Minggu, 23 Agustus 2015

AKADEMISI : REMISI NAPI KORUPTOR DAN NARKOBA TIDAK MENDIDIK

D0220815000481 22-AUG-15 HKM BJM Banjarmasin, 22/8 (Antara) - Akademisi Universitas Palangka Raya Kalimantan Tengah Prof Dr HM Norsanie Darlan MS PH berpendapat, remisi terhadap narapidana koruptor tidak mendidik. Begitu pula remisi terhadap narapidana (napi) yang tersangkut kasus narkoba, terutama bagi bandar atau pengedar/penjual barang haram tersebut, hal itu tidak mendidik, katanya saat berada di Banjarmasin, Sabtu. "Kesan tidak mendidik itu terutama bila melihatnya dari sudut pandang pendidikan," tegas Guru Besar pada Universitas Palangka Raya (Unpar) tersebut kepada Antara Kalimantan Selatan (Kalsel). Pasalnya, lanjut dosen pascasarjana program studi Pendidikan Luar Sekolah (PLS) atau Pendidikan Non Formal (PNF) itu, dengan remisi tersebut pelaku korupsi dan kasus narkoba tidak akan jera. Karena calon atau pelaku koruptor dan narkoba jadi tidak jera/enggan untuk melakukan perbuatan tersebut. Walau dia tahu perbuatan itu bertentangan dengan hukum di negeri tercinra ini. Alasan lain, walau pelaku tertangkap dan dihukum, toh nantinya saat di penjara seperti: HUT-RI dan hari-hari besar lain, mereka akan mendapatkan remisi, sehingga peristiwa akan tertangkap tidak menjadi hal yang menakutkan. "Sebab bila tertangkappun hukumannya akan selalu dikurangi. Ini yang tidak mendidik dan tidak memberikan efek jera," lanjut mantan Kepala Badan Pendidikan dan Pelatihan (Diklat) pemerintah provinsi (Pemprov) Kalteng tersebut. Sebaiknya, menurut mantan aktivis Ikatan Pers Mahasiswa Indonesia (IPMI) tersebut, agar napi koruptor dan narkoba itu dianalisis kembali dalam hal pemberian remisi, apakah betul-betul sudah pantas atau hanya analisis pribadi. "Karena percuma petugas keamanan kita, siang malam memburu pelaku korupsi dan narkoba. Tapi setelah mereka dijatuhi hukuman tidak memberikan efak jera," ujar Korsat Ketua Dewan Pakar Ikatan Cendekiawan Muslin Indonesia (ICMI) Kalteng itu. Sebab, lanjut dia, hukuman yang dituntut jaksa ada kalanya sudah berkurang di persidangan, ditambah lagi masa kurungan pun jadi berkurang, karena remisi. "Kalau napi dari kasus lain tidak masalah, karena kalau perbuatan pelanggaran hukum yang lain (selain korupsi dan narkoba). Itu mungkin syah-syah saja. Dengan berbagai pertimbangan lainnya," kata profesor yang berkarir mulai dari pegawai rendahan (pesuruh) tersebut. "Tapi kalau pelaku perbuatan melanggar hukum seperti korupsi dan narkoba adalah akan merusak generasi bangsa kita, sehingga tak sepatutnya mendapatkan remisi," demikian Prof. Norsanie Darlan.***2*** (T.KR-SKR/B/H. Zainudin/H. Zainudin) 22-08-2015 20:57:35

Kamis, 20 Agustus 2015

MENGENALI PENDIDIKAN KEWIRAUSAHAN PEMUDA SEBAGAI CALON PELOPOR PEMBANGUNAN EKONOMI BANGSA

Oleh : H.M.Norsanie Darlan Pendahuluan Dengan mengucap syukur kepada Yang Maha Kuasa bahwa buku kecil ini ditulis atas permintaan pihak panitia penenyelenggara yang menetapkan penulis sebagai nara sumber pada acata trainir of training (TOT) Pasukan Pengibar Bendera Merah putuh di Dinas Pemuda dan Olahraya Provinsi Kalimantan Tengah yang dalam rangka menghadapi HUT RI tahun 2012. di Kalimantan Tengah, dengan judul Melatih Diri Untuk Berwirausaha Bagi Pemuda Pelopor Pembangunan Pedesaan. Diketahui bersama bahwa yang hadir dalam acara TOT ini, bukan para pemuda/pelajar. Tapi lebih diarahkan kepada para pejabat yang menangani pemuda dari kabupaten/kota di Dinas terkait. Mereka ini, tentu akan memberikan bimbingan kepada generasi penerus bangsa di daerah mereka masing-masing. Sehingga para pemuda/remaja sejak dini diberbagai hal harus diberikan bekal untuk persiapan masa depan mereka. Para pemuda pada waktunya nanti setuju tidak setuju, senang tidak senang mereka ini, secara alamiah harus menjadi penerus pembangunan pedesaan. Oleh sebab itu, materi apapun yang di diberikan selama dalam pelatihan ini, merupakan bahan yang sangat penting. Karena pada waktunya nanti pemuda pelopor adalah harus kreatif di mana ia bertugas. Untuk berlatih dan membawa harum nama bangsa dalam upaya mencerdaskan bangsa. Dalam tulisan pada buku ini, penulis akan menguraikan sebagai bekal dalam berbagai hal yaitu: Pendahuluan, Tujuan penulisan, Merelirik Sudut Pendidikan, Kewirausahaan, Pendidikan Kewirausahaan Non Formal, Berbagai Pendapat Ahli, Pemuda Pelopor, 3 Tantangan Generasi Muda, Tantangan masuk sekolah, Tantangan masuk Perguruan Tinggi, Tantangan masuk lapangan kerja, Pendidikan Mana Untuk Pemuda/Remaja Kreativitas Pemuda, berwirausaha, Pemuda Pelopor harus punya Kelebihan, Ditunggu Pemuda Kreatif, menciptakan lapangan kerja dan Daftar Pustaka dll untuk lebih jelasnya hal-hal di atas, akan di uraikan secara rinci sebagai berikut: Tujuan Penulisan Buku penulisan buku ini tidak lain ingin memenuhi surat permintaan panitia, yang meminta kepada penulis tentang perlunya peserta pelitihan diberikan bekal tentang: Kewirausahaan pemuda sebagai pelopor pembangunan bangsa. Dengan pemberian materi ini, diharapkan peserta petihan, memperoleh seperangkat bekal mereka yang pada waktunya nanti, mereka sebagai calon pemimpin bangsa ini nanti, akan dapat menerapkannya di masyarakat. Terlebih di mana pemuda pelopor ini bertugas. Harapan kita semua peserta pelatihan TOT ini, dapat memanfaatkan materi-materi yang sangat sederhana ini, guna bekal kepada para pejabata Dinas Terkait ini mereka bila kempali ke daerahnya masing-masing, dalam menjalankan tugas sebagai pemuda pelopor tersebut. Berbagai Pendapat Ahli Arti Melatih diri; menurut: Norsanie Darlan, (2011) adalah :”...membiasakan seseorang untuk bertindak kreatif untuk kepentingan tidak hanya bagi dirinya sendiri, tapi juga untuk orang lain...”. dengan demikian melatih diri bagi pemuda pelopor sungguh dinantikan. Sehingga pemuda pelopor siap menjalankan kepeloporannya di mana ia bertugas. Arti Membangunan Membangun menurut Admin (2012) adalah:”...suatu pondasi dari setiap hubungan kegiatan bisnis, suatu kepercayaan diri...”. dengandemikian membangun dalam hal upaya untuk jadi berdaya dalam pembangun diri sebagai pemuda pelopor pembanguan bangsa. Arti Pemuda Pemuda menurut Abdul Gafur (1980) adalah:”... seseorang yang mempersiapkan dirinya untuk maju kebih dahulu ke depan dalam berbagai hal...”. demikian juga pemuda pelopor pedesaan yang maksudnya seorang pemuda yang berjiwa kesatria dalam membantu pempelopori sesuatu pekerjaan atau program guna kemajuan desa di mana yang bersangkutan bertugas. Tujuannya tidak lain adalah membangun desa dan masyarakat demi kemajuan bangsa dan negara. Arti Berwirausaha; Bila kita ingin mengetahui apa arti berwiraswasta ia merupakan suatu perbuatan dalam mempersiapkan diri untuk masa kini dan masa datang. Apakah untuk diri pemuda pelopor itu sediri ataukah buat orang lain. Berwiraswasta tentu saja melatih diri untuk kecamapan hidupnya. Sehingga tidak ada merasa ketergatungan pada orang lain. 3 Tantangan Generasi Muda Menurut Darlan (2011) bahwa ada 3 (tiga) tantangan yang dihadapi para pemuda generasi muda dewasa ini, yang ternyata tidak sebatas pada kaum muda saja yang merasakannya. Tapi orang tuapun juga merasakan hal itu. Ke 3 hal tersebut di atas adalah: 1.Tantangan masuk sekolah; 2.Tantangan masuk Perguruan Tinggi; dan 3.Tantangan masuk lapangan kerja. Untuk lebih jelasnya ke 3 hal di atas, secara sederhana akan diuraikan satu persatu sebagai berikut: Tantangan masuk sekolah Sejak akhir tahun 70-an sudah melaui bermunculan satu-persatu di daerah yang menginformasikan bahwa tahun demi tahun anak usia sekolah dirasakan untuk masuk sekolah apakah sekolah dasar ataukah SLTP mapun SLTA ternyata jumlah kursi tidak sebanding dengan jumlah anak yang mau masuk sekolah. Hal ini pasti jauh berbeda. Dengan kata lain daya tampung sekolah mulai kurang. Sementara penambahan setiap tahun sepertinya tetap tidak terbendung. Sekolah-sekolah swasta dengan tampil seadanya pun di daerah tertentu, juga dengan sangat banyak masih ada yang tak tertampung. Ini sebuah akibat ledakan penduduk masa lalu. Dalam istilah lain adalah, “Sejak lama di negeri ini”, masuk sekolah ”para calon murid” sudah mendapatkan tantangan yang terkadang di perkotaan terdapat komentar masyarakat ”siapa berduit, ialah yang bakal dapat” dalam meraih pendidikan anaknya yang lebih baik dan kualitasnyapun tidak diragukan. Namun kita sama maklumi bersama bahwa masyarakat pemukimannya tidak menumpuk di perkotaan. Melainkan mereka sebagian besar penduduk negeri ini, bertempat tinggal di pedesaan. Kita sama maklumi tidak seluruh desa terlebih masa lalu terdapat sekolah dasar. Sehingga tidak menutup kemungkinan ada warga masyarakat kita yang karena sesuatu dan lain hal selama hidupnya, tidak sempat mengenyam atau menikmati dunia pendidikan formal. Atau bersekolah. Anak Usia Sekolah mengais rezeki dari sampah, apakah mereka sudah sekolah Fasilitas pendidikan di atas tidak saja untuk sekolah dasar. Padahal wajib belajar kita tidak lagi Wajar 6 tahun. Tapi sudah bergeser ke 9 – 12 tahun. Sementara gedung SMP dan SLTA belum juga tersedia hingga anak mau belajar ke SMP dan SLTA terkendala. Hal ini menuntut agar kita dapat memikirkan bersama masalah tersebut. Karena kesempatan pendidikan yang ada di negeri kita disebabkan fasilitas pndidikan yang masih dirasakan kurang. Dipihak lain menurut M. Saad Arfani (2011) ia mengungkapkan bahwa: ”...jauhnya sekolah jadi penyebab anak-anak pedesaan tak melanjutkan pendidikan...”. kalimat di depan sungguh di temukan di mana-mana baik di daerah kita maupun di daerah lain. Hal seperti di atas, tidak saja dirasakan di pedesaan. Tapi di perkotaan sekalipun penduduk kita yang fasilitas pendidikan sudah dianggap mendekati cukup, namun masih ditemukan penduduk kota yang belum berkesempatan mecicipi pendidikan formal. Sehingga pemulis berasumsi tidak tuntas pendidikan ini, kalau hanya dipikirkan dan di fasilitas Cuma pada pendidikan formal. Peran pendidikan non formal, ternyata sangat penting, namun karena ketidak mengertian, ketidak fahaman mereka yang didudukkan pada bidang pendidikan non formal. Maka hal-hal di atas, tidak bisa dituntaskan. Alasan yang penulis asumsikan adalah mereka yang ditempatkan pada Subdin/Bidang pendidikan non formal masih tidak profesional. Penempatan sarjana “...atau tenaga yang bukan ahlinya, tunggu kehancurannya...”. Tantangan Pemuda masuk Perguruan Tinggi Kalau kita melihat mulai munculnya istilah: “UMPTN” yang kepanjangannya adalah Ujian masuk perguruan tinggi negeri ini, digulir juga sejak tahun 80-an juga. Yang terkadang anak lulusan SLTA yang mau masuk perguruan tinggi tujuan Bandung, ternyata tes-nya lulus di Palangka Raya. Kenapa demikian seperti uraian ini masyarakat turut berpartisipasi menyelenggarakan pendidikan tinggi. Ternyata perguruan tinggi swasata tidak masuk UMPTN sehingga dengan tidak diperkirakan sebelumnya ia harus kuliah di Unpar-Universitas Palangka Raya. Karena di kota Bandung juga ada perguruan tinggi diberi nama Unpar. Tapi punya yayasan swasta. Dengan seleksi yang relatif ketat disertai beratnya persaingan, 1 berbanding 15 maka tidak menutup kemungkinan calon mahasiswa yang kapasitasnya bila dibawah standar dengan sangat menyesal terpaksa harus tidak lulus pada jurusan/program studi pilihannya. Karena dengan system seleksi sekarang calon dari sumatera utara, Aceh, Papua, Sulawesi dan berbagai provinsi di Jawa dengan mudah lulus di Unpar. Sementara putra daerah, hanya gigit jari. Karena ada dugaan standar pendidikan yang ada di provinsi kita relatif rendah. Mudah-mudahan mulai terjadi perbaikan masa sekarang dan masa datang. Sehingga standar kita sama dengan kawasan yang lebih maju. Kita sama maklumi bahwa dalam 20 tahun terakhir, sudah dirasakan di tanah air kita bahwa tes masuk perguruan tinggi negeri sungguh dirasakan betapa sulitnya. Namun seleksi ini, semakin tahun semakin tambah berat. Sehingga upaya memberikan berbagai pendidikan luar sekolah atau pendidikan non formal pada lembaga kursus pada bidangnya oleh orang tua kepada anaknya sungguh memberatkan biaya. Terlebih biaya yang diperlukan. Ada kalanya sang anak kurang perhatian, tapi orang tuanya justru sibuk mendaftar anak untuk kursus itu dan ini, dengan tujuan bahwa anaknya berhasil lulus dalam seleksi masuk perguruan tinggi. Tantangan masuk lapangan kerja Kaum generasi muda dewasa ini menghadapi masa sulit, sebagai akibat ledakan pendudukan di negeri kita masa lalu sangat tinggi. Hal itu memberikan efek negatif kepada generasi mncari kerja dimasa sekarang. Selain hal di atas, bergulirnya era reformasi, yang selama ini, kurang mendukung terhadap kebijakan masa lalu. Ebagai contoh yang sdr boleh perhatikan. Kebijakan masa lampau, dinas pendidikan yang doeloe disebut Kantor Wilayah Pendidikan. Kepala Katornya paslu lulusan ”alumnus” IKIP atau FKIP. Dewasa ini ternyata dapat diduduki oleh bukan kesarjaan itu. Sehingga pastilah ada bagai perahu layar putus kemudi. Contoh lain dengan kebebasan dewasa ini, bisa terjadi juga kepala Rumah Sakit dipimpin oleh bukan dokter. Kepala Kejaksaan bisa dipimpin oleh orang yang bukan Sarjana Hukum. Jika hal itu terjadi, apa yang bakal terjadi. Ini sebagai bukti derasnya arus reformasi. Sekarang bagaimana dengan tantangan pada sarjana sekarang. Ada dugaan kemudahan yang muncul dari pihak penentu kebijakan, seperti: penerimaan calon pegawai negeri diusulannya sangat tidak sesuai dengan tenaga kerja pada bidang-bidang yang ada di instansi yang di pimpinnya. Karena ada indikasi untuk menolong keluarga terdekat. Sehingga setelah ia masuk, apa yang harus ia kerjakan. Karena KKN-nya sudah bisa dimunculkan. Perlu sekali para pemuda Diberikan penjelasan tentang akibat Korupsi terhadap bangsa Pemuda pelopor bisa juga ia melepaskan diri dari perbuatan yang melanggar budaya, agama dan kebiasaan di masyarakat yang bersifat negatif seperti: Menghindari 5 M + 1 P untuk lebih jelasnya adalah: 1. Minun; 2. Main; 3. Madat; 4. Madon; 5. Maling dan; + Polisi Jika bisa mengajak sesama pemuda, remaja untuk tidak berbuat 5 M di atas, maka pemuda itu bisa disebut juga sebagai seorang pemuda pelopor. Merelirik Sudut Pendidikan Bila kita memperhatikan masalah pendidikan, tentunya rendahnya tingkat pendidikan masyarakat, cenderung berdampak mundurnya masyarakat yang ada di wilayah itu. Rendahnya pendidikan cenderung dengan berakhir dengan kebodohan. Diharapkan mereka tidak mudah untuk tampil dengan cara biasa. Melainkan sering dilakukan dengan kekerasan. Karena banyak hal yang mereka hadapi seperti: lapangan pekerjaaan yang tentunya tidak dapat dipekerjakan, sama dengan mereka yang bekerja pada pekerjaan elit. Karena tingkat pendidikan yang relatif terlalu rendah, sehingga kebahagian pada pekerjaan yang sedikit agak kasar dibandingkan mereka yang telah mengikuti pendidikan yang lumayan. Dengan demikian pendidikan merupakan jendela untuk mencapai masa depan yang lebih baik. Lewat kesempatan ini penulis mengajak pemuda /remaja yang ada ini, agar memperhatikan tingkat pendidikan dengan berbagai upaya. Dan penulis menyadari tidak semua orang belajar itu berjalan dengan mulus. Ada kalanya proses pendidikan dengan jalan berperiku. Namun dengan berliku-liku itu, mendewasakan mereka dalam proses belajarnya. Demikian juga terhadap dunia pekerjaan, ia tentu sudah memiliki seperangkat kelebihan pengetahuan sebagai hasil belajarnya, dan akan mendapatkan nilai Plus (+) dalam pekerjaan daripada mereka yang belajar tidak pernah dihalangi oleh liku-liku kehidupan. Konsep Kehidupan Masyarakat Bila kita memperhatikan terhadap kehidupan masyarakat di pedesaan, sebenarnya mereka tidak terlalu besar tuntutan seperti mereka yang tinggal di perkotaan. Masyarakat desa hidup dengan segala seadanya. Mereka selalu dalam kehidupan pasrah. Tapi kehadiran para pemuda pelopor pembangunan sangatlah dibutuhkan. Menurut Norsanie Darlan (2002) bahwa:”...Walau diketahui masyarakat yang kita hadapi dengan segala kepasrahan. Kehadiran pemuda pelopor pembangunan, merupakan penantian pemuda yang KREATIF diharapkan. Kenapa demikian ?, karena mereka sangat menanti kehadiran para pemuda yang banyak ide membangun masyarakat. Seperti: bagaimana para pemuda pelopor, menciptakan lapangan kerja bagi pemuda-pemuda desa...”. Walau yang sangat sederhana. Di kawasan pesisir, pemuda perlu dilatih mengolah limbah perkebunan. Seperti sabut kelapa yang dibuang dan tidak pernah dimanfaatkan. Padahal sabut banyak kegunaannya, seperti dibuat bahan baku sapu, keset, dan tali tambang. Limbah Kelapa Tidak Dimanfaatkan Dengan milihat tumpukan limbah sabut yang tidak dimanfaatkan, membuat pemuda pelopor kreatif untuk mengololah menjadi produktivitas desa. Sabut Kelapa, telah jadi sapu yang Siap di jual Dengan modal sebiji sabut kelapa, yang selama ini tidak ada harganya, kalau diolah para pemuda terampil, maka semula sabut yang berstatus limbah, bisa dijadikan duit. Mesin Obras untuk ketermpilan pemuda Di Kalimantan Tengah karena tenaga terampil kita tidak muncul dan tidak mau membina warga masyarakat. Maka kulit kelapa tidak ada harganya. Tapi sebaliknya kehadiran pemuda pelopor pembangunan, yang terampil, akan dapat memciptakan lapangan kerja buat dirinya maupun buat orang lain. Ini yang kita harapkan, salah satunya adalah mengolah limbah kelapa menjadi sapu mendatangkan uang. Kewirausahaan Kewirausahaan menurut Hasan Alwy (2000; 1273) Moeliono (1989) Darlan, (2011) adalah:”…orang yang pandai atau berbakat mengenali suatu program atau produk baru, menentukan cara produk baru, dengan menyusun operasi untuk pengadaan produk baru dengan memasarkannya, serta mengatur permodalan dengan cermat dan baik...”. Masalah kewiraswastaan memang banyak tokoh nasional kita. Suparman Wirahadikusuma (1979) mengatakan bahwa:”..arti wira adalah orang yang gagah berani dalam bertindak dan berdiri sendiri diatas kaki sendiri, tampa mendapatkan bantuan orang lain....”. sedangkan penulis Darlan (1983) mengartikan wiraswata adalah:” ....keberanian seseorang untuk bertindak dalam dunia usaha, tanpa meminta pertolongan orang lain...”. Dengan demikian, pendidikan kewirausahaan ini merupakan hal yang sangat penting bagi semua pemuda guna persiapan masa depan kehidupannya. Kewirausahaan Bagian Pendidikan NonFormal Sungguh menakjubkan, kalau kita mengkaji secara jeli satu persatu para usahawan kita di berbagai daerah di tanah air kita. Ternyata, banyak berhasil yang diselenggarakan pendidikan luar sekolah (PLS). Para pemuda yang secara kebetulan putus sekolah, mencari tempat-tempat penyelenggara pendidikan luar sekolah seperti: kursus perternakan, perkebunan, pertukangan, perbengkelan, montir dan berbagai kerajinan, serta kursus-kursus lainnya. Sebagai contoh di kota Yogyakarta dengan kerajinan peraknya, di Semarang pemanfaatan buah nangka djadikan kripik, sebetulnya di pesisir Kalimantan Tengah limbah sabut kelapa untuk dijadikan: Sapu, keset dll. Artinya mereka yang jeli terhadap dunia usaha akan bisa memanfaatkan lingkungan untuk dijadikan sumber penghasilan. Kalau kita jeli daerah kota Palangka Raya ada sebuah PKBM yang sungguh menggembirakan bahwa seorang tamu tokoh pendidikan luar sekolah dari Benua Afrika Mr. Juma berkunjung ke PKBM itu ia memuji keberhasilan “Kalakai” bisa dijadikan kripik has Dayak. Karena kelakai adalah tumbuhan yang sangat banyak dan tidak pernah ditanam namun kalau diolah ternyata dapat dijadikan keripik kelakai. Sebaiknya para pemuda generasi penerus bangsa, agar melirik jalur PLS ini, untuk mengangkat sumber daya alam (SDA) di sekitar untuk dijadikan sumber penghasilan demi mencari sesuap nasi untuk keperluan dirinya sendiri, dan keluarga pemuda lainnya. Pemuda Harus Jadi Pelopor Bila kita ingin tahu apa sebenarnya arti Pemuda menurut Hasan Alwy (2000; 847) dan Poerwadarmita (1986) adalah:”...orang laki-laki, remaja, taruna, yang bakal menjadi pemimpin....”. Pemuda di sini menurut pemulis tidak sebatas kaum lelaki. Tapi kalangan pemudi sekalipun juga masuk. Disadari atau tidak bahwa pemuda berperan sebagai pengganti generasi sebelumnya. Pemuda adalah menjadi sasaran pemikir agar lebih baik dari masa sebelumnya. Karena di pundak pemudalah masa depan bangsa. Sedangkan apa itu arti pelopor menurut Hasan Alwy (2000;846) adalah:”...(1) yang berjalan terdahulu; yang berjalan di depan perarahakan dan sebagainya; (2) perintis jalan; pembuka jalan; pionir; dia dipandang orang sebagai yang yang paling terdepan dalam gerak pembaharuan (tanpa memperhitungkan resiko yang akan dialami)...”. Dengan demikian pelopor tidak lain adalah orang yang berani mengambil resiko dalam berbuat mendahului pekerjaan orang lain, demi kepentingan pembangunan bangsa dan negara. Berwirausaha dengan tinju Dengan demikian pemuda pelopor adalah tidak lain, para pemuda yang punya kreativitas tinggi dalam berbagai kegiatan pembangunan. Misalnya seorang pemuda membuat berbagai kegiatan dalam menjelang HUT proklamasi, membuat kreasi baru dalam pembangunan, seperti: membuat karya cipta tertentu dalam pemanfaatan apa saja di lingkungan alam sekitar. Misalnya memanfaatkan tenaga air menjadi listrik, tenaga angin menjadi sumber energi listrik, sinar matahari menjadi tenaga listrik, limbah sabut kepala jadi sapu, dll. Inilah kepeloporan pemuda. Dan banyak lagi masalah lain yang yang dipelopori pemuda. Apakah atas usahanya sendiri, ataukah bersama orang lain. Di Kalimantan Tengah sumber daya alam terkandung di dalam perut buminya banyak hal salah satunya ”batu bara”. Kenapa tidak ada kepeloporan pemuda membuat batu bara sebagai pemanas air agar mendidih dan memimbulkan uap menjadi tenaga listrik dsb. Bila kita mencari ”pemuda Pelopor”, Kalau perlu kita akan melibatkan seluruh lapisan masyarakat. Agar betul-betul didapatkan hasil yang baik. Menurut Budi Setiawan (2010) adalah, tujuan program Pemuda Pelopor ini, untuk mengapreasi keberadaan pemuda Indonesia yang memiliki peran strategis sebagai pelopor dalam bidang pembangunan sosial kemasyarakatan, dan memiliki potensi memberikan motivasi dan inspirasi kepada masyarakat. ”Untuk itu pemerintah terus mendorong untuk mewujudkan pemuda yang memiliki kemampuan menjadi pelopor...”. Sementara itu, peraih Pemuda Pelopor menurut: Huala Siregar (1991) ia mendefinisikan pemuda pelopor sebenarnya manusia merdeka, berkarya tanpa pamrih. Karya atau tindakan yang mereka lakukan itu datangnya dari Yang Maha Kuasa. “...Mereka melakukan semua itu tanpa berharap sesuatu. Jadi mari kita betul-betul menyeleksi sehingga kita menemukan pemuda merdeka dan berkarya tanpa pamrih...”. Sebelumnya, Staf Khusus Menpora Lalu Wildan (1991) mengusulkan, agar penilaian Pemuda Pelopor tidak hanya dibatasi pada 4 bidang saja masing-masing kewirausahaan, pendidikan, teknologi tepat guna serta seni budaya dan pariwisata), karena saat ini ada perubahan-perubahan permasalahan di masyarakat dibanding tahun-tahun sebelumnya. ”Misalnya saya mengusulkan ada pelopor bidang perubahan iklim, pertanian, informasi teknologi atau pemuda relawan bencana,” katanya. Pendidikan Mana Untuk Pemuda/Remaja Perlu mengetahui pendidikan mana yang dapat membantu kalangan pemuda/remaja yang secara kebetulan, karena sesuatu lain hal belum sempat mengeyam pendidikan formal. Saat sekarang ternyata faktor usia, ternyata tidak biasa lagi belajar di pendidikan formal. Maka mari kita cari pendidikan lain seperti pendidikan non formal. Bila kita merasakan ketinggalan dalam dunia pendidikan sementara kawan seusia kita ternyata sudah berpendidikan dan berpredikat sarjana. Maka para pemuda harus belajar. Bagaimana kalau usia sudah tidak dapat bersekolah. Untuk itu, pemerintah telah menetapkan jalur pendidikan luar sekolah atau istilah pendidikan nonformal akan dapat membatu para pemuda untuk memperoleh pendidikan melalui pendidikan nonformal. Apakah ia di pusat kegiatan belajar masyarakat (PKBM) ataukah di kelompok belajar lainnya. ’karena PKBM cukup membantu para pemuda yang putus sekolah dan sudah berusia untuk belajar apakah paket A, B ataukah paket C. Kreativitas Pemuda Pelopor Kreativitas pemuda yang sangat diperlukan oleh masyarakat, saat mereka bertugas melaksanakan tugasnya atau hal-hal lain ada di wilayah Kalimantan Tengah, dunia kewirausahaan sungguhlah beragam. Para pemuda sangat bagus kalau punya kreativitasnya saat di lapangan. Walau menanamkan nilai kewirausahaan, sungguhlah tidak semudah membalik telapak tangan. Namun demikian, seorag pemuda ia harus punya konsep yang secara spontan muncul di lapangan, kalau ia mereka memperhatikan sumber daya alam di sekitar desa itu bisa diolah dan dijadikan sumber penghasilan masyarakat. Pemuda Pelopor Pembangunan Sumber daya alam yang berlimpah, membuat manusia manja. Tapi kalau sumber daya manusia yang berkualitas, walau sumber daya alam yang terbatas, kalau SDMnya baik. Maka apa yang mereka hadapi di sekitar alam dapat ia olah menjadi apa saja yang akhirnya dapat menjadikan kesejahteraan manusianya. Bagi pemuda yang kurang kreatif, mudah putus asa, suka menyalahkan orang lain, kurang mendukung terhadap keberhasilan dalam bertugas di pedesaan. Kewirausahaan Indonesia Butuh Pemuda Kreatif, Indonesia butuh lebih banyak pemuda yang kreatif, pemimpin tua saat ini harus memberikan kepercayaan dan kesempatan kepada para pemuda untuk berkembang membangun dan merubah Indonesia. Dari dahulu hingga saat ini pemuda adalah pemicu perubahan-perubahan di negeri ini, mulai dari peristiwa Sumpah Pemuda hingga peristiwa Reformasi. Pemuda adalah aktor dalam perubahan namun yang meneruskan perubahan tersebut adalah (tetap) golongan tua kembali. Kreatifitas para pemuda di negeri ini lama-kelamaan tidak mendapat perhatian dari pemerintah. Banyak para pemuda yang telah mengharumkan nama bangsa dengan kreatifitasnya, dari bidang Sains, dunia kreatif, budaya dan seni, hingga bidang olahraga namun apresiasi pemerintah terhadap pemuda masih sangat kurang. Lapangan Murah Murah dan Menguntungkan Mungkin dari dahulu pemuda dicetak menjadi pegawai melalui pendidikan yang diterimanya selama bertahun-tahun, bukan dicetak menjadi seorang pengusaha yang dapat membuka lapangan kerja. Coba pemerintah memberi bantuan modal kepada para pemuda yang memiliki kreatifitas untuk mengembangkan kreatifitasnya, kita tidak akan perlu lagi mengirim berjuta-juta TKI ke luar negeri untuk menambah devisa negara, tidak perlu meminjam dana ke negara lain untuk pembangunan negeri ini, kemiskinan akan perlahan menurun dan tentunya korupsi tidak akan merajalela di negeri ini karena para pemuda yang akan membuka negara kreatif yang menghasilkan pemasukan lebih besar untuk pembangunan negeri ini. Namun hingga saat ini, pemuda masih dipandang sebelah mata oleh golongan tua dan tidak diberi kesempatan. Perjuangan para pemuda tidak akan berhenti sampai disini karena para pemuda adalah pemicu perubahan di dunia. Pendidikan kewirausahaan sebetulnya ditanamkan sejak lama. Bukan setelah sarjana. Kenapa demikian?. Pertanyaan di atas, merupakan bahan berpikir kita semua. Penulis sangat setuju kalau di semua perguruan tinggi pendidikan kewirausahaan dijadikan materi kuliah seperti: Ilmu Alamiah Dasar di perguruan tinggi. Alangkah indahnya mahasiswa disaat memperdalam konsep perkuliahan diantara pada semester 6 – 7 mengembangkan pendidikan kewirausahannya yang terkait dengan konsep keilmuannya. Saat itu, mahasiswa tidak lagi berpikir agar mencari kerja ke PNS tapi ia sudah berpikir usaha apa yang bakal ia jadikan sebagai lapangan kerja untuk diri. Kalau hal itu kita lakukan retrospektif di awal tahun 80-an bahwa agar sarjana bisa memberikan lapangan kerja bagi orang lain. Bukankah hal itu, konsep kewirausahaan. Saat itu pemerintah pernah memberikan: pinjaman berupa kredit mahasiswa Indonesia (KMI) yang dikecurkan via bank tidak lain sebagai modal usaha untuk mahasiswa yang sudah berada pada semester-semester akhir. Dosen pembina mata kuliahnya harus membawa ke lapangan terhadap mahasiswa yang sedang memprogramkan / merencanakan mata kuliah kewirausahaan ini. Kalau perlu dosen yang mengajar harusnya mereka pengusaha berhasil. Atau ada dosen yang punya usaha kecil-kecilan dan berhasil yang dapat diperlihatkan kepada mahasiswa. Dengan demikian hal di atas, merupakan pendidikan kewirausahaan dalam pendidikan formal di perguruan tinggi. Pemuda Pelopor Punya Kelebihan Dalam bertugas melaksanakan tugasnya sebagai pemuda harus punya program inovasi, karena sebagai seorang pemuda terlatih yang tentunya di tempat tugasnya dalam berkarya, tentu tidak boleh sama dengan kebanyakan orang. Kalau seorang pemuda yang terkadang hanya beberapa orang berpendidikan di dewsa, maka seorang sarjana baru yang bertugas ini harus punya kelebihan dari kebanyakan orang. Seorang pemuda masuk desa harus punya kesan tersendiri dari masyarakat. Pengembangan usaha yang cukup signifikan juga dirasakan Henky Eko Sriyantono, pemilik Bakso Malang Kota Cak Eko, yang menjadi pemenang Wirausaha Mandiri 2008 kategori pascasarjana dan alumni bidang usaha boga. Sebelumnya ia baru mempunyai 80 gerai. Saat ini berkembang menjadi 135 gerai. Karyawan pun menjadi 500-an orang dari sebelumnya sekitar 300. Omzet pun rata-rata naik 20 persen per tahun. “Branding usaha juga menjadi lebih dikenal masyarakat,” ujar Cak Eko. Sumber : Booklet Tempo. Para tokoh nasional kita dalam berbagai event memberikan berbagai konsep kewiraswastaan diantaranya seperti: ". Kala itu, Ciputra mencontohkan Singapura memiliki wirausahawan sekitar 7,2 persen Ciputra, Fransiskus Saverius, Herdiman (2011) adalah:"…Suatu bangsa akan maju bila memiliki jumlah entrepreneur (wirausahawan) minimal 2 persen dari total jumlah penduduk…, dan Amerika Serikat memiliki 2,14 persen entrepreneur. Bagaimana dengan Indonesia? Kalau kita memperhatikan terihadap manusia kita 220 juta lebih penduduk, Indonesia hanya memiliki sekitar 400.000 pelaku usaha mandiri, atau sekitar 0,18 persen wirausahawan dari jumlah penduduknya. Hal ini tentu memrihatinkan. Padahal, menurut pendiri University of Ciputra Entrepeneurship Center (UCEC) ini, potensi Indonesia terbilang besar. Indonesia memiliki kekayaan alam melimpah siap diolah. Indonesia termasuk dalam ranking 10 besar penghasil tembaga, emas, natural gas, nikel, karet, dan batubara. Dan, masih banyak lagi keunggulan komparatif yang kita miliki. Karena itu, jika menyedikan stok enterpreneur yang cukup dan potensial, Indonesia bisa menjadi pemain internasional yang handal. Peraih penghargaan Kewirausahaan Sosial (Social Entrepreneurship) Ernst and Young Entrepreneur tahun 2006 bernama: Bambang Ismawan mengatakan:”... wirausahawan muda di Indonesia mulai bangkit...”. Hal itu dapat dilihat dari minat dan pelaku wirausaha muda yang semakin bertumbuh. Namun dibandingkan jumlah penduduk, jumlah entrepreneur muda yang kita miliki memang masih sangat kurang. Rendahnya minat dan pertumbuhan wirausahawan muda, menurut: Bambang (2006), Wiswawa (2011) adalah:”... terutama disebabkan oleh minimnya dorongan lingkungan keluarga sang anak. Orang tua lebih banyak mengharapkan anaknya bekerja sebagai pegawai negeri atau pegawai kantor. Pasalnya, pekerjaan seperti itu dinilai memiliki risiko kecil dibandingkan menjadi pengusaha. "Orang tua menginginkan anak mereka mendapatkan gaji tetap setiap bulan, daripada harus menunggu keuntungan yang memakan waktu lama...". Harapan orang tua ini didukung pula oleh lesunya sektor kewirausahaan dalam negeri. Sektor ini dinilai memiliki risiko tinggi, sementara itu kurang menjanjikan penghidupan yang layak. Karena itu, orang tua petani rela mengeluarkan biaya tinggi untuk menyekolahkan anaknya agar mereka tidak kembali kepada pertanian. Bambang mencontohkan, tamatan Institut Pertanian Bogor (IPB) lebih banyak menjadi wartawan atau pegawai, daripada menjadi petani. Selain pengaruh lingkungan dalam keluarga, kata Bambang, rendahnya minat kaum muda terjun dalam bidang wirausaha, juga disebabkan oleh arah dan sistem pendidikan yang kurang mendukung. Pendidikan malah tampil sebagai alat untuk menumpulkan semangat berwirausaha. Metode menghafal, misalnya, membuat anak tidak memiliki daya kreasi dan inovasi, yang sangat dibutuhkan dalam dunia kewirausahaan. Karena itulah, Bambang mendesak agar pendidikan, terutama pendidikan tinggi segera dibenahi. Desakan agar perguruan tinggi melakukan pembenahan - bahkan perubahan paradigma - juga disuarakan Ciputra. Menurutnya, salah satu penyebab rendahnya jumlah entrepreneur di Indonesia adalah sistem pendidikan yang hanya fokus pada penciptaan tenaga kerja, bukan menciptakan enterpreneur-enterpreneur potensial. "Setiap tahun, lembaga-lembaga pendidikan menghasilkan pengangguran, karena mereka tidak didorong untuk menjadi pelaku wirausaha," ujarnya. Menurut Ciputra, setiap tahun perguruan tinggi Indonesia melahirkan sekitar 750 lebih sarjana yang menganggur. Karena itu, tantangan perguruan tinggi di Indonesia ke depan, katanya, adalah melahirkan wirausahawan muda. Pedagang Penerapan Jiwa Wiraswasta Menjawab tantangan itulah Ciputra mendirikan sekolah yang fokus pada upaya mengembangkan semangat kewirausahawan siswa, seperti Sekolah Ciputra, Sekolah Citra Kasih, Sekolah Citra Berkat, Sekolah Global Jaya, Sekolah Pembangunan Jaya. Terakhir, ia mendirikan University of Ciputra Entrepreneurship Center (UCEC). Program yang disiapkan UCEC antara lain mempersiapkan modul pengayaan kewirausahaan untuk kurikulum nasional, mengembangkan kurikulum kewirausahaan di Universitas Ciputra, dan mengadakan pelatihan tiga bulan kepada masyarakat. Batu bara berlimpah belum ada listrik batu bara Selain dukungan keluarga dan perguruan tinggi, pertumbuhan wirausahawan muda juga membutuhkan peran dunia usaha dan lembaga dunia usaha. Bambang memberi contoh peran pengusaha yang tergabung dalam Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (Hipmi). Organisasi ini seharusnya tidak hanya mendorong lahirnya pengusaha kaya dan bergerak dalam bidang usaha yang membutuhkan penyertaan modal tinggi, tapi juga harus mendorong munculnya pengusaha kecil yang bergerak dalam sektor kecil dan mikro (UMKM). Menurut: Very Herdiman dan Bambang, (2011) bahwa Potensi sektor UMKM, sesungguhnya sangat menjanjikan. Dari seluruh entitas dunia usaha yang kita miliki, 95 persen (43 juta) merupakan usaha yang bergerak dalam sektor usaha mikro. Data ini, kata Bambang, memperlihatkan bahwa Indonesia potensial melahirkan wirausahawan yang bergerak dalam usaha mikro dan kecil. Ekonomi Bangsa Beberapa tahun terakhir ini, menurut: Husein Mubarok (2009) bahwa perekonomian dunia semakin bergejolak saja. Bahkan Negara besar seperti Amerika, mulai kelihatan kehancurannya. Mengapa bisa demikian? Hal ini disebabkan oleh berbagai hal, diantaranya adalah baby birth dan biaya perang yang besar. Sebelum Perang Dunia II sedikit sekali bayi yang lahir di Amerika. Sebaliknya, pasca perang dunia II angka kelahiran meningkat drastis. Nah, yang menjadi masalah adalah generasi dengan jumlah kelahiran luar biasa tersebut sekarang tengah menjadi pensiunan. Diperkirakan pada tahun 2016 nanti jumlah pensiunan Amerika mencapai 75 juta. Bagaimana menggaji mereka? Ini sebagai akibat angka kesehatan yang membaik. Bahkan, tidak ada satupun pengamat ekonom yang optimis bahwa Amerika akan tetap berdiri. Yang kedua adalah dikarenakan Amerika selalu mengalokasikan dana yang besar untuk perang.Sebagai contoh saja, berdasarkan data statistik perekonomian pemerintah Amerika, dana yang diajukan untuk kasus perang Israel-Palestina adalah senilai kurang lebih $1200 triliun sedangkan yang di acc adalah kurang lebih $900 triliun. Perlu diketahui bahwa pada Tahun 2008 terjadi krisis ekonomi yang hebat di AS, Apakah Obama sanggup mengatasi masalah ini kedepannya? Sebenarnya tidak masalah jika Amerika hancur. Yang menjadi masalah adalah siapa-siapa yang berada di belakang Amerika, yaiu para Yahudi dan Israel. Pada dasarnya orang-orang Amerika itu baik dan toleran. Yang kurang ajar adalah para pemimpinnya, yaitu para Yahudi yang telah dikuasai Dajjal. Lalu apakah Amerika tinggal diam melihat kondisi perekonomian yang seperti itu. Bicara tentang ekonomi maka Muizzuddin (2009) adalah:”...Sistem ekonomi yang diterapkan, seharusnya mampu mewujudkan kesejahteraan bagi seluruh masyarakat berdasarkan asas demokrasi, kebersamaan, dan kekeluargaan yang melekat, serta pada akhirnya mewujudkan ketentraman bagi manusia. Akan tetapi Rentetan peristiwa akibat sistem ekonomi yang diterapkan terus memberikan dampaknya...”. sehingga apa yang diharapkan selalu berhasil baik. Ditunggu Pemuda Kreatif Pemuda yang kreatif, tidak lain adalah seorang pemuda yang tidak mudah tinggal diam di mana saja ia berada. Pemuda kreatif, setiap saat dia selalu melahirkan pekerjaan yang inovatif. Pemuda kreatif bila melihat sesuatu, otaknya berpikir. Mau dijadikan apa hal ini, sehingga mempersembahkan sesuatu kepada orang lang di desanya. Misal saja: seperti kasus di atas, tinggal di desa, mau mengumpulkan sabut kelapa. Sabut adalah limbah perkebunan yang tidak ada harganya. Tapi degan di olah sabut bisa dijadikan bahan/alat rumah tanggal yang setiap rumah pasti memerlukan sapu. Sapu dari sabut, sama nilainya dengan sapu dari ijuk, yang berasal dari pohon enau untuk membuat gula merah. Sabut punya cara lain bisa dibuat jadi tambang, bisa pula jadi berbagai hal seperti jok mobil, jadi kasur, jadi bahan kerajinan lainnya. Karya Cipta Bangsa yang kurang dihargai Para pemuda pelopor pembangunan di desa harus tahu apa potensi desa itu. Sehingga potensi desa bisa dijadikan olahan yang ternyata bisa menghasilkan sesuatu yang berharga. Ini sebetulnya pemuda pelopor dari pemuda yang ditunggu masyarakat. Karena kreativitasnya. Kumpulkan orang dewasa yang masih belum bisa membaca dan menulis, berikan pelajaran kepada mereka tentang sesuatu yang mereka butuhkan. Jika ternyata mereka masih buta huruf, lajari mereka membaca dan menulis. Ini sebuah sumbangan pemuda pelopor yang sangat besar terhadap masyarakat kita di pedesaan. Jika pemuda pelopor pedesaan secara kreativitas bisa melakukannya, maka betapa besar sumbangan saudara-saudara terhadap bangsa di negeri kita tercnta ini. Walau sekecil mungkin, namun jasa kepeloporan saudara sangat dinantikan masyarakat di pedesaan. Hal ini, tidak terbatas dengan contoh di atas, tapi dalam bentuk apapun. Menciptakan Lapangan Kerja Saat penulis menyelesaikan studi Program Doktor di kota Bandung, tidaklah salah mengunjungi kecamatan Raja Polah. Karena di desa-desa mereka walau sumber daya alamnya rusak akibat meletusnya gunung Galunggung di awal tahun 1980-an. Para pemuda dan masyarakat mencari nafkah dengan memanfaatkan apa saja dijadikan usaha kreatif. Misal sebatang pohon padi menghasilkan banyak hal seperti tanggkainya menjadi sapu, batangnya dibuat ayaman, dll. Daun Pandan tidak dari Tasik Malaya Sebatang pohon yang tumbang di pinggir jalan, memberikan berkah pada penduduk. Karena batang, dahan hingga akarnya, bisa diolah dengan kerajinan mereka jadi berbagai cendera mata. Keterampilan Pemuda Putra putri Kalimantan Tengah belum sampai di sana untuk berwira usaha. Kita terlena dengan indahnya alam, terlena dengan berbagai hasil bumu dan alam. Namun belum banyak memberi manfaat kepada penduduknya. Kebijakan Pengambil Keputusan Dalam bagian akhir buku ini, perkenankanlah curahan hati penulis, yang juga pernah duduk dalam tugas sebagai pengambil kebijakan sebagai kepala Badan Diklat Provinsi Kalteng. Kalau kita berbicara tentang pemuda sebagai generasi muda, maka mereka ini tidak akan lepas sebagai generasi penerus bangsa. Apa yang telah kita lakukan saat sekarang tentu memberikan contoh bagi mereka dimasa datang. Sehingga pembinaan terhadap mereka tidak akan memberi warna bagi mereka yang kita bina sekarang. Tentu akan menjadi buah bibir mereka di masa kini dan masa datang. Bicara tentang pemuda sebagai calon pelopor pembangunan secara formal tentu dibawah kekuasaan pejabat yang terkait dengan bidangnya. Hal ini penulis ambil contoh saja para pemuda yang bakal kita kirim dalam menyeleksi pasti ada muncul rasa subjektivitas, apakah karena: faktor keluarga, satu alumnus, atau suku dan kedaerahan. Putusan itu baik atau tidak pasti dinilai oleh mereka yang lain. Kenapa begitu,dan kenapa begini dsb. Untuk menghindar hal tersebut, pengambil kebijakan harus bertindak adil, tanpa pandang faktor keluarga. Tapi dirikan/tegakkan objektivitas yang setinggi mungkin. Jika kita sudah melakukannya maka pujian dimasa datang akan datang kepada kita. Demikian sebaliknya.

Mengenali Pendidikan Non Formal

Oleh : H.M.Norsanie Darlan Memperhatikan masalah sosial dan kemasyarakatan dari Universitas Palangka Raya (Unpar) Kalimantan Tengah Prof Dr HM Norsanie Darlan meminta, pemerintah agar meningkatkan perhatian terhadap pendidikan non formal atau pendidikan luar sekolah. Prof Dr HM Norsanie Darlan mengungkapkan harapan itu saat berbincang dengan ANTARA Kalimantan Selatan, di Banjarmasin, Sabtu, berkaitan masih kurangnya perhatian pemerintah terhadap pendidikan non formal selama ini. Padahal, menurut pengajar pascasarjana pendidikan luar sekolah (PLS) pada perguruan tinggi negeri tertua di "Bumi Isen Mulang" Kalteng itu, peran pendidikan non formal juga cukup besar terhadap upaya mencerdaskan kehidupan bangsa. Sebagai contoh dalam penuntasan penyandang buta aksara, serta berbagai kursus, pendidikan dan pelatihan yang berkaitan dengan keahlian, keterampilan dan kecakapan seseorang. "Karenanya seiring perkembangan dan kemajuan zaman, keberadaan pendidikan non formal telah dikenal dalam peradaban manusia jauh sebelum adanya pendidikan formal dan sistem persekolahan," ujar Prof Dr HM Norsanie Darlan yang meniti karir mulai dari pegawai rendahan (pesuruh) itu. Namun pembinaan pendidikan nasional selama ini masih didominasi oleh pendidikan formal. Pembinaan pendidikan non formal dilakukan oleh pemerintah hanya melalui berbagai pendekatan proyek yang bersifat sementara dan kadangkala tidak berkelanjutan.

Rabu, 19 Agustus 2015

Mengenali Ciri PNF

sk menpan (2)endang djeki, 30 Okt 2014 norsanie darlan Keendang djeki 2 Nov 2014 Ciri Pendidikan Non Formal Oleh: H.M.Norsanie Darlan Bila mengkaji berbagai literatur menyebutkan bahwa Pendidikan Non Formal (PNF) yang berdasarkan dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional nomor 20 tahun 2003 secara jelas bahwa PLS atau pendidikan nonformal itu tidak dijelaskan secara rinci dalam hal ciri pendidikan luar sekolah itu. Penulis dalam kesempatan ini, mencoba mengurai ciri tentang pendidikan nonformal adalah: (1) waktunya pendek; (2) materinya beragam; (3) siswanya bervariasi dan; (4) tempatnya menyesuaikan Untuk lebih jelasnya yaitu: waktunya pendek, artinya pendidikan luar sekolah atau pendidikan nonformal ini, tidak lebih dari 12 bulan. Bahkan ada yang hanya satu hari. Demikian juga jam belajarnya. Apakah pagi, sore atau malam hari. Sehingga tidak mengganggu jam kerja warga belajar. Dalam perkembangannya, pada pendidikan dasar dan menengah dewasa ini tentu ada yang lebih dari setahun. Misalnya dalam program paket A, B dan C. Guna meningkatkan kualitas disertai fungsi dan peran yang makin diperbaiki. Maka warga belajar paket A, B dan C tidak mungikin dalam waktu 3 – 4 semester sudah terima ijazah. Mereka harus belajar dengan kesungguhan, disertai mengikuti ujian untuk menentukan kelulusan. Lembaga penyelenggara pendidikan non formal ini umumnya melalui Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM). Adapun materi menurut: Norsanie Darlan (2011) bahwa:”...pembelajaran pendidikan orang dewasa ini, beragam. Artinya menyesuaikan dengan kebutuhan masyarakat (belajar berdasarkan bebutuhan masyarakat). Beda dengan pendidikan persekolahan atau pendidikan formal...”. Dalam pendidikan luar sekolah atau pendidikan nonformal ini, materi dibuat berdasarkan kesepakatan. Para mahasiswa yang mengambil program studi / jurusan Pendidikan Luar Sekolah (PNF) tahu persis cara rancang bangun dan rekayasa dalam materi belajar yang berdasar kesepakatan itu. Kalau tidak maka kelompok belajarnya akan bubar. Siswanya atau istilah di PLS Warga belajarnya bervariasi, dengan berdasar konsep pendidikan luar sekolah atau pendidikan nonformal ini, kepada mereka yang karena sesuatu dan lain hal dalam pendidikan formal belum sempat menikmati dunia pendidikan. Namun telah berusia 35 tahun baru ia sadar akan pentingnya sekolah dasar. Padahal pada usia itu tidak akan ada lagi murid SD. Maka ia harus mengikuti jalur ke 2 yaitu pendidikan luar sekolah atau pendidikan nonformal ini, dengan belajar paket A. Sehingga ia harus mengikuti paket A-1 sampai A-100. Atau pendidikan keaksaraan lainnya. Selain itu tutor harus mengerti betul yang didik ini orang dewasa. Materi selingan perlu ada agar warga belajar tidak bosan, maka ia harus merancang bangun dan rekayasa materi belajar lain yang sesuai kebutuhan warga belajar (WB)-nya. Yang dimaksud bervariasi di atas tidak lain usia peserta beragam. Ada yang usia 25 tahun dan ada pula yang 35 tahun atau lebih. Bahkan pengalaman penulis ada warga belajar (siswanya) lebih tua dari tutor (guru) ini adalah wajar, dan motivasi ingin tahunya sangat tinggi. Bicara tentang tempat tidak seperti dunia persekolahan atau pendidikan formal. Melainkan pendidikan luar sekolah atau pendidikan nonformal ini, berdasarkan kesepakatan bersama. Terkadang di ruang kelas sekolah, di rumah ketua RT, RK/RW, di rumah warga belajar sendiri atau di balai desa. Yang penting ada kesepakatan. Dengan demikian dalam memperhatikan pendidikan luar sekolah atau pendidikan nonformal ini, tentang: waktu, materi, warga belajar (wb) bervariasi dan tempat tentu beda dengan sistem persekolahan atau pendidikan formal. Dan kalau kita terpaku pada salah satu jalur saja di dunia pendidikan ini, maka kapan lagi kepincangan pendidikan itu dapat kita luruskan

Selasa, 18 Agustus 2015

AKADEMISI UNPAR PERTANYAKAN PILKADA KURANG PEMINAT

D0100815000394 10-AUG-15 PLK BJM Banjarmasin, 10/8 (Antara) - Akademisi Universitas Palangka Raya (Unpar) Kalimantan Tengah Prof Dr HM Norsanie Darlam MS PH mempertanyakan, Pilkada tahun 2015 kurang peminatnya. Sedangkan Pilkada lalu selalu diikuti secara antusias oleh masyarakat dari berbagai unsur, ujar Guru Besar Unpar tersebut kepada Antara Kalimantan Selatan (Kalsel) di Banjarmasin, Minggu malam. Ia berasumsi rendahnya peminat para calon Gubernur/Wakil Gubernur demikian juga calon bupati/wali kota dan calon wakilnya tidak seperti tahun-tahun sebelumnya, karena terbitnya peraturan/perundangan yang menetapkan PNS yang mencalonkan diri, harus berhenti dari PNS. Begitu pula untuk Gubernur/ Wakil Gubernur dan calon bupati/ wali kota serta wakil bupati/wali kota maka yang mendaftarkan diri sebagai calon ia harus mundur dan berhenti pada jabatan sebelumnya. "Syukur kalau terkabul. Kalau tidak maka petaka akan menimpa nasib si calon yang gagal bertarung," ujar mantan Kepala Badan Pendidikan dan Pelatihan (Diklat) Pemerintah Provinsi (Pemprov) Kalteng itu. Mungkin, lanjut mantan aktivis Ikatan Pers Mahasiswa Indonesia (IPMI) tersebut, peraturan seperti sekarang ini, perlu diubah, karena bisa mematikan karier seseorang yang mencalon. Karena dengan peraturan tersebut, berarti kesempatan untuk menjadi Gubernur/Wakil Gubernur, calon bupati/wali kota dan wakil bupati/wali kota hanya berpeluang bagi mereka yang non PNS dan non pejabat tertentu. "Apa yang bakal terjadi kalau belum memiliki pengalaman. Saya melihat seperti Wali Kota Surabaya, siapa mau mencalon karena Wali Kota sekarang berpeluang besar untuk kembali menduduki jabatan periode ke 2 karena prestasinya. sehingga tak ada orang yang berani mencalonkan diri," tuturnya. Sebab mereka yang mau mencalon menduga pasti kalah. Kalau kalah maka petaka jabatan sebelumnya tidak akan ada lagi, lanjutnya. Contoh lain di Kota Palangka Raya, Kalteng, Wali Kota H. Riban Setia mundur dari pencalonan gubernur setempat, karena kalau ia gagal jadi gubernur provinsinya, jabatan Wali Kota yang sudah dia lepas. Tak akan dia jabat lagi. Begitu pula status PNS Riban sebagai dosen pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) di salah satu perguruan tinggi juga hilang. Tentu saja sayang. Oleh sebab itu wajar kalau dia memilih mundur dari percalonan gubernur, agar aman dari jabatan Wali Kota dan PNSnya yang sudah dia tekuni puluhan lahun tersebut sampai hilang percuma. "Besar kemungkinan yang bakal jadi Gubernur/Bupati/Wali Kota mereka yang tak pernah bekerja apa-apa di pemerintahan. Tiba-tiba memerintah mereka yang sudah profesional, syukur kalau perintah itu sesuai. Kalau tidak sesuai, apa kata dunia," demikian Norsanie. ***2*** (T.KR-SKR/C/H. Zainudin/H. Zainudin) 10-08-2015 16:05:49

Kamis, 06 Agustus 2015

DI PENDIDIKAN FORMAL ADA PENDIDIKAN LUAR SEKOLAH

Oleh : H.M.Norsanie Darlan Guru Besar PLS/PNF Pascasarjana Universitas Palangka Raya Apa Pendidikan Formal Memang pendidikan formal adalah sebutan dari bahasa asing yang artinya pendidikan yang dislenggarakan melalui sistem persekolahan. Selama ini kita terpaku dengan sekolah-sekolah apakah SD, SMP, SMA sampai perguruan tinggi. Penyelenggaraannya dengan sistem persekolahan. Dalam pendidikan formal, gedung sekolahnya sudah tersedia, fasilitas belajar juga sudah tersedia, materi belajarnya disiapkan berupa buku-buku bacaan para siswa/mahasiswanya. Demikian juga guru mendapatkan gaji tetap dari pihak pemerintah. Segala hal di atas, telah di atur dalam sebuah sistem pendidikan nasional. Dalam sistem pendidikan nasional secara jelas pula ada 3 jalur pendidikan, namun dalam emplementasinya cenderung berpihak kepada pendidikan formal. Karena pelaksanaan itu selalu didominasi oleh para alumnus pendidikan formal. Mengapa pendidikan formal mendominasi hal-hal disebutkan di atas, adalah karena mereka tidak sadar bahwa banyak pekerjaan yang mereka lakukan pada jalur pendidikan non formal, tapi anggapan mereka selalu yang dilakukan itu adalah pendidikan formal. Sebagai contoh di Dinas Pendidikan pegawainya ikut diklat prajabatan, pendidikan ini adalah pendidikan luar sekolah. Tapi hal itu tidak disadari oleh yang bersangkutan bahwa ia sedang belajar dalam jalur pendidikan non formal. Dengan memperhatikan apa yang dimaksud di atas, bahwa pendidikan formal yang banyak dimengerti oleh banyak orang, tapi ia tidak sadar bahwa perjalanan hidupnya belajar melalui pendidikan non formal, tapi ia tidak sadar hal itu terjadi. Bagaimana Pendidikan Luar Sekolah Pendidikan luar sekolah (PLS) sama halnya/artinya dengan pendidikan non formal (PNF). Pendidikan non formal ini sebenarnya ada di mana-mana. Ada di lembaga penyelenggara pendidikan, lembaga kursus, lembaga pusat kegiatan belajar masyarakat (PKBM) dan berbagai pendidikan non formal lainnya. Seperti sanggar kegiatan belajar, BP2PNFI peran pamong belajar sangat diperlukan. Demikian juga keahliannya. Bagi mereka yang berasal dari Sarjana PLS/PNF tentu lebih mudah dalam mereka yang non PLS. Banyak orang yang menganaktirikan pendidikan non formal ini, seperti pada Paket A, B, dan C yang ada diselenggarakan oleh PKBM. Padahal harganya, nilainya setelah dengan pendidikan formal. Misalnya bila orang mengikuti paket A dan mendapatkan ijazah. Maka jazahnya setera dengan ijazah SDN. Demikian juga Paket B setara dengan ijazah SMPN. Dan paket C setara SMAN. Dengan memperhatikan hal-hal di atas, pendidikan non formal atau pendidikan luar sekolah punya nilai setara dengan pendidikan formal. Tapi disadari sebelumnya oleh para praktisi pendidikan luar sekolah bahwa mereka bersusah payah menganggkat harkat dan martabat pendidikan non formal, tapi tingkat kepercayaan masyarakat masih meragukannya. Kasus ini terjadi di saat ujian akhir SLA beberapa waktu lalu, bahwa banyak anak SLA yang tidak lulus ujian yang diselenggarakan Pendidikan Nasional. Ternyata sebagian besar putra-purti kita gagal dalam ujian sekolah formal. Pemerintah menyarankan agar anak-anak mereka tersebut mengikuti ujain paket C. Banyak masyarakat yang takut anaknya ikut ujian ke paket C yang diselenggarakan oleh PKBM. Penulis menyadari bahwa warga belajar di PKBM memang tidak seperti di pendidikan formal. pendidikan non formal, gedung belajarnya tidak tersedia, atau tidak disediakan oleh pemerintah. fasilitas belajar tidak tersedia yang memadai, materi belajarnya disiapkan oleh tutor untuk bahan bacaan para warga belajarnya. Demikian juga guru mendapatkan gaji tidak disediakan dari pihak pemerintah. Itulah sebabnya banyak guru formal yang pindah ke pamong belajar di SKB atau BP2PNFI kesulitan naik pangkat, karena tidak memiliki underdil ke-PLS-an. Sebab membentuk kelompok belajar di masyarakat harus bisa bertahan. Agar Warga Belajarnya tidak semakin hari semakin berkurang. Karena dalam implementasinya di lapangan mahasiswa PLS sejak dini dilatih untuk melakukan identifikasi kebutuhan belajar masyarakat serta bagaimana impelentasinya di masyarakat itu sendiri. Di Pendidikan Formal ada PLS Memang kalau kita tidak jeli melihat secara cermat, apakah di sekolah itu seluruhnya terselenggara pendidikan formal ?. jawabnya tidak seluruh pendidikan yang diselenggarakan di sekolah selalu pendidikan formal. Karena di sekolah ada Pramuka, ada UKS dan ada pula PMR. Pramukan dalam Undang-Undang nomor 2 tahun 2003, dijelas berada di jalur pendidikan luar sekolah. Tetapi sangat ketinggalan kalau sebuah sekolah tidak ada siswanya yang dididik kepramukaan. Berarti ada pendidikan non formal atau PLS di sekolah formal. Demikian juga mengenai Usaha Kesehatan Sekolah dan Palang Merah Remaja. Dengan demikian di pendidikan formal sekalipun ada pendidikan non formal / PLS, tinggal sadar atau tidak para guru di sekolah itu bahwa PLS diperlukan di sekolah mereka. Masih banyak lagi yang lainnya, yang tak bisa penulis uraikan satu persatu dalam tulisan ini. Selamat belajar.