang telah berstatus sebagai Pegawai Negeri Sipil.
Tugas Pamong Belajar
Memperhatikan
terhadap kegiatan pamong belajar di SKB menurut: Hapsari, (2008; 177)
adalah:”...dituntut untuk bisa menyelenggarakan program Pendidikan Non Formal secara kualitas secara
panutan bagi lembaga penyelenggara pendidikan non formal dan informal...”. Walau untuk diketahui bersama bahwa pamong
belajar ada juga yang bertugas di BPKB atau BPPNFI di tingkat provinsi
maupun tingkat regional. Pamong Belajar
di SKB pada umumnya lebih mengedepankan
tugas pokok dan fungsi lembaganya. Disisi lain menurut Moeliono, (1989; 964)
adalah:”...sesuatu kewajiban yang harus dikerjakan...”. Apalagi pamong belajar
sebagai pegawai negeri sipil yang menjalankan tugas pokoknya sebagai tenaga
fungsional di SKB tentu saja ia harus menjalankan apa yang menjadi tugas dan
tanggung jawabnya sebagai pamong belajar.
Tugas dan Fungsi
Bila
memperhatikan terhadap SK mendiknas RI nomor 23/0/1997 bahwa tugas lembaga
penyelenggaran pendidikan non formal SKB ini,
sebagai lembaga penyelenggara PLS atau PNFI ini, adalah melakukan pembuatan percontohan dan
pengendalian mutu program pendidikan non formal dan Informal. Sedangkan fungsi
SKB ada 9 fungsi yang harus kita perhatikan adalah: (1) pembangkitan dan
penumbuhan kemauan belajar masyarakat dalam rangka terciptanya masyarakat gemar
belajar; (2) pemberian motivasi dan pembinaan masyarakat agar mau dan mampu
menjadi pendidik dalam melakukan azas saling membelajarkan; (3) pemberian
pelayanan informal kegiatan pendidikan non formal dan informal; (4) pembuatan
percontohan berbagai program dan pengendalian mutu pelaksanaan program
pendidikan non formal dan informal; (5) penyusunan dan pengadaan muatan lokal;
(6) penyediaan sarana dan fasilitas belajar belajar; (7) pengintegrasian dan
pengsingkronisasian kegiatan sektoral dalam bidang pendidikan non formal dan
informal; (8) pelaksanaan pendidikan dan pelatihan tenaga pelaksana pendidikan
non formal dan informal; dan (9) pengelolaan urusan tata usaha sanggar.
Melirik Tugas Pokok
Bila memperhatikan terhadap tugas pokok pamong
belajar, maka tidak akan lepas pada pasal 4 butir 1 dan 2 sebagai berikut:
(1) Tugas
pokok Pamong Belajar adalah melaksanakan kegiatan belajar mengajar, mengkaji
program, dan mengembangkan model di
bidang PNFI/PLS.
(2) Beban kerja Pamong Belajar untuk melaksanakan
kegiatan belajar mengajar, mengkaji program, dan mengembangkan model di bidang
PNFI sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit 24 (dua puluh empat) jam
dalam 1 (satu) minggu.
Mutu Pamong Belajar
Dalam upaya peningkatan mutu tenaga pamong
belajar, secara jelas tertuang dalam Peraturan Menpan nomor 15 tahun 2010 pasal
14. Pengembangan model adalah upaya
penemuan sesuatu yang baru (adaptif dan inovatif) menurut kaidah dan metode
ilmiah tertentu sehingga melahirkan formulasi yang dikehendaki.
Pada pasal 15 Pengembangan profesi adalah kegiatan
pamong belajar dalam rangka pengamalan ilmu pengetahuan, teknologi, dan
keterampilan untuk peningkatan mutu pendidikan pada umumnya dan mutu
pembelajaran /pelatihan/ pembimbingan pada khususnya serta pengembangan
profesionalitas pamong belajar.
Pasal 16 Angka kredit adalah satuan nilai dari
tiap butir kegiatan dan/atau akumulasinilai butir-butir kegiatan yang harus
dicapai oleh Pamong Belajar dalam rangka pembinaan karier kepangkatan dan
jabatannya.
Pasal 17 Tim Penilai Angka Kredit adalah tim
penilai yang dibentuk dan ditetapkan oleh pejabat yang berwenang dan bertugas
menilai prestasi kerja Pamong Belajar.
Selain hal-hal di atas, juga tugas pamong belajar
seperti: Pengkajian program di BP2PNFI
adalah proses kegiatan pengumpulan dan penelaahan data yang berkaitan dengan
pelaksanaan program PNFI yang dilakukan secara berencana dan sistematis dengan
mengunakan alat dan metode ilmiah tertentu untuk menilai tingkat keberhasilan
atau pencapaian tujuan program.
Jabatan, Kedudukan, dan Tugas Pokok
Untuk mengkaji terhadap jabatan pamong belajar
terurai dalam pasal 2, Jabatan Fungsional Pamong Belajar termasuk dalam rumpun
pendidikan lainnya. Kemudian dalam pasal 3 yaitu:
(1) Pamong
Belajar berkedudukan sebagai pelaksana teknis fungsional di bidang belajar mengajar, pengkajian program, pengembangan model PNFI.
(2) Pamong
Belajar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan jabatan karier yang hanya
dapat diduduki oleh seseorang yang telah berstatus sebagai Pegawai Negeri
Sipil.
Formasi Pamong Belajar
Dalam formasil
pamong belajar secara jelas terurai dalam Pasal 26 dengan rincian sebagai
berikut: (2) Formasi jabatan Pamong
Belajar sebagaimana dimaksud ayat (1) diatur sebagai berikut:
a. Formasi
jabatan Pamong Belajar pada UPTD/SKB atau sebutan lain yang
sejenis paling banyak 35 orang;
b. Formasi
jabatan Pamong Belajar pada UPTD/BPKB atau sebutan lain
yang sejenis paling banyak 50 orang;
c. Formasi
jabatan Pamong Belajar pada UPT/BPPNFI paling banyak 70 org;
d. Formasi
jabatan Pamong Belajar pada UPT/P2PNFI paling banyak 100 org.
Sejarah Pendidikan Nonformal di Indonesia
Melirik
sejarah pendidikan bahwa pendidikan nonformal ini lebih muda dari pendidikan
informal, tapi lebih tua dari pendidikan formal. dizaman penjajahan Belanda, pendidikan
nonformal ini, dilakukan karena pihak pemerintah Belanda membutuhkan tenaga
kerja untuk pembangunan gedung perkantoran, rumah-rumah pejabat Belanda dan
pembangunan gereja. Mulai saat itulah kursus-kursus pertukangan dilaksanakan
oleh pemerintah Belanda kepada masyarakat pribumi. Dan saat itu pula, lahirnya
pendidikan nonformal di tanah air.
Kursus
Pertukangan
Dipihak lain
pendidikan nonformal juga muncul juga di pesantren-pesantren, yang lebih
tua/lebih dahulu dari kursus pertukangan di atas. Karena para santri belajar
membaca dan menulis baik huruf arab
maupun latin.
Awalnya Pendidikan Nonformal
Pendidikan
nonformal yang kongkretnya, diawali sejak pemerintah penjajah Belanda
berkeinginan melakukan sesuatu pembangunan. Maka para pemuda terampil mereka di
daftar untuk mengikuti kursus tertentu ke tempat yang ditentukan. Misal pihak
pemerintah Belanda berkeinginan mendirikan Gedung Pemerintahan di kota-kota
besar di Indonesia. Maka mereka kursus para pemuda dalam dunia pertukangan
dalam kurun waktu tertentu. Tapi kalau kursus baca tulis lebih dahulu di adakan
oleh persantren. Setelah anggaran dari negeri Belanda datang, maka tenaga kerja
yang telah selesai dilatih tersebut mengerjakan Bangunan Gedung Kantor
Pemerintah Belanda. Sehingga bila kita masih ingat di awal tahun 60-an masih
berdiri gedung-gedung pemerintah Belanda baik di Provinsi maupun Kabupaten,
bahkan sampai tahun-tahun pertengan 70-an. Hanya saja typenya yang berbeda.
Makin besar jumlah penduduk maka makin besar pula gedung yang didirikan.
Contoh lain
yang masih sebagian ada menjadi munomen seperti: Gereja, di Jakarta, Yogyakarta,
Surabaya, Makassar dan kota-kota lainnya. Bentuknya hampir sama, Cuma besarnya
yang berbeda.
