Kamis, 27 Desember 2012

PAMONG BELAJAR DALAM MENJALANKAN TUPOKSINYA PADA PENDIDIKAN LUAR SEKOLAH


 
Oleh :
H.M.Norsanie Darlan

Pendahuluan
Buku tentang kiprah pamong belajar dalam menjalankan tupoksinya pada Pendidikan Luar Sekolah ini, mengurai berbagai hal yang berkenaan dengan masalah pamong belajar baik di Kalimantan Tengah maupun di tanah air. Walau dalam segala keterbatasan yang ada. Dari hasil yang diperoleh, ada anggapan bahwa pamong belajar terlihat lebih santai dibanding tenaga guru. Padahal sama-sama tugas mengajar. Namun jika kita cermati ada beda yang sangat bermakna terhadap sasaran didiknya. Untuk guru di sekolah formal, mereka menerapkan teori-beori yang berkenaan dengan paedagogik. Sebaliknya para pamong belajar sulit kalau menerapkan teori itu, karena mereka adalah orang dewasa, tentu lebih mengutamakan teori andragogik. Atau dalam materi kuliah di PLS pendidikan orang dewasa (POD).
Pamong belajar di BP2NFI sangat terkait dengan tugas lebih dibanding mereka yang juga pamong belajar, tapi di sanggar kegiatan belajar (SKB). Karena pamong belajar di provinsi dan regional, harus berada setingkat lebih tinggi, karena harus ada upaya-upaya pengembangan bahan belajar. Pengembagan bahan belajar yang harusnya diterapkan, tentu melakukan berbagai eksperimen. Hasil eksperimen itu dapat dikembangkan di BP2PNFI dan di SKB.
Dalam tulisan ini, akan diuraikan seperti: Arti Pamong Belajar, Jabatan Fungsional, Tugas Pamong Belajar, Tugas dan Fungsi, Melirik Tugas Pokok, Mutu Pamong Belajar, Jabatan, Kedudukan, dan Tugas Pokok, Formasi Pamong Belajar, Sejarah Pendidikan Nonformal di Indonesia, Awalnya Pendidikan Nonformal, Ciri PNF atau PLS, Pendidikan Non Formal, 2 macam Pendidikan nonformal atau PLS, Memperhatikan Peraturan Pemerintah, Implementasi Pendidikan Nonformal, Sasaran Awal PNF atau PLS, Realita Pendidikan Norformal atau PLS, Angka Kredit Pamong Belajar, Jabatan Fungsional Pamong Belajar, Mengembangkan Materi Belajar, Keluhan seorang Pamong, PLS Ditinggalkan. Untuk lebih jelaskan hal-hal di atas, penulis uraikan secara sederhana sebagai berikut:

Arti Pamong Belajar
Arti pamong menurut Moeliono (1989; 640) adalah:”...ia sebagai pengasuh. Pamong juga sebagai pendidik (guru)...”. Pamong belajar menurut Norsanie Darlan (2008), Sadid, dkk (2008; 120), dan Filed,Under, (2010) adalah:”...tugas dan fungsinya melaksanakan kegiatan pembelajaran, pembinaan, bimbingan, pemantauan dan penilaian dalam rangka perbikan mutu...”. Dengan demikian pamong belajar merupakan guru nonformal  (tutor) bila di PKBM, yang bertugas pada bidang pendidikan non formal atau istilah lama pendidikan luar sekolah. Pamong belajar tempat ia menjalankan tugasnya pada lembaga penyelenggaran pendidikan non formal seperti pada: SKB, BPPNFI baik ditingkat Provinsi mapun di tingkat regional.

Arti Tupoksi
Memang ada yang mempertanyakan kepada penulis, apa itu tupoksi dalam judul buku ini. Penulis dalam mengartikan ”tupoksi” sebenarnya adalah: kepanjangan dari ”tugas  pokok” dari pamong belajar, yang tentu saja mereka bekerja sehari-hari dalam kegiatan pada tugas-tugas kepamongan-nya.

Jabatan Fungsional
Jika kita memperhatikan terhadap apa jabatan Fungsional Pamong Belajar dalam Peraturan Menpan RI (2010), ia termasuk dalam rumpun pendidikan lainnya. Maka secara jelas terurai dalam Pasal 3 ayat (1) disebutkan pamong Belajar berkedudukan sebagai pelaksana teknis fungsional di bidang  belajar mengajar, pengkajian program, pengembangan model PNFI dan; (2) Pamong Belajar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan jabatan karier yang hanya dapat diduduki oleh seseorang yang telah berstatus sebagai Pegawai Negeri Sipil.
Tugas Pamong Belajar
Memperhatikan terhadap kegiatan pamong belajar di SKB menurut: Hapsari, (2008; 177) adalah:”...dituntut untuk bisa menyelenggarakan program  Pendidikan Non Formal secara kualitas secara panutan bagi lembaga penyelenggara pendidikan non formal dan informal...”.  Walau untuk diketahui bersama bahwa pamong belajar ada juga yang bertugas di BPKB atau BPPNFI di tingkat provinsi maupun  tingkat regional. Pamong Belajar di  SKB pada umumnya lebih mengedepankan tugas pokok dan fungsi lembaganya. Disisi lain menurut Moeliono, (1989; 964) adalah:”...sesuatu kewajiban yang harus dikerjakan...”. Apalagi pamong belajar sebagai pegawai negeri sipil yang menjalankan tugas pokoknya sebagai tenaga fungsional di SKB tentu saja ia harus menjalankan apa yang menjadi tugas dan tanggung jawabnya sebagai pamong belajar.
Tugas dan Fungsi
Bila memperhatikan terhadap SK mendiknas RI nomor 23/0/1997 bahwa tugas lembaga penyelenggaran pendidikan non formal SKB ini,  sebagai lembaga penyelenggara PLS atau PNFI ini,  adalah melakukan pembuatan percontohan dan pengendalian mutu program pendidikan non formal dan Informal. Sedangkan fungsi SKB ada 9 fungsi yang harus kita perhatikan adalah: (1) pembangkitan dan penumbuhan kemauan belajar masyarakat dalam rangka terciptanya masyarakat gemar belajar; (2) pemberian motivasi dan pembinaan masyarakat agar mau dan mampu menjadi pendidik dalam melakukan azas saling membelajarkan; (3) pemberian pelayanan informal kegiatan pendidikan non formal dan informal; (4) pembuatan percontohan berbagai program dan pengendalian mutu pelaksanaan program pendidikan non formal dan informal; (5) penyusunan dan pengadaan muatan lokal; (6) penyediaan sarana dan fasilitas belajar belajar; (7) pengintegrasian dan pengsingkronisasian kegiatan sektoral dalam bidang pendidikan non formal dan informal; (8) pelaksanaan pendidikan dan pelatihan tenaga pelaksana pendidikan non formal dan informal; dan (9) pengelolaan urusan tata usaha sanggar.
Melirik Tugas Pokok
Bila memperhatikan terhadap tugas pokok pamong belajar, maka tidak akan lepas pada pasal 4 butir 1 dan 2 sebagai berikut:
(1) Tugas pokok Pamong Belajar adalah melaksanakan kegiatan belajar mengajar, mengkaji program, dan mengembangkan model di bidang PNFI/PLS.
(2)  Beban kerja Pamong Belajar untuk melaksanakan kegiatan belajar mengajar, mengkaji program, dan mengembangkan model di bidang PNFI sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit 24 (dua puluh empat) jam dalam 1 (satu) minggu.

Mutu Pamong Belajar
Dalam upaya peningkatan mutu tenaga pamong belajar, secara jelas tertuang dalam Peraturan Menpan nomor 15 tahun 2010 pasal 14. Pengembangan model adalah upaya penemuan sesuatu yang baru (adaptif dan inovatif) menurut kaidah dan metode ilmiah tertentu sehingga melahirkan formulasi yang dikehendaki.
Pada pasal 15 Pengembangan profesi adalah kegiatan pamong belajar dalam rangka pengamalan ilmu pengetahuan, teknologi, dan keterampilan untuk peningkatan mutu pendidikan pada umumnya dan mutu pembelajaran /pelatihan/ pembimbingan pada khususnya serta pengembangan profesionalitas pamong belajar.
Pasal 16 Angka kredit adalah satuan nilai dari tiap butir kegiatan dan/atau akumulasinilai butir-butir kegiatan yang harus dicapai oleh Pamong Belajar dalam rangka pembinaan karier kepangkatan dan jabatannya. 
Pasal 17 Tim Penilai Angka Kredit adalah tim penilai yang dibentuk dan ditetapkan oleh pejabat yang berwenang dan bertugas menilai prestasi kerja Pamong Belajar.
Selain hal-hal di atas, juga tugas pamong belajar seperti:  Pengkajian program di BP2PNFI adalah proses kegiatan pengumpulan dan penelaahan data yang berkaitan dengan pelaksanaan program PNFI yang dilakukan secara berencana dan sistematis dengan mengunakan alat dan metode ilmiah tertentu untuk menilai tingkat keberhasilan atau pencapaian tujuan program.

Jabatan, Kedudukan, dan Tugas Pokok
Untuk mengkaji terhadap jabatan pamong belajar terurai dalam pasal 2, Jabatan Fungsional Pamong Belajar termasuk dalam rumpun pendidikan lainnya. Kemudian dalam pasal 3 yaitu:
(1) Pamong Belajar berkedudukan sebagai pelaksana teknis fungsional di bidang belajar  mengajar, pengkajian program, pengembangan model PNFI.
(2) Pamong Belajar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan jabatan karier yang hanya dapat diduduki oleh seseorang yang telah berstatus sebagai Pegawai Negeri Sipil.

Formasi Pamong Belajar
Dalam formasil pamong belajar secara jelas terurai dalam Pasal 26 dengan rincian sebagai berikut:  (2) Formasi jabatan Pamong Belajar sebagaimana dimaksud ayat (1) diatur sebagai berikut:
a. Formasi jabatan Pamong Belajar pada UPTD/SKB atau sebutan lain yang
    sejenis paling banyak 35 orang;
b. Formasi jabatan Pamong Belajar pada UPTD/BPKB atau sebutan lain
    yang sejenis paling banyak 50 orang;
c. Formasi jabatan Pamong Belajar pada UPT/BPPNFI paling banyak 70 org;
d. Formasi jabatan Pamong Belajar pada UPT/P2PNFI paling banyak 100 org.

Sejarah Pendidikan Nonformal di Indonesia
Melirik sejarah pendidikan bahwa pendidikan nonformal ini lebih muda dari pendidikan informal, tapi lebih tua dari pendidikan formal.  dizaman penjajahan Belanda, pendidikan nonformal ini, dilakukan karena pihak pemerintah Belanda membutuhkan tenaga kerja untuk pembangunan gedung perkantoran, rumah-rumah pejabat Belanda dan pembangunan gereja. Mulai saat itulah kursus-kursus pertukangan dilaksanakan oleh pemerintah Belanda kepada masyarakat pribumi. Dan saat itu pula, lahirnya pendidikan nonformal di tanah air.
Kursus Pertukangan

Dipihak lain pendidikan nonformal juga muncul juga di pesantren-pesantren, yang lebih tua/lebih dahulu dari kursus pertukangan di atas. Karena para santri belajar membaca dan menulis baik huruf arab  maupun latin.

Awalnya Pendidikan Nonformal
Pendidikan nonformal yang kongkretnya, diawali sejak pemerintah penjajah Belanda berkeinginan melakukan sesuatu pembangunan. Maka para pemuda terampil mereka di daftar untuk mengikuti kursus tertentu ke tempat yang ditentukan. Misal pihak pemerintah Belanda berkeinginan mendirikan Gedung Pemerintahan di kota-kota besar di Indonesia. Maka mereka kursus para pemuda dalam dunia pertukangan dalam kurun waktu tertentu. Tapi kalau kursus baca tulis lebih dahulu di adakan oleh persantren. Setelah anggaran dari negeri Belanda datang, maka tenaga kerja yang telah selesai dilatih tersebut mengerjakan Bangunan Gedung Kantor Pemerintah Belanda. Sehingga bila kita masih ingat di awal tahun 60-an masih berdiri gedung-gedung pemerintah Belanda baik di Provinsi maupun Kabupaten, bahkan sampai tahun-tahun pertengan 70-an. Hanya saja typenya yang berbeda. Makin besar jumlah penduduk maka makin besar pula gedung yang didirikan.
Contoh lain yang masih sebagian ada menjadi munomen seperti: Gereja, di Jakarta, Yogyakarta, Surabaya, Makassar dan kota-kota lainnya. Bentuknya hampir sama, Cuma besarnya yang berbeda.
Bekerja mencari sesuap nasi
Dengan terampilan pertukangan seadanya

Dalam masa kemerdekaan sekarang ini, penulis mencoba memberikan contoh masa orde baru. Yakni Masjid dari: Yayasan Amal Bakti Muslim Indonesia. Hampir di semua kota Kabupaten ada, tinggal typenya yang berbeda. Penulis saat menulis edisi ini, dalam masa reformasi belum melihat secara jelas apa peninggalan untuk masa depan kita di negeri tercinta ini. Walau dalam masa reformasi banyak protes karena kebebasan yang sudah memuncak, belum banyak hasil-hasil yang diprotes menemukan titik yang dinantikan oleh banyak orang. PLS bicara dalam hal Fasilitas belajar, tenaga pengajar (tutor), Warga Belajar (WB) masih belum selengkap mereka yang berada dalam pendidikan formal.  Sedangkan   yang memonitor segala kegiatan berdasarkan walayah kerjanya adalah: penilik (pengawas pada pendidikan formal).     

Ciri PNF atau PLS
Banyak pendapat yang beragam tentang ciri pendidikan nonformal atau PLS penulis menetapkan yang paling sederhana, ada 4 macam ciri yang mudah dipahami, masing-masing:
(1)    waktunya pendek;
(2)    jenis pendidikannya beragam;
(3)    usia pesertanya tidak harus sama;
(4)    waktunya penyesuaikan.

Proses Belajar PLS

Pendidikan NonFormal
Sebetulnya Jalur pendidikan di luar pendidikan formal yang dapat dilaksanakan secara terstruktur dan berjenjang. Pendidikan nonformal berdasarkan Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional nomor: 20 tahun 2003 disebutkan secara jelas diselenggarakan bagi warga masyarakat yang memerlukan layanan pendidikan yang berfungsi sebagai pengganti, penambah, dan/atau pelengkap pendidikan formal dalam rangka mendukung pendidikan sepanjang hayat.
Selain itu, pendidikan nonformal berfungsi mengembangkan potensi peserta didik dengan penekanan pada penguasaan pengetahuan dan keterampilan fungsional serta pengembangan sikap dan kepribadian profesional. Dalam pendidikan nonformal ini, peran pamong belajar sangat dinantikan. Bagi pamong yang kreativitasnya tinggi dan dapat memanfaatkan hal itu, menjadi sumber belajar masyarakat.
Dalam Peraturan MENPAN RI Nomor: 15 Tahun 2010 secara jelas tertuang dalam pasal 3. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran/pelatihan /pembimbingan agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.
Sedangkan dalam pasal 4 Pendidikan nonformal (PNF) adalah jalur pendidikan di luar pendidikan formal (PLS) yang dapat dilaksanakan secara terstruktur dan berjenjang.

2 macam Pendidikan nonformal atau PLS
Berdasarkan perkembangan zaman, ada 2 pendidikan nonformal yang harus dicermati. Ke 2 hal tersebut adalah: (1) Pendidikan nonformal atau PLS yang formal ini, ada di perguruan tinggi. Karena waktu pendidikannya antara 3,5 – 5 tahun dengan gelar (S-1). Ada pula Program Magister (S-2) dan Doktor  S-3); dan (2) Ada pula pendidikan nonformal dan lembaga pelatihan serta kursus-kursus yang jangka waktunya, pendek dan non gelar. Seperti dalam uraian di atas. Khusus untuk PLS formal mahasiswa dididik dalam pendidikan secara formal, namun kacamatanya ke luar sekolah. Artinya mahasiswa PLS. Dididik  selama perkuliahan untuk mahasiswa bisa dan punya keahlian dalam pendidikan luar sekolah. Walau sesederhana mungkin.

Memperhatikan Peraturan Pemerintah
Dalam Peraturan Pemernitah (PP) yang dikeluarkan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Berokrasi No 15 Tahun 2010 Tentang Jabatan Fungsional Pamong Relajar dan Angka Kreditnya. Secara jelas terurai pada:
Pasal 1 Jabatan Fungsional Pamong Belajar adalah jabatan yang mempunyai ruang lingkup, tugas, tanggung jawab dan wewenang untuk melakukan kegiatan belajar mengajar, pengkajian program, dan pengembangan model Pendidikan Nonformal dan Informal (PNFI) pada Unit Pelaksana Teknis (UPT)/Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) dan satuan PNFI sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang diduduki oleh Pegawai Negeri Sipil.
Pasal 2 Pamong Belajar adalah pendidik dengan tugas utama melakukan kegiatan belajar mengajar, pengkajian program, dan pengembangan model Pendidikan Nonformal dan Informal (PNFI) pada Unit Pelaksana Teknis (UPT)/Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) dan satuan PNFI. 

Implementasi Pendidikan Nonformal
Bila memperhatikan Implementasi Pendidikan Nonformal sebenarnya pelaksanaannya jauh lebih rumit dari pendidikan formal. Karena tutor (dalam pendidikan formal guru), harus mencari sendiri warga belajarnya atau WB (dalam pendidikan formal murid) di nonformal, tempat belajarnya karena tidak tersedia seperti di pendidikan formal “gedung  sekolah”, maka di pendidikan nonformal harus bisa memanfaatkan, seperti: balai desa, rumah penduduk atau di mana saja, berdasarkan kesepakatan bersama antara tutor dengan wb. Masih bagus nasibnya mereka masa sekarang. Dewasa ini ada pusat kegiatan belajar masyarakat (PKBM), lembaga-lembaga kursus sudah banyak memiliki gedung / tempat belajarnya. Demikian juga tentang waktu, harus berdasarkan kesepakatan. Apakah sore hari, malam hari atau hari-hari yang ditentukan. Namun tujuannya materi belajar harus tercapai.
Kemudian yang tidak kalah pentingnya materi belajar yang diberikan, tidak mesti ada di toko buku. Beda dengan guru di sekolah formal, buku materi belajar telah tersedia di toko buku. Oleh sebab itu, tutor harus bisa merancang bangun dan rekayasa materi belajar WB-nya.    Keterampilan ini, sangat dinantikan oleh seorang tutor.

Sasaran Awal PNF atau PLS
Sasaran awal dari pendidikan nonformal atau PLS ini, semula hanya sekedar upaya kemanusiaan, merasa masih banyak warga negara kita, yang belum tuntas wajib belajar mereka. Bahkan di sana-sini ditemukan warga masyarakat yang buta huruf murni. Sehingga warga negara kita yang sadar, terhadap nasib bangsanya bagaimana mereka yang masih tuna aksara dan belum tertangani oleh pemerintah. Padahal dalam pembukaan UUD’45 secara jelas tercantum upaya mencerdaskan kehidupan bangsa.  Maka  dibentuklah kelompok belajar (kejar) apakah untuk pemberantasan buta huruf (paket A) setingkat sekolah dasar. Agar mereka yang tuna aksara di mana-mana itu, bisa belajar membaca, menulis dan berhitung (calistung) agar tidak mudah diperdayakan orang. Masa lalu muncul buku yang dicetak pemerintah berupa paket A-1 sampai dengan A-100  tempoe doeloe.

Setelah paket A setara sekolah dasar berhasil tidak hanya sekedar warga belajar(wb-nya) sudah dapat membaca menulis dan berhitung (calistung), maka pemerintah meningkatkan pada Paket B setara SLTP, dan juga Paket C setara dengan SLTA.

Sejarah hidup sejumlah orang yang ikut paket C setara SLTA ini, ternyata banyak alumnusnya yang jadi anggota DPR/DPRD. Karena syarat pendidikan terendah adalah SLTA. Bagi karyawan yang bekerja hanya memiliki ijazah SLTP dan ikut paket C bisa menyesuaikan ijazahnya dari golongan I menjadi golongan II. Peristiwa lain, sudah ada beberapa orang yang mencalonkan diri jadi bupati, dengan menggunakan ijazah paket C bisa menjadi bupati di daerahnya.

Selama ini sudah banyak lulusan kejar paket C yang dapat melanjutkan ke perguruan tinggi, terlebih bagi perguruan tinggi yang memiliki jurusan/program studi PLS. Dengan demikian apa yang diisyaratkan oleh Undang-Undang di atas bahwa: Pendidikan nonformal adalah pendidikan diselenggarakan bagi warga masyarakat yang memerlukan layanan pendidikan yang berfungsi sebagai pengganti, penambah, dan/atau pelengkap pendidikan formal dalam rangka mendukung pendidikan sepanjang hayat sudah terjawab.


Realita Pendidikan Norformal atau PLS
Dalam kenyataan yang ada sekarang ini, Dirjen Pendidikan Luar Sekolah atau sekarang atau beralih nama dengan dengan Dirjen Pendidikan Anak Usia Dini dan Pendidikan Informal (PAUDNI) maka secara realita pendidikan infomral sampai saat ia masuk pada Dirjen PLS. Sehingga pendidikan informal menggabung pada pendidikan nonformal. Secara konkrit diantaranya pendidikan informal masuk ke Dirjen PLS ini, adalah pendidikan anak usia dini. Namun kritik tajam dari para tokoh PLS di perguruan tinggi, masuknya PAUD meraja lela. Sepertinya menghapus kehidupan PLS sejak lahirnya Dirjen ini, kok dengan mudah dihapus begitu saja. Padahal perubahan ini tidak ada sebutan dalam Undang-Undang.

Daftar Pustaka

Darlan, H.M.Norsanie, 2008. Pamong Belajar Sebagai Salah Satu Upaya Meningkatkan Kualitas Pendidikan NonFormal di SKB Kuala Kapuas, Palangka Raya.
------------, 2010, Membangun Sinergi  Lintas Sektoral Menciptakan  Masyarakat
               Gemar Belajar, Makalah Seminar Temu Alumnus PLS Universitas
               Negeri Malang (UNM) Jawa Timur, 14 Juni 2010, Malang.
------------,2011. Evaluasi  Program Paud  BPPNFI  Regional VI  Kalimantan, Banjarmasin.
Hapsari, 2008. menyelenggarakan program  Pendidikan Non Formal dan informal, Jakarta.
------------, 2010. Kiplarah PLS Dalam Pemberdayaan 
Masyarakat Kawasan Desa Tertinggal (Antara Harapan dan Kenyataan), Sekolah Pascasarjana UPI, Bandung.
PP nomor 15. 2010.  Kementrian Negara  Pendayagunaan  Aparatur Negara dan Reformasi Berokrasi, tentang: Jaabatan Fungsional  Pamong Relajar Dan Angka  Kredinya, Jakarta.
Tim Akar Media 2003. Desa adalah sekelompok rumah di luar kota yang merupakan kesatuan kampung di luar kota, dusun, Jakarta.
Under, Filed, 2010. Revisi Jabatan Fungsional dan Angka Kreditnya, PTK-PNF, Jakarta.

Rabu, 26 Desember 2012

MEMBANGUN DAN MEMBERDAYAKAN PEMUDA UNTUK MENJADI WIRAUSAWAN MUDA

Oleh  :
H.M.Norsanie Darlan
 
Pendahuluan
Dengan mengucap syukur kepada Yang Maha Kuasa bahwa buku kecil ini ditulis atas permintaan pihak panitia penenyelenggara yang menetapkan penulis sebagai nara sumber pada acata trainir of training (TOT)  Pasukan Pengibar Bendera Merah putuh di Dinas Pemuda dan Olahraya Provinsi Kalimantan Tengah yang dalam rangka menghadapi HUT RI tahun 2012.  di Kalimantan Tengah, dengan judul Melatih Diri Untuk Berwirausaha Bagi Pemuda Pelopor Pembangunan Pedesaan.
Diketahui bersama bahwa yang hadir dalam acara TOT ini,  bukan para pemuda/pelajar. Tapi lebih diarahkan kepada para pejabat yang menangani pemuda dari kabupaten/kota di Dinas terkait. Mereka ini, tentu akan memberikan bimbingan kepada generasi penerus bangsa di daerah mereka masing-masing. Sehingga para pemuda/remaja sejak dini diberbagai hal harus diberikan  bekal untuk persiapan masa depan mereka. Para pemuda pada waktunya nanti setuju tidak setuju, senang tidak senang mereka ini, secara alamiah harus menjadi penerus pembangunan pedesaan. Oleh sebab itu, materi apapun yang di diberikan selama dalam pelatihan ini, merupakan bahan yang sangat penting. Karena pada waktunya nanti pemuda pelopor adalah harus kreatif di mana ia bertugas. Untuk berlatih dan membawa harum nama bangsa dalam upaya mencerdaskan bangsa. 
Dalam tulisan pada buku ini, penulis akan menguraikan sebagai bekal dalam berbagai hal yaitu: Pendahuluan, Merelirik Sudut Pendidikan,  Kewirausahaan, Pendidikan Kewirausahaan Non Formal, Berbagai Pendapat Ahli, Pemuda Pelopor,  Pendidikan Mana Untuk Pemuda/Remaja Kreativitas Pemuda, berwirausaha, Pemuda Pelopor harus punya Kelebihan, Ditunggu Pemuda Kreatif, menciptakan lapangan kerja, Kewirausahaan dan Andragogi  dan Daftar Pustaka dll untuk lebih jelasnya hal-hal di atas, akan di uraikan secara rinci sebagai berikut:
 
Berbagai Pendapat Ahli
Arti Melatih diri; menurut: Norsanie Darlan, (2011) adalah :”...membiasakan seseorang untuk bertindak kreatif untuk kepentingan tidak hanya bagi dirinya sendiri, tapi juga untuk orang lain...”. dengan demikian melatih diri bagi pemuda pelopor sungguh dinantikan. Sehingga pemuda pelopor siap menjalankan kepeloporannya di mana ia bertugas.
 
Arti Membangunan
Membangun menurut Admin (2012) adalah:”...suatu pondasi dari setiap hubungan kegiatan bisnis, suatu kepercayaan diri...”. dengandemikian membangun dalam hal upaya untuk jadi berdaya dalam pembangun diri sebagai pemuda pelopor pembanguan bangsa.
 
Arti Memberdayakan
Supaya para pemuda mempunyai kemampuan dalam menghadapi tantangan pembangunan bangsa, guna mereka menghadapi masa depan yang lebih baik.  Dalam memberdayakan generasi muda,tentu tidak semudah mmbalik telapak tangan. Oleh sebab itu, memberdayakan diri para generasi muda, tidak terlepas adanya upaya para pemerintah. Apakah dalam hal pemberian ketermpilan ataukah dengan nasehat-nasehat yang berguna bagi masa depan mereka.
 
Arti Pemuda
Pemuda menurut Abdul Gafur (1980) adalah:”... seseorang yang mempersiapkan dirinya untuk maju kebih dahulu ke depan dalam berbagai hal...”. demikian juga pemuda pelopor pedesaan yang maksudnya seorang pemuda yang berjiwa kesatria dalam membantu pempelopori sesuatu pekerjaan atau program guna kemajuan desa di mana yang bersangkutan bertugas. Tujuannya tidak lain adalah membangun desa dan masyarakat demi kemajuan bangsa dan negara.
 
Arti Berwirausaha;
Bila kita ingin mengetahui apa arti berwiraswasta ia merupakan suatu perbuatan dalam mempersiapkan diri untuk masa kini dan masa datang. Apakah untuk diri pemuda pelopor itu sediri ataukah buat orang lain. Berwiraswasta tentu saja melatih diri untuk kecamapan hidupnya. Sehingga tidak ada merasa ketergatungan pada orang lain.
 
Merelirik Sudut Pendidikan 
Bila kita memperhatikan masalah pendidikan, tentunya rendahnya tingkat pendidikan masyarakat, cenderung berdampak mundurnya masyarakat yang ada di wilayah itu. Rendahnya pendidikan cenderung dengan berakhir dengan kebodohan. Diharapkan mereka tidak mudah untuk tampil dengan cara biasa. Melainkan sering dilakukan dengan kekerasan. Karena banyak hal yang mereka hadapi seperti: lapangan pekerjaaan yang tentunya tidak dapat dipekerjakan, sama dengan mereka yang bekerja pada pekerjaan elit. Karena tingkat pendidikan yang relatif terlalu rendah, sehingga kebahagian pada pekerjaan yang sedikit agak kasar dibandingkan mereka yang telah mengikuti pendidikan yang lumayan.
Dengan demikian pendidikan merupakan jendela untuk mencapai masa depan yang lebih baik. Lewat kesempatan ini  penulis mengajak pemuda /remaja yang ada ini, agar memperhatikan tingkat pendidikan dengan berbagai upaya.  Dan penulis menyadari tidak semua orang belajar itu berjalan dengan mulus. Ada kalanya proses pendidikan dengan jalan berperiku. Namun dengan berliku-liku itu, mendewasakan mereka dalam proses belajarnya. Demikian juga terhadap dunia pekerjaan, ia tentu sudah memiliki seperangkat kelebihan pengetahuan sebagai hasil belajarnya, dan akan mendapatkan nilai Plus (+) dalam pekerjaan daripada mereka yang belajar tidak pernah dihalangi oleh liku-liku kehidupan.
 
Beberapa Konsep Kehidupan Masyarakat
Bila kita memperhatikan  terhadap kehidupan masyarakat di pedesaan, sebenarnya mereka tidak terlalu besar tuntutan seperti mereka yang tinggal di perkotaan. Masyarakat desa hidup dengan segala seadanya. Mereka selalu dalam kehidupan pasrah. Tapi kehadiran para pemuda pelopor pembangunan sangatlah dibutuhkan.
Menurut Norsanie Darlan (2002) bahwa:”...Walau diketahui masyarakat yang kita hadapi dengan segala kepasrahan. Kehadiran pemuda pelopor pembangunan, merupakan penantian pemuda yang KREATIF diharapkan. Kenapa demikian ?, karena mereka sangat menanti kehadiran para pemuda yang banyak ide membangun masyarakat. Seperti: bagaimana para pemuda pelopor, menciptakan lapangan kerja bagi pemuda-pemuda desa...”. Walau yang sangat sederhana. Di kawasan pesisir, pemuda perlu dilatih mengolah limbah perkebunan. Seperti sabut kelapa yang dibuang dan tidak pernah dimanfaatkan. Padahal sabut banyak kegunaannya, seperti dibuat bahan baku sapu, keset, dan tali tambang.
Dengan milihat tumpukan limbah sabut yang tidak dimanfaatkan, membuat pemuda pelopor kreatif untuk mengololah menjadi produktivitas desa.
Dengan modal sebiji sabut kelapa, yang selama ini tidak ada harganya, kalau diolah para pemuda terampil, maka semula sabut yang berstatus limbah, bisa dijadikan duit.
Di Kalimantan Tengah karena tenaga terampil kita tidak muncul dan tidak mau membina warga masyarakat. Maka kulit kelapa tidak ada harganya. Tapi sebaliknya kehadiran pemuda pelopor pembangunan, yang terampil, akan dapat memciptakan lapangan kerja buat dirinya maupun buat orang lain. Ini yang kita harapkan, salah satunya adalah mengolah limbah kelapa menjadi sapu mendatangkan uang.
 
Kewirausahaan
Kewirausahaan menurut Hasan Alwy (2000; 1273) Moeliono (1989) Darlan, (2011) adalah:”…orang yang pandai atau berbakat mengenali suatu program atau produk baru, menentukan cara produk baru, dengan menyusun operasi untuk pengadaan produk baru dengan memasarkannya, serta mengatur permodalan dengan cermat dan baik...”.
Masalah kewiraswastaan memang banyak tokoh nasional kita. Suparman Wirahadikusuma (1979) mengatakan bahwa:”..arti wira adalah orang yang gagah berani dalam bertindak dan berdiri sendiri diatas kaki sendiri, tampa mendapatkan bantuan orang lain....”. sedangkan penulis Darlan (1983) mengartikan wiraswata adalah:” ....keberanian seseorang untuk bertindak dalam dunia usaha, tanpa meminta pertolongan orang lain...”.  Dengan demikian, pendidikan kewirausahaan ini merupakan hal yang sangat penting bagi semua pemuda guna persiapan masa depan kehidupannya.
 
Kewirausahaan Bagian Pendidikan NonFormal
Sungguh menakjubkan, kalau kita mengkaji secara jeli satu persatu para usahawan kita di berbagai daerah di tanah air kita.  Ternyata, banyak berhasil yang diselenggarakan pendidikan luar sekolah (PLS). Para pemuda yang secara kebetulan putus sekolah, mencari tempat-tempat penyelenggara pendidikan luar sekolah seperti: kursus perternakan, perkebunan, pertukangan, perbengkelan, montir dan berbagai kerajinan, serta kursus-kursus lainnya.
Sebagai contoh di kota Yogyakarta dengan kerajinan peraknya, di Semarang pemanfaatan buah nangka djadikan kripik, sebetulnya di pesisir Kalimantan Tengah limbah sabut kelapa untuk dijadikan: Sapu, keset dll. Artinya mereka yang jeli terhadap dunia usaha akan bisa memanfaatkan lingkungan untuk dijadikan sumber penghasilan. Kalau kita jeli daerah kota Palangka Raya ada sebuah PKBM yang sungguh menggembirakan bahwa seorang tamu tokoh pendidikan luar sekolah dari Benua Afrika Mr. Juma berkunjung ke PKBM itu ia memuji keberhasilan “Kalakai” bisa dijadikan kripik has Dayak. Karena kelakai adalah tumbuhan yang sangat banyak dan tidak pernah ditanam namun kalau diolah ternyata dapat dijadikan keripik kelakai.
Sebaiknya para pemuda generasi penerus bangsa, agar melirik jalur PLS ini, untuk mengangkat sumber daya alam (SDA) di sekitar untuk dijadikan sumber penghasilan demi mencari sesuap nasi untuk keperluan dirinya sendiri, dan keluarga pemuda lainnya.
 
Pemuda Harus Jadi Pelopor
Bila kita ingin tahu apa sebenarnya arti Pemuda menurut Hasan Alwy (2000; 847) dan Poerwadarmita (1986) adalah:”...orang  laki-laki, remaja, taruna, yang bakal menjadi pemimpin....”. Pemuda di sini menurut pemulis tidak sebatas kaum lelaki. Tapi kalangan pemudi sekalipun juga masuk. Disadari atau tidak bahwa pemuda berperan sebagai pengganti generasi sebelumnya. Pemuda adalah menjadi sasaran pemikir agar lebih baik dari masa sebelumnya. Karena di pundak pemudalah masa depan bangsa.
Sedangkan apa itu arti pelopor menurut Hasan Alwy (2000;846) adalah:”...(1) yang berjalan terdahulu; yang berjalan di depan perarahakan dan sebagainya; (2) perintis jalan; pembuka jalan; pionir; dia dipandang orang sebagai yang yang paling terdepan dalam gerak pembaharuan (tanpa memperhitungkan resiko yang akan dialami)...”.  Dengan demikian pelopor tidak lain adalah orang yang berani mengambil resiko dalam berbuat mendahului pekerjaan orang lain, demi kepentingan pembangunan bangsa dan negara.
Dengan demikian pemuda pelopor adalah tidak lain, para pemuda yang punya kreativitas tinggi dalam berbagai kegiatan pembangunan. Misalnya seorang pemuda membuat berbagai kegiatan dalam menjelang HUT proklamasi, membuat kreasi baru dalam pembangunan, seperti: membuat karya cipta tertentu dalam pemanfaatan apa saja di lingkungan alam  sekitar. Misalnya memanfaatkan tenaga air menjadi listrik, tenaga angin menjadi sumber energi listrik, sinar matahari menjadi tenaga listrik, limbah sabut kepala jadi sapu, dll. Inilah kepeloporan pemuda. Dan banyak lagi masalah lain yang yang dipelopori pemuda. Apakah atas usahanya sendiri, ataukah bersama orang lain. Di Kalimantan Tengah sumber daya alam terkandung di dalam perut buminya banyak hal salah satunya ”batu bara”. Kenapa tidak ada kepeloporan pemuda membuat batu bara sebagai pemanas air agar mendidih dan memimbulkan uap menjadi tenaga listrik dsb.
Bila kita mencari ”pemuda Pelopor”, Kalau perlu kita akan melibatkan seluruh lapisan masyarakat. Agar betul-betul didapatkan hasil yang baik. Menurut Budi Setiawan (2010) adalah, tujuan program Pemuda Pelopor ini, untuk  mengapreasi keberadaan pemuda Indonesia yang memiliki peran strategis sebagai pelopor dalam bidang pembangunan sosial kemasyarakatan, dan memiliki potensi memberikan motivasi dan inspirasi kepada masyarakat. ”Untuk itu pemerintah terus mendorong untuk mewujudkan pemuda yang memiliki kemampuan menjadi pelopor...”.
Sementara itu, peraih Pemuda Pelopor menurut: Huala Siregar  (1991) ia mendefinisikan pemuda pelopor sebenarnya manusia merdeka, berkarya tanpa pamrih. Karya atau tindakan yang mereka lakukan itu datangnya dari Yang Maha Kuasa. “...Mereka melakukan semua itu tanpa berharap sesuatu. Jadi mari kita betul-betul menyeleksi sehingga kita menemukan pemuda merdeka dan berkarya tanpa pamrih...”. 
Sebelumnya, Staf Khusus Menpora Lalu Wildan (1991) mengusulkan, agar penilaian Pemuda Pelopor tidak hanya dibatasi pada 4 bidang saja masing-masing kewirausahaan, pendidikan, teknologi tepat guna serta seni budaya dan pariwisata), karena saat ini ada perubahan-perubahan permasalahan di masyarakat dibanding tahun-tahun sebelumnya. ”Misalnya saya mengusulkan ada pelopor bidang perubahan iklim, pertanian, informasi teknologi atau pemuda relawan bencana,” katanya.
 
Pendidikan Mana Untuk Pemuda/Remaja
Perlu mengetahui pendidikan mana yang dapat membantu kalangan pemuda/remaja yang secara kebetulan, karena sesuatu lain hal belum sempat mengeyam pendidikan formal. Saat sekarang ternyata faktor usia, ternyata tidak biasa lagi belajar di pendidikan formal. Maka mari kita cari pendidikan lain seperti pendidikan non formal.
Bila kita merasakan ketinggalan dalam dunia pendidikan sementara kawan seusia kita ternyata  sudah berpendidikan dan berpredikat sarjana. Maka para pemuda harus belajar. Bagaimana kalau usia sudah tidak dapat bersekolah. Untuk itu, pemerintah telah menetapkan jalur pendidikan luar sekolah atau istilah pendidikan nonformal akan dapat membatu para pemuda untuk memperoleh pendidikan melalui pendidikan nonformal. Apakah ia di pusat kegiatan belajar masyarakat (PKBM) ataukah di kelompok belajar lainnya. ’karena PKBM cukup membantu para pemuda yang putus sekolah dan sudah berusia untuk belajar apakah paket A, B ataukah paket C. 
 
Kreativitas Pemuda Pelopor
Kreativitas pemuda yang sangat diperlukan oleh masyarakat, saat mereka bertugas melaksanakan tugasnya atau hal-hal lain ada di wilayah Kalimantan Tengah, dunia kewirausahaan sungguhlah beragam. Para pemuda sangat bagus kalau punya kreativitasnya saat di lapangan. Walau menanamkan nilai kewirausahaan, sungguhlah tidak semudah membalik telapak tangan. Namun demikian, seorag pemuda ia harus punya konsep yang secara spontan muncul di lapangan, kalau ia mereka memperhatikan sumber daya alam di sekitar desa itu bisa diolah dan dijadikan sumber penghasilan masyarakat.
Sumber daya alam yang berlimpah, membuat manusia manja. Tapi kalau sumber daya manusia yang berkualitas, walau sumber daya alam yang terbatas, kalau SDMnya baik. Maka apa yang mereka hadapi di sekitar alam dapat ia olah menjadi apa saja yang akhirnya dapat menjadikan kesejahteraan manusianya.
Bagi pemuda yang kurang kreatif, mudah putus asa, suka menyalahkan orang lain, kurang mendukung terhadap keberhasilan dalam bertugas di pedesaan.
 
Kewirausahaan
 Indonesia Butuh Pemuda Kreatif, Indonesia butuh lebih banyak pemuda yang kreatif, pemimpin tua saat ini harus memberikan kepercayaan dan kesempatan kepada para pemuda untuk berkembang membangun dan merubah Indonesia. Dari dahulu hingga saat ini pemuda adalah pemicu perubahan-perubahan di negeri ini, mulai dari peristiwa Sumpah Pemuda hingga peristiwa Reformasi. Pemuda adalah aktor dalam perubahan namun yang meneruskan perubahan tersebut adalah (tetap) golongan tua kembali. Kreatifitas para pemuda di negeri ini lama-kelamaan tidak mendapat perhatian dari pemerintah. Banyak para pemuda yang telah mengharumkan nama bangsa dengan kreatifitasnya, dari bidang Sains, dunia kreatif, budaya dan seni, hingga bidang olahraga namun apresiasi pemerintah terhadap pemuda masih sangat kurang. 
Mungkin dari dahulu pemuda dicetak menjadi pegawai melalui pendidikan yang diterimanya selama bertahun-tahun, bukan dicetak menjadi seorang pengusaha yang dapat membuka lapangan kerja. Coba pemerintah memberi bantuan modal kepada para pemuda yang memiliki kreatifitas untuk mengembangkan kreatifitasnya, kita tidak akan perlu lagi mengirim berjuta-juta TKI ke luar negeri untuk menambah devisa negara, tidak perlu meminjam dana ke negara lain untuk pembangunan negeri ini, kemiskinan akan perlahan menurun dan tentunya korupsi tidak akan merajalela di negeri ini karena para pemuda yang akan membuka negara kreatif yang menghasilkan pemasukan lebih besar untuk pembangunan negeri ini. Namun hingga saat ini, pemuda masih dipandang sebelah mata oleh golongan tua dan tidak diberi kesempatan. Perjuangan para pemuda tidak akan berhenti sampai disini karena para pemuda adalah pemicu perubahan di dunia.
 Pendidikan kewirausahaan sebetulnya ditanamkan sejak lama. Bukan setelah sarjana. Kenapa demikian?. Pertanyaan di atas, merupakan bahan berpikir kita semua. Penulis sangat setuju kalau di semua perguruan tinggi pendidikan kewirausahaan dijadikan materi kuliah seperti: Ilmu Alamiah Dasar di perguruan tinggi.
Alangkah indahnya mahasiswa disaat memperdalam konsep perkuliahan diantara pada semester 6 – 7 mengembangkan pendidikan kewirausahannya yang terkait dengan konsep keilmuannya. Saat itu, mahasiswa tidak lagi berpikir agar mencari kerja ke PNS tapi ia sudah berpikir usaha apa yang bakal ia jadikan sebagai lapangan  kerja untuk diri.  Kalau hal itu kita lakukan retrospektif di awal tahun 80-an bahwa agar sarjana bisa memberikan lapangan kerja bagi orang lain. Bukankah hal itu, konsep kewirausahaan. Saat itu pemerintah pernah memberikan: pinjaman berupa kredit  mahasiswa Indonesia (KMI) yang dikecurkan via bank tidak lain sebagai modal usaha untuk mahasiswa yang sudah berada pada semester-semester akhir.
Dosen pembina mata kuliahnya harus membawa ke lapangan terhadap mahasiswa yang sedang memprogramkan / merencanakan mata kuliah kewirausahaan ini. Kalau perlu dosen yang mengajar harusnya mereka pengusaha berhasil. Atau ada dosen yang punya usaha kecil-kecilan dan berhasil yang dapat diperlihatkan kepada mahasiswa.
Dengan demikian hal di atas, merupakan pendidikan kewirausahaan dalam pendidikan formal di perguruan tinggi.
 
Pemuda Pelopor Punya Kelebihan
Dalam bertugas melaksanakan tugasnya sebagai pemuda harus punya program inovasi, karena sebagai seorang pemuda terlatih yang tentunya di tempat tugasnya dalam berkarya, tentu tidak boleh sama dengan kebanyakan orang.
Kalau seorang pemuda yang terkadang hanya beberapa orang berpendidikan  di dewsa, maka seorang sarjana baru yang bertugas ini harus punya kelebihan dari kebanyakan orang. Seorang pemuda masuk desa harus punya kesan tersendiri dari masyarakat.
Pengembangan usaha yang cukup signikan juga dirasakan Henky Eko Sriyantono, pemilik Bakso Malang Kota Cak Eko, yang menjadi pemenang Wirausaha Mandiri 2008 kategori pascasarjana dan alumni bidang usaha boga. Sebelumnya ia baru mempunyai 80 gerai. Saat ini berkembang menjadi 135 gerai. Karyawan pun menjadi 500-an orang dari sebelumnya sekitar 300. Omzet pun rata-rata naik 20 persen per tahun. “Branding usaha juga menjadi lebih dikenal masyarakat,” ujar Cak Eko. Sumber : Booklet Tempo.
Para tokoh nasional kita dalam berbagai event memberikan berbagai konsep kewiraswastaan diantaranya seperti: ".  Kala itu, Ciputra mencontohkan Singapura memiliki wirausahawan sekitar 7,2 persen Ciputra, Fransiskus Saverius, Herdiman (2011) adalah:"…Suatu bangsa akan maju bila memiliki jumlah entrepreneur (wirausahawan) minimal 2 persen dari total jumlah penduduk…, dan Amerika Serikat memiliki 2,14 persen entrepreneur. Bagaimana dengan Indonesia? 
Kalau kita memperhatikan terihadap manusia kita 220 juta lebih penduduk, Indonesia hanya memiliki sekitar  400.000 pelaku usaha mandiri, atau sekitar 0,18 persen  wirausahawan dari jumlah penduduknya. Hal ini tentu memrihatinkan. Padahal, menurut pendiri University  of Ciputra Entrepeneurship Center (UCEC) ini, potensi Indonesia  terbilang besar. Indonesia memiliki kekayaan alam melimpah siap diolah. Indonesia termasuk dalam ranking 10 besar penghasil tembaga, emas, natural gas, nikel, karet, dan batubara. Dan, masih  banyak lagi keunggulan komparatif yang kita miliki. Karena itu,  jika menyedikan stok enterpreneur yang cukup dan potensial,  Indonesia bisa menjadi pemain internasional yang handal.
Peraih penghargaan Kewirausahaan Sosial (Social Entrepreneurship)  Ernst and Young Entrepreneur tahun 2006 bernama: Bambang Ismawan  mengatakan:”... wirausahawan muda di Indonesia mulai bangkit...”. Hal itu  dapat dilihat dari minat dan pelaku wirausaha muda yang semakin  bertumbuh. Namun dibandingkan jumlah penduduk, jumlah entrepreneur  muda yang kita miliki memang masih sangat kurang.
Rendahnya minat dan pertumbuhan wirausahawan muda, menurut: Bambang (2006), Wiswawa (2011) adalah:”... terutama disebabkan oleh minimnya dorongan lingkungan keluarga sang anak. Orang tua lebih banyak mengharapkan anaknya bekerja sebagai pegawai negeri atau pegawai kantor. Pasalnya, pekerjaan seperti itu dinilai memiliki risiko kecil dibandingkan menjadi pengusaha. "Orang tua menginginkan anak mereka mendapatkan gaji tetap setiap bulan, daripada harus menunggu keuntungan yang memakan waktu lama...".
Harapan orang tua ini didukung pula oleh lesunya sektor kewirausahaan dalam negeri. Sektor ini dinilai memiliki risiko tinggi, sementara itu kurang menjanjikan penghidupan yang layak. Karena itu, orang tua petani rela mengeluarkan biaya tinggi untuk menyekolahkan anaknya agar mereka tidak kembali kepada pertanian. Bambang mencontohkan, tamatan Institut Pertanian Bogor (IPB) lebih banyak menjadi wartawan atau pegawai, daripada menjadi petani.
Selain pengaruh lingkungan dalam keluarga, kata Bambang, rendahnya minat kaum muda terjun dalam bidang wirausaha, juga disebabkan oleh arah dan sistem pendidikan yang kurang mendukung. Pendidikan malah tampil sebagai alat untuk menumpulkan semangat berwirausaha. Metode menghafal, misalnya, membuat anak tidak memiliki daya kreasi dan inovasi, yang sangat dibutuhkan dalam dunia kewirausahaan. Karena itulah, Bambang mendesak agar pendidikan, terutama pendidikan tinggi segera dibenahi.
Desakan agar perguruan tinggi melakukan pembenahan - bahkan perubahan paradigma - juga disuarakan Ciputra. Menurutnya, salah satu penyebab rendahnya jumlah entrepreneur di Indonesia adalah sistem pendidikan yang hanya fokus pada penciptaan tenaga kerja, bukan menciptakan enterpreneur-enterpreneur potensial.
"Setiap tahun, lembaga-lembaga pendidikan menghasilkan pengangguran, karena mereka tidak didorong untuk menjadi pelaku wirausaha," ujarnya.
Menurut Ciputra, setiap tahun perguruan tinggi Indonesia melahirkan sekitar 750 lebih sarjana yang menganggur. Karena itu, tantangan perguruan tinggi di Indonesia ke depan, katanya, adalah melahirkan wirausahawan muda. 
Menjawab tantangan itulah Ciputra mendirikan sekolah yang fokus pada upaya mengembangkan semangat kewirausahawan siswa, seperti Sekolah Ciputra, Sekolah Citra Kasih, Sekolah Citra Berkat, Sekolah Global Jaya, Sekolah Pembangunan Jaya. Terakhir, ia mendirikan University of Ciputra Entrepreneurship Center (UCEC). Program yang disiapkan UCEC antara lain mempersiapkan modul pengayaan kewirausahaan untuk kurikulum nasional, mengembangkan kurikulum kewirausahaan di Universitas Ciputra, dan mengadakan pelatihan tiga bulan kepada masyarakat.
Selain dukungan keluarga dan perguruan tinggi, pertumbuhan wirausahawan muda juga membutuhkan peran dunia usaha dan lembaga dunia usaha. Bambang memberi contoh peran pengusaha yang tergabung dalam Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (Hipmi). Organisasi ini seharusnya tidak hanya mendorong lahirnya pengusaha kaya dan bergerak dalam bidang usaha yang membutuhkan penyertaan modal tinggi, tapi juga harus mendorong munculnya pengusaha kecil yang bergerak dalam sektor kecil dan mikro (UMKM).
Menurut: Very Herdiman dan Bambang, (2011) bahwa Potensi sektor UMKM,  sesungguhnya sangat menjanjikan. Dari seluruh entitas dunia usaha yang kita miliki, 95 persen (43 juta) merupakan usaha yang bergerak dalam sektor usaha mikro. Data ini, kata Bambang, memperlihatkan bahwa Indonesia potensial melahirkan wirausahawan yang bergerak dalam usaha mikro dan kecil. 
 
Ekonomi Bangsa 
Beberapa tahun terakhir ini, menurut: Husein Mubarok (2009) bahwa perekonomian dunia semakin bergejolak saja. Bahkan Negara besar seperti Amerika, mulai kelihatan kehancurannya. Mengapa bisa demikian? Hal ini disebabkan oleh berbagai hal, diantaranya adalah baby birth dan biaya perang yang besar. Sebelum Perang Dunia II sedikit sekali bayi yang lahir di Amerika.
Sebaliknya, pasca perang dunia II angka kelahiran meningkat drastis. Nah, yang menjadi masalah adalah generasi dengan jumlah kelahiran luar biasa tersebut sekarang tengah menjadi pensiunan. Diperkirakan pada tahun 2016 nanti jumlah pensiunan Amerika mencapai 75 juta. Bagaimana menggaji mereka? Ini sebagai akibat angka kesehatan yang membaik.
Bahkan, tidak ada satupun pengamat ekonom yang optimis bahwa Amerika akan tetap berdiri. Yang kedua adalah dikarenakan Amerika selalu mengalokasikan dana yang besar untuk perang.Sebagai contoh saja, berdasarkan data statistik perekonomian pemerintah Amerika, dana yang diajukan untuk kasus perang Israel-Palestina adalah senilai kurang lebih $1200 triliun sedangkan yang di acc adalah kurang lebih $900 triliun. Perlu diketahui bahwa pada Tahun 2008 terjadi krisis ekonomi yang hebat di AS, Apakah Obama sanggup mengatasi masalah ini kedepannya?
Sebenarnya tidak masalah jika Amerika hancur. Yang menjadi masalah adalah siapa-siapa yang berada di belakang Amerika, yaiu para Yahudi dan Israel. Pada dasarnya orang-orang Amerika itu baik dan toleran. Yang kurang ajar adalah para pemimpinnya, yaitu para Yahudi yang telah dikuasai Dajjal. Lalu apakah Amerika tinggal diam melihat kondisi perekonomian yang seperti itu.
Bicara tentang ekonomi maka  Muizzuddin (2009)  adalah:”...Sistem ekonomi yang diterapkan, seharusnya mampu mewujudkan kesejahteraan bagi seluruh masyarakat berdasarkan asas demokrasi, kebersamaan, dan kekeluargaan yang melekat, serta pada akhirnya mewujudkan ketentraman bagi manusia. Akan tetapi Rentetan peristiwa akibat sistem ekonomi yang diterapkan terus memberikan dampaknya...”. sehingga apa yang diharapkan selalu berhasil baik.
 
Ditunggu Pemuda Kreatif
Pemuda yang kreatif, tidak lain adalah seorang pemuda yang tidak mudah tinggal diam di mana saja ia berada. Pemuda kreatif, setiap saat dia selalu melahirkan pekerjaan yang inovatif.
Pemuda kreatif bila melihat sesuatu, otaknya berpikir. Mau dijadikan apa hal ini, sehingga mempersembahkan sesuatu kepada orang lang di desanya. Misal saja: seperti kasus di atas, tinggal di desa, mau mengumpulkan sabut kelapa. Sabut adalah limbah perkebunan yang tidak ada harganya. Tapi degan di olah sabut bisa dijadikan bahan/alat rumah tanggal yang setiap rumah pasti memerlukan sapu.
Sapu dari sabut, sama nilainya dengan sapu dari ijuk, yang berasal dari pohon enau untuk membuat gula merah. Sabut punya cara lain bisa dibuat jadi tambang, bisa pula jadi berbagai hal seperti jok mobil, jadi kasur, jadi bahan kerajinan lainnya.
Para pemuda pelopor pembangunan di desa harus tahu apa potensi desa itu. Sehingga potensi desa bisa dijadikan olahan yang ternyata bisa menghasilkan sesuatu yang berharga. Ini sebetulnya pemuda pelopor dari pemuda yang  ditunggu masyarakat. Karena kreativitasnya.
Kumpulkan orang dewasa yang masih belum bisa membaca dan menulis, berikan pelajaran kepada mereka tentang sesuatu yang mereka butuhkan. Jika ternyata mereka masih buta huruf, lajari mereka membaca dan menulis. Ini sebuah sumbangan pemuda pelopor yang sangat besar terhadap masyarakat kita di pedesaan.
Jika pemuda pelopor pedesaan secara kreativitas bisa melakukannya, maka betapa besar sumbangan saudara-saudara terhadap bangsa di negeri kita tercnta ini. Walau sekecil mungkin, namun jasa kepeloporan saudara sangat dinantikan masyarakat di pedesaan. Hal ini, tidak terbatas dengan contoh di atas, tapi dalam bentuk apapun.
 
Menciptakan Lapangan Kerja
Saat penulis menyelesaikan studi Program Doktor di kota Bandung, tidaklah salah mengunjungi kecamatan Raja Polah. Karena di desa-desa mereka walau sumber daya alamnya rusak akibat meletusnya gunung Galunggung di awal tahun 1980-an. Para pemuda dan masyarakat mencari nafkah dengan memanfaatkan apa saja dijadikan usaha kreatif. Misal sebatang pohon padi menghasilkan banyak hal seperti tanggkainya menjadi sapu, batangnya dibuat ayaman, dll.
Sebatang pohon yang tumbang di pinggir jalan, memberikan berkah pada penduduk. Karena batang, dahan hingga akarnya, bisa diolah dengan kerajinan mereka jadi berbagai cendera mata.
Putra putri Kalimantan Tengah belum sampai di sana untuk berwira usaha. Kita terlena dengan indahnya alam, terlena dengan berbagai hasil bumu dan alam. Namun belum banyak memberi manfaat kepada penduduknya.
 
Kebijakan Pengambil Keputusan
Dalam bagian akhir buku ini, perkenankanlah curahan hati penulis, yang juga pernah duduk dalam tugas sebagai pengambil kebijakan sebagai kepala Badan Diklat Provinsi Kalteng. Kalau kita berbicara tentang pemuda sebagai generasi muda, maka mereka ini tidak akan lepas sebagai generasi penerus bangsa. Apa yang telah kita lakukan saat sekarang tentu memberikan contoh bagi mereka dimasa datang. Sehingga pembinaan terhadap mereka tidak akan memberi warna bagi mereka yang kita bina sekarang. Tentu akan menjadi buah bibir mereka di masa kini dan masa datang.
Bicara tentang pemuda sebagai calon pelopor pembangunan secara formal tentu dibawah kekuasaan pejabat yang terkait dengan bidangnya. Hal ini penulis ambil contoh saja para pemuda yang bakal kita kirim dalam menyeleksi pasti ada muncul rasa subjektivitas, apakah karena: faktor keluarga, satu alumnus, atau suku dan kedaerahan. Putusan itu baik atau tidak pasti dinilai oleh mereka yang lain. Kenapa begitu,dan kenapa begini dsb.
Untuk menghindar hal tersebut, pengambil kebijakan harus bertindak adil, tanpa pandang faktor keluarga. Tapi dirikan/tegakkan objektivitas yang setinggi mungkin. Jika kita sudah melakukannya maka pujian dimasa datang akan datang kepada kita. Demikian sebaliknya.
 
Kewirausahaan dan Andragogi
Sungguh menggembirakan di bagian akhir tulisan ini, penulis sebagai dosen pendidikan orang dewasa di S-2 PLS Universitas Palangka Raya, merupakan suatu upaya kita bersama untuk memberikan sebuah pengetahuan dan keterampilan agar pada pemuda usia memasuki dewasa muda ini memperolehkan seperangkat pengetahuan dan keterampilan hidupnya dengan berwirausaha agar mereka tidak menjadi ketinggalan.
Pemuda yang memasuki usia dewsa muda ini kalau tidak diberikan bekal sebelumnya tentu saja akan terjadi kehilangan arah dalam hidupnya. Sehingga mereka ini sedini mungkin sudah mendapatkan berbagai pendidikan luar sekolah atau nonformal dalam dunia wirausaha.
 
Daftar Pustaka
 
Admin, 2012. Kunci membangun Kepercayaan Diri, Jakarta.
Arfani, M. Saad, 2011. Jauhnya Sekolah Jadi Penyebab Anak-anak Pedesaan Tidak Melanjutkan Pendidikan, Kompas, Jakarta.
Bambang, Ismawan 2006. wirausahawan muda di Indonesia mulai bangkit, Jakarta.
Bambang (2006), Wiswawa (2011). Wiraswasta terutama disebabkan oleh minimnya dorongan lingkungan keluarga, jurnal UKM, Jakarta.
Ciputra, Fransiskus Saverius, Herdiman, 2011.Suatu bangsa akan maju bila memiliki jumlah entrepreneur (wirausahawan) minimal 2 persen dari total jumlah penduduk, Kabar Wiraswasta Muda, Jakarta.
Darlan, H.M. Norsanie, 1983 Pendidikan Kewiraswastaan, PLS, FKIP Unpar, Palangka Raya.
------------, 2002. Pelatihan dan pengembangan masyarakat kawasan pantai, Disertasi, Bandung.
------------, 2011. Pengembangan Pendidikan Kewirausahaan Di Kalangan Pemuda, Dinas Pemuda Dan Olahraga, Provinsi Kalimantan Tengah, Palangka Raya
------------, 2011. Melatih Diri Uuntuk Berwirausaha Bagi Pemuda Pelopor Pembangunan  Pedesaan, Dispora. Palangka Raya
-------------, 2011. Berkembang Bersama Mandiri, Sumber : Booklet Tempo, Jakarta.
-------------, 2011. Melatih Diri Untuk Berwiraswasta Bagi Pemuda Pelopor Pembangunan Pedesaan, Materi Ceramah kepada peserta Paskibraka, Dispora KalTeng, Palangka Raya.
Hasan Alwy, 2000. Kamus Besar Bahasan Indonesia, Kementrian Pendidikan Nasional, Jakarta.
Herdimand, Fransiskus Saverius, 2011. Suatu Bangsa Akan Maju Bila Memiliki Jumlah Entrepreneur (wirausahawan) di Amerika Serikat, New York.
Herdiman, Very, dan Bambang, 2011. Wirausaha Mulai dari Lingkungan Keluarga, Jakarta.
Gafur, Abdul, 1982. Pidato Abdul Gafur, dalam P4 Pemuda Tingkat Nasional, Cibubur, Jakarta.
Ismawan, Bambang, 2006. Peraih penghargaan Kewirausahaan Sosial (Social Entrepreneurship), Internet.
Mubarok, Husein, 2009. Wirausaha Untuk Mengatasi Perampokan Ekonomi Bangsa, mahasiswa  jurusan Teknik Elektro dan Teknologi Informasi,UGM, angkatan, Yogyakarta.
Muizzuddin, 2009. Mewujudkan Kesejahteraan dengan Menerapkan Ekonomi Islam, Mahasiswa Berprestasi UNSRI, Palembang.
Moeliono, Anton, 1989. Kamus Besar Bahasa Indonesia,  Kementrian Pendidikan Nasional RI, Jakarta.
Poerwadarminta, W.J.S. 1986. Kamus Umum Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta.
Siregar, Huala,  1991. Mendefinisikan Pemuda Pelopor Manusia Merdeka, Berkarya Tanpa Pamrih, Jakarta.
Setiawan, Budi, 2010. Tujuan program Pemuda Pelopor, Kementrian Pemuda dan Olahraga, Jakarta.
Sriyantono, Henky, Eko, 2008. pemilik Bakso Malang Kota Cak Eko, yang menjadi pemenang Wirausaha Mandiri, Malang.
Wildan, Lalu, 1991. Agar penilaian Pemuda Pelopor tidak hanya dibatasi pada 4 bidang saja, Staf Ahli Menporan RI, Jakarta.
Wiswawa, I.K.Alit, 2011. Pengembangan Ekonomi Mikro, berbasis pada kearifan lokal, Makalah Seminar hari jadi kota Palangka Raya.

MEMBANGUN DAN MEMBERDAYAKAN PEMUDA UNTUK MENJADI WIRAUSAWAN MUDA

Oleh  :
H.M.Norsanie Darlan
 
Pendahuluan
Dengan mengucap syukur kepada Yang Maha Kuasa bahwa buku kecil ini ditulis atas permintaan pihak panitia penenyelenggara yang menetapkan penulis sebagai nara sumber pada acata trainir of training (TOT)  Pasukan Pengibar Bendera Merah putuh di Dinas Pemuda dan Olahraya Provinsi Kalimantan Tengah yang dalam rangka menghadapi HUT RI tahun 2012.  di Kalimantan Tengah, dengan judul Melatih Diri Untuk Berwirausaha Bagi Pemuda Pelopor Pembangunan Pedesaan.
Diketahui bersama bahwa yang hadir dalam acara TOT ini,  bukan para pemuda/pelajar. Tapi lebih diarahkan kepada para pejabat yang menangani pemuda dari kabupaten/kota di Dinas terkait. Mereka ini, tentu akan memberikan bimbingan kepada generasi penerus bangsa di daerah mereka masing-masing. Sehingga para pemuda/remaja sejak dini diberbagai hal harus diberikan  bekal untuk persiapan masa depan mereka. Para pemuda pada waktunya nanti setuju tidak setuju, senang tidak senang mereka ini, secara alamiah harus menjadi penerus pembangunan pedesaan. Oleh sebab itu, materi apapun yang di diberikan selama dalam pelatihan ini, merupakan bahan yang sangat penting. Karena pada waktunya nanti pemuda pelopor adalah harus kreatif di mana ia bertugas. Untuk berlatih dan membawa harum nama bangsa dalam upaya mencerdaskan bangsa. 
Dalam tulisan pada buku ini, penulis akan menguraikan sebagai bekal dalam berbagai hal yaitu: Pendahuluan, Merelirik Sudut Pendidikan,  Kewirausahaan, Pendidikan Kewirausahaan Non Formal, Berbagai Pendapat Ahli, Pemuda Pelopor,  Pendidikan Mana Untuk Pemuda/Remaja Kreativitas Pemuda, berwirausaha, Pemuda Pelopor harus punya Kelebihan, Ditunggu Pemuda Kreatif, menciptakan lapangan kerja, Kewirausahaan dan Andragogi  dan Daftar Pustaka dll untuk lebih jelasnya hal-hal di atas, akan di uraikan secara rinci sebagai berikut:
 
Berbagai Pendapat Ahli
Arti Melatih diri; menurut: Norsanie Darlan, (2011) adalah :”...membiasakan seseorang untuk bertindak kreatif untuk kepentingan tidak hanya bagi dirinya sendiri, tapi juga untuk orang lain...”. dengan demikian melatih diri bagi pemuda pelopor sungguh dinantikan. Sehingga pemuda pelopor siap menjalankan kepeloporannya di mana ia bertugas.
 
Arti Membangunan
Membangun menurut Admin (2012) adalah:”...suatu pondasi dari setiap hubungan kegiatan bisnis, suatu kepercayaan diri...”. dengandemikian membangun dalam hal upaya untuk jadi berdaya dalam pembangun diri sebagai pemuda pelopor pembanguan bangsa.
 
Arti Memberdayakan
Supaya para pemuda mempunyai kemampuan dalam menghadapi tantangan pembangunan bangsa, guna mereka menghadapi masa depan yang lebih baik.  Dalam memberdayakan generasi muda,tentu tidak semudah mmbalik telapak tangan. Oleh sebab itu, memberdayakan diri para generasi muda, tidak terlepas adanya upaya para pemerintah. Apakah dalam hal pemberian ketermpilan ataukah dengan nasehat-nasehat yang berguna bagi masa depan mereka.
 
Arti Pemuda
Pemuda menurut Abdul Gafur (1980) adalah:”... seseorang yang mempersiapkan dirinya untuk maju kebih dahulu ke depan dalam berbagai hal...”. demikian juga pemuda pelopor pedesaan yang maksudnya seorang pemuda yang berjiwa kesatria dalam membantu pempelopori sesuatu pekerjaan atau program guna kemajuan desa di mana yang bersangkutan bertugas. Tujuannya tidak lain adalah membangun desa dan masyarakat demi kemajuan bangsa dan negara.
 
Arti Berwirausaha;
Bila kita ingin mengetahui apa arti berwiraswasta ia merupakan suatu perbuatan dalam mempersiapkan diri untuk masa kini dan masa datang. Apakah untuk diri pemuda pelopor itu sediri ataukah buat orang lain. Berwiraswasta tentu saja melatih diri untuk kecamapan hidupnya. Sehingga tidak ada merasa ketergatungan pada orang lain.
 
Merelirik Sudut Pendidikan 
Bila kita memperhatikan masalah pendidikan, tentunya rendahnya tingkat pendidikan masyarakat, cenderung berdampak mundurnya masyarakat yang ada di wilayah itu. Rendahnya pendidikan cenderung dengan berakhir dengan kebodohan. Diharapkan mereka tidak mudah untuk tampil dengan cara biasa. Melainkan sering dilakukan dengan kekerasan. Karena banyak hal yang mereka hadapi seperti: lapangan pekerjaaan yang tentunya tidak dapat dipekerjakan, sama dengan mereka yang bekerja pada pekerjaan elit. Karena tingkat pendidikan yang relatif terlalu rendah, sehingga kebahagian pada pekerjaan yang sedikit agak kasar dibandingkan mereka yang telah mengikuti pendidikan yang lumayan.
Dengan demikian pendidikan merupakan jendela untuk mencapai masa depan yang lebih baik. Lewat kesempatan ini  penulis mengajak pemuda /remaja yang ada ini, agar memperhatikan tingkat pendidikan dengan berbagai upaya.  Dan penulis menyadari tidak semua orang belajar itu berjalan dengan mulus. Ada kalanya proses pendidikan dengan jalan berperiku. Namun dengan berliku-liku itu, mendewasakan mereka dalam proses belajarnya. Demikian juga terhadap dunia pekerjaan, ia tentu sudah memiliki seperangkat kelebihan pengetahuan sebagai hasil belajarnya, dan akan mendapatkan nilai Plus (+) dalam pekerjaan daripada mereka yang belajar tidak pernah dihalangi oleh liku-liku kehidupan.
 
Beberapa Konsep Kehidupan Masyarakat
Bila kita memperhatikan  terhadap kehidupan masyarakat di pedesaan, sebenarnya mereka tidak terlalu besar tuntutan seperti mereka yang tinggal di perkotaan. Masyarakat desa hidup dengan segala seadanya. Mereka selalu dalam kehidupan pasrah. Tapi kehadiran para pemuda pelopor pembangunan sangatlah dibutuhkan.
Menurut Norsanie Darlan (2002) bahwa:”...Walau diketahui masyarakat yang kita hadapi dengan segala kepasrahan. Kehadiran pemuda pelopor pembangunan, merupakan penantian pemuda yang KREATIF diharapkan. Kenapa demikian ?, karena mereka sangat menanti kehadiran para pemuda yang banyak ide membangun masyarakat. Seperti: bagaimana para pemuda pelopor, menciptakan lapangan kerja bagi pemuda-pemuda desa...”. Walau yang sangat sederhana. Di kawasan pesisir, pemuda perlu dilatih mengolah limbah perkebunan. Seperti sabut kelapa yang dibuang dan tidak pernah dimanfaatkan. Padahal sabut banyak kegunaannya, seperti dibuat bahan baku sapu, keset, dan tali tambang.
Dengan milihat tumpukan limbah sabut yang tidak dimanfaatkan, membuat pemuda pelopor kreatif untuk mengololah menjadi produktivitas desa.
Dengan modal sebiji sabut kelapa, yang selama ini tidak ada harganya, kalau diolah para pemuda terampil, maka semula sabut yang berstatus limbah, bisa dijadikan duit.
Di Kalimantan Tengah karena tenaga terampil kita tidak muncul dan tidak mau membina warga masyarakat. Maka kulit kelapa tidak ada harganya. Tapi sebaliknya kehadiran pemuda pelopor pembangunan, yang terampil, akan dapat memciptakan lapangan kerja buat dirinya maupun buat orang lain. Ini yang kita harapkan, salah satunya adalah mengolah limbah kelapa menjadi sapu mendatangkan uang.
 
Kewirausahaan
Kewirausahaan menurut Hasan Alwy (2000; 1273) Moeliono (1989) Darlan, (2011) adalah:”…orang yang pandai atau berbakat mengenali suatu program atau produk baru, menentukan cara produk baru, dengan menyusun operasi untuk pengadaan produk baru dengan memasarkannya, serta mengatur permodalan dengan cermat dan baik...”.
Masalah kewiraswastaan memang banyak tokoh nasional kita. Suparman Wirahadikusuma (1979) mengatakan bahwa:”..arti wira adalah orang yang gagah berani dalam bertindak dan berdiri sendiri diatas kaki sendiri, tampa mendapatkan bantuan orang lain....”. sedangkan penulis Darlan (1983) mengartikan wiraswata adalah:” ....keberanian seseorang untuk bertindak dalam dunia usaha, tanpa meminta pertolongan orang lain...”.  Dengan demikian, pendidikan kewirausahaan ini merupakan hal yang sangat penting bagi semua pemuda guna persiapan masa depan kehidupannya.
 
Kewirausahaan Bagian Pendidikan NonFormal
Sungguh menakjubkan, kalau kita mengkaji secara jeli satu persatu para usahawan kita di berbagai daerah di tanah air kita.  Ternyata, banyak berhasil yang diselenggarakan pendidikan luar sekolah (PLS). Para pemuda yang secara kebetulan putus sekolah, mencari tempat-tempat penyelenggara pendidikan luar sekolah seperti: kursus perternakan, perkebunan, pertukangan, perbengkelan, montir dan berbagai kerajinan, serta kursus-kursus lainnya.
Sebagai contoh di kota Yogyakarta dengan kerajinan peraknya, di Semarang pemanfaatan buah nangka djadikan kripik, sebetulnya di pesisir Kalimantan Tengah limbah sabut kelapa untuk dijadikan: Sapu, keset dll. Artinya mereka yang jeli terhadap dunia usaha akan bisa memanfaatkan lingkungan untuk dijadikan sumber penghasilan. Kalau kita jeli daerah kota Palangka Raya ada sebuah PKBM yang sungguh menggembirakan bahwa seorang tamu tokoh pendidikan luar sekolah dari Benua Afrika Mr. Juma berkunjung ke PKBM itu ia memuji keberhasilan “Kalakai” bisa dijadikan kripik has Dayak. Karena kelakai adalah tumbuhan yang sangat banyak dan tidak pernah ditanam namun kalau diolah ternyata dapat dijadikan keripik kelakai.
Sebaiknya para pemuda generasi penerus bangsa, agar melirik jalur PLS ini, untuk mengangkat sumber daya alam (SDA) di sekitar untuk dijadikan sumber penghasilan demi mencari sesuap nasi untuk keperluan dirinya sendiri, dan keluarga pemuda lainnya.
 
Pemuda Harus Jadi Pelopor
Bila kita ingin tahu apa sebenarnya arti Pemuda menurut Hasan Alwy (2000; 847) dan Poerwadarmita (1986) adalah:”...orang  laki-laki, remaja, taruna, yang bakal menjadi pemimpin....”. Pemuda di sini menurut pemulis tidak sebatas kaum lelaki. Tapi kalangan pemudi sekalipun juga masuk. Disadari atau tidak bahwa pemuda berperan sebagai pengganti generasi sebelumnya. Pemuda adalah menjadi sasaran pemikir agar lebih baik dari masa sebelumnya. Karena di pundak pemudalah masa depan bangsa.
Sedangkan apa itu arti pelopor menurut Hasan Alwy (2000;846) adalah:”...(1) yang berjalan terdahulu; yang berjalan di depan perarahakan dan sebagainya; (2) perintis jalan; pembuka jalan; pionir; dia dipandang orang sebagai yang yang paling terdepan dalam gerak pembaharuan (tanpa memperhitungkan resiko yang akan dialami)...”.  Dengan demikian pelopor tidak lain adalah orang yang berani mengambil resiko dalam berbuat mendahului pekerjaan orang lain, demi kepentingan pembangunan bangsa dan negara.
Dengan demikian pemuda pelopor adalah tidak lain, para pemuda yang punya kreativitas tinggi dalam berbagai kegiatan pembangunan. Misalnya seorang pemuda membuat berbagai kegiatan dalam menjelang HUT proklamasi, membuat kreasi baru dalam pembangunan, seperti: membuat karya cipta tertentu dalam pemanfaatan apa saja di lingkungan alam  sekitar. Misalnya memanfaatkan tenaga air menjadi listrik, tenaga angin menjadi sumber energi listrik, sinar matahari menjadi tenaga listrik, limbah sabut kepala jadi sapu, dll. Inilah kepeloporan pemuda. Dan banyak lagi masalah lain yang yang dipelopori pemuda. Apakah atas usahanya sendiri, ataukah bersama orang lain. Di Kalimantan Tengah sumber daya alam terkandung di dalam perut buminya banyak hal salah satunya ”batu bara”. Kenapa tidak ada kepeloporan pemuda membuat batu bara sebagai pemanas air agar mendidih dan memimbulkan uap menjadi tenaga listrik dsb.
Bila kita mencari ”pemuda Pelopor”, Kalau perlu kita akan melibatkan seluruh lapisan masyarakat. Agar betul-betul didapatkan hasil yang baik. Menurut Budi Setiawan (2010) adalah, tujuan program Pemuda Pelopor ini, untuk  mengapreasi keberadaan pemuda Indonesia yang memiliki peran strategis sebagai pelopor dalam bidang pembangunan sosial kemasyarakatan, dan memiliki potensi memberikan motivasi dan inspirasi kepada masyarakat. ”Untuk itu pemerintah terus mendorong untuk mewujudkan pemuda yang memiliki kemampuan menjadi pelopor...”.
Sementara itu, peraih Pemuda Pelopor menurut: Huala Siregar  (1991) ia mendefinisikan pemuda pelopor sebenarnya manusia merdeka, berkarya tanpa pamrih. Karya atau tindakan yang mereka lakukan itu datangnya dari Yang Maha Kuasa. “...Mereka melakukan semua itu tanpa berharap sesuatu. Jadi mari kita betul-betul menyeleksi sehingga kita menemukan pemuda merdeka dan berkarya tanpa pamrih...”. 
Sebelumnya, Staf Khusus Menpora Lalu Wildan (1991) mengusulkan, agar penilaian Pemuda Pelopor tidak hanya dibatasi pada 4 bidang saja masing-masing kewirausahaan, pendidikan, teknologi tepat guna serta seni budaya dan pariwisata), karena saat ini ada perubahan-perubahan permasalahan di masyarakat dibanding tahun-tahun sebelumnya. ”Misalnya saya mengusulkan ada pelopor bidang perubahan iklim, pertanian, informasi teknologi atau pemuda relawan bencana,” katanya.
 
Pendidikan Mana Untuk Pemuda/Remaja
Perlu mengetahui pendidikan mana yang dapat membantu kalangan pemuda/remaja yang secara kebetulan, karena sesuatu lain hal belum sempat mengeyam pendidikan formal. Saat sekarang ternyata faktor usia, ternyata tidak biasa lagi belajar di pendidikan formal. Maka mari kita cari pendidikan lain seperti pendidikan non formal.
Bila kita merasakan ketinggalan dalam dunia pendidikan sementara kawan seusia kita ternyata  sudah berpendidikan dan berpredikat sarjana. Maka para pemuda harus belajar. Bagaimana kalau usia sudah tidak dapat bersekolah. Untuk itu, pemerintah telah menetapkan jalur pendidikan luar sekolah atau istilah pendidikan nonformal akan dapat membatu para pemuda untuk memperoleh pendidikan melalui pendidikan nonformal. Apakah ia di pusat kegiatan belajar masyarakat (PKBM) ataukah di kelompok belajar lainnya. ’karena PKBM cukup membantu para pemuda yang putus sekolah dan sudah berusia untuk belajar apakah paket A, B ataukah paket C. 
 
Kreativitas Pemuda Pelopor
Kreativitas pemuda yang sangat diperlukan oleh masyarakat, saat mereka bertugas melaksanakan tugasnya atau hal-hal lain ada di wilayah Kalimantan Tengah, dunia kewirausahaan sungguhlah beragam. Para pemuda sangat bagus kalau punya kreativitasnya saat di lapangan. Walau menanamkan nilai kewirausahaan, sungguhlah tidak semudah membalik telapak tangan. Namun demikian, seorag pemuda ia harus punya konsep yang secara spontan muncul di lapangan, kalau ia mereka memperhatikan sumber daya alam di sekitar desa itu bisa diolah dan dijadikan sumber penghasilan masyarakat.
Sumber daya alam yang berlimpah, membuat manusia manja. Tapi kalau sumber daya manusia yang berkualitas, walau sumber daya alam yang terbatas, kalau SDMnya baik. Maka apa yang mereka hadapi di sekitar alam dapat ia olah menjadi apa saja yang akhirnya dapat menjadikan kesejahteraan manusianya.
Bagi pemuda yang kurang kreatif, mudah putus asa, suka menyalahkan orang lain, kurang mendukung terhadap keberhasilan dalam bertugas di pedesaan.
 
Kewirausahaan
 Indonesia Butuh Pemuda Kreatif, Indonesia butuh lebih banyak pemuda yang kreatif, pemimpin tua saat ini harus memberikan kepercayaan dan kesempatan kepada para pemuda untuk berkembang membangun dan merubah Indonesia. Dari dahulu hingga saat ini pemuda adalah pemicu perubahan-perubahan di negeri ini, mulai dari peristiwa Sumpah Pemuda hingga peristiwa Reformasi. Pemuda adalah aktor dalam perubahan namun yang meneruskan perubahan tersebut adalah (tetap) golongan tua kembali. Kreatifitas para pemuda di negeri ini lama-kelamaan tidak mendapat perhatian dari pemerintah. Banyak para pemuda yang telah mengharumkan nama bangsa dengan kreatifitasnya, dari bidang Sains, dunia kreatif, budaya dan seni, hingga bidang olahraga namun apresiasi pemerintah terhadap pemuda masih sangat kurang. 
Mungkin dari dahulu pemuda dicetak menjadi pegawai melalui pendidikan yang diterimanya selama bertahun-tahun, bukan dicetak menjadi seorang pengusaha yang dapat membuka lapangan kerja. Coba pemerintah memberi bantuan modal kepada para pemuda yang memiliki kreatifitas untuk mengembangkan kreatifitasnya, kita tidak akan perlu lagi mengirim berjuta-juta TKI ke luar negeri untuk menambah devisa negara, tidak perlu meminjam dana ke negara lain untuk pembangunan negeri ini, kemiskinan akan perlahan menurun dan tentunya korupsi tidak akan merajalela di negeri ini karena para pemuda yang akan membuka negara kreatif yang menghasilkan pemasukan lebih besar untuk pembangunan negeri ini. Namun hingga saat ini, pemuda masih dipandang sebelah mata oleh golongan tua dan tidak diberi kesempatan. Perjuangan para pemuda tidak akan berhenti sampai disini karena para pemuda adalah pemicu perubahan di dunia.
 Pendidikan kewirausahaan sebetulnya ditanamkan sejak lama. Bukan setelah sarjana. Kenapa demikian?. Pertanyaan di atas, merupakan bahan berpikir kita semua. Penulis sangat setuju kalau di semua perguruan tinggi pendidikan kewirausahaan dijadikan materi kuliah seperti: Ilmu Alamiah Dasar di perguruan tinggi.
Alangkah indahnya mahasiswa disaat memperdalam konsep perkuliahan diantara pada semester 6 – 7 mengembangkan pendidikan kewirausahannya yang terkait dengan konsep keilmuannya. Saat itu, mahasiswa tidak lagi berpikir agar mencari kerja ke PNS tapi ia sudah berpikir usaha apa yang bakal ia jadikan sebagai lapangan  kerja untuk diri.  Kalau hal itu kita lakukan retrospektif di awal tahun 80-an bahwa agar sarjana bisa memberikan lapangan kerja bagi orang lain. Bukankah hal itu, konsep kewirausahaan. Saat itu pemerintah pernah memberikan: pinjaman berupa kredit  mahasiswa Indonesia (KMI) yang dikecurkan via bank tidak lain sebagai modal usaha untuk mahasiswa yang sudah berada pada semester-semester akhir.
Dosen pembina mata kuliahnya harus membawa ke lapangan terhadap mahasiswa yang sedang memprogramkan / merencanakan mata kuliah kewirausahaan ini. Kalau perlu dosen yang mengajar harusnya mereka pengusaha berhasil. Atau ada dosen yang punya usaha kecil-kecilan dan berhasil yang dapat diperlihatkan kepada mahasiswa.
Dengan demikian hal di atas, merupakan pendidikan kewirausahaan dalam pendidikan formal di perguruan tinggi.
 
Pemuda Pelopor Punya Kelebihan
Dalam bertugas melaksanakan tugasnya sebagai pemuda harus punya program inovasi, karena sebagai seorang pemuda terlatih yang tentunya di tempat tugasnya dalam berkarya, tentu tidak boleh sama dengan kebanyakan orang.
Kalau seorang pemuda yang terkadang hanya beberapa orang berpendidikan  di dewsa, maka seorang sarjana baru yang bertugas ini harus punya kelebihan dari kebanyakan orang. Seorang pemuda masuk desa harus punya kesan tersendiri dari masyarakat.
Pengembangan usaha yang cukup signikan juga dirasakan Henky Eko Sriyantono, pemilik Bakso Malang Kota Cak Eko, yang menjadi pemenang Wirausaha Mandiri 2008 kategori pascasarjana dan alumni bidang usaha boga. Sebelumnya ia baru mempunyai 80 gerai. Saat ini berkembang menjadi 135 gerai. Karyawan pun menjadi 500-an orang dari sebelumnya sekitar 300. Omzet pun rata-rata naik 20 persen per tahun. “Branding usaha juga menjadi lebih dikenal masyarakat,” ujar Cak Eko. Sumber : Booklet Tempo.
Para tokoh nasional kita dalam berbagai event memberikan berbagai konsep kewiraswastaan diantaranya seperti: ".  Kala itu, Ciputra mencontohkan Singapura memiliki wirausahawan sekitar 7,2 persen Ciputra, Fransiskus Saverius, Herdiman (2011) adalah:"…Suatu bangsa akan maju bila memiliki jumlah entrepreneur (wirausahawan) minimal 2 persen dari total jumlah penduduk…, dan Amerika Serikat memiliki 2,14 persen entrepreneur. Bagaimana dengan Indonesia? 
Kalau kita memperhatikan terihadap manusia kita 220 juta lebih penduduk, Indonesia hanya memiliki sekitar  400.000 pelaku usaha mandiri, atau sekitar 0,18 persen  wirausahawan dari jumlah penduduknya. Hal ini tentu memrihatinkan. Padahal, menurut pendiri University  of Ciputra Entrepeneurship Center (UCEC) ini, potensi Indonesia  terbilang besar. Indonesia memiliki kekayaan alam melimpah siap diolah. Indonesia termasuk dalam ranking 10 besar penghasil tembaga, emas, natural gas, nikel, karet, dan batubara. Dan, masih  banyak lagi keunggulan komparatif yang kita miliki. Karena itu,  jika menyedikan stok enterpreneur yang cukup dan potensial,  Indonesia bisa menjadi pemain internasional yang handal.
Peraih penghargaan Kewirausahaan Sosial (Social Entrepreneurship)  Ernst and Young Entrepreneur tahun 2006 bernama: Bambang Ismawan  mengatakan:”... wirausahawan muda di Indonesia mulai bangkit...”. Hal itu  dapat dilihat dari minat dan pelaku wirausaha muda yang semakin  bertumbuh. Namun dibandingkan jumlah penduduk, jumlah entrepreneur  muda yang kita miliki memang masih sangat kurang.
Rendahnya minat dan pertumbuhan wirausahawan muda, menurut: Bambang (2006), Wiswawa (2011) adalah:”... terutama disebabkan oleh minimnya dorongan lingkungan keluarga sang anak. Orang tua lebih banyak mengharapkan anaknya bekerja sebagai pegawai negeri atau pegawai kantor. Pasalnya, pekerjaan seperti itu dinilai memiliki risiko kecil dibandingkan menjadi pengusaha. "Orang tua menginginkan anak mereka mendapatkan gaji tetap setiap bulan, daripada harus menunggu keuntungan yang memakan waktu lama...".
Harapan orang tua ini didukung pula oleh lesunya sektor kewirausahaan dalam negeri. Sektor ini dinilai memiliki risiko tinggi, sementara itu kurang menjanjikan penghidupan yang layak. Karena itu, orang tua petani rela mengeluarkan biaya tinggi untuk menyekolahkan anaknya agar mereka tidak kembali kepada pertanian. Bambang mencontohkan, tamatan Institut Pertanian Bogor (IPB) lebih banyak menjadi wartawan atau pegawai, daripada menjadi petani.
Selain pengaruh lingkungan dalam keluarga, kata Bambang, rendahnya minat kaum muda terjun dalam bidang wirausaha, juga disebabkan oleh arah dan sistem pendidikan yang kurang mendukung. Pendidikan malah tampil sebagai alat untuk menumpulkan semangat berwirausaha. Metode menghafal, misalnya, membuat anak tidak memiliki daya kreasi dan inovasi, yang sangat dibutuhkan dalam dunia kewirausahaan. Karena itulah, Bambang mendesak agar pendidikan, terutama pendidikan tinggi segera dibenahi.
Desakan agar perguruan tinggi melakukan pembenahan - bahkan perubahan paradigma - juga disuarakan Ciputra. Menurutnya, salah satu penyebab rendahnya jumlah entrepreneur di Indonesia adalah sistem pendidikan yang hanya fokus pada penciptaan tenaga kerja, bukan menciptakan enterpreneur-enterpreneur potensial.
"Setiap tahun, lembaga-lembaga pendidikan menghasilkan pengangguran, karena mereka tidak didorong untuk menjadi pelaku wirausaha," ujarnya.
Menurut Ciputra, setiap tahun perguruan tinggi Indonesia melahirkan sekitar 750 lebih sarjana yang menganggur. Karena itu, tantangan perguruan tinggi di Indonesia ke depan, katanya, adalah melahirkan wirausahawan muda. 
Menjawab tantangan itulah Ciputra mendirikan sekolah yang fokus pada upaya mengembangkan semangat kewirausahawan siswa, seperti Sekolah Ciputra, Sekolah Citra Kasih, Sekolah Citra Berkat, Sekolah Global Jaya, Sekolah Pembangunan Jaya. Terakhir, ia mendirikan University of Ciputra Entrepreneurship Center (UCEC). Program yang disiapkan UCEC antara lain mempersiapkan modul pengayaan kewirausahaan untuk kurikulum nasional, mengembangkan kurikulum kewirausahaan di Universitas Ciputra, dan mengadakan pelatihan tiga bulan kepada masyarakat.
Selain dukungan keluarga dan perguruan tinggi, pertumbuhan wirausahawan muda juga membutuhkan peran dunia usaha dan lembaga dunia usaha. Bambang memberi contoh peran pengusaha yang tergabung dalam Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (Hipmi). Organisasi ini seharusnya tidak hanya mendorong lahirnya pengusaha kaya dan bergerak dalam bidang usaha yang membutuhkan penyertaan modal tinggi, tapi juga harus mendorong munculnya pengusaha kecil yang bergerak dalam sektor kecil dan mikro (UMKM).
Menurut: Very Herdiman dan Bambang, (2011) bahwa Potensi sektor UMKM,  sesungguhnya sangat menjanjikan. Dari seluruh entitas dunia usaha yang kita miliki, 95 persen (43 juta) merupakan usaha yang bergerak dalam sektor usaha mikro. Data ini, kata Bambang, memperlihatkan bahwa Indonesia potensial melahirkan wirausahawan yang bergerak dalam usaha mikro dan kecil. 
 
Ekonomi Bangsa 
Beberapa tahun terakhir ini, menurut: Husein Mubarok (2009) bahwa perekonomian dunia semakin bergejolak saja. Bahkan Negara besar seperti Amerika, mulai kelihatan kehancurannya. Mengapa bisa demikian? Hal ini disebabkan oleh berbagai hal, diantaranya adalah baby birth dan biaya perang yang besar. Sebelum Perang Dunia II sedikit sekali bayi yang lahir di Amerika.
Sebaliknya, pasca perang dunia II angka kelahiran meningkat drastis. Nah, yang menjadi masalah adalah generasi dengan jumlah kelahiran luar biasa tersebut sekarang tengah menjadi pensiunan. Diperkirakan pada tahun 2016 nanti jumlah pensiunan Amerika mencapai 75 juta. Bagaimana menggaji mereka? Ini sebagai akibat angka kesehatan yang membaik.
Bahkan, tidak ada satupun pengamat ekonom yang optimis bahwa Amerika akan tetap berdiri. Yang kedua adalah dikarenakan Amerika selalu mengalokasikan dana yang besar untuk perang.Sebagai contoh saja, berdasarkan data statistik perekonomian pemerintah Amerika, dana yang diajukan untuk kasus perang Israel-Palestina adalah senilai kurang lebih $1200 triliun sedangkan yang di acc adalah kurang lebih $900 triliun. Perlu diketahui bahwa pada Tahun 2008 terjadi krisis ekonomi yang hebat di AS, Apakah Obama sanggup mengatasi masalah ini kedepannya?
Sebenarnya tidak masalah jika Amerika hancur. Yang menjadi masalah adalah siapa-siapa yang berada di belakang Amerika, yaiu para Yahudi dan Israel. Pada dasarnya orang-orang Amerika itu baik dan toleran. Yang kurang ajar adalah para pemimpinnya, yaitu para Yahudi yang telah dikuasai Dajjal. Lalu apakah Amerika tinggal diam melihat kondisi perekonomian yang seperti itu.
Bicara tentang ekonomi maka  Muizzuddin (2009)  adalah:”...Sistem ekonomi yang diterapkan, seharusnya mampu mewujudkan kesejahteraan bagi seluruh masyarakat berdasarkan asas demokrasi, kebersamaan, dan kekeluargaan yang melekat, serta pada akhirnya mewujudkan ketentraman bagi manusia. Akan tetapi Rentetan peristiwa akibat sistem ekonomi yang diterapkan terus memberikan dampaknya...”. sehingga apa yang diharapkan selalu berhasil baik.
 
Ditunggu Pemuda Kreatif
Pemuda yang kreatif, tidak lain adalah seorang pemuda yang tidak mudah tinggal diam di mana saja ia berada. Pemuda kreatif, setiap saat dia selalu melahirkan pekerjaan yang inovatif.
Pemuda kreatif bila melihat sesuatu, otaknya berpikir. Mau dijadikan apa hal ini, sehingga mempersembahkan sesuatu kepada orang lang di desanya. Misal saja: seperti kasus di atas, tinggal di desa, mau mengumpulkan sabut kelapa. Sabut adalah limbah perkebunan yang tidak ada harganya. Tapi degan di olah sabut bisa dijadikan bahan/alat rumah tanggal yang setiap rumah pasti memerlukan sapu.
Sapu dari sabut, sama nilainya dengan sapu dari ijuk, yang berasal dari pohon enau untuk membuat gula merah. Sabut punya cara lain bisa dibuat jadi tambang, bisa pula jadi berbagai hal seperti jok mobil, jadi kasur, jadi bahan kerajinan lainnya.
Para pemuda pelopor pembangunan di desa harus tahu apa potensi desa itu. Sehingga potensi desa bisa dijadikan olahan yang ternyata bisa menghasilkan sesuatu yang berharga. Ini sebetulnya pemuda pelopor dari pemuda yang  ditunggu masyarakat. Karena kreativitasnya.
Kumpulkan orang dewasa yang masih belum bisa membaca dan menulis, berikan pelajaran kepada mereka tentang sesuatu yang mereka butuhkan. Jika ternyata mereka masih buta huruf, lajari mereka membaca dan menulis. Ini sebuah sumbangan pemuda pelopor yang sangat besar terhadap masyarakat kita di pedesaan.
Jika pemuda pelopor pedesaan secara kreativitas bisa melakukannya, maka betapa besar sumbangan saudara-saudara terhadap bangsa di negeri kita tercnta ini. Walau sekecil mungkin, namun jasa kepeloporan saudara sangat dinantikan masyarakat di pedesaan. Hal ini, tidak terbatas dengan contoh di atas, tapi dalam bentuk apapun.
 
Menciptakan Lapangan Kerja
Saat penulis menyelesaikan studi Program Doktor di kota Bandung, tidaklah salah mengunjungi kecamatan Raja Polah. Karena di desa-desa mereka walau sumber daya alamnya rusak akibat meletusnya gunung Galunggung di awal tahun 1980-an. Para pemuda dan masyarakat mencari nafkah dengan memanfaatkan apa saja dijadikan usaha kreatif. Misal sebatang pohon padi menghasilkan banyak hal seperti tanggkainya menjadi sapu, batangnya dibuat ayaman, dll.
Sebatang pohon yang tumbang di pinggir jalan, memberikan berkah pada penduduk. Karena batang, dahan hingga akarnya, bisa diolah dengan kerajinan mereka jadi berbagai cendera mata.
Putra putri Kalimantan Tengah belum sampai di sana untuk berwira usaha. Kita terlena dengan indahnya alam, terlena dengan berbagai hasil bumu dan alam. Namun belum banyak memberi manfaat kepada penduduknya.
 
Kebijakan Pengambil Keputusan
Dalam bagian akhir buku ini, perkenankanlah curahan hati penulis, yang juga pernah duduk dalam tugas sebagai pengambil kebijakan sebagai kepala Badan Diklat Provinsi Kalteng. Kalau kita berbicara tentang pemuda sebagai generasi muda, maka mereka ini tidak akan lepas sebagai generasi penerus bangsa. Apa yang telah kita lakukan saat sekarang tentu memberikan contoh bagi mereka dimasa datang. Sehingga pembinaan terhadap mereka tidak akan memberi warna bagi mereka yang kita bina sekarang. Tentu akan menjadi buah bibir mereka di masa kini dan masa datang.
Bicara tentang pemuda sebagai calon pelopor pembangunan secara formal tentu dibawah kekuasaan pejabat yang terkait dengan bidangnya. Hal ini penulis ambil contoh saja para pemuda yang bakal kita kirim dalam menyeleksi pasti ada muncul rasa subjektivitas, apakah karena: faktor keluarga, satu alumnus, atau suku dan kedaerahan. Putusan itu baik atau tidak pasti dinilai oleh mereka yang lain. Kenapa begitu,dan kenapa begini dsb.
Untuk menghindar hal tersebut, pengambil kebijakan harus bertindak adil, tanpa pandang faktor keluarga. Tapi dirikan/tegakkan objektivitas yang setinggi mungkin. Jika kita sudah melakukannya maka pujian dimasa datang akan datang kepada kita. Demikian sebaliknya.
 
Kewirausahaan dan Andragogi
Sungguh menggembirakan di bagian akhir tulisan ini, penulis sebagai dosen pendidikan orang dewasa di S-2 PLS Universitas Palangka Raya, merupakan suatu upaya kita bersama untuk memberikan sebuah pengetahuan dan keterampilan agar pada pemuda usia memasuki dewasa muda ini memperolehkan seperangkat pengetahuan dan keterampilan hidupnya dengan berwirausaha agar mereka tidak menjadi ketinggalan.
Pemuda yang memasuki usia dewsa muda ini kalau tidak diberikan bekal sebelumnya tentu saja akan terjadi kehilangan arah dalam hidupnya. Sehingga mereka ini sedini mungkin sudah mendapatkan berbagai pendidikan luar sekolah atau nonformal dalam dunia wirausaha.
 
Daftar Pustaka
 
Admin, 2012. Kunci membangun Kepercayaan Diri, Jakarta.
Arfani, M. Saad, 2011. Jauhnya Sekolah Jadi Penyebab Anak-anak Pedesaan Tidak Melanjutkan Pendidikan, Kompas, Jakarta.
Bambang, Ismawan 2006. wirausahawan muda di Indonesia mulai bangkit, Jakarta.
Bambang (2006), Wiswawa (2011). Wiraswasta terutama disebabkan oleh minimnya dorongan lingkungan keluarga, jurnal UKM, Jakarta.
Ciputra, Fransiskus Saverius, Herdiman, 2011.Suatu bangsa akan maju bila memiliki jumlah entrepreneur (wirausahawan) minimal 2 persen dari total jumlah penduduk, Kabar Wiraswasta Muda, Jakarta.
Darlan, H.M. Norsanie, 1983 Pendidikan Kewiraswastaan, PLS, FKIP Unpar, Palangka Raya.
------------, 2002. Pelatihan dan pengembangan masyarakat kawasan pantai, Disertasi, Bandung.
------------, 2011. Pengembangan Pendidikan Kewirausahaan Di Kalangan Pemuda, Dinas Pemuda Dan Olahraga, Provinsi Kalimantan Tengah, Palangka Raya
------------, 2011. Melatih Diri Uuntuk Berwirausaha Bagi Pemuda Pelopor Pembangunan  Pedesaan, Dispora. Palangka Raya
-------------, 2011. Berkembang Bersama Mandiri, Sumber : Booklet Tempo, Jakarta.
-------------, 2011. Melatih Diri Untuk Berwiraswasta Bagi Pemuda Pelopor Pembangunan Pedesaan, Materi Ceramah kepada peserta Paskibraka, Dispora KalTeng, Palangka Raya.
Hasan Alwy, 2000. Kamus Besar Bahasan Indonesia, Kementrian Pendidikan Nasional, Jakarta.
Herdimand, Fransiskus Saverius, 2011. Suatu Bangsa Akan Maju Bila Memiliki Jumlah Entrepreneur (wirausahawan) di Amerika Serikat, New York.
Herdiman, Very, dan Bambang, 2011. Wirausaha Mulai dari Lingkungan Keluarga, Jakarta.
Gafur, Abdul, 1982. Pidato Abdul Gafur, dalam P4 Pemuda Tingkat Nasional, Cibubur, Jakarta.
Ismawan, Bambang, 2006. Peraih penghargaan Kewirausahaan Sosial (Social Entrepreneurship), Internet.
Mubarok, Husein, 2009. Wirausaha Untuk Mengatasi Perampokan Ekonomi Bangsa, mahasiswa  jurusan Teknik Elektro dan Teknologi Informasi,UGM, angkatan, Yogyakarta.
Muizzuddin, 2009. Mewujudkan Kesejahteraan dengan Menerapkan Ekonomi Islam, Mahasiswa Berprestasi UNSRI, Palembang.
Moeliono, Anton, 1989. Kamus Besar Bahasa Indonesia,  Kementrian Pendidikan Nasional RI, Jakarta.
Poerwadarminta, W.J.S. 1986. Kamus Umum Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta.
Siregar, Huala,  1991. Mendefinisikan Pemuda Pelopor Manusia Merdeka, Berkarya Tanpa Pamrih, Jakarta.
Setiawan, Budi, 2010. Tujuan program Pemuda Pelopor, Kementrian Pemuda dan Olahraga, Jakarta.
Sriyantono, Henky, Eko, 2008. pemilik Bakso Malang Kota Cak Eko, yang menjadi pemenang Wirausaha Mandiri, Malang.
Wildan, Lalu, 1991. Agar penilaian Pemuda Pelopor tidak hanya dibatasi pada 4 bidang saja, Staf Ahli Menporan RI, Jakarta.
Wiswawa, I.K.Alit, 2011. Pengembangan Ekonomi Mikro, berbasis pada kearifan lokal, Makalah Seminar hari jadi kota Palangka Raya.