Rabu, 28 Maret 2018

SEJARAH PLS/PNF SECARA RETROSPEKTIF, KINI DAN PROSPENTIF

H.M. Norsanie Darlan Guru Besar PLS/PNF Universitas Palagka Raya Kuala Kurun 2017 SEJARAH PLS SECARA RETROSPEKTIF, KINI DAN PROSPENTIF Pendahuluan Pendidikan Luar Sekolah yang sejak awal kemerdekaan RI sudah ada dengan tujuan sesuai dengan pembukaan UUD’ 1945 yang kalimatnya pendek sekali yaitu: Mencerdaskan Kehidupan Bangsa. Hingga saat ini, tak kunjung sampai. PLS usianya di Kalimantan Tengah sama dengan Universitas Palangka Raya. Karena pada awal berdirinya Universitas di Palangka Raya Noverber tahun 1962 telah ada sebelumnya IKIP Bandung Cabang Palangka Raya dan Fakutas Ekonomi yang berdiri sebelumnya. Oleh Gubernur Kalimantan Tengah untuk dapat berdirinya sebuah Universitas di daerah ini, maka digabungkanlah ke 2 pergruan tinggi swasta menjadi 1 IKIP dan 1 FE akhirnya dijadikan Universitas Palangka Raya. Berdasarkan peraturan saat itu 2 Fakultas tidak cukup, maka ada lagi Fakultas Pertanian dan Kehutanan yang lokasinya bukan di Palangka Raya, tapi di Kuala Kapuas Kalimantan Tengah. Sejarah mencatat untuk peresmian Universitas ini, oleh Gubernur Kalimantan Tengah Tjilik Riwut. Maka di kumpulkan para pegawai negeri Sipil kantor Gubernur sebagai mahasiswanya. Namun secara realita tidak demikian. Karana PNS saat itu tidak seluruhnya lulusan SLTA. Mereka juga banyak yang baru golongan I. Tapi demi memenuhi ruangan maka saat perkenalan mereka itu dianggap mahasiswa baru. Untuk IKIP Bandung Cabang Palangka Raya ada Fakultas Ilmu Pendidikan dengan 2 jurusan, masing-masing Jurusan Pendidikan Sosial (kini PLS) dan ada pula Pendidikan Umum. Fakultas Keguruan ada jurusan Bahasa Inggris dan Matematika. Dan ada pula Fakultas Ilmu-Ilmu Sosial sampai awal tahun 1970-an. Untuk mahasiswa printis PLS saat itu antara lain: H. Darbi Zainullah, BA., Drs. F.D. Liden, dan Drs. H.Bustmi Idris. Mereka ini mengawali perkuliahan di Pensos FIP, hingga awal tahun 80-an berubah nama FKIP hingga saat ini. PLS berkembang pasang surut program studi dibina oleh sejumlah ketua Jurusan/program studi hingga saat ini, secara bergantian. Berbagai Arti Kata Penulis memberikan sekelumit penjelasan dari kata demi kata yang tertuang dalam judul dalam tulisan ini. Sehingga untuk mempermudah dalam memperhatikan buku kecil ini. Adapun dari 5 kata di atas, akan diuraikan satu demi satu sebagai berikut: Sejarah berjuang Arti sejarah perjuangan dalam suatu perjuagan adalah terhdap hidup matinya program studi PLS di Universitas Palangka Raya sejak dari berdirinya Universitas ini, hingga sekarang dengan mempertahankan berbagai tantangan dan harapan untuk masadepan. Arti Sejarah (bahasa Yunani: ἱστορία, historia, yang berarti "penyelidikan, pengetahuan yang diperoleh melalui penelitian") adalah studi tentang masa lalu, khususnya bagaimana kaitannya dengan memanusiakan manusia di program studi PLS. PLS Secara Retrospektif Pendidikan luar sekolah sudah bergnti nama beberapa kali karena menyesuaikan terhadap perkembangan zaman. Jadi istilah retrospektif ini dimaksudkan mengenang terhadap peristiwa masa lampau dengan berbagai masalah yang berbenturan dengan program studi penddikan luar sekolah di Universitas Palangka Raya. Retrospektif, definisi dan Isinya ~ @rie fabian, riefabian.blogspot.com /2013/.../retrospektif-definisi-dan-isinya.ht. Translate this page Jul 26, 2013 - Retro merupakan kependekan dari kata Retrospektif yang mempunyai Arti "kembali kemasa lalu". Dalam kamus bahasa Indonesia sendiri kata. Masa Kini Masa sekarang adalah segala kejadian yang masa sekarang sedang berjalan dengan kehidupan yang kita nikmati sekarang. Prospektif Dari istilah prospektif adalah suatu planning program ke masa depan dari program studi Pendidikan masyarakat, pendidikan sosial, pendidikan luar sekolah dan pendidikan Non formal yang berharap lebih baik dari masa sekarang. Prospektif memiliki 1 arti dalam kelas adjektiva atau kata sifat sehingga prospektif dapat mengubah kata benda atau kata ganti, biasanya dengan menjelaskannya atau membuatnya menjadi lebih spesifik ke masa datang. Tanah Air Memang agak aneh, kok bicara tanah air. Tapi dapat dipelajari kemabali atau di dilhat kembali bahwa tahun 1986 seluruh program studi PLS di yang ada FKIP seluruh Indonesia yang di passing 0ut entah alasan apapun. Ternyata semua Program studi PLS di FKIP kala itu manut. Kecuali PLS Universitas Palangka Raya dan PLS Universitas Jember yang tidak mau tahu. Karena saya saat itu berucap kalau memang ada selembar surat dari Menteri Pendidikan dan Kebudayaan yang memerintahkan agar program studi PLS di passing 0ut, maka PLS Universitas Palangka Raya akan turut passing 0ut, juga. Tapi kalau yang khabar bin khabar kita tutup, maka rakyat Indonesia akan terjadi ledakan Buta Huruf yang luar biasa. Itulah salah satu alasan saya di program studi PLS untuk tidak sepakat PLS di non aktifkan. Retruspektif ke masa lampau Bila kita mengkaji terhadap berbagai kejadian adalah saat penggabungan IKIP Badung Cabang Palangka Raya memiliki Fakultas Ilmu Pendidikan (FIP) dan fakultas ilmu memiliki 2 jurusan/program Studi masing-masing Jurusan Pendidikan sosial (PLS) sekarang dan program studi Pendidikan Umum (PU). Mulai tahun 1962. Pada awal pendirian Universitas Palangka Raya jurusan/program studi Pendidikan sosial sudah ada seperti terurai pada bagian akhir di pendahuluan dan diberkembang semakin tahun semakin bertambah. Sejak awal tahun 70-an, jumlah mahasiswa Pendidikan Sosial semakin meningkat. Hingga awal tahun 1980-an terjadi pergantian nomenklatur menjadi Pendidikan Luar Sekolah (PLS) jumlah mahasiswa tetap hampir terbanyak dari jumlah jurusan yang lain di FKIP. Namun dipertengan tahun 80-an beredar esue tak sedang oleh kelompok yang tidak senang dengan alumnus PLS laku di berbagai perkantoran. Misal: Dinas Pendidikan, Departemen Sosial, BKKBN, tenaga kerja, Tramsmigrasi dan berbagai instansi lainnya. Bahwa sarjana pendidikan tidak dibolehan bekerja di luar kementrian pendidikan. Padahal lulusan PLS diterima bekerja di mana-mana. Selain itu dosen-dosen PLS seperti: Prof. Soedomo, (Malang) Prof. Santoso S. Hamijoyo (Bandung) Prof. Yacub (Medan) dan Prof. (Makassan) mereka menyusun kurikulum untuk alumnus PLS bisa bekerja jadi guru, dan tidak jadi guru. Artinya bekerja di perkantoran selalin di sekolah. Sampai-sampai di kanwil pendidikan dan kebudayaan ada bidang Pendidikan Masyarakat. Sampai tahun 2016 disebut bidang Pendidikan Non Formal (PNFI). Di Dinas Pendidikan kabupaten kota masih ada sampai sekarang. Dalam masa yang tidak begitu lama muncul lagi isue yang membunuh pada Program studi PLS yaitu jurusan PLS yang ada di FKIP dalam Universitas tidak dibolehkan menerima mahasiswa baru. Sehingga seluruh Universitas yang ada di luar Jawa menurut program studi PLS dan di Kalimantan ada 4 FKIP Unlam Banjarmasin. Tanjung Pura Pontianak, Mulawarman Samarinda Universitas Palangka Raya Palangka Raya. Dari 4 Universitas di Kalimantan 2 memiliki PLS masing-masing FKIP Lambung Mangkurat dan FKIP Universitas Palangka Raya. PLS Bertahan Dari seluruh FKIP dalam Universitas di tanah air mulai tahun 1986 menghentikan passing Out dari Aceh Universitas Syeh Kuala, Sriwijaya, hingga Cenderawasih menutup aktivtasnya. Kecuali 2 PLS yang tidak mau tahu di Indonesia, PLS Universitas Palangka Raya Kalimantan Tengah dan PLS Universitas Jember Jawa Timur. Alasan saya di Unversitas Palangka Raya punya eberanian karena sampai tulisan ini diturunkan, mana surat menteri Pendidikan dan Kebudayaan yang memerintahkan PLS di tutup. Universitas Jember bertahan karena Rektor Dosen PLS, Dekan Dosen PLS sehingga sambil menunggu surat Menteri Pendidikan dan Kebudayaan itu akan disampaikan ke seluruh perguruan tinggi yang memiliki PLS di FKIP tak kunjung datang. Sehingga mereka bertahan dengan setiap tahun tetap saja menerima mahasiswa baru iput SLA. PLS FKIP Universitas Palangka Raya membuat cara lain yaitu menerima mahasiswa lama yang saat itu jadi guru SMP dan SMA berupa Diploma 1 dan Diploma 2 PLS dan atau para alumnus Sarjana Muda BA PLS saat itu tersebar di berbagai kabupaten/kota di Kalimantan Tengah atau Sarjana Muda dari berbagai jurusan untuk masuk ke PLS untuk disarjanakan menjadi sarjana PLS. Sejarah PLS ini berlangsung selama 10 tahun atau 20 semester. Saat main tens lapangan penulis mendapat giliran jadi wasit. Rektor Universitas Palangka Raya Prof. Dr. Ir. H. Aly Hasmy, MS MA. Bertanya kepada saya. Norsanie kamu mengajar di jurusan mana ?. Karena satu group di lapangan tens saya jawab di Program studi PLS. Rektor bertanya lagi berapa orang dosennya? saya jawab 24 orang kok banyak ya. Berapa orang mahasiswanya ? saya jawab 2 orang. Rektor berhenti dan berdiri di depan saya, lalu berkata. Besok kami ke kantor, kita buka kembali PLS dan penerimaan mahasiswa ini 1996 kita umumkan. Ternyata penerimaan calon mahasiswa baru PLS masih banyak peminatnya, dan dapat hidup hingga sekarang. PLS FKIP Unlam mulai tahun 1986 menutup program studinya sehingga para dosen yang berasal dari Makassar kembali ke Sulawesi, yang berasar dari Jawa kembali ke Jawa masing-masing IKIP Surabaya, IKIP Malang dan IKIP Yogyakarta. Setelah berjalan 10 tahun kemudian PLS Palangka Raya menerima mahasiswa input SLA, ternyata dosennya tidak memenuhi kreteria membukan S-1 sehingga yang disetujui oleh Dikti adalah Pendidikan Luar Biasa PLB. Karena dosen-dosen PLS sudah pada pindah meninggalkan Banjarmasin. PLS Masa Kini dimulai dengan perkembangan perguruan tinggi dengan persaingan yang sangat ketat, satu sama lain harus menunjukkan hasil yang diproduk dengan kata lain lapangan kerja yang pasti. Seain itu mahasiswa PLS tidak harus jadi guru, tapi juga selain PNS mereka harus bisa berwiraswasta. Dan dapat menciptakan lapangan kerja bagi yang lain. Saat ini mahasiswa PLS karena dibekali pendidikan kewirausahaan, mahasiswa sebelum menjadi alumnus sudah banyak yang magang usaha, tanpa diketahui oleh para dosennya. Misalnya mereka sambil menulis skrisipsi, sejumlah mahasiswa ikut di Cafitaria apakah di malam hari ataukah di siang hari. Selain magang pada lembaga yang ditugasi program studi. Tidak sedikit pula sarjana baru PLS yang baru di wisuda, pamintan ke rumah ada yang sendirian dan ada pula dengan ayah ibunya. Penulis menyarankan sekembalinya sarjana baru ke kampung halaman, jangan lupa mendirikan Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) di mana ia tinggal. Dan jika PKBM berdiri jangan lupa mengajak teman-temannya sarjana lain, yang masih menganggur. Jika ia sarjana materi-mateka misalnya bisa di PKBM membuka kursus matematika, sarjana bahasa inggiris bisa dibuka kursus bahasa inggris. Demikian pula di KBM menyelenggarakan Paket A, Paket B dan Paket C. Karena PKBM sebuah lembaga mencerdaskan kehidupan bangsa. Dan PKBM yang terakreditasi akan dapat menyelenggarakan ujian negara. Sehingga sarjana yang masih menganggur, dapat dijadikan totur di PKBM. Kembali Ke Daerah Cita-cita ingin membangun Kalimantan Tengah dengan membina PLS ternyata selama 1,5 tahun sebagai Profesor tapi mahasiswa. Jadi sebagai mahasiswa program doktor padahal sudah Profesor. Namun 2 setelah dipromusikan di saat selamatan di RM. Ny Suharti kota Bandung seorang tokoh Dayak H. Masyran Masyuhur karena beliau dengan 4 orang Anggota DPRD Provinsi Kalimantan Tengah mendapatkan undangan dari Pascasarjana UPI dan 2 orang dari Kantor Gubernur serta 2 orang dari Kabupaten Kapuas dan 2 orang dari Uniersitas Palangka Raya. Anggota DPRD Provinsi, H. Masyran Masyuhur mendapat kesempatan mengucapkan selamat atas peroleh gelar Doktor PLS juga menyebutkan yang bersangutan sudah Profesor 18 bulan lalu. Jadi Norsanie disamping mendapat gelar Doktor, juga ebelumnya sudah Profesor. Demikian juga ucapakan warga Jakarta yang kala itu Tokoh Dayak dari Jakarta diantaranya Drs. H. Syofyan Chairul mengucapkan hal yang sama. Namun di bulan agustus baru terlaksana untuk kembali ke Palangka Raya karena sambil menunggu anak pertama Abudurrahmanto mengambil ijazah SMPNegeri 12 Bandung. Dan terlambat prosesnya dari Kalimantan Tengah sehigga sibuk-sibuk memasukan anak di SMA Palangka Raya dan ke dua Ady Adha untuk kembali ke SDNegeri Palangka 5 Palangka Raya di kelas V. Setelah melaporkan ke Rektor Universitas Palangka Raya kamis 9 Agustus dan tanggal 19 Agustus mendapat surat undangan dari Gubernur Kalimantan Tengah bahwa hari senen 20 Agustus jam 09.00 tempat di Aula Jayang Tingang Kantor Gubernur, untuk pelantikan sebagai kepala Badan Diklat Provinsi Kalimantan tengah. S-2 PLS Penulis sesaat setelah diprosikan gelar Doktor tahun 2002, dan secara sembunyi-sembunyi kembali ke Palangka Raya bulan agustus setelah dipromosikan doktor Pendidikan luar sekolah pada tanggal enam belas bulan mei tahun dua ribu dua di Unversitas Pendidikan Bandung (UPI) yang sebelumnya adalah IKIP Bandung. Dalam persiapan promusi Dr. Supriyono, M.Pd bertandang ke rumah di bandung, dan bertanya apakah ada kesempatan saya ke Palangka Raya ? pikiran saya, dari 18 dosen PLS baru 2 yang pendidikan S-2 dan 1 bakal Doktor. tawaran itu saya sambut dengan kita buka S-2 PLS di Palangka Raya. Rupanya gayung bersambut, rombongan dosen dan mahasiswa PLS berkunjung ke PLS IKIP Malang. Maka ucapan itu diulang oleh Dr. Supriyono, M.Pd bahwa Norsanie bercita-cita mau membuka S-2 PLS di Palangka Raya. Semua dosen PLS dari Palangka Raya yang membawa mahasiswa S-1 mendaftarkan diri menjadi calon mahasiswa S-2 PLS kerjasama dengan IKIP Malang. Yang sekarang menjadi Universitas Negeri Malang (UNM). Kerjasama berlangsung selama 1 angkatan, karena saya sangat terganggung sebagai kepala Badan Diklat. Tidak mungkin waktunya yang bersamaan, maka kerjasama dihentikan dan bukan Agustus 2008 proses S-2 PLS mendapatkan izin operasional turun. Dan hingga kini S-2 PLS di luar Jawa hanya ada di Universitas Palangka Raya. Dosen-dosen Sejak awal tahun 2000-an dosen-dosen mulai rontok dan rapuh. Hal ini karena sebagian besar faktor usia yang mengakhiri masa kerjanya sebelum waktunya pensiun adalah seperti Ibu Dra. Katsar Muloyo, Drs. Puji Santono, Drs. Charli Ngaky, dan Drs. Don F. Ringkin, M.Pd meninggal sudah dalam keadaan pensiun. Mereka ini sudah pada mendahului kita pergi ke alam baqa untuk selama-lamanya. Mari kita doakan mereka agar diterima di sisiNya sebagai Pejuang bidang Pendidikan. Sedangkan pensiun di Usia 65 adalah adalah: Prof. Drs. Suparman, Drs. H. A.A.Ghany dan Dra. Hj. Dalikah, M.Si. Sementara yang generasi ke 2 sudah berjatuhan sebelum waktunya: seperti Drs. Eduard Amberan, Drs. Hannes Hamun, Drs. Alfonso mereka walau sudah ada S-2 PLS di Universitas Palangka Raya, tapi tidak mau ikut kuliah. Akhirnya dengan berlakunya dosen S-1 harus berijazah S-2 tidak mereka penuhi, dan berdasarkan peraturan mereka harus dipensiunkan sebelum waktu yang ditetapkan. Sayang S-2 PLS/PNF sudah di teras rumah, mereka tidak mau kuliah apa boleh buat. Harus dipensiunkan sebelum waktunya. Dan Drs. Ikel Gasan, M.Pd serta ada pula yang tinggal menghitung bulan yang menunggu tidak lama lagi bakal pensiun seperti: Drs. Saufin Mantir, M.Pd dan Drs. Ihan Linai, M.Pd pada usia 65 tahun. saya diusia 70 tahun mendatang juga akan mengakhiri masa kerja sebagai Guru Besar kecuali menggunakan Guru Besar Emiritus untuk 2 tahun pertama pemeriksanaan kesehatan dan dapat diperpanjang 2 tahun kebudian. Sementara dosen-dosen S-1 PLS/PNF 8 orang berpendidikan S-2 dan S-3 sebanyak 4 orang dan 1 orang yang sudah Guru Besar. Mahasiswa S-1 dan S-2 Sekembalinya dari Badan Diklat Provinsi Kalimantan Tengah endapat jabatan sebagai ketua Pusat penelitian bidang pendidikan dan pengembangan di Lembaga Penelitian Universitas Palangka Raya. Sambil menyusun borang /proposal S-2 PLS. Dan bulan Angustus 2008 turut izin operasional S-2 Pendidikan Luar Sekolah, yang sekaligus saya harus pindah alamat dari ketua Pusat Penelitian dan Pengembangan Pendidikan Universitas Palangka`Raya ke ketua Program Magister Pendidikan Luar Sekolah/Pendidikan Non Formal di Pasca sarjana hingga penulsan ini. Adapun mahasiswa PLS/PNF terdiri dari 2 group masing-masing mahasiswa S-1 dan Mahasiswa S-2. mahasiswa S-1 semakin tahun ada perbaikan dengan jumlah mahasiswa dan dosen mendekati ideal. Sementara S-2 PLS/PNF sudah punya 10 angkatan hingga tahun 2017 sekarang. Dari 10 angkatan sudah hampir 200 orang mahasiswa atau lebih. Memang ada yang tertinggal akibat kesulitan penulisan thesis mereka. Sejak berdirinya S-2 tenaga pengajar kita dirasakan kurang. Oleh sebab itu merugikan setelah 3 orang dosen masing-masing Prof. Dr. Ruslikan pensiun dan pulang ke Batu Malang Jawa Timur, Prof. Dr. Ciptadi meninggal dunia dan Dr. Diana H. Sofyan. M.Si penisunan karena memasuki usia 65 tahun. Sehingga data bes kita kurang akhirnya sertifikan Akreditas belum bisa diambil. Masih Satu-satunya Dari tahun 2008 S-2 PLS/PNF rupanya masih belum ada di luar Jawa yang mendirikan S-2 PLS/PNF. Selama 10 angkatan Pasca sarjana Universitas Palangka Raya yang satu-satunya di negeri ini yang menyelenggarakan S-2 PLS ini di tanah air. Jadi kalau masa Passing Out selama 10 tahun 1986-1996 hanya 2 PLS/PNF yang bertahan menentang arus tak menutup Program Studi, yaitu PLS Universitas Palangka Raya dan PLS Universitas Negeri Jember. Selain itu semua PLS yang ada di FKIP di tanah air telah menutup aktivitasnya baik penerimaan mahasiswa maupun proses pembelajaran lainnya. Jadi dari 34 perguruan tinggi maik negeri maupun swasta di tanah air ternyata PLS/PNF yang memiliki S-2 adalah: UPI di Bandung, UNY di Yogyakarta, UNM di Malang, Universitas Palangka Raya di Palangka Raya. Kemudian baru 3 tahun terakhir ini S-2 Universitas Negeri Surabaya dan Semarang. Selebihnya masih menyenggarakan S-!. Dampak Dirasakan Secara realita di tanah air dengan Passing Out PLS di berbagai perguruan tinggi ternyata ada dampai nyata yang kita lihat. Misalnya data statistik tentang warga masyarakat yang buta huruf seperti: 6,5 Juta Perempuan Indonesia Buta Aksara • Kabar dari Jakarta bahwa Jumlah perempuan Indonesia yang sudah melek huruf masih rendah. • Hal itu terbukti dari masih tingginya jumlah perempuan yang buta aksara, di berbagai daerah dan kalangan, yakni mencapai 64 persen. • Persoalan ini dikarenakan banyaknya perempuan yang tidak punya akses pendidikan dan drop out (DO) • Atau putus sekolah dari bangku sekolah lantaran tidak ada biaya atau kemiskinan. • walau saat kini ada perubahan, data BH. • Saat itu sebesar 8,2 juta orang. ''Memang sekitar 64 persen perempuan, berarti dua kali lipat laki-laki, • atau 6,5 juta perempuan buta aksara,'' tutur Hamid, usai acara Lokakarya Pengalaman Terpetik Pengarus-utamaan Gender • Bidang Pendidikan, di Kantor Kemendikbud, • Rabu malam (24/2, 2009). • Data ini, dipaparkan oleh Direktur Jenderal Pendidikan Nonformal dan Informal (PNFI) Kementerian Pendidikan Nasional (Kemendiknas) yang kini disebut Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, • Hamid Muhammad kala itu mengatakan, jumlah perempuan buta aksara sekitar 6,5 juta orang, • sisanya laki-laki atau 3,5 juta orang. • Mayoritas perempuan buta aksara berada pada usia 40 tahun ke atas. • Dari data yang dihimpun Kemendiknas angka buta aksara per Desember 2009. Menekan Buta Huruf • Hamid (2005) mengungkapkan, penyebab buta aksara adalah budaya, tidak ada akses, dan angka putus sekolah. • Ia mengamati, buta aksara umumnya tidak pernah masuk sekolah, dan pernah sekolah tapi DO. • '‘…Yang kami harapkan tidak terjadi lagi karena biasanya sekarang dibantu sehingga ke depan proporsi perempuan yang buta aksara dapat ditekan…‘‘, Seruan Kaum Perempuan • Hari minggu, tanggal 21 April 2013 jam 08.30 di depan Hotel Indonesia (HI) • kaum perempuan Indonesia yang tergabung dalam pemuda KNPI • meminta, agar strop pelecehan/kekerasan pada kaum perempuan. Termasuk pembiasan ”BH” • Juga meminta agar Undang-Undang Hukum Pidana dimasukan tidak hanya sekedar dibuku kan. • Kaum Perempuan bukan hanya masalah perbuatan asosila saja. • Tapi pelecehan terhadap kaum perempuan juga agar harkat dan martabat kaum wanita mendapatkan perhatian pemerintah. • 3.Buta aksara kembali yang diperkirakan mencapai 30%. Jumlah buta aksara keseluruhan berdasarkan data BPS yaitu: * 10 th ke atas : 15.04 Juta • * 15 th ke atas : 14.59 Juta • * 10-44 tahun : 3.96 Juta • * 15-44 tahun : 3.5 Juta • * 45 th ke atas : 11.07 Juta • Sumber Media Komunikasi PK AKSARA Januari – April 2006 • INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor: 5 Tahun 2006 Tentang GERAKAN NASIONAL PERCEPATAN PENUNTASAN WAJIB BELAJAR PENDIDIKAN DASAR SEMBILAN TAHUN DAN PEMBERANTASAN BUTA AKSARA Direktur Jenderal Pendidikan Masyarakat Dr. Abdul Kahar (4 Oktober 2017) di Palangka Raya di Aula PAUD Dikmas menyebutkan:”...kalimantan Tengah sudah tergolong rendah jumlah masyarakat buta huruf 045,% beda dengan di provinsi lain. Namun jika kita kejar jumlah penduduk yang tuna aksara di atas sudah dicapai namun masih belum tuntas. Hasil Penelitian Tahun 1992 penulis melakukan penelitian KB Desa Pantai. Satu Proyek Luar Negeri di BKKBN selama 2 tahun. Sambil penelitian hal tersebut, dilakukan pula penelitian Buta Huruf kepada masyarakat desa pantai yang saat itu terdiri dari Kabupaten Kapuas berbatasan dengan Kalimantan Selatan, Kotawaringin Timur dan Kabupaten Kota Waringin Barat berbatasan dengan Kalimantan Barat. Saat itu hanya 3 kabupaten 6 kecamatan dan 28 desa. Hasil penelitian saat itu, ternyata baik anak-anak maupun ibu-ibu tidak bisa membaca huruf latin. Tapi bisa ngaji. Artinya mereka di kawasan pesisir Kalimantan Tengah ini tidak buta uruf murni. Sementara tahun 1997, di kawasan utara Kalimantan Tengah pada masyarakat terasing atau istilah komunitas Adat terpencil (KAT) adalah masih murni kalau ditemukan bagi mereka yang buta huruf tersebut. Tenaga Dosen PLS/PNF Adapun jumlah dosen yang mengajar pada S-1 PLS/PNF sebanyak 12 orang. Sedangkan di Program Magister S-2 PLS/PNF 9 orang. Untuk S-2 PLS/PNF sempat dirasakan pincang, karena secara hampir bersamaan dosennya 3 orang pensiun dan meninggal. Padahal S-2 minimal pengajarnya (dosen) sebanyak 6 orang. Mareka yang pensiun tersebut adalah Prof. Dr. Ruslikan dan Dr. Hj. Diana H. Sofyan. Sedangkan Prof. Dr. Ciptadi, MS meninggal dunia. Sehingga S-2 PLS/PNF sangat terasa kurang. Namun bantuan lain ada yang masuk ke PLS karena perpindahan. Syarat menjadi dosen S-2 adalah harus mengantungi Ijazah S-2 PLS/PNF itusedangkan S-2 PLS harus doktor. Tidak mampu menangkan Alumni Mengingat biaya penayangan alumni S-1 dan S-2 PLS/PNF beserta Artikel dalam Jurnal Pendidikan Sepanjang Hayat di dunia maya, membuat komunikasi kita terputus. Saya sudah memikirkan 10 semester lalu, tapi tak kunjung tiba, mengingat anggaran dari TU tidak tersedia untuk itu. Mudah-mdahan dalam waktu mendatang hal itu dapat terlaksana sesuai harapan. Masih dunia maya, selama saya kembali dari Pendidikan Doktor (S-3) 15 tahun silam mahasiswa saya S-1 dan S-2 (1) saya berikan materi Ceramah dan tanya jawab; (2) materi ceramah yang saya paparkan di ruang kuliah, saya berikan pula kepada mahasiswa baik S-1 maupun S-2 untuk dibaca sekembalinya dari ruang kuliah. Mereka dipersilahkan meng-copy sejumlah mahasiswa yang hadir; dan (3) jangan lupa harus membuka internet pada bloger saya yaitu : http://norsanie.blogsport.com/ disana sejumlah pertanyaan dari hasil butir ( 1 ) dan ( 2 ) di atas. Saya ingin para alumni juga menulis tentang ilmunya yang ia dapat selama di masyarakat. Namun belum terwujud hingga saat ini karena belum dapat dana untuk membayar biaya itu. Sehingga bila hal itu terwujud kita sesama alumni akan mudah saling mengetahui, saling memberi infrmasi dan saling megemukakan teorinya dari ilmu yang ia peroleh. Selama ini mahasiswa S-2 hanya sebagian yang bisa, berai, mengemikakan hasil tesisnya di Jurnal yang saya publikasikan diberi judul PENDIDIKAN SEPANJANG HAYAT. Yang punya ISSN sehingga para tenaga jabatan fungsional bisa dijadikan angka kredit. BAGIAN AKHIR Sebagai bagian akhir materi saya, selalu Dosen, yang kebetulan sudah 17 tahun menyandang Guru Besar. Mengucapkan Selamat Kepada Alumnus PLS/PNF yang telah menduduki berbagai jabatan tidak sebatan di KalimantanTengah. Alumnus kita Ada di Jawa Timur, Jawa Barat, DKI dan di provinsi tetangga kita seperti: Kalimantan Selatan, Timur dan Barat. Mereka bekerja dengan membawa nama PLS sebagai Alamaternya. Dilihak lain sudah seumlah alumnus kita yang telah mendahului kita, terlebih pada mas-masa pensiun mereka. Kepada Drs. Arton Dohong, yang dengan murah hati mengundang kita semua untuk datang ke Kuala Kurun. Karena salah satu Alumnus Terbaik Kita duduk menjadi pimpinan tertinggi di Kabupaten Gunung Mas yaitu: Bupati Kepala Daerah yang tidak semua orang bisa dapat menduduki Singgasana Kerajaan ini. Selamat Sdr. Drs. Arton Dohong sebagai Bupati Gunung Mas Kalimantan Tengah. Semoga mengundang kami dari berbagai pelosok Daerah Kalimantan Tengah ini tidak merugikan. Tapi lebih memberikan keuntungan tentunya. Kepada Sdr. Drs. Darius, M.Si yang bersusah payah untuk mengumpulkan alumnus PLS mudah-mudahan dapatkan jabatan yang lebih Empuk lagi. Para alumnus S-1 dan S-2 PLS saya tidak lupa mengucapkan Selamat atas segala perjuangan kita masing-masing. Semoga ilmu PLS/PNF memberikan setitik manfaat bagi Nusa Bangsa Kita Tercinta. Amin Yarabbal ”alamin. DAFTAR PUSTAKA Darlan, H. M. Norsanie, Hasmy, Ali, (1996). Mengaktifkan Program Studi PLS, Universitas Palangka Raya. Poerwadarminta, W.J.S., (1986). Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta. Shadely, Hasan, 1984. Ensiklopedia Indonesia, Jakarta. Kemendiknas, RI (2006) INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor: 5 Tahun 2006 Tentang GERAKAN NASIONAL PERCEPATAN PENUNTASAN WAJIB BELAJAR PENDIDIKAN DASAR SEMBILAN TAHUN DAN PEMBERANTASAN BUTA AKSARA Kependudukan, (2006). Data Penduduk Indonesia, Sumber Media Komunikasi PK AKSARA Januari – April 2006. Jakarta. Muhammad, Hamid, (2005) mengungkapkan, penyebab buta aksara adalah budaya, tidak ada akses, dan angka putus sekolah.

Senin, 26 Maret 2018

Hasil Sebuah Penelitian tentang :

STUDI PENYUSUNAN MODEL TRANSMIGRASI BERBASIS SOSIAL BUDAYA DI KAWASAN PLG Penulis : H.M.Norsanie Darlan ABSTRAK Penelitian ini bertujuan: (1)Mengkaji kondisi sosial budaya masyarakat asli dan pendatang di kawasan PLG yang mempengaruhi produktivitas masyarakat; (2)Menyusun model penempatan dan tata ruang permukiman transmigrasi berbasis sosial budaya; (3)Menyusun rekomendasi model pengembangan masyarakat transmigrasi berbasis sosial budaya kawasan PLG untuk peningkatan produktivitas SDM. Adapun jenis penelitian yang digunakan, dengan penelitian kualitatif naturalistik pada subyek para tokoh kunci di masyarakat kawasan PLG Kalimantan Tengah yang dijadikan sasaran wawancara para tokoh masyarakat baik formal maupun informal. Baik warga masyarakat di kawasan PLG desa Dadahup Kecamatan Kapuas Murung Kabupaten Kapuas dan di desa Mintin Kabupaten Pulang Pisau Kalimantan Tengah. Metoda pengumpulan data: Dokumentasi, Wawancara mendalam, Abservasi sedangkan analisa data: dengan cara interaktif analisis. Sedangkan waktu penelitian selama 6 bulan. Sedangkan hasil dalam penelitian ini: (1)Kondisi sosial budaya masyarakat lokal (asli) dan pendatang di kawasan PLG yang mempengaruhi produktivitas masyarakat, maka perlu ikut fasafah budaya. Masyarakat di kawasan PLG Dadahup ataupun kawasan Mintin, memiliki budaya yang selalu menerima dengan tangan terbuka atas warga pendatang; (2) Dalam menyusun model penempatan dan tata ruang permukiman transmigrasi berbasis sosial budaya. Warga masyarakat lokal memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada warga mana saja, untuk datang dan tinggal di kawasan Kalimanatan Tengah, namun mereka berharap dalam penempatannya kelak tidak dibedakan antara penduduk lokal dengan para pendatang; (3)Model pengembangan masyarakat transmigrasi berbasis sosial budaya kawasan PLG untuk peningkatan produktivitas Sumber Daya Manusia (SDM) adalah: dengan keterbukaan warga masyarakat terhadap kaum pendatang. Dan saran penduduk lokal terhadap kebi asaan tertentu harus disesuaikan dengan mengikti budaya setempat di mana langit dijunjung di situ pula bumi dipijak. Kata Kunci: Sosial budaya, Kawasan PLG, Ikan Saluang. A. Pendahuluan Program transmigrasi dijalankan oleh pemerintah Indonesia setelah kemerdekaannya telah dilkukan sejak tahun 1951 melalui program Biro Rekonstruksi Nasional (BRN). Progrm yang berlangsung sampai akhir tahun 1954 ini menyalurkan tenaga-tenaga bekas pejuang yang tidak memperoleh pekerjaan yang umumnya warga pedesaan. Pola transmigrasi untuk BRN seperti juga yang berlaku sampai sekarang adalah sebuah pola yang sama dengan pola kolonialisasi, yaitu pemindahan penduduk dari pulau Jawa dan juga Bali, Lombok, serta penduduk lokal yang menjadi petani di daerah transmigrasi (Suparlan, 1998). Kita ketahui bersama bahwa: :”...penyelenggaraan transmigrasi merupakan integral dari pembangunan nasional, bertujuan untuk meningkatkan dan pemerataan pembangunan antar daerah dan wilayah dengan mewujudkan pusat pertumbuhan wilayah yang baru atau mendukung percepatan pusat pertumbuhan wilayah yang telah ada atau ada atau yang sedang berkembang...”. (PP No. 2 Tahun 1999). Sampai tahun 1999/2000 Departemen Transmigrasi dan PPH telah menempatkan transmigran di kawsan PLG sejumlah 15.600 KK yang tersebar di beberapa Unit Pemukiman Transmigrasi (UPT) yang tersebar di Kabupaten kapuas, Pulang Pisau dan Kabupaten Barito Selatan, pada kurun waktu saat ini yang masih menetap di lokasi permukiman tersebut sekitar 8.500 KK (58,48 %) yang tersebar 41 UPT di kabupaten Kapuas dan 2 UPT di Kabupten Barito Selatan. Dengan dikeluarkannya Inpres nomor 2 tahun 2007 tanggal 16 Maret 2007 tentang percepatan Rehabilitasi dan Revitalisasi kawasan PLG di Kalimantan Tengah akan ditempatkan 46.500 KK masing-masing di loksi Permukiman Transmigrasi Baru (PTB) dan 7.100 KK isi ulang di kawasan PLG yang eksisteng, maka jumlah keseluruhan sebanyak 53.600 KK dengan komposisi 50 % TPA dan 50 % TPS dengan rencana penempatan yang berjumlah besar harus dilakukan secara hati-hati agar tidak menimbulkan persoalan sosial dikemudian hari, oleh sebab itu sebagai salah satu bentuk implementasi dari Inpres nomor 2 tahun 2007, maka perlu dikaji model-model transmigrasi Berbasis Sosial budaya di Kawasan PLG dengan memperhatikan sebagai berikut : Dalam penempatan pemukim baru sering bermasalah karena masyarakat yang di Transmigrasikan sungguh tidak mengetahui apa sebetulnya kehidupan masyarakat di sekitar. Dan apakah memiliki budaya yang sama dengan budaya yang mereka anut sebelumnya di daerah asalnya. Sebagai akibat perbedaan budaya dan rendahnya pengetahuan kaum pendatang terhadap permukiman baru, ada kalanya berbenturan dengan budaya se tempat. Dengan adanya penelitian pendahuluan seperti ini, diharapkan benturan budaya yang sering terjadi di berbagai lokasi transmigrasi di Indonesia paling tidak dapat dikurangi. Atau menekan permasalahan baru seminimal mungkin. Sebab benturan budaya ini, juga sering membuat para warga Transmigran tidak betah tinggal di pemukiman baru, maka akhirnya satu-persatu mereka pulang meninggalkan kawasan pemukiman yang telah dibina oleh pemerintah. Dan mereka mencari pemukiman baru ke tempat lain atau kembali ke desa asalnya. 1. Differensiasi sosial Bila kita memperhatikan differensiasi sosial sebagai bentuk pemberdayaan secara horizontal di antara anggota masyarakat berdasarkan etnis, agama, asal-usul di suatu kawasan tampaknya tidak terlalu nyata. Pada umumnya masyarakat di kawasan terutama di desa-desa relatif masih homogen yakni berasal dari rumpun yang sama sekaligus memiliki agama yang sama. Kondisi ini berlaku baik di Kawasan PLG Provinsi Kalimantan Tengah. Walaupun ada perbedaan etnis dan agama serta asal-usul di daerah perdesaan hal tersebut biasanya mereka adalah pendatang. Pada umumnya mereka yang bertugas di desa atau kampung tersebut berprofesi sebagai guru, petugas keamanan, atau petugas kesehatan. Akan tetapi, di daerah perkotaan (ibukota kecamatan) differensiasi sosial tampaknya lebih nyata. Masyarakatnya lebih heterogen, baik dari segi etnis, agama, maupun asal-usul. Namun demikian, kondisi heterogen tersebut tidak serta-merta menimbulkan masalah-masalah sosial yang kronis. Sebaliknya, justru heterogenitas sosial tersebut menambah keramaian dan memacu denyut nadi perputaran ekonomi masyarakat di daerah perkotaan. Kehadiran anggota masyarakat yang berasal dari agama tertentu yang berbeda dengan agama masyarakat di sekitarnya hingga saat ini masih relatif amat kondusif. Demikian pula kehadiran anggota masyarakat berasal dari etnis tertentu di tengah-tengah komunitas etnis lain rupanya juga tidak menimbulkan masalah yang serius. Meskipun telah terjadi konflik yang bernuansa etnis beberapa tahun lalu di Kalimantan, namun imbasnya masih dirasakan pada kawasan permukiman baru di Provinsi Kalimantan Tengah. Masyarakat Dayak etnis Melayu tampaknya lebih dewasa mencermati Berbagai konflik yang terjadi di daerah lain sehingga tidak sampai mengungkit-ungkit permasalahan di daerah lain yang pada akhirnya memicu konflik. Masyarakat menyadari jika konflik terjadi, maka akan kembali ke titik nol di mana orang-orang akan enggan dan takut masuk ke wilayah mereka. Kondisi ini dapat mengakibatkan stagnasi, bahkan dekadensi pembangunan sebagaimana yang telah dicapai sekarang. Implikasinya, wilayah mereka pasti akan tertinggal jauh dari daerah-daerah di sekitarnya yang sedang giat-giatnya memacu pembangunan. 2. Hubungan Pendatang dan Penduduk Asli Dari hasil kajian di lapangan dengan mendatangi berbagai tokoh masyarakat baik desa Dadahup Kabupaten Kapuas apakah tokoh informal, formal dan berbagai elemen yang ada di kawasan PLG maupun Mintin Kabupaten Pulang Pisau. Ternyata hingga saat ini, hubungan antara pendatang dengan penduduk asli belum menunjukkan keretakan. Di samping penduduk asli hingga saat ini bersikap terbuka, juga para pendatang menunjukkan sikap melebur dengan penduduk asli. Namun di tingkat lapang (di permukiman transmigrasi) berdasarkan pengamatan di lapangan tidak diperoleh kelompok pendatang yang bermukim secara eksklusif dari penduduk asli. Walaupun permukiman kelompok pendatang sama dengan penduduk asli, namun banyak diantara penduduk asli yang kurang sesuai dengan pola usaha yang telah ditetapkan di suatu unit permukiman transmigrasi, bahkan cenderung menjadi ulang alik ke desa aslinya, sebaliknya pendatang banyak juga yang belum siap mengantisipasi kondisi Lokal baik dari potensi Sumber Daya Alam (SDA) maupun budaya setempat. Di lain pihak adanya lahan dibuka dan diubah menjadi lahan pertanian dan permukiman transmigrasi sebagian besar wilayah yang dulu dan sampai sekarang ada yang masih diatur oleh adat, hal ini dapat berpotensi menimbulkan dampak sosial terhadap masyarakat asli, antara lain: 1. Terjadinya krisis ekonomi yang ditandai oleh rendahnya pendapatan masyarakat. 2. Kepala rumah tangga banyak berusaha di luar sektor pertanian, misalnya buruh bangunan/ jalan, usaha kayu dan emas. 3. Keterbatasan pengetahuan transmigran yang didatangkan ke Kalimantan Tengah tentang budaya lokal dan keterampilan yang cukup untuk pertanian kawasan lahan basah. 4. Adanya tuntutan santunan tanam tumbuh milik masyarakat yang terkena kegiatan PLG meliputi 31.512 persil dengan nilai Rp. 181.107.837.526, (santunan sudah dilunasi Departemen Kimpraswil pada tahun angaran 2003/2004). 5. Alokasi penempatan transmigrasi lokal dan luar sebesar 40 prosen - 60 prosen tidak dipersiapkan secara matang dan tidak melibatkan pemerintah daerah sehingga dalam pelaksanaannya tidak sinergis. 6. Kerawanan gangguan keamanan karena kondisi sosial-ekonomi yang tidak terpenuhi. 7 Tenaga kerja yang tersedia tidak seimbang dengan luas wilayah yang akan ditangani, sehingga perlu mendatangkan tenaga kerja dari luar dan tentunya menambah anggaran biaya yang cukup besar. Dari pengamatan tim kami sebelum penelitian ini berlangsung, sudah muncul penomena terhadap kondisi sosio budaya masyarakat terhadap pola kehidupan yang terjadi peristiwa masa lalu. Terlebih saat pecahnya perselisihan etnis antara suku Madura dan Dayak beberapa waktu lalu, yang etnis mereka ini saat berada di tempat orang, kurang memperhatikan pepatah lama mengakatan:”...di mana bumi di injak, di situ langit di junjung...”. Selain itu perlunya menyusun tata ruang yang bersahabat, agar membuat kemudahan baik bagi kaum lokal maupun transmigrasi yang baru. Kemudian melihat rekomendasi apa yang pantas diberikan kepada Kementrian Tenaga Kerja dan Tansmigrasi, sehingga para warga yang di tempatkan ini termotivasi dan betah untuk tinggal di kawasan yang baru. Serta tidak melanggar budaya masyarakat se tempat. B. Tujuan a) Mengkaji kondisi sosial budaya masyarakat asli dan pendatang di kawasan PLG yang mempengaruhi produktivitas masyarakat. b) Menyusun model penempatan dan tata ruang permukiman transmigrasi berbasis sosial budaya. c) Menyusun rekomendasi model pengembangan masyarakat transmigrasi berbasis sosial budaya kawasan PLG untuk peningkatan produktivitas SDM. C. Metodologi a. Penelitian ini menggunakan metoda penelitian kualitatif. Dipilih dalam penelitian ini adalah untuk melihat dan merekam kegiatan masyarakat serta apa saja yang menjadi pendapat mereka dalam masalah kehadiran penduduk pendatang dari berbagai provinsi ke kawasan perkampungan mereka. b. Subyek penelitian adalah para tokoh kunci pada masyarakat di kawasan PLG Kalimantan Tengah, yang dijadikan sasaran wawancara adalah: seperti disebutkan di atas para tokoh masyarakat baik formal maupun informal. Baik warga masyarakat di kawasan PLG desa Dadahup Kecamatan Kapuas Murung Kabupaten Kapuas dan di desa Mintin Kabupaten Pulang Pisau Kalimantan Tengah. c. Metoda pengumpulan data : 1. Dokumentasi, 2. Wawancara mendalam, 3. Abservasi d. Analisis data: dengan cara interaktif analisis. Kajian dan Uji Adaptasi. D. Hasil Penelitian dan Pembahasan Dari hasil observasi, wawancara mendalam dengan warga masyarakat, serta tokoh dan elit lokal di desa Mintin dan Dadahup dengan didukung data dokumen yang ada, dapat diperoleh hal-hal sebagai berikut : 1. Kondisi umum desa Dadahup dan Mintin Desa Dadahup di wilayah kabupaten Kapuas dan desa Mintin terletak di kabupaten Pulang Pisau secara alamiah agak subur, cuaca terasa agak panas walaupun jauh dari radius katulistiwa. Ia berada antara 50-100m dari permukaan air laut dengan tekanan udara antara 22-23o C sementara cuaca hujan tiap tahunnya mencapai 3000 mm. Kondisi sosio kultural masyarakat kedua desa tersebut pada umumnya relatif kondusif, konflik antar etnik tidak pernah terjadi. Penduduk asli dan pendatang yang berasal dari Banjar, Jawa, Bali, Madura Sumatra dll walaupun dari rumpun yang berbeda mereka dapat hidup rukun secara berdampingan. Demikian pula walaupun mereka memiliki agama yang sama ataupun berbeda, tetap saling dapat memahami. Struktur masyarakat dan orgnisasi sosial pada kenyataannya terlihat sudah membaur antara penduduk asli dan pendatang. terlihat dalam struktur organisasi perangkat desa, sudah mewakili beberapa komponen etnis dan agama yang ada dan sudah mencerminkan antara suku. Aktifitas ekonomi terlihat berjalan agak lancar antara penduduk asli dan pendatang saling menyatu dalam memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Sistem perekonomian dan mata pencaharian pada umumnya bertani karet, berkebun, menanam buah dan sayur-sayuran, hanya saja dalam pengerjaannya masih mengunakan teknologi yang sederhana dan bersifat tradisional. Tingkat pendidikan dan pengetahuan mereka relatif masih rendah, pendidikan yang ada hanya pada tingkat TK, SD, SLTP, SLTA. Apabila ingin studi lanjut pada tingkat perguruan tinggi mereka pergi ke Palangka Raya dan Banjarmasin. Dalam kehidupan sehari-hari mereka men ggunakan bahasa Indonesia dan untuk komunitas tertentu menggunakan bahasa asal mereka. Apabila terjadi benturan-benturan kecil antar warga asli dan pendatang masih dapat diselesaikan melalui lembaga adat, tokoh setempat dan relatif masih terkendali. 2. Keadaan Desa Dadahup Merupakan wilayah eks lahan sejuta hektar, terletak di Kabupaten Kapuas, kondisi wilayah sedikit kurang menguntungkan karena saluran irigasi dangkal, banyak lahan terlantar yang ditumbuhi oleh tanaman-tanaman liar sehingga sebagian besar menjadi hutan kembali. Banyak warga trans lokal maupun pendatang yang meninggalkan lokasi. Hal tersebut disebabkan karena hasil tidak sesuai dengan jerih payah kerja. Untuk lokasi Dadahup G1 dari sebelas tahun yang lalu, dari jumlah 550 kepala keluarga sekarang (tanggal 28-8-2008) menjadi 200 kepala keluarga. Secara umum kondisi wilayah dan sosio kultural masyarakat perlu mendapat perhatian dari pihak pemerintah. Masalah-masalah yang dihadapai masyarakat desa Dadahup : 1. Kesulitan air bersih untuk kebutuhan air minum. 2. Sudah masuknya aliran listrik sehingga kebutuhan lain bisa terpenuhi, kecuali di daerah G 3. Dalam bidang pendidikan, sudah ada SMK sehingga kalau ingin melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi cukup di daerah tersebut. 4. Masyarakat menginginkan rehap rumah dari pemerintah 5. Masyarakat membutuhkan petugas wali hakim apabila ingin menikahkan warga. 6. Sarana transportasi seperti belum diaspal, sehingga akses ke luar kota kurang lancar. 7. Masyarakat yang ingin menanam padi dan berkebun karet tidak punya modal. 3. Dialog dengan Masyarakat lokal Hasil wawancara dan dialog dengan warga masyarakat diperoleh informasi tentang keinginan petani dalam mengolah lahan masa depan mereka bukan sekeder bercocok tanam padi, melainkan mereka sebagian sudah memulai merubah nasibnya dengan bertanam tanaman perkebunan karet. Sebab penduduk lokal sejak berabad-abad silam kebun karetlah yang menjadi andalan mereka untuk biaya hidup mereka sehari-hari. Karet juga yang menjadi kebiasaan penduduk lokal untuk membiayai anaknya untuk bersekolah. Desa Dadahup merupakan desa terdekat dengan lakoasi penelitian di kawasan PLG khususnya pada loksi Dadahup Kawasan G yang menjadi obyek dalam kegiatan ini. Warga desa Dadahup dalam kawasan PLG ternyata yang ada di desa tersebut, mencoba mempelajari kehidupan nenek moyangnya yang telah hidup secara turun temurun berabad-abad dengan bertani dan berkebun karet, rotan dan nelayan dengan membangun beje atau danau-danau kecil atau tambak. Dari keadaan itu mereka sebagian besar telah melakukan penanaman bibit karet terhadap lahan-lahan ladang yang mereka miliki. Hal itu, saat ini masih dalam tahap menghasilkan atau berproduksi. Ditanya kenapa menanam karet, jawab mereka selama berabad-abad ini mereka bertahan dan melihat kenyataan, hanya karet yang paling menjanjikan bagi kehidupan mereka. Oleh sebab itu, penduduk lokal di kawasan PLG menanam perkebunan jangka panjang seperti karet dari semula menaman padi, kemudian beberapa tahun berikut diteruskan ke perkebunan karet. Kalau ditanya pernahkan terjadi perselisihan antar suku, antar warga dalam kawasan PLG ini, semua mereka mengatakan aman tentram luh jinawi. Kecuali pernah warga kita yang berasal dari NTT di lokasi Transmigrasi, sehingga dengan terpaksa harus dikeluarkan karena meresahkan masyarakat. Sedangkan suku lain seperti warga kita yang asal-usulnya dari pulau Garam dengan sangat menyesal harus angkat kaki dari bumi Tambun Bungai karena sangat bertentangan dengan budaya masyarakat lokal. Walau saat ini sudah ada yang kembali, namun harus menyesuaikan diri dengan penduduk se tempat. Seperti pepatah mengatakan: “…di mana bumi diinjak, siditu langit di junjung…”. Kalau menyalahi aturan, mereka akan berbenturan dengan budaya masyarakat. 4. Wawancara dan Dialog dengan Masyarakat Transmigrasi Dalam kunjungan berulang kali, untuk mengetahui kebenaran fakta terhadap penelitian tentang studi penyusunan model Transmigrasi berbasis sosio Kultural ini, di kawasan PLG baik masyarakat Transmigrasi yang berasal dari Jawa, Sumatera dan Kalimantan Selatan memberikan asumsi yang sama terhadap masa depan mereka lebih mengarah pada masa depan yang lebih baik dari sekarang. Memang kalau menilik terhadap kehidupan yang serba sangat sederhana, tentu saja sebagian dari warga transmigrasi dengan terpaksa harus meninggalkan tempat mereka baik untuk berusaha sekedar mencari nafkah sementara menunggu masa panen. Ataupun sebagian lagi karena tidak mampu untuk bertahan mereka harus mencari tempat kehidupan yang lebih layak bagi dirinya maupun keluarganya. Warga Transmigrasi di kawasan PLG ternyata yang masih bertahan ini, mencoba mempelajari kehidupan penduduk lokal yang telah hidup secara turun temurun berabad-abad dengan bertani dan berkebun karet, rotan dan nelayan. Dari keadaan itu mereka sebagian kecil telah melakukan penanaman bibit karet terhadap lahan yang mereka miliki. Walau saat ini masih dalam tahap pemeliharaan. Ditanya kenapa menanam karet, jawab mereka selama 11 tahun ini mereka bertahan dan melihat kenyataan, hanya karet yang paling menjanjikan. Oleh sebab itu, penduduk transmigrasi kawasan PLG mulai bergeser terhadap perkebunan jangka panjang seperti karet dari semula saat mereka datang menaman padi, namun hasilnya tidak sebesar perkebunan karet. 5. Keadaan Sosial Ekonomi Jumlah penduduk Desa Mentaren saat itu tahun 2006 berjumlah 1.456 jiwa, yang terdiri dan 770 jiwa pria dan 686 jiwa wanita. Jumlah rumah tangga sebanyak 358, sehingga rata-rata anggota keluarga per KK sebanyak 4 jiwa per KK. Dilihat dan kepadatan penduduknya, maka Mentaren I merupakan Desa yang memiliki tingkat kepadatan penduduk terendah jika dibandingkan desa-desa lainnya di Kecamatan Kahayan Hilir, yakni sebesar 26,47 jiwa/km2. Penduduk di sekitar lokasi RTSP sebagian besar merupakan petani dalam arti secara luas. Selain petani mata pencaharian penduduk Mentaren I yang lain adalah pegawai/karyawan swasta dan pedagang. Hanya sebagian kecil saja yang merupakan pegawai negeri. Sebagian besar pegawai negeri ini merupakan tenaga guru, tenaga medis dan beberapa petugas pemerintah lainnya. Dan hasil wawancara dengan penduduk, tokoh masyarakat dan aparat desa Mentaren I, dapat dikemukakan bahwa pada umumnya penduduk setempat menanggapi secara positif program transmigrasi. Masyarakat di lokasi studi sangat mendukung program - program pembangunan didaerahnya. 6. Model Penempatan dan Pemanfaatan Lahan Usaha Tani Peruntukan lahan pada wilayah transmigrasi terbagi menjadi 2 (dua) bagian yaitu: lahan pekarangan dan lahan usaha tani. Lahan pekarangan memiliki luas sekitar 0,25 Ha, sedangkan lahan usaha tani terbagi lagi menjadi lahan usaha tani satu dan lahan usaha tani dua. Lahan pekarangan biasanya terletak disekitar rumah, dan biasanya sangat potensial apabila ditanami dengan tanaman padi serta sayur dan bumbu-bumbuan. Lahan usaha tani satu sebaiknya dibuat dalam bentuk sawah yang terletak disekitar lokasi perumahan. Lahan usaha tani satu ini sangat potensial untuk dikembangkan sebagai areal penanaman padi. Mengingat aktivitas petani pada lahan persawah sangat tinggi, yang dimulai dari pengolahan lahan, persemaian, penanaman, hingga panen dan pasca panen maka lokasinya yang terletak disekitar perumahan sangat tepat. Mengingat akhir-akhir ini sering terjadi alih fungsi lahan maka lahan usaha tani satu harus tetap dipertahankan sebagai lokasi tanaman padi. Lahan usaha tani dua yang letaknya agak jauh dari daerah pemukimam sebaiknya tetap dipertahankan dalam bentuk lahan kering. Lahan usaha tani dua yang luasan per KK sekitar 1 Ha sangat cocok untuk dikembangkan sebagai lokasi penanaman karet dengan pola agroforestry. 7. Usul Pengembangan Bidang Pertanian Kondisi saat ini mengharuskan petani untuk tetap bertahan mengusahakan lahan yang baru dibuka dengan berbagai tantangan dan kendala, misalnya tanah masam, Miskin hara, lahan yang kurang bersih dan lain sebagainya. Perubahan vegetasi dari sistem hutan ke sistem monokultur atau tebang habis pasti akan berdampak pada berubahnya ekotistem yang terjadi pada daerah yang baru dibuka tersebut. Vegetasi berubah, mikroorganisme terganggu, temperatur meningkat, ketersediaan air menurun dan lain sebagainya. Salah satu upaya mempertahankan usahatani yang berkelanjutan pada kondisi demikian adalah dengan menanam pepohonan di antara tanaman semusim (pangan). Namun tidak semua petani tertarik dan mau menanam pepohonan di lahannya. Telah diuraikan bahwa pepohonan bisa memberi dampak positif dan/atau negatif terhadap tanaman semusim yang ditanam secara tumpangsari. Demikian pula setiap jenis pohon tidak mungkin memberikan semua keuntungan yang sudah dikemukakan. Oleh karena itu sebelum memilih dan menanam pepohonan harus diketahui dengan jelas apa maksud dan tujuannya. Konsep pertanian yang berkelanjutan terus berkembang, diperkarya, dan dipertajam dengan kajian pemikiran, model, metode, dan teori-teori dari berbagai disiplin ilmu sehingga menjadi suatu kajian ilmu terapan yang diabdikan bagi kemaslahatan generasi sekarang dan mendatang. Pertanian berkelanjutan dengan pendekatan sistem dan bersifat holistik mempertautkan berbagai aspêk atau gatra dan disiplin ilmu lain yang sudah mapan, antara lain agronomi, ekologi, ekonomi, sosial, dan budaya. Istilah filosofi berasal dari bahasa Latin, yaitu filio yang berarti kebijakan atau kebajikan dan spohia yang berarti cinta; sehingga filosofi berarti cinta pada kebajikan atau kebijakan. Secara lebih spesifik Oscar. D. Zamora (1995) dari University of Philippine Los Bannos (College of Agriculture) memberikan lima kriteria untuk mengelola suatu sistem pertanian menjadi berkelanjutan yaitu: (1) Kelayakan ekonomis (economic viability), (2) Bernuansa dan bersahabat dengan ekologi (Ecologically sound and friendly), (3) Diterima secara sosial (Socially just), (4) Kepantasan secara budaya (Culturally approriate), (5) Pendekatan sistem dan holistik (system and holistic approach.) 8. Pengelolaan pertanian menetap dengan pola Agroforestry Pola agroforestry ini dilakukan dengan memadukan antara jenis tanaman tahunan dengan satu atau beberapa jenis tanaman semusim. Tanaman tahunan bisa berupa tanaman yang bernilai ekonomi tinggi seperti karet, kelapa, cengkeh dan jati. Tanaman semusim biasanya padi, jagung, palawija, sayur mayur dan rumput makanan ternak. Tanaman karet mungkin banyak dipilih oleh petani di Kalimantan Tengah sebagai tanaman utama. Dasar pemilihan tanaman karet ini adalah: (1) Tanaman ini sudah lama dikenal dan dikelola oleh masyarakat; (2) Intensitas penyadapan dalam satu bulan mencapai 15 hingga 20 hari sehingga memungkinkan petani mendapatkan dana segar secara berkala setiap minggu; (3) Proses pengolahan bahan baku sangat sederhana; (4) Harga jual yang relatif stabil dan akhir-akhir ini cenderung meningkat. (5) Hal yang tidak kalah pentingnya adalah tanaman ini cocok tanam dalam wilayah Kalimantan Tengah (Lautt, B.S. 2007). Di walayah transmigrasi Pangkoh saat ini terjadi pergeseran budaya dimana masyarakat pendatang (suku Jawa) yang dulunya tidak mengenal tanaman karet sudah mulai menanam karet dan sudah mulai mahir dalam hal menyadap karet. 9. Curah Pendapat Dengan Masyarakat Desa Mintin Sesuai dengan rencana Pemerintah dalam waktu dekat akan menempatkan sebanyak 500 KK transmigrasi di Desa Mintin, lokasinya sekitar tidak berjauhan dari perkampungan masyarakat asli. Peserta transmigrasi direncanakan 250 KK,. penduduk asli dan 250 KK pendatang atau penduduk yang berasal dari luar propinsi Kalimantan Tengah. Dari Hasil Curah Pendapat dalam Penelitian ini dengan tokoh masyarakat yang diperoleh Iangsung informasi oleh peneliti saat itu antara lain adalah: Pertama, seluruh Tokoh masyarakat yang hadir setuju dan menyambut baik program ini, bahkan dari awal warga rela menyerahkan sebagian tanahnya untuk pembuatan jalan masuk dan untuk penggalian parit (anjir). Mereka menginginkan agar program ini segera direalisir dan kesepakatan awal jangan dirubah terutama proporsi 50%-50% (penduduk asli dan pendatang). Kedua, Agar dilokasi baru bisa terjadi keharmonisan dalam berinteraksi antara warga asli dan pendatang, hendaknya warga pendatang ikut mematuhi dan menghormati kebiasaan-kebiasaan dan adat istiadat warga lokal/asli, misalnya kata Warkit Kunom (Kepala Desa) “janganlah membakar/goreng terasi dan ikan seluang diwaktu menjelang senja, bisa mengundang mahluk halus”. “jika mempunyai hutang belum mampu melunasi, jangan menghindar bertemu, justru mendekatlah”, dan contoh lainnya. 10. Permintaan/usulan-usulan warga desa kepada Pemda Dari masyarakat Dadahup dan Mintin: a.Antara desa asli dengan desa transmigrasi jangan dibeda-bedakan, misalnya dalam memperoleh bantuan-bantuan. b.Permintaan agar calon warga trans pendatang benar-benar petani asli, jangan orang-orang pintar tapi tak pandai bertani. c.Dalam kesempatan pengangkatan PNS janganlah melihat ijazahnya saja, tetapi dipertimbangkan rasa keadilan bagi warga asli. d.Seluruh kesepakatan awal yakni tahun 2003 antara Pemda dengan masyarakat Mintin harap tetap ditaati, jangan dirubah secara sepihak. e.Penempatan rumah warga dilokasi agar diselang-selang antara rumah warga asli dan pendatang, untuk pembauran lebih cepat, f.PPL perlu orang yang betul-betul dapat diandalkan, perlu melatih kader yang berasal dari kelompok mereka sendiri, jika perlu dilatih/dikirim keluar daerah. 11. Model Kajian Pengembangan Sosial Budaya Masyarakat Bila kita mengkaji terhadap kondisi sosio kultural masyarakat lokal (asli) dan pendatang di kawasan PLG yang mempengaruhi produktivitas masyarakat, maka perlu ikut pasafah budaya lokal yang menyebutkan: ”... di mana bumi diinjak, di situ langit dinjunjung...”. Demikian juga terhadap lokasi yang menjdi tempat transmigrasi yang bakal ditempati para pemukim baru, apakah mereka berasal dari sesama dari Pulau Kalimantan ataukah dari provinsi lain. Warga masyarakat di kawasan PLG Dadahup ataupun di kawasan Mintin, selalu menerima dengan tangan terbuka. Hanya saja, budaya ”...Huma Betang ...” selama ini telah terbina dengan baik agar tidak dicemari. Dalam hal perselihan budaya masyarakat dikawasan PLG dari pengalaman pihak tokoh Agama dan Tokoh masyarakat. Demikian pula tokoh Formal dari tingkat RT, RK, Kepala Desa, Camat hingga Kabupaten. Di 2 wilayah memberikan penjelasan tidak pernah terjadi perselisihan antar suku maupun agama. Kecuali di kawasan PLG G-1 salah satu suku yang dipulangkan karena bisa menghasut warga yang lain. Demikian juga, warga kita dari suku Pulau Garam yang kebetulan berbenturan sosio kultur, karena memiliki perbedaan yang sangat bermakna. Dalam hal kondisi sosio kultur penduduk asli memberikan sebuah budaya yang mereka bina sejak berabad-abad silam agar dalam pemukiman yang baru di huni nanti supaya tidak melanggar pantangan seperti: menbakar: Balasan Dayak atau acan bahasa Banjar: Terasi dan ikan Saluang, disaat hari menjelang malam. Untuk diketahui bahwa terasi adalah ikan yang busukan, tapi enak kalau dibakar. Sedangkan ikan saluang adalah ikan tri (ikan-ikan kecil) di sekitar. Karena para makhluk gaib saat itu, sedang gentayangan di sekitar tempat pemukiman baru itu, dan bisa menimbulkan hal-hal yang tidak dinginkan bersama. Dari pada menjadikan rasa terganggu, atau ketidak nyamanan, lebih baik menghindari kebiasaan yang ada di masyarakat lokal. Namun kalau perkampungan baru ini telah maju, berpantang tersebut lambat laun menghilang. Mukin juga para penduduk gaib itu sudah mencari tempat lain ke hutan belantara yang mereka senangi. Selain hal-hal di atas untuk menyelesaikan permasalahan yang timbul di antara warga transmigrasi nanti, perlu didirikan lembaga adat, yang anggotanya terdiri dari perwakilan suku-suku, agama yang ada dan ketua RT masing-masing. Menyusun model penempatan dan tata ruang permukiman transmigrasi berbasis sosio kultural. Warga masyarakat lokal memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada warga mana saja, untuk datang dan tinggal di kawasan Kalimanatan Tengah, namun mereka berharap dalam penempatannya kelak tidak dibedakan antara penduduk lokal dengan para pendatang. Apakah dalam bentuk jumlah 50% penduduk lokal dan 50% penduduk baru atau transmigrasi. Atapun dalam pembinaan lainnya. Harapan warga penduduk lokal agar mendapatkan kesempatan yang sama dalam berbagai hal. Karena selama ini, berkembang dalam masyarakat di kawasan transmigrasi yang lebih banyak mendapat binaan adalah mereka yang berasal dari luar. Sementara penduduk lokal gigit jari dalam hal-hal tertentu. Diharapkan dalam model penempatan yang akan datang jangan membedakan antara penduduk asal luar dengan penduduk asal lokal. Kalau pembinaan dibedakan, menurut para tokoh masyarakat se tempat kapan penduduk lokal mendapat kesempatan untuk berpartisipasi dalam pembangunan. Atau dalam pemberian jatah sering penduduk asal lokal kurang mendapat perhatian. Sehingga mereka mudah kabur dari pemukiman untuk mencari tempat lain, di luar kawasan transmigrasi. 12. Mengenali budaya masyarakat lokal Dalam percakapan dengan penduduk lokal, ditemukan hal-hal yang harus dihindari sebelum terjadi pada kebiasaan masyarakat lokal ada anjuran baik di kawasan PLG Dadahup Kabupaten Kapuas maupun desa Mintin kabupaten Pulang Pisau agar tidak melanggar budaya setempat yang masih kental dianut para orang tua pada setiap menjelang magrib antara pukul 17.15 – 18.30 agar tidak beraktivitas dan meninggalkan kebiasaan dalam membakar terasi dan ikan seluang. Terasi banyak dijual di mana-mana sedangkan ikan seluang adalah ikan tri yang banyak ditemukan di sungai-sungai yang hidup di air tawar, khususnya di Kalimantan. Menurut para penganut budaya lama, dan orang – orang yang melanggar kebiasaan masyarakat bila melanggar pantang, maka seringkali terjadi di rumahnya yang berbuat tidak enak tidur. Bahkan semalam suntuk tidak bisa tidur sama sekali. Karena di rumah yang melanggar perbuatan berpantang itu, didatangi oleh makhluk gaib yang bisa berbentuk hewan, manusia atau tak berpentuk sama sekali. 13. Mengenal dan mentaati Kultur Berpantangan Seperti juga telah diuraikan di bagian depan, warga setempat atau penduduk lokal sejak berabad-abad silam baik di kawasan Dadahup ataupun Mintin, ada budaya yang percaya atau tidak harus mereka taati. Dan ini harus disesuaikan dengan apa yang saran penduduk lokal terhadap kebiasaan tertentu harus disesuaikan dengan mengikti budaya setempat di mana langit dijunjung di situ pula bumi dipijak. Memang saat ini, masyarakat sudah tidak lagi berpantang terhadap keadaan di alam sekitar, namun secara sosio budaya warga masyarakat memberikan sebuah bahan renungan kepada para warga pendatang yang akan masuk lokasi Transmigrasi apakah di kawasan sejuta Hektar ataukah di desa Mintin, supaya mentaati akan kebiasaan penduduk setempat secara turun tenurun. Memang hal ini terjadi di mana-mana, kalau desa baru dibangun, tentu saja penduduk hutan sebelumnya, ada yang menghuni alam gaib masih berada di sekitar tempat itu, karena sebagian besar masih hutan belantara. Mereka akan menghilang setelah kurun waktu bertahun-tahun. Bila hutan itu sudah dihuni penduduk manusia, maka lambat laun akan pergi mencari tempat baru. Kepada para penghuni baru, apakah warga transmigrasi lokal ataukah transmigrasi dari luar provinsi Kalimantan Tengah, sebaiknya disaat menjelang magrib antara waktu jam 17.00 – 18.30 menghindari seperti: membakar terasi, ikan seluang dll. Karena bila hal itu dilakukan seringkali membuat para penduduk asli seperti orang gaib yang tidak dapat dilihat dengan mata kita, mereka ingin juga ikut makan bersama atau marah. Sehingga penduduk pendatang tidak enak tidur dan tinggal di tempat yang baru ini. Oleh sebab itu sebaiknya kita menghindari/mentaati pantangan masyarakat setempat. Agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan. Menghindari segala larangan / pandangan kebiasaan yang membudaya bagi penduduk setempat (lokal) tidaklah sulit. Namun kalau ada yang melanggar, akan menyulitkan dirinya dan orang lain. Karena mereka yang bermukim sebelumnya seperti makhluk gaib ini, sering mengganggu dan bisa menakutkan baik diri yang melakukan perbuatan ataupun mereka penduduk baru lainnya. Oleh sebab itu sosio kultural setempat perlu kita saati. Kalau segala larangan/pantangan itu kita turuti, mereka makhluk gaib ini tidak menjadi musuh, melainkan bisa menjadi sahabat dan kerukunanpun di desa baru ini bisa terjadi. 14. Kesimpulan Dalam penelitian tentang studi penyusunan model transmigrasi berbasis sosial budaya di dalam Kawasan PLG Kalimantan Tengah. Memelurkan suatu kesimpulan sebagai berikut: 1. Bila kita mengkaji terhadap kondisi sosial budaya masyarakat lokal (asli) dan pendatang di dalam kawasan PLG yang mempengaruhi produktivitas masyarakat, maka perlu ikut fasafah budaya. Demikian juga terhadap lokasi yang menjadi tempat transmigrasi yang bakal di tempati para pemukim baru, apakah mereka berasal dari sesama dari Pulau Kalimantan ataukah dari provinsi lain. Warga masyarakat di kawasan PLG Dadahup ataupun di kawasan Mintin, memiliki budaya yang selalu menerima dengan tangan terbuka atas warga pendatang. 2. Dalam menyusun model penempatan dan tata ruang permukiman transmigrasi berbasis sosial budaya. Warga masyarakat lokal memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada warga mana saja, untuk datang dan tinggal di kawasan Kalimanatan Tengah, namun mereka berharap dalam penempatannya kelak tidak dibedakan antara penduduk lokal dengan para pendatang. Dengan kata lain agar terjadi pembauran. 3. Model pengembangan masyarakat transmigrasi berbasis sosial budaya dalam kawasan PLG untuk peningkatan produktivitas Sumber Daya Manusia (SDM) adalah: dengan keterbukaan warga masyarakat lokal terhadap kaum pendatang. Mereka tidak ada yang keberatan dalam hal kedatangan penduduk luar, sejauh tidak melanggar tata krama budaya masyarakat se tempat. Dalam hal kondisi sosio kultur penduduk asli memberikan sebuah budaya yang mereka bina sejak berabad-abad silam agar dalam pemukiman yang baru di huni nanti supaya tidak melanggar pantangan seperti: membakar Balasan dalam bahasa (Dayak) atau acan dalam bahasa (Banjar): Terasi dan ikan Saluang, disaat hari menjelang petang dan malam hari. Hal ini sesuai dengan pelatah menyebutkan Dari saran penduduk lokal terhadap kebiasaan tertentu harus disesuaikan dengan mengikti budaya setempat di mana langit di junjung di situ pula bumi di pijak. F. Daftar Pustaka Darlan, H.M.Norsanie 2006. Pengantar Antropologi, Unpar, Palangka Raya. Deptrans RI., 1999. Peraturan Pemerintah RI Nomor 2 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Transmigrasi. Faisal, Sanapiah 1982. Metodologi Penelitian Kelitatif, Usaha Nasional, Surabaya. Pramono, Djoko Sidik 2006. Pedoman Pemberdayaan Pemuda Di Lokasi Pemukiman Transmigrasi, Direktorat Jenderal Pembinaan Pengembangan Masyarakat Dan Kawasan Transmigrasi Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI, Jakarta. ------------, 2006. Pedoman Pemberdayaan Perempuan Di Lokasi Pemukiman, Direktorat Jenderal Pembinaan Pengembangan Masyarakat Dan Kawasan Transmigrasi Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI, Jakarta. -------------, 2006. Buku Panduan II Tata Cara Pengelolaan Lembaga Keuangan Mikro (LKM) Tabung Tani Model Bali Usaha Mandiri Terpadu (BMT) Di Kawasan Transmigrasi, Direktorat Jenderal Pembinaan Pengembangan Masy. Dan Kawasan Transmigrasi Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI, Jakarta. Deptrans RI, Pembinaan Ketransmigrasian, Direktorat Jenderal Pembinaan Pengembangan Masyarakat Dan Kawasan Transmigrasi Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI, Jakarta. Suparlan, Supardi 1998. Model Sosial Budaya Bagi Penyelenggara Transmigrasi Di Irian Jaya, Universitas Indonesia, Jakarta. Undang-Undang RI Nomor 15 Tahun 1997, tentang Ketransmigrasian, Harvarindo, Jakarta. Widen, Kumpiady 2006. Karakteristik Komunitas Dayak, Kalimantan Tengah, Palangka Raya. Wina, Made 2008. Strategi Pembelajaran Inovatif kontemporer, Bumi Aksara, Malang. Penulis (1) adalah Prof. Dr. H. M. Norsanie Darlan, MS PH, Guru Besar, Ketua Program Studi Pendidikan Luar Sekolah / Pendidikan Non Formal Pascasarjana Universitas Palangka Raya.

DINAMISASI KEARIFAN LOKAL DALAM MASYARAKAT INDONESIA YANG BERKEMAJUAN

Oleh: H.M.Norsanie Darlan Pendahuluan Buku ini ditulis untuk tujuan menyampaikan apa sebetulnya diminasi kearifan lokal dalam masyarakat Indonesia yang berkemajuan untuk makalah dalam rangka seminar nasional Pra Muktamar Muhammadiyah ke-47 Agustus 2015 yang dalam seminar ini, akan tentang strategi Dakwah kultural Muhammadiyah oleh pimpinan pusat Muhammadiyah masing-masing: Prof. Dr. H. Dadang Kahymad, M.Si dan Prof. Dr. Ishomuddin. Sebagai moderator H. Syairi Abdullah. Sedangkan makalah lain berjudul: diminasi kearifan lokal dalam masyarakat Indonesia yang berkemajuan yang dipaparkan materi dari pengurus pusat oleh: Alpha Amirrachman, Ph.D dan dari wilayah: Prof. Dr. H.M. Norsanie Darlan, MS PH. Dengan moderator: Dr. Sidik Rahman Usop, MS. Lokakarya tentang Kebijakan Pertanahan (Kepala BPN RI) moderator: Dr. H.M. Yusuf, MAP. Dan Peranan Majelis Wakaf dan Keharta Bendaan PP Muhammadiyah sebagai moderator: Sanawiyah, M.H. Untuk lebih jelaskan khusus materi seminar tentang: diminasi kearifan lokal dalam masyarakat Indonesia yang berkemajuan sebagai berikut: Dinamisasi Dengan penuh semangat dan tenaga sehingga cepat bergerak dan mudah menyesuaikan diri dengan keadaan dsb. Bila kita memperhatikan dalam sudut pandang lain yang menyebutkan: Dinamis berasal dari bahasa Belanda “dynamisch” yang berarti giat bekerja, tidak mau tinggal diam, selalu bergerak, dan terus tumbuh. Dia akan terus berusaha secara sungguh-sungguh untuk meningkatkan kualitas dirinya ke arah yang lebih baik dan lebih maju, misalnya: –Seorang petani akan berusaha agar hasil pertaniannya meningkat; –Seorang pedagang akan terus berusaha agar usaha dagangnya berkembang; -Seorang mahasiswa terus berusaha dalam masa kuliahnya dapat lulus menjadi sarjana sesuai dengan waktu yang ditetapkan. Tidak mau menunda-nunda kalau perlu lulus menggapai sarjana lebih cepat; -Seorang dosen tidak akan puas jika hanya berizajah S-2 saja tapi berupaya untuk mencapai gelar Doktor dan tidak habis sampai disitu. Namun kapan ia mendapatkan derajad tertinggi sebagai dosen menjadi guru besar (Profesor). Untuk mencapai apa yang disebutkan di atas, tidak terlepas dari sebuah program dinamisasi seperti yang kita rencanakan. Menurut: Ukhti Aulia Rakhmah (2012) bahwa :”...Keterhubungan konsep ideology yang pertama menurut John Storey di atas dengan Ideologi Muhammadiyah, haruslah disertai dengan catatan. Karena salah satu karakter dari ideology yang merupakan pelembagaan gagasan-gagasan tertentu adalah totalitas dan statis, dan jika totalitas dan ke-statis-an menjangkiti Ideologi Muhammadiyah, maka akan mengalami kontradiksi diri, sebab Islam Berkamajuan adalah Islam yang mendorong “…hidup secara dinamis bagi seluruh umat manusia…” dan “…memayungi kemajemukan…”. Totalitas adalah oposisi bagi kemajemukan dan hidup statis adalah oposisi bagi kedinamisan, sebagaiman yang bathil adalah oposisi bagi yang haq. Inilah yang disebut oleh Ali Syariati sebagai “Ideologi Terbuka” sebagai oposisi bagi “ideology tertutup”. Ideologi terbuka adalah ideology yang mengutamakan kedinamisan dan kemajemukan dalam perjuangannya menciptakan tata kehidupan yang lebih adil, egaliter dan lebih baik. Muhammadiyah memiliki prinsip pemikiran Purifikasi dan Dinamisasi. Proporsional ketika membedakan antara masalah agama (aqidah dan ibadah) dan masalah dunia (muamalah). Purifikasi dan Dinamisasi merupakan substansialisasi dan kontekstualisasi ajaran Islam terhadap situasi kontemporer. Purifikasi itu sendiri secara harfiyah berarti pemurnian. Pemurnian itu dikenakan pada bidang aqidah dan ibadah. Muhammadiyah sepanjang sejarahnya telah melaksanakan pemurnian itu. Muhammadiyah melakukan purifikasi terhadap hal-hal yang memang dilarang oleh agama karena berkaitan langsung dengan syirik, misalnya pemujaan terhadap kuburan dan orang yang ada di dalamnya. Meminta berkah dari orang yang sudah meninggal dan menjadikannya sebagai wasilah dalam berdoa kepada Allah adalah perbuatan syirik. Perilaku ini bertentangan dengan ayat-ayat yang mengatakan bahwa Allah itu dekat, Allah mendengarkan doa hambanya, Allah maha mendengar dan maha tahu. Allah mengecam orang-orang musyrik yang menjadikan patung orang yang sudah wafat itu sebagai perantara (wasilah) kepada Allah. Mitos-mitos yang berkembang menjadi mitologi, yang oleh Muhammad Arkoun dipadankan dengan khurafat, mengandung kepercayaan terhadp eksistensi kekuasaan di samping Tuhan. Mitos-mitos itu harus dibersihkan karena mengganggu aqidah. Contoh-contoh dinamisasi ideology Muhammadiyah di kehidupan yang global ini sudah ada sejak masa K.H Ahmad Dahlan, yaitu saat K.H Ahmad dahlan pendiri Muhammadiyah beliau memakai biola dalam mengajar mengaji, pemakaian meja dan kursi di madrasah yang beliau dirikan. Dan contoh contoh dinamisasi di zaman sekarang antara lain, dakwah seluler, blog-blog dakwah di dunia maya, penggunaan al-qur’an digital, Maktabah Syamilah, penggunaan telepon seluler untuk berkomunikasi dan msih banyak lagi. Dengan memperhatikan konsep-konsep di atas, dalam muktamar Muhammadiyah ke-47 awal bulan Agustus 2015 di Makassar, akan muncul konsep-konsep baru dalam pembahuan yang berkemajuan. Dengan demikian Ideology Muhammadiyah dalam perspektif global cenderung menjurus ke prinsip pemikiran Dinamisasi. Yakni penyesuaian muamalah dengan perkembangan zaman. Islam dan Muhammadiyah tidak mengekang ummatnya dalam keterpurukan dan keterbelakangan. Selama hal tersebut tidak menyinggung masalah ibadah dan aqidah, dinamisasi bukan sesuatu yang jelek. Pengertian Kearifan Lokal Sebelum membahas apa arti dari kearifan lokal. Pasti diantara para pembaca belum begitu paham/mengerti apa sebenarnya yang dimaksud dengan kearifan lokal itu? Apakah itu sebuah makanan ? Atau sebuah mainan ? yang jelas hal itu, bukan keduanya. Karena pengertian kearifan lokal yang sebenarnya adalah sebagai berikut : Kearifan lokal, menurut: Norsanie Darlan (2012) bahwa:”... terdiri dari dua kata yaitu kearifan (wisdom) atau kebijaksanaan dan lokal (local) atau lokasi setempat. Jadi kearifan lokal adalah gagasan setempat yang bersifat bijaksana, penuh kearifan, bernilai baik, yang tertama dan diikuti oleh anggota masyarakatnya...”. Arti Kearifan lokal menurut: Norsanie Darlan (2012) dikaji dari asal kata arif, menurut tokoh bahasa: Hasan Alwi (2002;65) adalah:”…dalam melakukan sesuatu dengan secara bijaksana, cerdik, pandai, dan berilmu yang cukup, dengan penuh kehati-hatian…”. Atau istilah lain:”berarati” Untuk membangunan tanpa ada pemihakan terhadap kelompok tertentu. Namun tidak perlu memisahkan diri, dari adanya budaya lokal. Budaya lokal yang baik, harus kita pelihara searif mungkin. Agar tidak hilang begitu saja dari peredaran. Termasuk juga budaya lokal yang ada di kalimantan tengah tentu tidak boleh hilang tergilas zaman. Sejauh budaya tadi bersifat positif buat semua orang atau masyarakat. Menurut Gobyah nilai terpentingnya adalah sebuah kebenaran yang telah mentradisi atau ajeg dalam suatu daerah. Secara konseptual, kearifan lokal dan keunggulan lokal merupakan kebijaksanaan manusia yang bersandar pada filosofi nilai-nilai, etika, cara-cara dan perilaku yang melembaga secara tradisional, namun sampai saat ini masih menjadi idaman masyarakat. Salah satunya budaya lokaql positif pemakaian butik adat Dayak sudah bisa dipakai di mana saja tidak sebatas di kalimantan tengah tapi juga dipakai di mana-mana. Masih banyak yang lainnya yang tak dapat disebut satu persatu dalam kesempatan ini. Menurut Antariksa (2009), kearifan lokal merupakan unsur bagian dari tradisi budaya masyarakat suatu bangsa, yang muncul menjadi bagian-bagian yang ditempatkan pada tatanan fisik bangunan (arsitektur) dan kawasan (perkotaan) dalam geografi kenusantaraan sebuah bangsa. Dari penjelasan beliau dapat dilihat bahwa kearifan lokal merupakan langkah penerapan dari tradisi yang diterjemahkan dalam artefak fisik. Hal terpenting dari kearifan lokal adalah proses sebelum implementasi tradisi pada artefak fisik, yaitu nilai-nilai dari alam untuk mengajak dan mengajarkan tentang bagaimana ‘membaca’ potensi alam dan menuliskannya kembali sebagai tradisi yang diterima secara universal oleh masyarakat, khususnya dalam berarsitektur. Nilai tradisi untuk menselaraskan kehidupan manusia dengan cara menghargai, memelihara dan melestarikan alam lingkungan. Hal ini dapat dilihat bahwa semakin adanya penyempurnaan arti dan saling mendukung, yang intinya adalah memahami bakat dan potensi alam tempatnya hidup; dan diwujudkannya sebagai tradisi. Di kalimantan tengah menurut Norsanie Darlan (2014) bahwa: “...sejak awal tahun 80-an bagunan perkantoran mulai menyesuaikan dengan atap betang (rumah adat) yang ada di kalteng...”. Berangkat dari semua itu, kearifan lokal adalah persoalan identitas. Sebagai sistem pengetahuan lokal, ia membedakan suatu masyarakat lokal dengan masyarakat lokal yang lainnya. Perbedaan itu dapat dilihat dari tipe-tipe kearifan lokal yang dapat ditelusuri: 1. Kearifan lokal dalam hubungan dengan makanan: khusus berhubungan dengan lingkungan setempat, dicocokkan dengan iklim dan bahan makanan pokok setempat. (Contoh: Sasi laut di Maluku dan beberapa tempat lain sebagai bagian dari kearifan lokal dengan tujuan agar sumber pangan masyarakat dapat tetap terjaga). 2. Kearifan lokal dalam hubungan dengan pengobatan: untuk pencegahan dan pengobatan. (Contoh: Masing-masing daerah memiliki tanaman obat tradisional dengan khasiat yang berbeda-beda). 3. Kearifan lokal dalam hubungan dengan sistem produksi: Tentu saja berkaitan dengan sistem produksi lokal yang tradisional, sebagai bagian upaya pemenuhan kebutuhan dan manajemen tenaga kerja. (Contoh: Subak di Bali; di Maluku ada Masohi untuk membuka lahan pertanian, dll.). 4. Kearifan lokal dalam hubungan dengan perumahan: disesuaikan dengan iklim dan bahan baku yang tersedia di wilayah tersebut (Contoh: Rumah orang Eskimo; Rumah yang terbuat dari gaba-gaba di Ambon, dll.). 5. Kearifan lokal dalam hubungan dengan pakaian: disesuaikan dengan iklim dan bahan baku yang tersedia di wilayah itu. 6. Kearifan lokal dalam hubungan sesama manusia: sistem pengetahuan lokal sebagai hasil interaksi terus menerus yang terbangun karena kebutuhan-kebutuhan di atas. (Contoh: Hubungan Pela di Maluku juga berhubungan dengan kebutuhan-kebutuhan pangan, perumahan, sistem produksi dan lain sebagainya). Perubahan adalah keniscayaan dalam kehidupan manusia. Perubahan-perubahan yang terjadi bukan saja berhubungan dengan lingkungan fisik, tetapi juga dengan budaya manusia. Hubungan erat antara manusia dan lingkungan kehidupan fisiknya itulah yang melahirkan budaya manusia. Budaya lahir karena kemampuan manusia mensiasati lingkungan hidupnya agar tetap layak untuk ditinggali waktu demi waktu. Kebudayaan dipandang sebagai manifestasi kehidupan setiap orang atau kelompok orang yang selalu mengubah alam. Kebudayaan merupakan usaha manusia, perjuangan setiap orang atau kelompok dalam menentukan hari depannya. Kebudayaan merupakan aktivitas yang dapat diarahkan dan direncanakan (Van Peursen, 1976:10-11). Oleh sebab itu dituntut adanya kemampuan, kreativitas, dan penemuan-penemuan baru. Manusia tidak hanya membiarkan diri dalam kehidupan lama melainkan dituntut mencari jalan baru dalam mencapai kehidupan yang lebih manusiawi. Dasar dan arah yang dituju dalam perencanaan kebudayaan menurut: Ali Moertopo, (1978;12) adalah ”...manusia sendiri sehingga humanisasi menjadi kerangka dasar dalam strategi kebudayaan...”. Dalam perspektif di atas, realitas yang sebenarnya adalah masa kini (present) dengan segala permasalahan yang dihadapkan kepada manusia di dalam lingkungan hidupnya. Masa kini sebagai realitas adalah hasil interaksi antara manusia dengan lingkungannya. Bila perubahan lingkungan fisik membuat manusia harus mensiasatinya dan melahirkan budaya-budaya yang terus menerus disesuaikan, maka perubahan-perubahan budaya itu juga mesti disiasati demi keberlangsungan hidup manusia. Posisi Kearifan Lokal Guna Pemecahan Masalah Masa Kini Tidak dapat dipungkiri, saat ini dunia mengalami permasalahan yang belum pernah dialami sebelumnya. Setelah terjadi dua kali perang dunia yang meluluhlantahkan segi-segi kemanusiaan, maka sistem pengetahuan modern yang menjadikan manusia dengan kemampuan rasio-nya sebagai tuan atas dirinya dan dunia pun mulai dikritik. Kritik-kritik itu datang karena ketidak mampuan rasio modern mengeliminasi kehancuran-kehancuran yang ditimbulkan akibat kepentingan di balik setiap penemuan-penemuan di bidang ilmu dan teknologi. Saat ini dunia kembali berhadapan dengan situasi lain, yaitu perubahan iklim yang tidak lagi menentu. Sekali lagi rasio modern yang menjadikan pembangunan sebagai salah satu proses penting mendapat tantangannya. Dengan alasan pembangunan, lingkungan tempat hidup manusia diobrak-abrik, kota-kota baru dibangun, tambang-tambang baru dibuka, hanya untuk memenuhi nafsu konsumsi manusia. Pada tahap itulah, ketika manusia dengan rasio modernnya telah bingung berhadapan dengan alam karena sudah tidak mampu lagi menguasainya, kearifan lokal memperoleh tempatnya kembali. Keharmonisan dengan lingkunganlah yang dapat menjamin masa depan manusia. Hal itu tentu saja telah dibuktikan lewat proses panjang kehidupan leluhur dalam komunitas-komunitas lokal dalam mensiasati alam lewat budaya yang arif dan bijaksana. Dalam beberapa kasus, konflik di Maluku misalnya, ketika kemampuan pengetahuan ilmiah dalam hubungan dengan manajemen konflik sepertinya sudah tidak mampu menemukan solusi terbaik, hanya kearifan lokal yang menjadi titik balik semua itu. Pertayaan yang muncul tentu bagaimana kearifan lokal dalam menembus dunia modernisasi dewasa ini. Hal itu tidak terlepas dari apa yang dikatakan di semua pihak agar tidak merasa terpisahkan dengan kehadiran yang ada dalam berbagai segi kehidupan modern. Masyarakat Masyarakat (sebagai terjemahan istilah society) adalah sekelompok orang yang membentuk sebuah sistem semi tertutup (atau semi terbuka), dimana sebagian besar interaksi adalah antara individu-individu yang berada dalam kelompok tersebut. Pengertian Masyarakat (Pengertian Masyarakat) Istilah “masyarakat” merupakan terjemahan dan kata society (Inggris). Sedangkan istilah society berasal dan societas (Latin) yang berarti “kawan”. Lantas, apa masyarakat itu? Apa itu Masyarakat Dalam literatur ilmu-ilmu sosial, ada banyak definisi mengenai masyarakat. Beberapa pengertian Masyarakat menurut para ahli adalah sebagai berikut: 1. Pengertian masyarakat menurut: Richard T. Schaefer dan Robert P. Lamm, (1998) adalah “…sejumlah besar orang yang tinggal dalam wilayah yang sama, relatif independen dan orang orang di luar wilayah itu, dan memiliki budaya yang relatif sama…”. 2. Definisi Masyarakat menurut: John J. Macionis, (1997) adalah “…orang orang yang berinteraksi dalam sebuah wilayah tertentu dan memiliki budaya bersama…”. 3. Pengertian masyarakat dalam Wikipedia, adalah sekelompok individu yang memiliki kepentingan bersama dan memiliki budaya serta lembaga yang khas. Masyarakat juga bisa dipahami sebagai sekelompok orang yang terorganisasi karena memiliki tujuan bersama. 4. Adam smith menulis bahwa: “…sebuah masyarakat dapat terdiri dari berbagai jenis manusia yang berbeda, yang memiliki fungsi yang berbeda (as among different merchants), yang terbentuk dan dilihat hanya dari segi fungsi bukan dari rasa suka maupun cinta dan sejenisnya, dan hanya rasa untuk saling menjaga agar tidak saling menyakiti "may subsist among different men, as among different merchants, from a sense of its utility without any mutual love or affection, if only they refrain from doing injury to each other…." 5. Pengertian masyarakat menurut Linton adalah :”…sekelompok manusia yang telah cukup lama hidup dan bekerja sama sehingga dapat terbentu organisasi yang mengatur setiap individu dalam masyarakat tersebut dan membuat setiap individu dalam masyarakat dapat mengatur diri sendiri dan berpikir tentang dirinya sebagai satu kesatuan sosial dengan batasan tertentu…”. Dalam Ensiklopedi Indonesia, Pengertian Masyarakat ada tiga yaitu: (1)Bentuk tertentu kelompok sosial berdasarkan rasional yang ditranslasikan (diterjemahkan) sebagai masyarakat patembayan dalam bahasa Indonesia, lalu kelompok sosial lain yang tetap berasaskan pada ikatan naluri kekeluargaan (family) disebut gemain-scaft atau masyarakat Paguyuban (2)masyarakat berdasarkan ensiklopedi manusia yaitu merupakan keseluruhan masyarakat manusia meliputi seluruh kehidupan bersama (3), Menunjukkan suatu tata kemasyarakatan tertentu dengan ciri sendiri (identitas) dan suatu otonomi (relatif) seperti masyarakat barat, masyarakat primitif yang merupakan suku yang belum banyak berhubungan dengan dunia sekitarnya. Karakteristik masyarakat adalah: 1. Aglomerasi dari unit biologis dimana setiap anggota dapat melakukan reproduksi dan beraktivitas 2. Memiliki wilayah tertentu 3. Memiliki cara untuk berkomunikasi 4. Terjadinya diskriminasi antara warga masyarakat dan bukan warga masyarakat 5. Secara kolektif menghadapi ataupun menghindari musuh. (Basic of Society oleh Ayodoha Prasad, goolebooks) Dan berbagai definisi yang ada, dapat dicatat beberapa unsur penting masyarakat sebagai berikut: 1. Adanya sekelompok manusia yang hidup bersama. Dalam hal ini, tidak dipersoalkan berapa jumlah manusia yang hidup bersama itu. Sedikitnya ada dua orang. 2. Kehidupan hersama tersebut berlangsung dalam waktu yang cukup lama. Ungkapan “cukup lama” bukanlah sebuah ukuran angka. Melainkan, hendak menunjukkan bahwa kehidupan bersama tersebut tidak bersifat insidental dan spontan, namun dilakukan untuk jangka panjang. 3. Adanya kesadaran di antara anggota bahwa mereka merupakan satu kehidupan bersama. Dengan demikian, ada solidaritas di antara warga dan kelompok manusia tersebut. 4. Kelompok manusia tersebut merupakan sebuah kehidupan bersama. Maksudnya, mereka memiliki budaya bersama yang membuat anggota kelompok saling terikat satu sama lain. Berkemajuan Dalam Ikhtiar Membangun Masyarakat Islam Berkemajuan Indonesia gemah ripah loh jinawi. Menurut: H. Dadang Kahmad, (2014) Islam sebagai agama terbesar menjadi nilai bersama, yang terejawantah dalam keseharian. Sejahtera dan damai menjadi kenyataan yang dirasakan bersama. Begitulah mimpi kita, umat Islam Indonesia yang lahir, hidup dan mengabdi di bumi pertiwi, kalau di kalimantan tengah, tentu di bumi Tambun Bungai. Namun sayangnya, meski usia bangsa ini telah tujuh dasawarsa, hingga kini belum semua orang merasakan sejahtera. Mudah-mudahan, akan mampu mengakselerasi capaian kemajuan yang dicita-citakan bersama bangsa. Sebagai organisasi Islam terbesar ke 2, Muhammadiyah dilahirkan di Indonesia untuk mencapai masyarakat utama, umat terbaik. Indonesia, mulai dari Sabang hingga Merauke adalah ladang tebaran dakwah. Puluhan ribu amal usaha berkembang sebagai praksis kesalehan organisasi-sosial. Praktik nyata menjalankan perintah Allah Swt dan Rasul-Nya untuk menyatukan kebaikan dalam satu jamaah. Jihad untuk menjadikan Indonesia berkemajuan harus terus dilakukan. Bagi kader Muhammadiyah, tidak ada kata berhenti untuk mengabdi kepada persyarikatan, umat dan bangsa di negeri tercinta ini. Tulisan yang tertuang dalam buku ini bukanlah gagasan besar. Hanya ide sederhana, berdasarkan pemahaman keilmuan dan pengalaman yang dirasakan. Idenya pun terus menggelinding dan berkembang tanpa batas, seiring dengan informasi, diskusi dan bacaan yang dilakukan. Dinamika pemikiran yang terus bergejolak, seiring dengan berbagai persoalan yang perlu dianalisis, dipikirkan, dituangkan dalam bentuk tulisan dan dilaksanakan sesuai kapasitas. Tema terakhir berbicara soal dakwah, zikir dan kesalehan. Dakwah sebagai proses pencerahan untuk memperbaiki kehidupan, ikhtiar sistematis dan jangka panjang untuk perubahan sosial, harus disertai dengan peningkatan derajat spiritualitas dan kesalehan. Kesalehan yang tidak hanya bersifat individual, tapi juga sosial. Begitulah seharusnya seorang kader Muhammadiyah, saleh secara spiritual, sosial dan bermanfaat luas bagi lingkungan. Dengan demikian untuk mencapai apa yang disebut dengan berkemajuan, adalah sebuah konsep membangun bangsa untuk masa depan kita semua. Muktamar Istilah Muktamar dipakai oleh Muhammadiyah dan Nahdatul Ulama (NU), untuk tahun ini pada tanggal 18-22 Syawal 1436 H / 3 – 7 Agustus 2015 Muktamar Muhammadiyah ke 47 di Makassar. Berbicara apa arti muktamar menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia arti muktamar adalah:”... Nomina (kata benda) konferensi; kongres; rapat; perundingan; pertemuan organisasi...”. Sehubungan dengan hal ini, warga muhammadiyah Insya Allah berduyung-duyung berkunjung ke Makassar untuk melihat, menghadiri perristiwa Akbar ini. Penulis 22 tahun silam juga ikut ke Banda Aceh untuk ikut meramaikan Muktamar di sana. Sehingga kita akan tahu perkembangan baru dalam Islam dewasa itu. Termasuk pula Muktamar yang diselenggarakan di Makassar ini, sebuah kota terbesar di kawan timur negeri kita tercinta ini. Dalam setiap muktamar, tentu pembicara, pemateri akan tampil baik yang berkelas nasional maupun internasional. Sehingga perkembangan dunia saat itu akan kita ketahui. Dalam muktamar kita berharap:(1) Muktamar ialah permusyawaratan tertinggi dalam Muhammadiyah yang diselenggarakan oleh dan atas tanggung jawab Pimpinan Pusat. (2) Anggota Muktamar terdiri atas: a.Anggota Pimpinan Pusat b.Ketua Pimpinan Wilayah c. Anggota Tanwir Wakil Wilayah d. Ketua Pimpinan Daerah e.Wakil Daerah yang dipilih oleh Musyawarah Pimpinan Daerah, terdiri atas wakil Cabang berdasarkan perimbangan jumlah Cabang dalam tiap Daerah f.Wakil Pimpinan Organisasi Otonom tingkat Pusat. (3) Muktamar diadakan satu kali dalam lima tahun. (4)Acara dan ketentuan lain tentang Muktamar diatur dalam Anggaran Rumah Tangga Semoga peristiwa langka lima tahunan itu, sukses dan menghasilkan berbagai kemajuan dimasa datang bagi Muhammadiyah. DAFTAR PUSTAKA Alwi, Hasan, 2002. Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi ketiga, Balai Pustaka, Jakarta. Antariksa (2009), kearifan lokal merupakan unsur bagian dari tradisi-budaya masyarakat suatu bangsa, makalah, Jakarta. Darlan, H.M.Norsanie, 2002. Pengembangan Model Pelatihan Keterampilan Bagi Masyarakat Desa Tertinggal Kawasan Pesisir Pantai, Disertasi Doktor, UPI, Bandung. ------------, 2012. Seminar Pembangunan daerah berbasis kearifan lokal (Huma Betang), DPR-RI, Jakarta. ------------, 2014. Implementasi Kearifan Lokal Dalam Pembelajaran, BP2PNFI Regional IV Kalimantan, Banjarmasin. Kahmad, H. Dadang, 2014. Ikhtiar Membangun Masyarakat Islam Berkemajuan, Arsad Press dan Media Center PP Muhammadiyah Jakarta. Moertopo, Ali, 1978. Manusia humanisasi menjadi kerangka dasar dalam strategi kebudayaan, Jakarta. Moelyono, Anthon, 1989. Kamus Besar Bahasa Indonesia, Diknas RI, Jakarta. Rakhmah, Ukhti Aulia, 2012. Sosiologi Dan Antropologi Masyarakat Indonesia, Makalah, Fakultas Kedokteran, Yogyakarta. Penulis: Prof. Dr. H.M. Norsanie Darlan, MS PH Guru Besar S-1 dan S-2 PLS/PNF Universitas Palangka Raya

Jumat, 23 Maret 2018

HASIL PENELITIAN

PENGARUH KUNJUNGAN MUSEUM TERHADAP HASIL BELAJAR ANTROPOLOGI SOSIAL PADA MATERI KEBUDAYAAN DAY Oleh: H.M. Norsanie Darlan dan M. Affandi A b s t r a k Adapun tujuan penelitian ini adalah: (1) Ingin mengetahui Apakah sudah ada pengaruh hasil kunjungan baik perseorangan atau kelompok terhadap suatu aktivitas kebudayaan masyarakat Dayak di masa lampau, yang disimpan di museum Balanga Palangka Raya. (2) Ingin mengetahui bagaimana bentuk penguatan mata kuliah Antropologi Sosial, khususnya pada materi kebudayaan masyarakat Dayak di Kalimantan Tengah; Metoda yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kualitatif kepada Nara Sumber dan sejumlah tenaga penyuluh di Museum Balanga Palangka Raya dengan menggunakan pendekatan pada subyek penelitian yaitu kepada nara sumber dan para petugas museum Balanga, dengan meminta waktu mereka sambil memberikan pelayanan dalam kunjungan museum. Sedangkan alat pengumpulan data berupa: wawancara, observasi dan dokumentasi serta kamera. Untuk mencari kebenaran dalam analisa penelitian ini dilakukan uji: Kredibilitas, triangulasi, Transferabilitas, Dependabilitas, Confirmabilitas dan lain-lain, agar data yang dianalisis manghasilkan sesuai dengan yang diharapkan. Sedangkan hasil penelitian ini adalah: (1) Sudah terlihat secara konkrit adanya pengaruh hasil kunjungan ke museum baik perseorangan atau kelompok terhadap apakah mahasiswa yang sudah dibelaki kuliah antropologi budaya dan sosial maupun masyarakat. Ini suatu aktivitas melihat peninggalan kebudayaan masa lampau di masyarakat Dayak, yang di museum terkumpul menjadi koleksi, yang tersimpan di museum Balanga Palangka Raya. Dan berbagai hasil kebudayaan masyarakat Dayak dalam berbagai aspek kehidupan. Sehingga hasil kunjungan ke museum bagi mahasiswa betul memperoleh seperangkat pengetahuan tentang budaya Dayak dan punya kenangan tersendiri bagi setiap yang mengunjungi; (2) Bentuk penguatan mata kuliah Antropologi budaya dan Sosial, khususnya pada materi hasil kebudayaan masyarakat Dayak di Kalimantan Tengah, memang memerlukan suatu cara tersendiri. Serta bagaimana menampilkan sebuah cara kehidupan dan pola mempengaruhi suatu budaya atau kekuatan yang timbul dari sesuatu. Baik bentuk manusia maupun benda-benda serta segala sesuatu yang ada di alam, sehingga turut mempengaruhi apa saja yang ada di sekitarnya. Kata kunci: Museum, Budaya, Masyarakat Dayak. 1.Latar Belang Masalah Setiap mahasiswa pendidikan luar sekolah punya kewajiban mengikuti pendidikan pada mata kuliah Antropologi budaya dan antropologi sosial. Sebelum memprogram mata kuliah ini,juga mahasiswa sudah diberikan sebelumnya mata kuliah Antropologi budaya. Yang di dalamnya menyajikan materi tentang berbagai budaya masyarakat, termasuk masyarakat dayak atau masyarakat di tanah air sejak dari barat kawasa barat (Aceh), hingga kawasan timur (Papua). Walau disadari semuanya materi tersebut serba sekelumit, namun pembekalan ini, tidak lain adalah jika mahasiswa pendidikan luar sekolah atau sekarang disebut pendidikan non formal (PNF) sekiranya para mahasiswa itu nanti dengan sangat terpaksa harus menjadi guru, maka bekal yang diberikan selama 2 semester baik antropologi budaya maupun antropologi sosial akan memberikan sebuah konsep bagi mereka untuk berdiri di depan kelas dalam memberikan kepada siswa tentang mata pelajaran Antropologi di sekolah menengah. Tapi bila mereka tidak memilih pekerjaan sebagai guru, mata kuliah itu sebagai pengayaan hidupnya dalam mempersiapkan diri demi masa depan mereka. Walau alumnus PLS/PNF dalam acara temu alumnus 10 - 11 nopember 2017, ternyata mahasiswa / alumnus yang sempat hadir telah bekerja di berbagai lini di masyarakat. 80 % mereka bekerja bukan sebagai guru. Dalam mata kuliah antropologi sosial tersebut diberikan bekal kepada mereka saat sebagai mahasiswa, agar mengenal budaya peninggalan masyarakat masa lampau yang sekarang banyak tersimpan di museum. Termasuk Balanga Palangka Raya sebagai pusat kajian penelitian ini. Dari berbagai materi yang diberikan kepada para mahasiswa yang mengikuti mata kuliah untuk mencari bagaimana bentuk penguatan mata kuliah antropologi Sosial, khususnya pada materi kebudayaan masyarakat Dayak di Kalimantan Tengah yang diberikan kepada para mahasiswa. Sehingga materi yang diberikan agar para mahasiswa mereka dapat memahami terhadap materi yang diberikan. Dan dapat menerapkannya jika sekiranya ia menjadi guru. Dalam penelitian yang pernah diberikan kepada para mahasiswa, akan dicari apakah sudah ada berpengaruh terhadap hasil kunjungan baik perorangan atau kelompok terhadap suatu aktivitas kebudayaan masa lampau di masyarakat Dayak, yang telah terkumpul dan disimpan di museum Balanga Palangka Raya dan berbagai alat hasil-hasil kebudayaan Dayak dalam berbagai aspek apakah dalam keidupan mereka masa lalu seperti bertani, menangkap ikan, berburu, meramu dan lain sebagaimanya. Siti Khoirnafiya Direktorat Permuseuman (2006) Neverthless, as museum are repositories of cultural relics, educacted people and moreover have a mission to impart cultural informations to society. They need to be arranged in ways that are most coommunicative for their respective target visitor. Jadi dengan demikian menurut Siti Khoirnafiya (2006) Masyarakat dan kebudayaan adalah ibarat mata uang yang satu sisinya berupa ungkapan sistem sosial dan sisi lainnya adalah sistem budaya. Interaksi alam fisik dan manusia melalui masa dan ruang membina pelbagai insitusi sosial dan budaya yang selaras dengan keperluan hidup masyarakat, sedangkan pelbagai insitusi sosial dan budaya adalah respon manusia untuk menyelesaikan pelbagai masalah dan memenuhi desakan hidup sambil bersedia menghadapi tantangan dimasa mendatang. Bahan-bahan dari segala macam institusi sosial tidak hanya dilihat sebagai himpunan warisan masa lampau. Tetapi ini juga suatu petanda dinamika dan sumber daya yang mampu beradaptasi dengan desakan, baik dalam maupun luar sistem sosial budaya itu sendiri. Aspek kebudayaan masyarakat secara universal dapat diamati kehadirannya di setiap kwlompok masyarakat. Kebudayaan adalah wujud daya cipta, rasa, dan karsa manusia di alam fana ini. Kebudayaan adalah hal penting yang menghubungkan manusia dengan lingkungannya. Kebudayaan juga menjadi blue print atau pedoman bagi manusia. Dengan kebudayaan inilah manusia tampak berbeda dengan binatang. Dengan kebudayaan, manusia dapat bertahan dan melangsungkan hidupnya. Ada beberapa cara kita dapat mengetahui kebudayaan masyarakat. Salah satu cara yang dilakukan seseorang atau kelompok untuk mengetahui gambaran kebudayaan masyarakat setempat adalah dengan datang ke museum. Hal itu karena di museumlah mereka dapat melihat gambaran tentang sebuah peradaban budaya daerah, baik zaman purbakala maupun di zaman modern. 2. Tujuan Penelitian Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1.Ingin mengetahui bagaimana bentuk penguatan mata kuliah Antropologi Sosial, khususnya pada materi kebudayaan masyarakat Dayak di Kalimantan Tengah. 2.Ingin mengetahui apakah sudah ada pengaruh hasil kunjungan baik perorangan atau kelompok terhadap suatu aktivitas suatu kebudayaan masa lampau di masyarakat Dayak, yang telah terkumpul dan disimpan di museum Balanga Palangka Raya dan berbagai alat hasil-hasil kebudayaan Dayak dalam berbagai aspek kehidupannya. 3.Pengertian Museum Bila kita membicarakan tentang pengertian Museum adalah lembaga yang diperuntukkan bagi masyarakat umum. Semula museum berfungsi mengumpulkan, merawat, dan menyajikan serta melestarikan warisan budaya masyarakat untuk tujuan studi, penelitian dan kesenangan atau hiburan dalam kata lain (Ayo Kita Mengenal Museum; 2009). Berdasarkan Peraturan Pemerintah RI No. 19 Tahun 1995, museum adalah lembaga, tempat penyimpanan, perawatan, pengamanan dan pemanfaatan benda-benda bukti materiil hasil budaya manusia serta alam dan lingkungannya guna menunjang upaya perlindungan dan pelestarian kekayaan budaya bangsa. Sedangkan menurut Intenasional Council of Museum (ICOM): dalam Pedoman Museum Indoneisa, 2008. museum adalah sebuah lembaga yang bersifat tetap, tidak mencari keuntungan, melayani masyarakat dan perkembangannya, terbuka untuk umum, memperoleh, merawat, menghubungkan dan memamerkan artefak-artefak perihal jati diri manusia masa lampau dan lingkungannya untuk tujuan studi, pendidikan dan rekreasi. 4. Fungsi Museum Seperti disebutkan di atas dan berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 1995: dalam Pedoman Museum Indoneisa, 2008. museum memiliki tugas menyimpan, merawat, mengamankan dan memanfaatkan koleksi museum berupa benda-benda sebagai cagar budaya. Dengan demikian museum memiliki dua fungsi besar yaitu: a. Sebagai tempat pelestarian, museum harus melaksanakan kegiatan sebagai berikut: • Penyimpanan, yang meliputi pengumpulan benda untuk menjadi koleksi, pencatatan koleksi, sistem penomoran dan penataan koleksi. • Perawatan, yang meliputi kegiatan mencegah dan menanggulangi kerusakan koleksi. • Pengamanan, yang meliputi kegiatan perlindungan untuk menjaga koleksi dari gangguan atau kerusakan oleh faktor alam dan ulah manusia. b. Sebagai sumber informasi, museum melaksanakan kegiatan pemanfaatan melalui penelitian dan penyajian. • Penelitian dilakukan untuk mengembangkan kebudayaan nasional, ilmu pengetahuan dan teknologi. • Penyajian harus tetap memperhatikan aspek pelestarian dan pengamanannya. 5. Jenis-jenis Museum Sekedar pengetahuan kita bahwa museum yang terdapat di Indonesia dibedakan melaui beberapa jenis klasifikasi (Ayo Kita Mengenal Museum; 2009), yakni sebagai berikut: a. Jenis museum berdasarkan koleksi yang dimiliki, yaitu terdapat dua jenis: • Museum Umum, museum yang koleksinya terdiri dari kumpulan bukti material manusia dan atau lingkungannya yang berkaitan dengan berbagai cabang seni, disiplin ilmu dan teknologi. • Museum Khusus, museum yang koleksinya terdiri dari kumpulan bukti material manusia atau lingkungannya yang berkaitan dengan satu cabang seni, satu cabang ilmu atau satu cabang teknologi. b. Jenis museum berdasarkan kedudukannya, terdapat tiga jenis: • Museum Nasional, museum yang koleksinya terdiri dari kumpulan benda yang berasal, mewakili dan berkaitan dengan bukti material manusia dan atau lingkungannya dari seluruh wilayah Indonesia yang bernilai nasional. • Museum Provinsi, museum yang koleksinya terdiri dari kumpulan benda yang berasal, mewakili dan berkaitan dengan bukti material manusia dan atau lingkungannya dari wilayah provinsi dimana museum berada. Termasuk museum Belanga yang ada di Palangka Raya provinsi Kalimantan Tengah. • Museum Lokal, museum yang koleksinya terdiri dari kumpulan benda yang berasal, mewakili dan berkaitan dengan bukti material manusia dan atau lingkungannya dari wilayah kabupaten atau kotamadya dimana museum tersebut berada. 6. Antropologi Budaya Sedikit bila kita memperhatikan tentang antropologi budaya agar dapat membantu kita memahami adat dan tingkah laku berbeda yang dianut oleh masyarakat yang berbeda pula. Di Inggris, bidang antropologi budaya awalnya disebut sebagai antropologi social. Bidang ini berkaitan dengan studi budaya yang berhubungan dengan struktur sosial, agama, politik, dan berbagai faktor lainnya. Cakupan bidang antropologi ini, sangatlah luas. Setiap perubahan yang terjadi di masyarakat akan tercermin dalam adat, tingkah laku, serta bahasa. Di setiap warga masyarakat yang menjadi pusat kajian antropologi. Semua perubahan ini secara bersama menciptakan gambaran akan masyarakat tertentu yang disebut sebagai budaya masyarakat tersebut. Banyak fakta dan konsep sangat menarik untuk memlajari dalam antropologi budaya. Hal ini tidak terbatas dikawan lokal saja, tapi juga masalah antropologi budaya di darah lain. 7.Sekilas tentang Antropologi Budaya Antropologi budaya adalah cabang antropologi yang mempelajari variasi budaya manusia. Antropologi budaya mempelajari fakta tentang pengaruh politik, ekonomi, dan faktor-faktor lain budaya lokal dari suatu daerah tertentu. Para ahli atau orang yang bekerja di bidang ini dikenal sebagai antropolog budaya. Fakta budaya biasanya diperoleh melalui berbagai metoda seperti: wawancara, observasi, dokumentasi dan peralatan lainnya. 8.Kontribusi Edward Tylor Edward Tylor adalah seorang antropolog Inggris di abad ke-19. Dia menggambarkan budaya sebagai pemikiran dan perilaku manusia yang terbentuk oleh masyarakat. Pada tahun 1872, British Association for the Advancement of Science memulai persiapan inventarisasi kategori budaya. Edward Tylor membantu komite ini dalam melakukan pekerjaan tersebut. Hasil dari proyek ini, adalah tercatatnya 76 topik budaya meskipun masih dalam urutan yang acak. 9.Konsep Inti Antropologi Budaya Dalam berbagai penelitian antropologi budaya dilakukan dengan cara berbeda oleh cendekiawan yang berbeda pula. Namun, ada beberapa standar atau konsep dasar yang tetap sama. Misalnya, komponen dasar antropologi budaya adalah tentang apa yang manusia pikirkan, lakukan, dan hasilkan. Semua konsep dan teori antropologi budaya berputar di sekitar konsep-konsep dasar. Konsep ini digunakan sebagai pedoman untuk mempelajari budaya suatu masyarakat tertentu. Perbedaan sifat-sifat budaya dari suatu masyarakat menunjukkan bahwa budaya dapat dipelajari, dibagi, ditransmisikan, disesuaikan, dan dapat diintegrasikan secara simbolik. 10. Metoda Penelitian Adapun metoda yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kualitatif kepada Nara Sumber dan sejumlah tenaga Kurator dalam bahasa inggris yaitu berasal dari kata curator. Menurut salah satu kamus arti kata ini secara resmi adalah petugas yang memiliki kewenangan mengatur dan mengawasi sesuatu di suatu bidang yang terbatas di museum. Kurator bertanggung jawab atas keberadaan barang berharga. Dia yang bertanggung jawab atas keberadaan bukti sejarah. Bahkan dia yang bertanggung jawab atas kesuksesan sebuah pameran seni di museum. Kurator di Museum Balanga Palangka Raya dengan menggunakan pendekatan sebagai subyek penelitian yaitu kepada nara sumber (kurator) dan para petugas museum Balanga, dengan meminta waktu mereka sambil memberikan pelayanan dalam kunjungan museum. Sedangkan alat pengumpulan data berupa: pedoman wawancara, observasi dan dokumentasi serta kamera. Untuk mencari kebenaran dalam analisa penelitian ini dilakukan pula uji: Kredibilitas, triangulasi, Transferabilitas, Dependabilitas, Confirmabilitas dan lain-lain, agar data yang dianalisis manghasilkan sesuai dengan ketentuan. Sedangkan waktu penelitian ini berlangsung sejak bulan April – Juli 2017 dengan hasil sebagai berikut: 11. Hasil Penelitian 11.1.Data umum Lapangan Data umum dari hasil penelitian ini, diperoleh bahwa Museum Balanga adalah museum yang berlokasi di Kota Palangka Raya, provinsi Kalimantan Tengah, Indonesia. Museum Balanga berlokasi di Jalan Tjilik Riwut, hanya sekitar 2,5 km dari Bundaran Besar. Jika anda tidak menggunakan kendaraan pribadi, dengan transportasi umum juga sangat mudah. Keberadaan Museum Balanga memang belum banyak diketahui oleh publik. Bahkan masyarakat Kalteng sendiri banyak yang masih belum mengetahui keberadaan museum ini, padahal museum ini, sudah ada sejak 1973. Didirikan oleh Pemda Kalteng mulanya sebagai museum daerah. Seiring dengan kebijakan pemerintah pusat bahwa setiap provinsi memiliki museum yang menampilkan keunikan kebudayaan dan kekayaan alam setempat, maka pada tahun 1990 Museum Balanga menjadi museum provinsi Kalimantan Tengah. Museum Balanga memiliki berbagai jenis koleksi hasil kebudayaan material (benda budaya) yang dikelompokan menjadi koleksi ethnografi, historika, arkeologi, keramologika, numismatika & heraldika. Sementara benda alam dikelompokan menjadi koleksi biologika dan geologika. Koleksi museum tersebut sebagian dipajang di 2 gedung sebagai pameran tetap, selebihnya ditata di gundang koleksi. Ketika anda memasuki ruang pameran maka anda akan merasakan suasana kehidupan tradisional suku Dayak. Koleksi ditata berdasarkan daur hidup, dimulai dari peralatan upacara fase kelahiran, perkawinan dan terakhir kematian. Ada pula yang membagi atas fase: Perkawinan, kehamilan, kelahiran, dan baru kematian. Pemandu tak akan lupa menceritakan kepada anda tentang keunikan upacara Tiwah. Di sini anda akan melihat keunikan senjata tradisional seperti Sumpit, Duhung, Mandau, miniatur rumah panjang yang disebut Betang, alat pengundang ikan yang disebut Mihing, patung Sapundu dan Hampatung Karuhei, jimat Penyang, aneka barang kuningan, aneka tempayan keramik asal Cina dari dinasti Ming dan Ching yang disebut Balanga dan piring Malawen. Masih banyak lagi koleksi unik lainnya. Museum Balanga juga menerima sekitar seribu buah senjata sitaan yang digunakan saat konflk etnis di Sampit tahun 2001 sebagai koleksi historika. Museum Balanga melayani kunjungan perorangan maupun rombongan pada saat jam kerja, yakni : • Senin-Kamis : 07.00 - 14.00 • Jumat : 07.00-10.30 • Sabtu : 07.00-2.30 Untuk rombongan sebaiknya anda menghubungi museum via surat, fax ataupun telpon agar pelayanan selama kunjungan di museum dapat maksimal. Tiket • Untuk murid TK, SD, SLTP dan SLTA : Rp.1.000,- per oranag • Untuk mahasiswa dan dewasa : Rp.2.500,- per orang Dengan demikian pengunjung yang banyak untuk datang ke museum Balanga adalah para pelajar dan murid sekolah dasar, sebagian kecil mahasiswa. Museum Balanga Sebagai cara untuk mengenalkan tentang peninggalan budaya Suku Dayak dan Peradaban Di Kalimantan Tengah. Setiap kita yang berkunjung ke setiap daerah pasti muncul pertanyaan apa yang menjadi daya tarik daerah tersebut dan bagaimana cara ringkas kita mengenal dan mengetahui semuanya itu. Bila Anda pertama kalinya mengunjungi Kota Palangka Raya yaitu ibukota Provinsi Kalimantan Tengah dan ingin melakukan kegiatan rekreasi atau wisata. Saya sarankan agar diawali dengan mengunjungi Museum Balanga. Agar apa yang menjadi keingintahuan, pengenalan tentang Kalimantan Tengah, bisa terjawab dan diketahui secara detael. Bila beberapa kali mengunjungi museum ini membawa wisatawan. Sepertinya mereka tertarik untuk melihat benda-benda bersejarah Suku Dayak seperti koleksi Historika, Arkeologika dan Keramologika. Bila kunjungan anda membawa rombongan atau wisatawan di museum ada pemadunya yang akan mengarahkan dan menjelaskan tentang apa saja yang ada di dalam museum.Koleksi rupa-rupa benda yang ada di Museum Balanga terdiri dari 10 klasifikasi koleksi yaitu: 1. Geologika, berjumlah 188 koleksi 2. Biologika, berjumlah 40 koleksi 3. Etnografika, berjumlah 1.383 koleksi 4. Arkeologika, berjumlah 112 koleksi 5. Historika, berjumlah 1.116 koleksi 6. Numismatika / Heraldika, berjum lah 781 koleksi 7. Filologika, berjumlah 4 koleksi 8. Keramologika, berjumlah 572 koleksi 9. Seni Rupa, berjumlah 5 koleksi 10. Teknologika, berjumlah 53 kuleksi Dengan banyaknya koleksi di museum memberikan pengaruh positif terhadap para pengunjung untuk menambah pengetahuan yang masih belum banyak mereka miliki. Dengan demikian peran kurator sebagai petugas yang banyak berperan dalam perannya membatu kelancaran museum untuk jadi dikenal masyarakat. Dengan demikian peran museum Balanga Palangka Raya sangat memberikan pengaruh positif terhadap masyarakat yang mau berkunjung. Termasuk mahasiswa yang mengikuti kuliah antropologi budaya dan sosial. 11.2. Data hasil penelitian Sudah terlihat secara konkrit adanya pengaruh hasil kunjungan ke museum baik perseorangan atau kelompok terhadap apakah mahasiswa yang sudah dibelaki kuliah antropologi budaya dan sosial maupun masyarakat. Ini suatu aktivitas melihat peninggalan kebudayaan masa lampau di masyarakat Dayak, yang di sana terkumpul menjadi koleksi, yang tersimpan di museum Balanga Palangka Raya. Dan berbagai hasil kebudayaan masyarakat Dayak dalam berbagai aspek kehidupan. Sehingga hasil kunjungan ke museum bagi mahasiswa betul memperoleh seperangkat pengetahuan budaya Dayak dan punya kenangan tersendiri bagi setiap yang mengunjungi; Bentuk penguatan mata kuliah Antropologi budaya dan Sosial, khususnya pada materi kebudayaan masyarakat Dayak di Kalimantan Tengah, memang memerlukan suatu cara tersendiri. Serta bagaimana menampilkan sebuah cara kehidupan dan pola mempengaruhi suatu budaya atau kekuatan yang timbul dari sesuatu. Baik bentuk manusia maupun benda-benda serta segala sesuatu yang ada di alam, sehingga turut mempengaruhi apa saja yang ada di sekitarnya. 11.3. Pengaruh hasil kunjungan Adapun pengaruh hasil kunjungan baik perorangan atau kelompok terhadap suatu aktivitas kebudayaan masa lampau di masyarakat Dayak, yang telah terkumpul dan disimpan di museum Balanga Palangka Raya dan berbagai alat hasil-hasil kebudayaan Dayak dalam berbagai aspek. Dari hasil wawancara di lapangan kepada nara sumber bahwa kunjungan para toris ke museum balanga sungguh berpengaruh terhadap perkembangan museum dan jumlah kunjungan pada tahun berikutnya. Dalam mata kuliah antropologi budaya maupun antropologi sosial secara jelas mahasiswa mndapatkan gambaran bahwa benda-benda budaya yang ada di museum balanga sungguh merupakan sebuah kajian yang sangat tinggi harganya bagi ilmu pengetahuan terlebih dalam kajian mata kuliah antropologi. Oleh sebab itu mahasiswa yang dibekali perkuliahan selama 2 smester dan dibawa berkunjung ke museum balanga memberikan nilai tambah dan khuasanah budaya. Kususnya budaya masyarakat Dayak di kalimantan tengah. Oleh sebab itu, sekumpulan peninggalam budaya masa lampau yang disimpat dan di pamerkan pada museum ini sangat memberikan manfaat bagi pengunjungnya. Apa lagi bagi mahasiswa yang sudah dibekali dengan pengetahuan secara ilmiah bersama kami sebagai pembina mata kuliah antropologi budaya dan mata kuliah antropologi sosial. Dalam pengaruh kunjungan ditemukan di museum seperti: peninggalan budaya, bercocok tanam, ladang berpindah dari hasil kunjungan itu juga ditemukan peninggalan budaya masyarakat Dayak seperti upacara: pertunangan, perkawinan, kemamilan, kelahiran, termasuk juga dalam upacara kematian hingga tiwah. 12.Pembahasan Dari tujuan pertama: penelitian yaitu sudah terlihat secara konkrit adanya pengaruh hasil kunjungan ke museum baik perseorangan atau kelompok terhadap apakah mahasiswa yang sudah dibekali saat kuliah antropologi budaya dan sosial maupun masyarakat. Ini suatu aktivitas melihat peninggalan kebudayaan masa lampau di masyarakat Dayak, yang di sana terkumpul menjadi koleksi, yang tersimpan di museum Balanga Palangka Raya. Dan berbagai hasil kebudayaan masyarakat Dayak dalam berbagai aspek kehidupan. Sehingga hasil kunjungan ke museum bagi mahasiswa betul memperoleh seperangkat pengetahuan budaya Dayak dan punya kenangan tersendiri bagi setiap yang mengunjungi; Teori Intenasional Council of Museum (ICOM): dalam Pedoman Museum Indoneisa, 2008 tentang museum menyebutkan adalah sebuah lembaga yang bersifat tetap, tidak mencari keuntungan, melayani masyarakat dan perkembangannya, terbuka untuk umum, memperoleh, merawat termsuk musseum Balangka Palangka Raya. Dari hasil penelitian yang telah dilakukan bahwa museum Balanga ini merupakan sebuah tempat untuk mengumpulkan koleksi budaya atas penanggalan masa lampau yang disimpan di museum ini agar segala benda yang bernilai mahal itu, tersimpan di sana yang tertunya akan disimpan secara turun temurun sebagai koleksi daerah. Sedangkan tujuan yang kedua: adalah Bentuk penguatan mata kuliah Antropologi budaya dan Sosial, khususnya pada materi kebudayaan masyarakat Dayak di Kalimantan Tengah, memang memerlukan suatu cara tersendiri. Serta bagaimana menampilkan sebuah cara kehidupan asa lampau dan pola itu mempengaruhi suatu budaya atau kekuatan yang timbul dari sesuatu. Baik bentuk manusia maupun benda-benda serta segala sesuatu yang ada di alam, sehingga turut mempengaruhi apa saja yang ada di sekitarnya. Adapun teori menurut: Siti Khoirnafiya (2006) Masyarakat dan kebudayaan adalah ibarat mata uang yang satu sisinya berupa ungkapan sistem sosial dan sisi lainnya adalah sistem budaya. Interaksi alam fisik dan manusia melalui masa dan ruang membina pelbagai insitusi sosial dan budaya yang selaras dengan keperluan hidup masyarakat. Dengan demikian dalam tujuan dan teori di atas, sudah jelas memberikan penjelasan kepada kita bahwa interaksi antara museum dengan masyarakat yang berbudaya terlebih terhadap peninggalan budaya para pendahulu ini, telah mulai dilakukan pengumpulan peninggalam budaya masa lampau agar tidak hilang begitu saja. Sehingga pemerintah telah mengoleksi benda-benda masa lampau, harus dimuseumkan agar menjadi koleksi pemerintah yang disimpan di museum. Termasuk juga museum Balanga Palangka Raya. Sehingga museum dapat memecahkan problema bagi mereka yang ingin tahu terhadap budaya masyarakat masa lampau. 13.Kesimpulan 13.1.Sudah terlihat secara konkrit adanya pengaruh hasil kunjungan ke museum baik perseorangan atau kelompok terhadap termasuk mahasiswa yang sudah dibelaki kuliah antropologi budaya dan sosial maupun masyarakat. Ini suatu aktivitas melihat peninggalan kebudayaan masa lampau di masyarakat Dayak, yang di sana terkumpul menjadi koleksi, yang tersimpan di museum Balanga Palangka Raya. Dan berbagai hasil kebudayaan masyarakat Dayak dalam berbagai aspek kehidupan. Sehingga hasil kunjungan ke museum bagi mahasiswa betul memperoleh seperangkat pengetahuan budaya Dayak dan punya kenangan tersendiri bagi setiap yang mengunjungi; 13.2. Bentuk penguatan mata kuliah Antropologi budaya dan Sosial, khususnya pada materi kebudayaan masyarakat Dayak di Kalimantan Tengah, memang memerlukan suatu cara tersendiri. Serta bagaimana menampilkan sebuah cara kehidupan dan pola mempengaruhi suatu budaya atau kekuatan yang timbul dari sesuatu. Baik bentuk manusia maupun benda-benda serta segala sesuatu yang ada di alam, sehingga turut mempengaruhi apa saja yang ada di sekitarnya. 14.Daftar Pustaka Darlan, H.M. Norsanie, 2006. Mengenali Budaya Masyarakat, Materi Antropologi, PLS FKIP, Universitas Palangka Raya. Khoirnafiya, Siti, 2006. Direktorat Permuseuman, Jakarta. Museum, 1995. Peraturan Pemerintah RI No. 19, tentang Penyimpanan Barang Peralatan Museum, Jakarta. ------------, 2008. Pedoman Museum Indoneisa, Jakarta. ------------, 2009. Ayo Kita Mengenal Museum, Jakarta. Museum Balanga, 2015. Buku Pedoman Museum Balanga Palangka Raya. Trigangga dkk, 2013. Prasasti & Raja-Raja Nusantara, Jakarta ------------, 2015. Koleksi Museum Nasional Indonesia, Jakarta. Penulis: Prof. Dr. H. M. Norsanie Darlan, MS PH. Guru Besar pada Program Studi S-1 dan S-2 Pendidikan Non Formal, Universitas Palangka Raya- 73112.