Bekerja mencari
sesuap nasi
Dengan
terampilan pertukangan seadanya
Dalam masa
kemerdekaan sekarang ini, penulis mencoba memberikan contoh masa orde baru. Yakni
Masjid dari: Yayasan Amal Bakti Muslim Indonesia. Hampir di semua kota
Kabupaten ada, tinggal typenya yang berbeda. Penulis saat menulis edisi ini,
dalam masa reformasi belum melihat secara jelas apa peninggalan untuk masa depan
kita di negeri tercinta ini. Walau dalam masa reformasi banyak protes karena
kebebasan yang sudah memuncak, belum banyak hasil-hasil yang diprotes menemukan
titik yang dinantikan oleh banyak orang. PLS bicara dalam hal Fasilitas
belajar, tenaga pengajar (tutor), Warga Belajar (WB) masih belum selengkap
mereka yang berada dalam pendidikan formal.
Sedangkan yang memonitor segala
kegiatan berdasarkan walayah kerjanya adalah: penilik (pengawas pada pendidikan
formal).
Ciri PNF atau PLS
Banyak pendapat
yang beragam tentang ciri pendidikan nonformal atau PLS penulis menetapkan yang
paling sederhana, ada 4 macam ciri yang mudah dipahami, masing-masing:
(1) waktunya
pendek;
(2)
jenis pendidikannya beragam;
(3)
usia pesertanya tidak harus sama;
(4) waktunya
penyesuaikan.
Proses
Belajar PLS
Pendidikan
NonFormal
Sebetulnya
Jalur pendidikan di luar pendidikan formal yang dapat dilaksanakan secara
terstruktur dan berjenjang. Pendidikan nonformal berdasarkan Undang-Undang
Sistem Pendidikan Nasional nomor: 20 tahun 2003 disebutkan secara jelas
diselenggarakan bagi warga masyarakat yang memerlukan layanan pendidikan yang
berfungsi sebagai pengganti, penambah, dan/atau pelengkap pendidikan formal
dalam rangka mendukung pendidikan sepanjang hayat.
Selain itu,
pendidikan nonformal berfungsi mengembangkan potensi peserta didik dengan
penekanan pada penguasaan pengetahuan dan keterampilan fungsional serta
pengembangan sikap dan kepribadian profesional. Dalam pendidikan nonformal ini,
peran pamong belajar sangat dinantikan. Bagi pamong yang kreativitasnya tinggi
dan dapat memanfaatkan hal itu, menjadi sumber belajar masyarakat.
Dalam
Peraturan MENPAN RI Nomor: 15 Tahun 2010 secara jelas tertuang dalam pasal 3. Pendidikan
adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses
pembelajaran/pelatihan /pembimbingan agar peserta didik secara aktif
mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan,
pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan
yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.
Sedangkan dalam pasal 4 Pendidikan nonformal (PNF)
adalah jalur pendidikan di luar pendidikan formal (PLS) yang dapat dilaksanakan
secara terstruktur dan berjenjang.
2 macam Pendidikan nonformal atau PLS
Berdasarkan
perkembangan zaman, ada 2 pendidikan nonformal yang harus dicermati. Ke 2 hal
tersebut adalah: (1) Pendidikan nonformal atau PLS yang formal ini, ada di
perguruan tinggi. Karena waktu pendidikannya antara 3,5 – 5 tahun dengan gelar
(S-1). Ada pula Program Magister (S-2) dan Doktor S-3); dan (2) Ada pula pendidikan nonformal
dan lembaga pelatihan serta kursus-kursus yang jangka waktunya, pendek dan non
gelar. Seperti dalam uraian di atas. Khusus untuk PLS formal mahasiswa dididik dalam
pendidikan secara formal, namun kacamatanya ke luar sekolah. Artinya mahasiswa
PLS. Dididik selama perkuliahan untuk
mahasiswa bisa dan punya keahlian dalam pendidikan luar sekolah. Walau
sesederhana mungkin.
Memperhatikan Peraturan Pemerintah
Dalam Peraturan Pemernitah (PP) yang dikeluarkan
Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Berokrasi No 15
Tahun 2010 Tentang Jabatan Fungsional Pamong Relajar dan Angka Kreditnya.
Secara jelas terurai pada:
Pasal 1 Jabatan Fungsional Pamong Belajar adalah
jabatan yang mempunyai ruang lingkup, tugas, tanggung jawab dan wewenang untuk
melakukan kegiatan belajar mengajar, pengkajian program, dan pengembangan model Pendidikan Nonformal
dan Informal (PNFI) pada Unit Pelaksana Teknis (UPT)/Unit Pelaksana Teknis
Daerah (UPTD) dan satuan PNFI sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang
diduduki oleh Pegawai Negeri Sipil.
Pasal 2 Pamong Belajar adalah pendidik dengan
tugas utama melakukan kegiatan belajar mengajar, pengkajian program, dan
pengembangan model Pendidikan Nonformal dan Informal (PNFI) pada Unit Pelaksana
Teknis (UPT)/Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) dan satuan PNFI.
Implementasi Pendidikan Nonformal
Bila
memperhatikan Implementasi
Pendidikan Nonformal sebenarnya pelaksanaannya jauh lebih rumit dari pendidikan
formal. Karena tutor (dalam pendidikan formal guru), harus mencari sendiri
warga belajarnya atau WB (dalam pendidikan formal murid) di nonformal, tempat
belajarnya karena tidak tersedia seperti di pendidikan formal “gedung sekolah”, maka di pendidikan nonformal harus
bisa memanfaatkan, seperti: balai desa, rumah penduduk atau di mana saja,
berdasarkan kesepakatan bersama antara tutor dengan wb. Masih bagus nasibnya
mereka masa sekarang. Dewasa ini ada pusat kegiatan belajar masyarakat (PKBM),
lembaga-lembaga kursus sudah banyak memiliki gedung / tempat belajarnya.
Demikian juga tentang waktu, harus berdasarkan kesepakatan. Apakah sore hari,
malam hari atau hari-hari yang ditentukan. Namun tujuannya materi belajar harus
tercapai.
Kemudian yang
tidak kalah pentingnya materi belajar yang diberikan, tidak mesti ada di toko
buku. Beda dengan guru di sekolah formal, buku materi belajar telah tersedia di
toko buku. Oleh sebab itu, tutor harus bisa merancang bangun dan rekayasa
materi belajar WB-nya. Keterampilan
ini, sangat dinantikan oleh seorang tutor.
Sasaran Awal PNF atau PLS
Sasaran awal
dari pendidikan nonformal atau PLS ini, semula hanya sekedar upaya kemanusiaan,
merasa masih banyak warga negara kita, yang belum tuntas wajib belajar mereka.
Bahkan di sana-sini ditemukan warga masyarakat yang buta huruf murni. Sehingga
warga negara kita yang sadar, terhadap nasib bangsanya bagaimana mereka yang
masih tuna aksara dan belum tertangani oleh pemerintah. Padahal dalam pembukaan
UUD’45 secara jelas tercantum upaya mencerdaskan kehidupan bangsa. Maka
dibentuklah kelompok belajar (kejar) apakah untuk pemberantasan buta
huruf (paket A) setingkat sekolah dasar. Agar mereka yang tuna aksara di
mana-mana itu, bisa belajar membaca, menulis dan berhitung (calistung) agar
tidak mudah diperdayakan orang. Masa lalu muncul buku yang dicetak pemerintah
berupa paket A-1 sampai dengan A-100
tempoe doeloe.
Setelah paket
A setara sekolah dasar berhasil tidak hanya sekedar warga belajar(wb-nya) sudah
dapat membaca menulis dan berhitung (calistung), maka pemerintah meningkatkan
pada Paket B setara SLTP, dan juga Paket C setara dengan SLTA.
Sejarah hidup
sejumlah orang yang ikut paket C setara SLTA ini, ternyata banyak alumnusnya
yang jadi anggota DPR/DPRD. Karena syarat pendidikan terendah adalah SLTA. Bagi
karyawan yang bekerja hanya memiliki ijazah SLTP dan ikut paket C bisa
menyesuaikan ijazahnya dari golongan I menjadi golongan II. Peristiwa lain,
sudah ada beberapa orang yang mencalonkan diri jadi bupati, dengan menggunakan
ijazah paket C bisa menjadi bupati di daerahnya.
Selama ini
sudah banyak lulusan kejar paket C yang dapat melanjutkan ke perguruan tinggi,
terlebih bagi perguruan tinggi yang memiliki jurusan/program studi PLS. Dengan
demikian apa yang diisyaratkan oleh Undang-Undang di atas bahwa: Pendidikan
nonformal adalah pendidikan diselenggarakan bagi warga masyarakat yang
memerlukan layanan pendidikan yang berfungsi sebagai pengganti, penambah,
dan/atau pelengkap pendidikan formal dalam rangka mendukung pendidikan
sepanjang hayat sudah terjawab.
Realita Pendidikan Norformal atau PLS
Dalam
kenyataan yang ada sekarang ini, Dirjen Pendidikan Luar Sekolah atau sekarang
atau beralih nama dengan dengan Dirjen Pendidikan Anak Usia Dini dan Pendidikan
Informal (PAUDNI) maka secara realita pendidikan infomral sampai saat ia masuk
pada Dirjen PLS. Sehingga pendidikan informal menggabung pada pendidikan
nonformal. Secara konkrit diantaranya pendidikan informal masuk ke Dirjen PLS
ini, adalah pendidikan anak usia dini. Namun kritik tajam dari para tokoh PLS
di perguruan tinggi, masuknya PAUD meraja lela. Sepertinya menghapus kehidupan
PLS sejak lahirnya Dirjen ini, kok dengan mudah dihapus begitu saja. Padahal
perubahan ini tidak ada sebutan dalam Undang-Undang.
Angka Kredit
Pamong Belajar
Peraturan
Menpan nomor: 15/2010. Rincian Butir Kegiatan Pamong Belajar Dan Aangka Kredit sebagai berikut:
RINCIAN BUTIR KEGIATAN PAMONG BELAJAR
DAN ANGKA KREDITNYA
No
|
Unsur
|
%
|
Pangkat
|
Ket
|
1.
|
Pendidikan
|
|
|
|
2.
|
Kegiatan Belajar Mengajar
|
|
|
|
3.
|
Unsur Pengkajian Program PNFI
|
|
|
|
4.
|
Pengembangan Model PNFI
|
|
|
|
Catatan: contoh tabel di atas,
belum sesuai dengan aslinya.
Ada beberapa
hal yang perlu diperhatikan dalam bidang pendidikan: (1) pamong belajar yang belum memiliki ijazah sarjana, (2)
pamong belajar pendidikan Diploma III, (3) pamong belajar berpendidikan
sarjana, dan (4) pamong belajar berpendidikan pascasarjana.
Dalam Pasal 6 Peraturan Menpan nomor: 15/2010.
ada 6 Unsur dan sub unsur kegiatan
Pamong Belajar yang dapat dinilai angka kreditnya, terdiri dari:
a. Pendidikan, meliputi:
1. Pendidikan
sekolah dan memperoleh ijazah/gelar;
2.Pendidikan
dan pelatihan (diklat) kedinasan, kursus dengan memperoleh sertifikat atau
Surat Tanda Tamat Pendidikan dan Latihan (STTPL) atau sertifikat; dan
3. Diklat
prajabatan dan memperoleh STTPL atau sertifikat.
b. Kegiatan belajar mengajar, meliputi:
1. Perencanaan
pembelajaran/pelatihan/pembimbingan;
2. Pelaksanaan
pembelajaran/pelatihan/pembimbingan; dan
3. Penilaian
hasil pembelajaran/pelatihan/ pembimbingan.
c. Kegiatan pengkajian program PNFI, meliputi:
1. Persiapan
pengkajian program; dan
2. Pelaksanaan
pengkajian program.
d. Kegiatan pengembangan model PNFI, meliputi:
1. Penyusunan
rancangan pengembangan; dan
2. Pelaksanaan
pengembangan.
e. Pengembangan profesi Pamong Belajar, meliputi :
1. Pembuatan
karya tulis/ilmiah di bidang PNFI;
2.
Pengembangan sarana pendidikan nonformal dan informal;
3.
Pengembangan karya teknologi tepat guna, seni, dan olahraga yang
bermanfaat di bidang PNF; dan
4. Penyusunan
standar/pedoman/soal dan sejenisnya.
f. Penunjang tugas Pamong Belajar, meliputi:
1. Pengabdian
pada masyarakat/kegiatan sosial kemasyarakatan;
2. Peran serta
dalam seminar/lokakarya di bidang pendidikan;
3. Berprestasi
dalam bidang pendidikan;
4. Perolehan
penghargaan/tanda jasa/tanda kehormatan/satya
Lancana karya satya;
5. Perolehan
ijazah/gelar kesarjanaan lainnya; dan
6. Berperan
aktif dalam penerbitan jurnal/majalah di bidang pendidikan
formal dan informal.
Jabatan
Fungsional Pamong Belajar
(1) Jabatan
fungsional Pamong Belajar adalah jabatan tingkat keahlian.
(2) Jenjang
jabatan Pamong Belajar dari yang paling rendah sampai dengan yang paling
tinggi, yaitu:
a. Pamong Belajar Pertama;
b. Pamong Belajar Muda; dan
c. Pamong Belajar Madya;
(3) Jenjang
pangkat Pamong Belajar sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
sesuai dengan jabatannya, yaitu:
a. Pamong
Belajar Pertama:
1) Penata Muda, golongan ruang III/a; dan
2) Penata Muda Tingkat I, golongan ruang III/b.
b. Pamong
Belajar Muda:
1) Penata, golongan ruang III/c; dan
2) Penata Tingkat I, golongan ruang III/d.
c. Pamong
Belajar Madya:
1) Pembina, golongan ruang IV/a;
2) Pembina Tingkat I, golongan ruang IV/b; dan
3)
Pembina Utama Muda, golongan ruang IV/c.
Mengembangkan
Materi Belajar
Pamong
belajar yang kreatif, setiap tahun ia harus punya materi unggulan dalam
pengembangan yang dijadikan eksperimennya. Dalam melakukan eksperimental
tersebut, sebaiknya disediakan anggaran untuk
pengembangan. Hal ini suatu kelebihan dibanding dengan pamong belajar yang
bertugas di SKB.
Materi-materi
yang perl dikembangkan sebaiknya sebelumnya menyusun proposal yang diseminarkan
untuk mendapatkan masukan dalam ujicoba pengembangan itu. Setelah dilaksanakan
sesuai dengan jadwal yang dilakukan maka dilakukan lagi seminar ke 2 tentang
hasil pengembangan. Sehingga out camenya dapat atau tidak di terapkan di
kabupaten/kota atau di BP2PNFI itu sendiri.
Secara
sederhana sebuah eksperimen yang dilakukan dalam program pengembangan tertentu sebagai berikut:
Dari
konsep di atas, berupa input seperti
nomor urut Pertama: merupakan rencana tujuan yang bakal dicapai dalam
sebuah program pengembangan pendidikan luar sekolah. Sehingga rencana di tujuan
ini, harus dapat dibuktikan hasilnya.
Konsep
nomor urut Ke dua: pelaksanaan / implementasi atau istilah
lain proses program pengembangan
pendidikan luar sekolah. Apakah program ini dapat dilaksanakan sesuai dengan
rencana harus sesuai tujuan. Perlu pula dikaji terhadap dorongan dan kendala
yang timbul selama proses pelaksanaan ini berjalan.
Konsep nomor
urut Ke tiga: di atas, hasil yang
telah dicapai. Adapun hasil yang telah dicapai apakah terjadi kecocokan
dengan rencana di tujuan bakal dicapai
dalam proposal sebuah program pengembangan pendidikan luar sekolah, kalau
dicapai bagaimana kalau tidak juga bagaimana disertai dengan faktor pendukung
dan hambatan, yang ditemui selama dalam proses. Biasanya dalam hasil yang
diperoleh tidak sampai di situ. Tapi perlu dilanjutkan dengan cara apakah
dikembangkan dalam hal yang sama ataukah ke tempat lain.
Sedangkan
nomor urut Ke empat: adalah out
came. Dari hasil yang diperoleh dapat dikembangkan di mana-mana. Dan disini
biasa sering terjadi beda konsep antara kelompok teknokrat dengan berokrat,
dalam hal anggaran. Dalam out come
ini, bisa berkembang ke mana-mana sesuai hasil uji coba yang dilakukan, seperti
pada urut ke tiga. Namun kalau hanya dibatasi anggaran sampai pada hasil, pihak
teknokrat tidak dapat mencobakan ekperimentkannya. Biasanya di sini terdapat
kendala untuk pengembangan program. Sehingga hasil yang dilaporkan belum kuat
dijadikan jaminan dalam menentukan kebijakan ilmiah. Tapi bagi berokrat, dengan
berbagai alasan hal itu sampai tahap ke tiga sudahlah. Karena mereka cukup
eralasan, anggaran pemerintah hanya 1 tahun anggaran. Ini sebaiknya pihak
tertentu harus dapat memfasilitasinya.
Keluhan seorang Pamong
Memang tidak
semua pamong belajar yang bekerja di Sanggar Kegiatan Belajar (SKB), puas di
tempat kerjanya. Dalam perjalanan keliling yang terkadang hanya spontasitas
penulis dari SKB ke SKB dari PKBM ke PKBM dan dari Kelompok Belajar ke Kelompok
Belajar. Sungguh memilukan, seorang pamong belajar yang ternyata mutasi dari
sekolah formal dengan tugas guru, tertarik melihat kehidupan pamong belajar
sepertinya santai. Tapi ternyata ada yang harus dipacu. Kalau tidak dengan
disadarinya pekerjaan sebagai pamong belajar harus mengetahui persis bagai mana
pendidikan orang dewasa (POD).
Penulis
mengamati secara retrospektif apa sebab ia mutasi ke pamong belajar. Dan
setelah menjadi pamong balajar apa yang ia lakukan. Ternyata pekerjaan pamong
belajar itu sebetulnya tidaklah mudah. Sebab proses belajar mengajar dalam PLS
itu, jauh lebih berat dibading bekerja sebagai guru formal. Sebab penulis
memberikan sejumlah perbeda dan kesamaan. Misalnya sebagai guru, mengajar sudah
ada muridnya, materi belajar sudah disiapkan di sekolah, atau di toko buku.
Sebagai guru sudah di gaji tetap dalam setiap bulan. Ruang belajar tersedia,
demikian juga meja kursi dengan fasilitas sekolah. Sekarang bagaimana sebagai
seorang pamong belajar, mengajar muridnya di cari oleh pamong belajar atau
tutor, materi belajar harus disiapkan oleh pamong belajar atau tutor, atau
bahan belajar, belum tentu tersedia di toko buku. Sebagai pamong belajar
ataupun juga tutor tidak digaji secara jelas (pamong PNS). Ruang belajar belum
tersedia sehingga mencari tempat bersama warga belajar. Apakah di balai desa,
rumah penduduk, demikian juga meja kursi tidak tersedia.
Dengan
demikian, pamong belajar ternyata mengeluh, dalam mencari warga belajar sulit.
Sementara tempat belajar yang direncanakan belum tentu sepakat dengan warga
belajarnya. Apa lagi upaya untuk naik pangkat. Karena dengan proses belajar
yang tidak dapat dilaksanakan seperti halnya di sekolah formal. Akibatnya
kenaikan pangkat yang bersangkutan tertunda-tunda.
Sebagai pamong belajar yang bertugas di BP2PNFI
baik di provinsi maupun regional. Tentu harus bisa merancang bangun dan
rekaraya bahan belajar belajarnya. Setelah eksperiment selesai, pamong belajar
menerapkan di SBK-SKB tertentu, agar kulialitas pamong belajar dapat menjadi
cerminan di daerah itu.
Dengan memperhatikan seperti apa yang telah
diuraikan di atas, maka upaya peningkatan mutu tenaga pamong belajar, secara
jelas tertuang dalam Peraturan Menpan nomor 15 tahun 2010 pasal 14. tentang Pengembangan model adalah upaya penemuan
sesuatu yang baru (adaptif dan inovatif) menurut kaidah dan metode ilmiah
tertentu sehingga melahirkan formulasi yang dikehendaki.
PLS Ditinggalkan
Sungguh
menyedihkan, dan dirasa perlu perhatian ke masa depan. Kalau Bidang Pendidikan
Nonformal dan Informal, baik tingkat
provinsi maupun kabupaten/kota menjauhi terhadap jurusan/program studi
PLS apakah pada S1 ataupun Program Magister
(S-2) PLS di Pascasarjana Universitas
Palangka Raya, tentu akan menjadikan ketidak harmonisan. Karena program
dari pusat yakni: Dirjen PAUDNI Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan RI, berkali-kali berubah. Sepertinya tidak ada
pendirian.
Ada
cemoohan mahasiswa-mahasiswa kami, kenapa bidang PLS tidak diduki oleh orang
yang betul-betul sarjana PLS. Anggapan mereka jika orang-orang yang bekerja
dibidang PAUDNI ditempatkan mereka yang cocok kesarjaannya (PLS), dan bukan
asal pasang kesarjanaan itu, maka perkembangan PAUDNI di Provinsi dan
Kabupaten/Kota tentu jauh lebih baik dari masa sekarang. PAUDNI sebenarnya
adalah pekerjaan teknis, dan beda
sekali dengan bidang lain. Bidang PAUDNI ini,
tidak semua orang tahu apa underdil PLS itu secara mudah. Jika di
tempatkan orang-orang yang bukan ahlinya betul-betul PLS, dan tidak semata-mata mencari jabatan
belaka, maka tunggu kehancurannya.
Perubahan nama
sekarang sudah pertanda PLS bakal ditinggalkan. Karena kelompok yang kurang
setuju dengan PLS lebih mudah melepas profesi PLS dari Dirjen ini. Ini sebuah wahana buruk bagi masa depan PLS. Sebab
yang jelas-jelas nama Jurusan/Prodi PLS sudah tidak mereka kenal di mana saja
ada PLS itu. Apa lagi kalau Dirjen PLS diberi nama Dirjen PAUDNI. Secara jelas
tidak ada hubungan antara Jurusan/Prodi PLS dengan PAUDNI. Penulis mengusulkan
agar kembalilah nama PLS tercantum pada Dirjen ini. Karena nama baru ini
mengaburkan PLS. Kalau tidak, PLS harus
berputar haluan. Selain nama Dirjen istilah bahasa asing dalam UUSPN nomor
20/2003 tidak perlu lagi dipakai seperti
sekarang PNFI. Kayanya hebat benar bahasa asing. Padahal Dirjen lain tidak, dan
bahasa Indonesia sudah ada. Tentang arti pendidikan nonformal itu.
Memurut Darlan
(2010) bahwa:”...Kalau kita mengkaji secara cermat, berubahnya Dirjen PLS
menjadi Dirjen PAUDNI ini, ada yang perlu dipertanyakan...”. Kenapa perubahan
nama Dirjen ini sepertinya secepat kilat demikian, menjadi Dirjen PAUDNI.
Padahal dalam Undang-Undang Nomor 20/2003 tidak disebut Dirjen PAUDNI. Sehingga
bisa menimbulkan masalah baru dalam Dirjen pendidikan luar sekolah yang selalu
berubah-ubah itu, mau diapakan.
Daftar Pustaka
Darlan,
H.M.Norsanie, 2008. Pamong Belajar
Sebagai Salah Satu Upaya Meningkatkan Kualitas Pendidikan NonFormal di SKB
Kuala Kapuas, Palangka Raya.
------------, 2010, Membangun Sinergi Lintas Sektoral Menciptakan Masyarakat
Gemar Belajar, Makalah Seminar Temu Alumnus PLS Universitas
Negeri
Malang (UNM) Jawa Timur, 14 Juni 2010, Malang.
------------,2011. Evaluasi Program Paud
BPPNFI Regional VI Kalimantan, Banjarmasin.
Hapsari,
2008. menyelenggarakan program
Pendidikan Non Formal dan informal, Jakarta.
------------,
2010. Kiplarah PLS Dalam Pemberdayaan
Masyarakat
Kawasan Desa Tertinggal (Antara Harapan dan Kenyataan), Sekolah Pascasarjana
UPI, Bandung.
PP nomor 15. 2010. Kementrian Negara Pendayagunaan
Aparatur Negara dan Reformasi Berokrasi, tentang: Jaabatan Fungsional Pamong Relajar Dan Angka Kredinya, Jakarta.
Tim
Akar Media 2003. Desa adalah sekelompok rumah di luar kota yang merupakan
kesatuan kampung di luar kota, dusun, Jakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar