Oleh :
H.M.Norsanie Darlan
Pendahuluan
Diketahui bersama bahwa pemuda adalah generasi penerus bangsa. Sehingga
para pemuda/remaja sejak dini diberbagai hal harus diberikan bekal untuk persiapan masa depan mereka. Para
pemuda pada waktunya nanti setuju tidak setuju, senang tidak senang mereka ini,
secara alamiah harus menjadi penerus pembangunan pedesaan. Oleh sebab itu,
materi apapun yang di diberikan selama dalam pelatihan ini, merupakan bahan
yang sangat penting. Karena pada waktunya nanti pemuda pelopor adalah harus
kreatif di mana ia bertugas. Untuk berlatih dan membawa harum nama bangsa dalam
upaya mencerdaskan bangsa.
Dalam tulisan pada buku ini,
penulis akan menguraikan sebagai bekal dalam berbagai hal yaitu: Tujuan
penulisan, Merelirik Sudut Pendidikan,
Kewirausahaan, Pendidikan Kewirausahaan Non Formal, Berbagai Pendapat
Ahli, Pemuda Pelopor, 3 Tantangan Generasi Muda, Tantangan masuk sekolah, Tantangan
masuk Perguruan Tinggi, Tantangan masuk lapangan kerja, Pendidikan Mana Untuk
Pemuda/Remaja Kreativitas Pemuda, berwirausaha, Pemuda Pelopor harus punya
Kelebihan, Ditunggu Pemuda Kreatif dan Daftar
Pustaka dll untuk lebih jelasnya hal-hal di atas, akan di uraikan secara rinci
sebagai berikut:
Tujuan Penulisan
Buku penulisan buku ini tidak lain ingin memenuhi surat permintaan panitia,
yang meminta kepada penulis tentang perlunya peserta pelitihan diberikan bekal
tentang: Kewirausahaan pemuda sebagai pelopor pembangunan bangsa. Dengan
pemberian materi ini, diharapkan peserta petihan, memperoleh seperangkat bekal mereka
yang pada waktunya nanti, mereka sebagai calon pemimpin bangsa ini nanti, akan
dapat menerapkannya di masyarakat. Terlebih di mana pemuda pelopor ini
bertugas.
Harapan kita semua peserta pelatihan ini, dapat memanfaatkan materi-materi
yang sangat sederhana ini, guna bekal mereka bila kempali ke daerahnya
masing-masing, dalam menjalankan tugas sebagai pemuda pelopor tersebut.
Berbagai Pendapat Ahli
Arti Melatih
diri; menurut: Norsanie Darlan, (2011) adalah
:”...membiasakan seseorang untuk bertindak kreatif untuk kepentingan tidak
hanya bagi dirinya sendiri, tapi juga untuk orang lain...”. dengan demikian
melatih diri bagi pemuda pelopor sungguh dinantikan. Sehingga pemuda pelopor
siap menjalankan kepeloporannya di mana ia bertugas.
Arti
Berwirausaha; merupakan suatu perbuatan dalam mempersiapkan diri
untuk masa kini dan masa datang. Apakah untuk diri pemuda pelopor itu sediri
ataukah buat orang lain. Berwiraswasta tentu saja melatih diri untuk kecamapan
hidupnya. Sehingga tidak ada merasa ketergatungan pada orang lain.
Arti
Pemuda Pemuda Pelopor; adalah menurut Abdul Gafur (1980)
adalah:”... seseorang yang mempersiapkan dirinya untuk maju kebih dahulu ke
depan dalam berbagai hal...”. demikian juga pemuda pelopor pedesaan yang
maksudnya seorang pemuda yang berjiwa kesatria dalam membantu pempelopori
sesuatu pekerjaan atau program guna kemajuan desa di mana yang bersangkutan
bertugas. Tujuannya tidak lain adalah membangun desa dan masyarakat demi
kemajuan bangsa dan negara.
Masih bicara masalah pendidikan dalam Undang-Undang
Sistem Pendidikan Nasional no 20 tahun 2003 Bab III pasal 4 ayat 6 Pendidikan diselenggarakan
dengan memberdayakan semua komponen masyarakat melalui peran serta dalam
penyelenggaraan dan pengendalian mutu layanan pendidikan. Untuk lebih
jelasnya tentang pendidikan, akan di uraikan tersendiri dari masing-masing
jalur, sesuai Undang-Undang di atas.
3 Tantangan Generasi Muda
Menurut Darlan (2011) bahwa ada 3 (tiga) tantangan yang dihadapi para
pemuda generasi muda dewasa ini, yang
ternyata tidak sebatas pada kaum muda saja yang merasakannya. Tapi orang tuapun
juga merasakan hal itu. Ke 3 hal tersebut di atas adalah:
1.Tantangan
masuk sekolah;
2.Tantangan
masuk Perguruan Tinggi; dan
3.Tantangan
masuk lapangan kerja.
Untuk lebih jelasnya ke 3 hal di atas, secara sederhana akan diuraikan satu
persatu sebagai berikut:
Tantangan masuk sekolah
Sejak akhir
tahun 70-an sudah melaui bermunculan satu-persatu di daerah yang
menginformasikan bahwa tahun demi tahun anak usia sekolah dirasakan untuk masuk
sekolah apakah sekolah dasar ataukah SLTP mapun SLTA ternyata jumlah kursi
tidak sebanding dengan jumlah anak yang mau masuk sekolah. Hal ini pasti jauh
berbeda. Dengan kata lain daya tampung
sekolah mulai kurang. Sementara penambahan setiap tahun sepertinya tetap tidak
terbendung. Sekolah-sekolah swasta dengan tampil seadanya pun di daerah
tertentu, juga dengan sangat banyak masih ada yang tak tertampung. Ini sebuah
akibat ledakan penduduk masa lalu.
Dalam istilah
lain adalah, “Sejak lama di negeri ini”, masuk sekolah ”para calon murid” sudah
mendapatkan tantangan yang terkadang di perkotaan terdapat komentar masyarakat
”siapa berduit, ialah yang bakal dapat” dalam meraih pendidikan anaknya yang
lebih baik dan kualitasnyapun tidak diragukan.
Namun kita
sama maklumi bersama bahwa masyarakat pemukimannya tidak menumpuk di perkotaan.
Melainkan mereka sebagian besar penduduk negeri ini, bertempat tinggal di
pedesaan. Kita sama maklumi tidak
seluruh desa terlebih masa lalu terdapat sekolah dasar. Sehingga tidak menutup
kemungkinan ada warga masyarakat kita yang karena sesuatu dan lain hal selama
hidupnya, tidak sempat mengenyam atau menikmati dunia pendidikan formal. Atau
bersekolah.
Fasilitas pendidikan di atas tidak saja untuk sekolah dasar. Padahal wajib belajar kita tidak
lagi Wajar 6 tahun. Tapi sudah bergeser ke 9 – 12 tahun. Sementara gedung SMP
dan SLTA belum juga tersedia hingga anak mau belajar ke SMP dan SLTA
terkendala. Hal ini menuntut agar kita dapat memikirkan bersama masalah
tersebut. Karena kesempatan pendidikan yang ada di negeri kita disebabkan
fasilitas pndidikan yang masih dirasakan kurang. Dipihak lain menurut M. Saad
Arfani (2011) ia mengungkapkan bahwa: ”...jauhnya sekolah jadi penyebab
anak-anak pedesaan tak melanjutkan pendidikan...”. kalimat di
depan sungguh di temukan di mana-mana baik di daerah kita maupun di daerah
lain.
Hal seperti di atas, tidak saja dirasakan di pedesaan. Tapi di perkotaan
sekalipun penduduk kita yang fasilitas pendidikan sudah dianggap mendekati
cukup, namun masih ditemukan penduduk kota yang belum berkesempatan mecicipi
pendidikan formal. Sehingga pemulis berasumsi tidak tuntas pendidikan ini,
kalau hanya dipikirkan dan di fasilitas Cuma pada pendidikan formal. Peran
pendidikan non formal, ternyata sangat penting, namun karena ketidak mengertian, ketidak fahaman
mereka yang didudukkan pada bidang pendidikan non formal. Maka hal-hal di atas,
tidak bisa dituntaskan. Alasan yang penulis asumsikan adalah mereka yang
ditempatkan pada Subdin/Bidang pendidikan non formal masih tidak profesional.
Penempatan sarjana “...atau tenaga yang bukan ahlinya, tunggu
kehancurannya...”.
Tantangan masuk Perguruan Tinggi
Kalau kita melihat mulai munculnya istilah: “UMPTN” yang kepanjangannya
adalah Ujian masuk perguruan tinggi negeri ini, digulir juga sejak tahun 80-an
juga. Yang terkadang anak lulusan SLTA yang mau masuk perguruan tinggi tujuan
Bandung, ternyata tes-nya lulus di Palangka Raya. Kenapa demikian seperti
uraian ini masyarakat turut berpartisipasi menyelenggarakan pendidikan tinggi.
Ternyata perguruan tinggi swasata tidak masuk UMPTN sehingga dengan tidak
diperkirakan sebelumnya ia harus kuliah di Unpar-Universitas Palangka Raya.
Karena di kota Bandung juga ada perguruan tinggi diberi nama Unpar. Tapi punya
yayasan swasta.
Dengan seleksi yang relatif ketat disertai beratnya persaingan, 1
berbanding 15 maka tidak menutup kemungkinan calon mahasiswa yang kapasitasnya
bila dibawah standar dengan sangat menyesal terpaksa harus tidak lulus pada
jurusan/program studi pilihannya. Karena dengan system seleksi sekarang
calon dari sumatera utara, Aceh, Papua, Sulawesi dan berbagai provinsi di Jawa
dengan mudah lulus di Unpar. Sementara putra daerah, hanya gigit jari. Karena
ada dugaan standar pendidikan yang ada di provinsi kita relatif rendah. Mudah-mudahan
mulai terjadi perbaikan masa sekarang dan masa datang. Sehingga standar kita
sama dengan kawasan yang lebih maju.
Kita sama maklumi bahwa dalam 20 tahun terakhir, sudah dirasakan di tanah
air kita bahwa tes masuk perguruan tinggi negeri sungguh dirasakan betapa
sulitnya. Namun seleksi ini, semakin tahun semakin tambah berat. Sehingga upaya
memberikan berbagai pendidikan luar sekolah atau pendidikan non formal pada
lembaga kursus pada bidangnya oleh orang tua kepada anaknya sungguh memberatkan
biaya. Terlebih biaya yang diperlukan. Ada kalanya sang anak kurang perhatian,
tapi orang tuanya justru sibuk mendaftar anak untuk kursus itu dan ini, dengan
tujuan bahwa anaknya berhasil lulus dalam seleksi masuk perguruan tinggi.
Tantangan masuk lapangan kerja
Kaum generasi muda dewasa ini menghadapi masa sulit, sebagai akibat ledakan
pendudukan di negeri kita masa lalu sangat tinggi. Hal itu
memberikan efek negatif kepada generasi mncari kerja dimasa sekarang.
Selain hal di atas, bergulirnya era reformasi, yang selama ini, kurang
mendukung terhadap kebijakan masa lalu. Ebagai contoh yang sdr boleh
perhatikan. Kebijakan masa lampau, dinas pendidikan yang doeloe disebut Kantor
Wilayah Pendidikan. Kepala Katornya paslu lulusan ”alumnus” IKIP atau FKIP.
Dewasa ini ternyata dapat diduduki oleh bukan kesarjaan itu. Sehingga pastilah
ada bagai perahu layar putus kemudi. Contoh lain dengan kebebasan dewasa ini,
bisa terjadi juga kepala Rumah Sakit dipimpin oleh bukan dokter. Kepala
Kejaksaan bisa dipimpin oleh orang yang bukan Sarjana Hukum. Jika hal itu
terjadi, apa yang bakal terjadi. Ini sebagai bukti derasnya arus reformasi.
Sekarang bagaimana dengan tantangan pada sarjana sekarang. Ada dugaan
kemudahan yang muncul dari pihak penentu kebijakan, seperti: penerimaan calon
pegawai negeri diusulannya sangat tidak sesuai dengan tenaga kerja pada
bidang-bidang yang ada di instansi yang di pimpinnya. Karena ada indikasi untuk
menolong keluarga terdekat. Sehingga setelah ia masuk, apa yang harus ia
kerjakan. Karena KKN-nya sudah bisa dimunculkan.
Pemuda pelopor bisa juga ia melepaskan diri dari perbuatan yang melanggar
budaya, agama dan kebiasaan di masyarakat yang bersifat negatif seperti:
Menghindari 5 M + 1 P untuk lebih jelasnya adalah:
- Minun;
- Main;
- Madat;
- Madon;
- Maling dan;
+ Polisi
Jika bisa mengajak sesama pemuda, remaja untuk tidak berbuat 5 M di atas,
maka pemuda itu bisa disebut juga sebagai seorang pemuda pelopor.
Merelirik Sudut Pendidikan
Bila kita
memperhatikan masalah pendidikan, tentunya rendahnya tingkat pendidikan
masyarakat, cenderung berdampak mundurnya masyarakat yang ada di wilayah itu.
Rendahnya pendidikan cenderung dengan berakhir dengan kebodohan. Diharapkan mereka
tidak mudah untuk tampil dengan cara biasa. Melainkan sering dilakukan dengan
kekerasan. Karena banyak hal yang mereka hadapi seperti: lapangan pekerjaaan
yang tentunya tidak dapat dipekerjakan, sama dengan mereka yang bekerja pada
pekerjaan elit. Karena tingkat pendidikan yang relatif terlalu rendah, sehingga
kebahagian pada pekerjaan yang sedikit agak kasar dibandingkan mereka yang
telah mengikuti pendidikan yang lumayan.
Dengan demikian
pendidikan merupakan jendela untuk mencapai masa depan yang lebih baik. Lewat
kesempatan ini penulis mengajak pemuda /remaja
yang ada ini, agar memperhatikan tingkat pendidikan dengan berbagai upaya. Dan penulis menyadari tidak semua orang
belajar itu berjalan dengan mulus. Ada kalanya proses pendidikan dengan jalan
berperiku. Namun dengan berliku-liku itu, mendewasakan mereka dalam proses
belajarnya. Demikian juga terhadap dunia pekerjaan, ia tentu sudah memiliki
seperangkat kelebihan pengetahuan sebagai hasil belajarnya, dan akan
mendapatkan nilai Plus (+) dalam pekerjaan daripada mereka yang belajar tidak
pernah dihalangi oleh liku-liku kehidupan.
Beberapa Konsep Kehidupan Masyarakat
Bila kita memperhatikan terhadap kehidupan masyarakat di pedesaan,
sebenarnya mereka tidak terlalu besar tuntutan seperti mereka yang tinggal di
perkotaan. Masyarakat desa hidup dengan segala seadanya. Mereka selalu dalam
kehidupan pasrah. Tapi kehadiran para pemuda pelopor pembangunan sangatlah
dibutuhkan.
Menurut Norsanie Darlan (2002) bahwa:”...Walau diketahui masyarakat yang
kita hadapi dengan segala kepasrahan. Kehadiran pemuda pelopor pembangunan,
merupakan penantian pemuda yang KREATIF diharapkan. Kenapa demikian ?, karena
mereka sangat menanti kehadiran para pemuda yang banyak ide membangun
masyarakat. Seperti: bagaimana para pemuda pelopor, menciptakan lapangan kerja
bagi pemuda-pemuda desa...”. Walau yang sangat sederhana. Di kawasan pesisir,
pemuda perlu dilatih mengolah limbah perkebunan. Seperti sabut kelapa yang
dibuang dan tidak pernah dimanfaatkan. Padahal sabut banyak kegunaannya,
seperti dibuat bahan baku sapu, keset, dan tali tambang.
Dengan milihat tumpukan limbah sabut yang tidak dimanfaatkan, membuat
pemuda pelopor kreatif untuk mengololah menjadi produktivitas desa.
Dengan modal sebiji sabut kelapa, yang selama ini tidak ada harganya, kalau
diolah para pemuda terampil, maka semula sabut yang berstatus limbah, bisa
dijadikan duit.
Di Kalimantan Tengah karena tenaga terampil kita tidak muncul dan tidak mau
membina warga masyarakat. Maka kulit kelapa tidak ada harganya. Tapi sebaliknya
kehadiran pemuda pelopor pembangunan, yang terampil, akan dapat memciptakan
lapangan kerja buat dirinya maupun buat orang lain. Ini yang kita harapkan,
salah satunya adalah mengolah limbah kelapa menjadi sapu mendatangkan uang.
Kewirausahaan
Kewirausahaan menurut Hasan Alwy (2000; 1273) Moeliono (1989) Darlan, (2011)
adalah:”…orang yang
pandai atau berbakat mengenali suatu program atau produk baru, menentukan cara
produk baru, dengan menyusun operasi untuk pengadaan produk baru dengan
memasarkannya, serta mengatur permodalan dengan cermat dan baik...”.
Masalah kewiraswastaan
memang banyak tokoh nasional kita. Suparman Wirahadikusuma (1979) mengatakan
bahwa:”..arti wira adalah orang yang gagah berani dalam bertindak dan berdiri
sendiri diatas kaki sendiri, tampa mendapatkan bantuan orang lain....”.
sedangkan penulis Darlan (1983) mengartikan wiraswata adalah:” ....keberanian
seseorang untuk bertindak dalam dunia usaha, tanpa meminta pertolongan orang
lain...”. Dengan demikian, pendidikan
kewirausahaan ini merupakan hal yang sangat penting bagi semua pemuda guna persiapan
masa depan kehidupannya.
Kewirausahaan Bagian Pendidikan NonFormalelopor
Sungguh menakjubkan,
kalau kita mengkaji secara jeli satu persatu para usahawan kita di berbagai
daerah di tanah air kita. Ternyata,
banyak berhasil yang diselenggarakan pendidikan luar sekolah (PLS). Para pemuda
yang secara kebetulan putus sekolah, mencari tempat-tempat penyelenggara
pendidikan luar sekolah seperti: kursus perternakan, perkebunan, pertukangan,
perbengkelan, montir dan berbagai kerajinan, serta kursus-kursus lainnya.
Sebagai contoh di
kota Yogyakarta dengan kerajinan peraknya, di Semarang pemanfaatan buah nangka
djadikan kripik, sebetulnya di pesisir Kalimantan Tengah limbah sabut kelapa
untuk dijadikan: Sapu, keset dll. Artinya mereka yang jeli terhadap dunia usaha
akan bisa memanfaatkan lingkungan untuk dijadikan sumber penghasilan. Kalau
kita jeli daerah kota Palangka Raya ada sebuah PKBM yang sungguh menggembirakan
bahwa seorang tamu tokoh pendidikan luar sekolah dari Benua Afrika Mr. Juma berkunjung
ke PKBM itu ia memuji keberhasilan “Kalakai” bisa dijadikan kripik has Dayak.
Karena kelakai adalah tumbuhan yang sangat banyak dan tidak pernah ditanam
namun kalau diolah ternyata dapat dijadikan keripik kelakai.
Sebaiknya para pemuda
generasi penerus bangsa, agar melirik jalur PLS ini, untuk mengangkat sumber
daya alam (SDA) di sekitar untuk dijadikan sumber penghasilan demi mencari
sesuap nasi untuk keperluan dirinya sendiri, dan keluarga pemuda lainnya.
Pemuda Harus
Jadi Pelopor
Bila kita ingin tahu apa sebenarnya arti Pemuda menurut Hasan Alwy (2000; 847) dan Poerwadarmita (1986) adalah:”...orang
laki-laki, remaja, taruna, yang bakal
menjadi pemimpin....”. Pemuda di sini menurut pemulis tidak sebatas kaum
lelaki. Tapi kalangan pemudi sekalipun juga masuk. Disadari atau tidak bahwa
pemuda berperan sebagai pengganti generasi sebelumnya. Pemuda adalah menjadi
sasaran pemikir agar lebih baik dari masa sebelumnya. Karena di pundak
pemudalah masa depan bangsa.
Sedangkan apa itu arti pelopor menurut Hasan Alwy (2000;846) adalah:”...(1) yang berjalan
terdahulu; yang berjalan di depan perarahakan dan sebagainya; (2) perintis
jalan; pembuka jalan; pionir; dia dipandang orang sebagai yang yang paling
terdepan dalam gerak pembaharuan (tanpa memperhitungkan resiko yang akan
dialami)...”. Dengan demikian pelopor
tidak lain adalah orang yang berani mengambil resiko dalam berbuat mendahului
pekerjaan orang lain, demi kepentingan pembangunan bangsa dan negara.
Dengan demikian pemuda pelopor
adalah tidak lain, para pemuda yang punya kreativitas tinggi dalam berbagai
kegiatan pembangunan. Misalnya seorang pemuda membuat berbagai kegiatan dalam
menjelang HUT proklamasi, membuat kreasi baru dalam pembangunan, seperti:
membuat karya cipta tertentu dalam pemanfaatan apa saja di lingkungan alam sekitar. Misalnya memanfaatkan tenaga air
menjadi listrik, tenaga angin menjadi sumber energi listrik, sinar matahari
menjadi tenaga listrik, limbah sabut kepala jadi sapu, dll. Inilah kepeloporan
pemuda. Dan banyak lagi masalah lain yang yang dipelopori pemuda. Apakah atas
usahanya sendiri, ataukah bersama orang lain. Di Kalimantan Tengah sumber daya
alam terkandung di dalam perut buminya banyak hal salah satunya ”batu bara”.
Kenapa tidak ada kepeloporan pemuda membuat batu bara sebagai pemanas air agar
mendidih dan memimbulkan uap menjadi tenaga listrik dsb.
Bila kita mencari ”pemuda Pelopor”, Kalau perlu kita akan melibatkan
seluruh lapisan masyarakat. Agar betul-betul didapatkan hasil yang baik.
Menurut Budi Setiawan (2010) adalah, tujuan program Pemuda Pelopor ini,
untuk mengapreasi keberadaan pemuda Indonesia yang memiliki peran
strategis sebagai pelopor dalam bidang pembangunan sosial kemasyarakatan, dan
memiliki potensi memberikan motivasi dan inspirasi kepada masyarakat. ”Untuk
itu pemerintah terus mendorong untuk mewujudkan pemuda yang memiliki kemampuan
menjadi pelopor...”.
Sementara itu, peraih Pemuda Pelopor menurut: Huala Siregar (1991) ia mendefinisikan pemuda pelopor
sebenarnya manusia merdeka, berkarya tanpa pamrih. Karya atau tindakan yang
mereka lakukan itu datangnya dari Yang Maha Kuasa. “...Mereka melakukan semua
itu tanpa berharap sesuatu. Jadi mari kita betul-betul menyeleksi sehingga kita
menemukan pemuda merdeka dan berkarya tanpa pamrih...”.
Sebelumnya, Staf Khusus Menpora Lalu Wildan (1991) mengusulkan, agar
penilaian Pemuda Pelopor tidak hanya dibatasi pada 4 bidang saja masing-masing
kewirausahaan, pendidikan, teknologi tepat guna serta seni budaya dan
pariwisata), karena saat ini ada perubahan-perubahan permasalahan di masyarakat
dibanding tahun-tahun sebelumnya. ”Misalnya saya mengusulkan ada pelopor bidang
perubahan iklim, pertanian, informasi teknologi atau pemuda relawan bencana,”
katanya.
Pendidikan Mana Untuk Pemuda/Remaja
Perlu mengetahui pendidikan mana yang dapat membantu kalangan pemuda/remaja
yang secara kebetulan,
karena sesuatu lain hal belum sempat mengeyam pendidikan formal. Saat sekarang
ternyata faktor usia, ternyata tidak biasa lagi belajar di pendidikan formal. Maka
mari kita cari pendidikan lain seperti pendidikan non formal.
Bila kita merasakan ketinggalan dalam dunia pendidikan sementara kawan
seusia kita ternyata sudah berpendidikan
dan berpredikat sarjana. Maka para pemuda harus belajar.
Bagaimana kalau usia sudah tidak dapat bersekolah. Untuk itu, pemerintah telah
menetapkan jalur pendidikan luar sekolah atau istilah pendidikan nonformal akan
dapat membatu para pemuda untuk memperoleh pendidikan melalui pendidikan
nonformal. Apakah ia di pusat kegiatan belajar masyarakat (PKBM) ataukah di
kelompok belajar lainnya. ’karena PKBM cukup membantu para pemuda yang putus
sekolah dan sudah berusia untuk belajar apakah paket A, B ataukah paket C.
Kreativitas Pemuda Pelopor
Kreativitas pemuda yang sangat diperlukan oleh masyarakat, saat mereka bertugas
melaksanakan tugasnya atau hal-hal lain ada di wilayah Kalimantan Tengah, dunia
kewirausahaan sungguhlah beragam. Para pemuda sangat bagus kalau punya
kreativitasnya saat di lapangan. Walau menanamkan nilai kewirausahaan,
sungguhlah tidak semudah membalik telapak tangan. Namun demikian, seorag pemuda
ia harus punya konsep yang secara spontan muncul di lapangan, kalau ia mereka
memperhatikan sumber daya alam di sekitar desa itu bisa diolah dan dijadikan
sumber penghasilan masyarakat.
Sumber daya alam yang berlimpah, membuat manusia manja. Tapi kalau sumber daya manusia yang
berkualitas, walau sumber daya alam yang terbatas, kalau SDMnya baik. Maka apa
yang mereka hadapi di sekitar alam dapat ia olah menjadi apa saja yang akhirnya
dapat menjadikan kesejahteraan manusianya.
Bagi pemuda yang
kurang kreatif, mudah putus asa, suka menyalahkan orang lain, kurang mendukung
terhadap keberhasilan dalam bertugas di pedesaan.
Kewirausahaan
Indonesia Butuh Pemuda Kreatif, Indonesia
butuh lebih banyak pemuda yang kreatif, pemimpin tua saat ini harus memberikan
kepercayaan dan kesempatan kepada para pemuda untuk berkembang membangun dan
merubah Indonesia. Dari dahulu hingga saat ini pemuda adalah pemicu
perubahan-perubahan di negeri ini, mulai dari peristiwa Sumpah Pemuda hingga
peristiwa Reformasi. Pemuda adalah aktor dalam perubahan namun yang meneruskan
perubahan tersebut adalah (tetap) golongan tua kembali. Kreatifitas para pemuda
di negeri ini lama-kelamaan tidak mendapat perhatian dari pemerintah. Banyak
para pemuda yang telah mengharumkan nama bangsa dengan kreatifitasnya, dari
bidang Sains, dunia kreatif, budaya dan seni, hingga bidang olahraga namun
apresiasi pemerintah terhadap pemuda masih sangat kurang.
Mungkin dari dahulu
pemuda dicetak menjadi pegawai melalui pendidikan yang diterimanya selama
bertahun-tahun, bukan dicetak menjadi seorang pengusaha yang dapat membuka
lapangan kerja. Coba pemerintah memberi bantuan modal kepada para pemuda yang
memiliki kreatifitas untuk mengembangkan kreatifitasnya, kita tidak akan perlu
lagi mengirim berjuta-juta TKI ke luar negeri untuk menambah devisa negara,
tidak perlu meminjam dana ke negara lain untuk pembangunan negeri ini,
kemiskinan akan perlahan menurun dan tentunya korupsi tidak akan merajalela di
negeri ini karena para pemuda yang akan membuka negara kreatif yang
menghasilkan pemasukan lebih besar untuk pembangunan negeri ini. Namun hingga
saat ini, pemuda masih dipandang sebelah mata oleh golongan tua dan tidak
diberi kesempatan. Perjuangan para pemuda tidak akan berhenti sampai disini
karena para pemuda adalah pemicu perubahan di dunia.
Pendidikan kewirausahaan sebetulnya ditanamkan
sejak lama. Bukan setelah sarjana. Kenapa demikian?. Pertanyaan di
atas, merupakan bahan berpikir kita semua. Penulis sangat setuju kalau di semua
perguruan tinggi pendidikan kewirausahaan dijadikan materi kuliah seperti: Ilmu
Alamiah Dasar di perguruan tinggi.
Alangkah indahnya mahasiswa disaat memperdalam konsep perkuliahan diantara
pada semester 6 – 7 mengembangkan pendidikan kewirausahannya yang terkait
dengan konsep keilmuannya. Saat itu, mahasiswa tidak lagi berpikir agar mencari
kerja ke PNS tapi ia sudah berpikir usaha apa yang bakal ia jadikan sebagai
lapangan kerja untuk diri. Kalau hal itu kita lakukan retrospektif di
awal tahun 80-an bahwa agar sarjana bisa memberikan lapangan kerja bagi orang
lain. Bukankah hal itu, konsep kewirausahaan. Saat itu pemerintah pernah
memberikan: pinjaman berupa kredit
mahasiswa Indonesia (KMI) yang dikecurkan via bank tidak lain sebagai
modal usaha untuk mahasiswa yang sudah berada pada semester-semester akhir.
Dosen pembina mata kuliahnya harus membawa ke lapangan terhadap mahasiswa
yang sedang memprogramkan / merencanakan mata kuliah kewirausahaan ini. Kalau
perlu dosen yang mengajar harusnya mereka pengusaha berhasil. Atau ada dosen
yang punya usaha kecil-kecilan dan berhasil yang dapat diperlihatkan kepada
mahasiswa.
Dengan demikian hal di atas, merupakan pendidikan kewirausahaan dalam
pendidikan formal di perguruan tinggi.
Pemuda Pelopor Punya Kelebihan
Dalam bertugas melaksanakan tugasnya sebagai pemuda harus punya program inovasi, karena sebagai seorang pemuda terlatih yang tentunya di tempat
tugasnya dalam berkarya, tentu tidak boleh sama dengan kebanyakan orang.
Kalau seorang pemuda yang terkadang hanya beberapa orang berpendidikan di dewsa, maka seorang sarjana baru yang
bertugas ini harus punya kelebihan dari kebanyakan orang. Seorang pemuda masuk
desa harus punya kesan tersendiri dari masyarakat.
Pengembangan usaha yang cukup signifikan juga dirasakan Henky Eko Sriyantono, pemilik
Bakso Malang Kota Cak Eko, yang menjadi pemenang Wirausaha Mandiri 2008
kategori pascasarjana dan alumni bidang usaha boga. Sebelumnya ia baru
mempunyai 80 gerai. Saat ini berkembang menjadi 135 gerai. Karyawan pun menjadi
500-an orang dari sebelumnya sekitar 300. Omzet pun rata-rata naik 20 persen
per tahun. “Branding usaha juga menjadi lebih dikenal masyarakat,” ujar Cak
Eko. Sumber : Booklet Tempo.
Para tokoh
nasional kita dalam berbagai event memberikan berbagai konsep kewiraswastaan
diantaranya seperti: ". Kala itu, Ciputra mencontohkan Singapura
memiliki wirausahawan sekitar 7,2 persen Ciputra, Fransiskus Saverius, Herdiman
(2011) adalah:"…Suatu bangsa akan maju bila memiliki jumlah entrepreneur
(wirausahawan) minimal 2 persen dari total jumlah penduduk…, dan Amerika
Serikat memiliki 2,14 persen entrepreneur. Bagaimana dengan Indonesia?
Kalau
kita memperhatikan terihadap manusia kita 220 juta lebih penduduk, Indonesia
hanya memiliki sekitar 400.000 pelaku usaha mandiri, atau sekitar 0,18
persen wirausahawan dari jumlah penduduknya. Hal ini tentu memrihatinkan.
Padahal, menurut pendiri University of Ciputra Entrepeneurship Center
(UCEC) ini, potensi Indonesia terbilang besar. Indonesia memiliki
kekayaan alam melimpah siap diolah. Indonesia termasuk dalam ranking 10 besar
penghasil tembaga, emas, natural gas, nikel, karet, dan batubara. Dan,
masih banyak lagi keunggulan komparatif yang kita miliki. Karena
itu, jika menyedikan stok enterpreneur yang cukup dan potensial,
Indonesia bisa menjadi pemain internasional yang handal.
Peraih
penghargaan Kewirausahaan Sosial (Social Entrepreneurship) Ernst and
Young Entrepreneur tahun 2006 bernama: Bambang Ismawan mengatakan:”...
wirausahawan muda di Indonesia mulai bangkit...”. Hal itu
dapat dilihat dari minat dan pelaku wirausaha muda yang semakin
bertumbuh. Namun dibandingkan jumlah penduduk, jumlah entrepreneur muda
yang kita miliki memang masih sangat kurang.
Rendahnya
minat dan pertumbuhan wirausahawan muda, menurut: Bambang (2006), Wiswawa
(2011) adalah:”... terutama disebabkan oleh minimnya dorongan lingkungan
keluarga sang anak. Orang tua lebih banyak mengharapkan anaknya bekerja sebagai
pegawai negeri atau pegawai kantor. Pasalnya, pekerjaan
seperti itu dinilai memiliki risiko kecil dibandingkan menjadi pengusaha.
"Orang tua menginginkan anak mereka mendapatkan gaji tetap setiap bulan,
daripada harus menunggu keuntungan yang memakan waktu lama...".
Harapan
orang tua ini didukung pula oleh lesunya sektor kewirausahaan dalam negeri.
Sektor ini dinilai memiliki risiko tinggi, sementara itu kurang menjanjikan
penghidupan yang layak. Karena itu, orang tua petani rela mengeluarkan biaya
tinggi untuk menyekolahkan anaknya agar mereka tidak kembali kepada pertanian.
Bambang mencontohkan, tamatan Institut Pertanian Bogor (IPB) lebih banyak
menjadi wartawan atau pegawai, daripada menjadi petani.
Selain
pengaruh lingkungan dalam keluarga, kata Bambang, rendahnya minat kaum muda
terjun dalam bidang wirausaha, juga disebabkan oleh arah dan sistem pendidikan
yang kurang mendukung. Pendidikan malah tampil sebagai alat untuk menumpulkan
semangat berwirausaha. Metode menghafal, misalnya, membuat anak tidak memiliki
daya kreasi dan inovasi, yang sangat dibutuhkan dalam dunia kewirausahaan.
Karena itulah, Bambang mendesak agar pendidikan, terutama pendidikan tinggi
segera dibenahi.
Desakan
agar perguruan tinggi melakukan pembenahan - bahkan perubahan paradigma - juga
disuarakan Ciputra. Menurutnya, salah satu penyebab rendahnya jumlah
entrepreneur di Indonesia adalah sistem pendidikan yang hanya fokus pada
penciptaan tenaga kerja, bukan menciptakan enterpreneur-enterpreneur potensial.
"Setiap
tahun, lembaga-lembaga pendidikan menghasilkan pengangguran, karena mereka
tidak didorong untuk menjadi pelaku wirausaha," ujarnya.
Menurut
Ciputra, setiap tahun perguruan tinggi Indonesia melahirkan sekitar 750 lebih
sarjana yang menganggur. Karena itu, tantangan perguruan tinggi di Indonesia ke
depan, katanya, adalah melahirkan wirausahawan muda.
Menjawab
tantangan itulah Ciputra mendirikan sekolah yang fokus pada upaya mengembangkan
semangat kewirausahawan siswa, seperti Sekolah Ciputra, Sekolah Citra Kasih,
Sekolah Citra Berkat, Sekolah Global Jaya, Sekolah Pembangunan Jaya. Terakhir,
ia mendirikan University
of Ciputra Entrepreneurship Center (UCEC). Program yang disiapkan UCEC antara
lain mempersiapkan modul pengayaan kewirausahaan untuk kurikulum nasional,
mengembangkan kurikulum kewirausahaan di Universitas Ciputra, dan mengadakan
pelatihan tiga bulan kepada masyarakat.
Selain
dukungan keluarga dan perguruan tinggi, pertumbuhan wirausahawan muda juga
membutuhkan peran dunia usaha dan lembaga dunia usaha. Bambang memberi contoh
peran pengusaha yang tergabung dalam Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (Hipmi).
Organisasi ini seharusnya tidak hanya mendorong lahirnya pengusaha kaya dan
bergerak dalam bidang usaha yang membutuhkan penyertaan modal tinggi, tapi juga
harus mendorong munculnya pengusaha kecil yang bergerak dalam sektor kecil dan
mikro (UMKM).
Menurut:
Very Herdiman dan Bambang, (2011) bahwa Potensi sektor
UMKM, sesungguhnya sangat menjanjikan.
Dari seluruh entitas dunia usaha yang kita miliki, 95 persen (43 juta)
merupakan usaha yang bergerak dalam sektor usaha mikro. Data ini, kata Bambang,
memperlihatkan bahwa Indonesia potensial melahirkan wirausahawan yang bergerak dalam usaha mikro dan
kecil.
Ekonomi Bangsa
Beberapa tahun
terakhir ini, menurut: Husein Mubarok
(2009) bahwa perekonomian dunia semakin bergejolak saja. Bahkan
Negara besar seperti Amerika, mulai kelihatan kehancurannya. Mengapa bisa
demikian? Hal ini disebabkan oleh berbagai hal, diantaranya adalah baby birth
dan biaya perang yang besar. Sebelum Perang Dunia II sedikit sekali bayi yang lahir
di Amerika.
Sebaliknya,
pasca perang dunia II angka kelahiran meningkat drastis. Nah, yang menjadi
masalah adalah generasi dengan jumlah kelahiran luar biasa tersebut sekarang
tengah menjadi pensiunan. Diperkirakan pada tahun 2016 nanti
jumlah pensiunan Amerika mencapai 75 juta. Bagaimana menggaji mereka? Ini
sebagai akibat angka kesehatan yang membaik.
Bahkan,
tidak ada satupun pengamat ekonom yang optimis bahwa Amerika akan tetap
berdiri. Yang kedua adalah dikarenakan Amerika selalu mengalokasikan dana yang
besar untuk perang.Sebagai contoh saja, berdasarkan data statistik perekonomian
pemerintah Amerika, dana yang diajukan untuk kasus perang Israel-Palestina
adalah senilai kurang lebih $1200 triliun sedangkan yang di acc adalah kurang
lebih $900 triliun. Perlu diketahui bahwa pada Tahun 2008 terjadi krisis
ekonomi yang hebat di AS, Apakah Obama sanggup mengatasi masalah ini
kedepannya?
Sebenarnya
tidak masalah jika Amerika hancur. Yang menjadi masalah adalah siapa-siapa yang
berada di belakang Amerika, yaiu para Yahudi dan Israel. Pada dasarnya
orang-orang Amerika itu baik dan toleran. Yang kurang ajar adalah para
pemimpinnya, yaitu para Yahudi yang telah dikuasai Dajjal. Lalu apakah Amerika
tinggal diam melihat kondisi perekonomian yang seperti itu.
Bicara
tentang ekonomi maka Muizzuddin
(2009) adalah:”...Sistem ekonomi yang
diterapkan, seharusnya mampu mewujudkan kesejahteraan bagi seluruh masyarakat
berdasarkan asas demokrasi, kebersamaan, dan kekeluargaan yang melekat, serta
pada akhirnya mewujudkan ketentraman bagi manusia. Akan tetapi Rentetan
peristiwa akibat sistem ekonomi yang diterapkan terus memberikan dampaknya...”.
sehingga apa yang diharapkan selalu berhasil baik.
Ditunggu Pemuda Kreatif
Pemuda
yang kreatif, tidak lain adalah seorang pemuda yang tidak mudah tinggal diam di
mana saja ia berada. Pemuda kreatif, setiap saat dia selalu melahirkan
pekerjaan yang inovatif.
Pemuda
kreatif bila melihat sesuatu, otaknya berpikir. Mau dijadikan apa hal ini,
sehingga mempersembahkan sesuatu kepada orang lang di desanya. Misal saja:
seperti kasus di atas, tinggal di desa, mau mengumpulkan sabut kelapa. Sabut
adalah limbah perkebunan yang tidak ada harganya. Tapi degan di olah sabut bisa
dijadikan bahan/alat rumah tanggal yang setiap rumah pasti memerlukan sapu.
Sapu
dari sabut, sama nilainya dengan sapu dari ijuk, yang berasal dari pohon enau
untuk membuat gula merah. Sabut punya cara lain bisa dibuat jadi tambang, bisa
pula jadi berbagai hal seperti jok mobil, jadi kasur, jadi bahan kerajinan
lainnya.
Para
pemuda pelopor pembangunan di desa harus tahu apa potensi desa itu. Sehingga
potensi desa bisa dijadikan olahan yang ternyata bisa menghasilkan sesuatu yang
berharga. Ini sebetulnya pemuda pelopor dari pemuda yang ditunggu masyarakat. Karena kreativitasnya.
Kumpulkan
orang dewasa yang masih belum bisa membaca dan menulis, berikan pelajaran
kepada mereka tentang sesuatu yang mereka butuhkan. Jika ternyata
mereka masih buta huruf, lajari mereka membaca dan menulis. Ini sebuah
sumbangan pemuda pelopor yang sangat besar terhadap masyarakat kita di
pedesaan.
Jika
pemuda pelopor pedesaan secara kreativitas bisa melakukannya, maka betapa besar
sumbangan saudara-saudara terhadap bangsa di negeri kita tercnta ini. Walau
sekecil mungkin, namun jasa kepeloporan saudara sangat dinantikan masyarakat di
pedesaan. Hal ini, tidak terbatas dengan contoh di atas, tapi dalam bentuk
apapun.
Daftar Pustaka
Arfani, M. Saad, 2011. Jauhnya
Sekolah Jadi Penyebab Anak-anak Pedesaan Tidak Melanjutkan Pendidikan,
Kompas, Jakarta.
Bambang, Ismawan 2006. wirausahawan
muda di Indonesia mulai bangkit, Jakarta.
Bambang (2006), Wiswawa (2011). Wiraswasta
terutama disebabkan oleh minimnya dorongan lingkungan keluarga, jurnal UKM,
Jakarta.
Ciputra, Fransiskus Saverius, Herdiman, 2011.Suatu bangsa akan maju bila memiliki jumlah entrepreneur (wirausahawan)
minimal 2 persen dari total jumlah penduduk, Kabar Wiraswasta Muda, Jakarta.
Darlan, H.M. Norsanie, 1983 Pendidikan
Kewiraswastaan, PLS, FKIP Unpar, Palangka Raya.
------------, 2002. Pelatihan dan pengembangan masyarakat kawasan pantai,
Disertasi, Bandung.
------------, 2011. Pengembangan Pendidikan Kewirausahaan Di
Kalangan Pemuda, Dinas Pemuda Dan Olahraga, Provinsi Kalimantan Tengah,
Palangka Raya
Eko. Cak, 2011. Berkembang Bersama Mandiri,
Sumber : Booklet Tempo, Jakarta.
Hasan Alwy, 2000. Kamus Besar Bahasan Indonesia,
Kementrian Pendidikan Nasional, Jakarta.
Herdimand, Fransiskus Saverius, 2011. Suatu
Bangsa Akan Maju Bila Memiliki Jumlah Entrepreneur (wirausahawan) di
Amerika Serikat, New York.
Herdiman, Very, dan Bambang, 2011. Wirausaha Mulai dari
Lingkungan Keluarga, Jakarta.
Gafur, Abdul, 1982. Pidato Abdul Gafur, dalam P4 Pemuda Tingkat Nasional,
Cibubur, Jakarta.
Ismawan, Bambang, 2006. Peraih
penghargaan Kewirausahaan Sosial (Social Entrepreneurship), Internet.
Mubarok, Husein, 2009.
Wirausaha Untuk Mengatasi
Perampokan Ekonomi Bangsa, mahasiswa jurusan Teknik Elektro dan Teknologi
Informasi,UGM, angkatan,
Yogyakarta.
Muizzuddin, 2009. Mewujudkan
Kesejahteraan dengan Menerapkan Ekonomi Islam,
Mahasiswa Berprestasi UNSRI, Palembang.
Moeliono, Anton, 1989. Kamus Besar Bahasa Indonesia, Kementrian Pendidikan Nasional RI, Jakarta.
Poerwadarminta, W.J.S. 1986. Kamus Umum Bahasa Indonesia, Balai
Pustaka, Jakarta.
Siregar, Huala, 1991. Mendefinisikan Pemuda Pelopor Manusia
Merdeka, Berkarya Tanpa Pamrih, Jakarta.
Setiawan, Budi, 2010. Tujuan program
Pemuda Pelopor, Kementrian Pemuda dan Olahraga, Jakarta.
Sriyantono, Henky, Eko, 2008. pemilik
Bakso Malang Kota Cak Eko, yang menjadi pemenang Wirausaha Mandiri, Malang.
Wildan, Lalu,
1991. Agar penilaian Pemuda Pelopor
tidak hanya dibatasi pada 4 bidang saja, Staf Ahli Menporan RI, Jakarta.
Wiswawa,
I.K.Alit, 2011. Pengembangan Ekonomi
Mikro, berbasis pada kearifan lokal, Makalah Seminar hari jadi kota
Palangka Raya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar