Minggu, 31 Juli 2016

AKADEMISI : HUKUMAN MATI TIDAK PERLU DIHENTIKAN

D0310716000506 31-07-2016 HKM BJM AKADEMISI : HUKUMAN MATI TIDAK PERLU DIHENTIKAN Banjarmasin, 31/7 (Antara) - Akademisi Universitas Palangka Raya (Unpar) Kalimantan Tengah Prof Dr HM Nornasie Darlan MS PH berpendapat, pemerintah Indonesia untuk sementara tidak perlu menghentikan sanksi berupa hukuman mati. "Karena kalau melihat kenyataan belakangan ini hukuman mati saja tidak nampak memberikan efek jera kepada para pelaku, seperti pengedar dan bandar narkoba seakan tak memberi bekas," ujarnya kepada Antara Kalimantan Selatan di Banjarmasin, Minggu. "Apalagi tampaknya tiap tahun jumlah pelaku semakin meningkat. Berarti belum waktunya menghentikan eksekusi mati bagi pengedar atau bandar narkoba," tutur Guru Besar pada perguruan tinggi negeri tertua di "Bumi Isen Mulang" Kalimantan Tengah (Kalteng) tersebut. Karena bagi bandar narkoba, lanjut mantan aktivis Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) tersebut, bisnis "barang haram" (barang terlarang) itu mendapakan keuntungan yang sangat tinggi, walaupun penuh risiko. Koorinator Satuan (Korsat) Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) Kalteng itu menyarankan, agar pemerintah berusaha lebih maksimal lagi supaya pemberantasan atau penanganan narkoba sampai ke akar-akarnya. Karena bagi bandar, lanjut mantan aktivis Ikatan Pers Mahasiswa Indonesia (IPMI) itu, bisnis narkoba mendapatkan keuntungan yang sangat tinggi, walaupun penuh risiko. "Memang kita sadari bahwa para pengedar terkadang tidak mengerti apa akibat dari narkoba. Tapi setelah ia tertangkap baru tahu persis bahwa narkoba adalah memiliki bahaya yang menakutkan," ujar profesor - putra Indonesia kalahiran Desa Anjir Serapat Kapuas, Kalteng itu. Selain itu, ada kala seseorang dititipi sesuatu yang isinya tidak dia ketahui. Namun sesudah melalui pemeriksaan petugas, ternyata titipan tersebut narkoba, padahal yang mendapat titipan tersebut anti narkoba. "Jadi hati-hati, sebagai misal di bandara suatu ketika ada orang yang dengan berbagai cara untuk menitipkan barang haram tersebut hingga sampai pada tempat tujuan, " pesan mantan Kepala Badan Pendidikan dan Pelatihan pemerintah provinsi Kalteng itu. Begitu pula harus Hati-hati bila tas tertukar, terlebih lagi tas pakaian yang tidak dikunci. "Kalau saat di tempat tertentu tas kita tertukar, harus segera melapor kepada pihak petugas. Jangan terburu napsu dengan berpikiran lain," ujarnya. "Sebagai contoh pikiran lain, biarlah tas saya tak ada isinya, sementara tas yang terukar ini, lebih mahal dari milik kita. Hati-hati pula apa isi tas yang tertukar ini, siapa tahu dalam isinya tas itu barang terlarang di negeri kita," katanya. Dalam beberapa hari belakang agak lucu, yaitu ada 14 orang siap eksekusi di Nusa Kambangan. Ternyata 10 orang yang lolos/dibatalkan (ditunda) dari regu tembak. Lebih banyak yang dibatalkan dengan biaya negara yang sangat besar. "Kan tidak lucu dari 14 orang yang siap dieksekusi, misalnya cuman 1 orang yang dibatalkan. Kita sama maklumi bahwa narkoba merusak bangsa," lanjut dosen pascasarjana pendidikan luar sekolah atau pendidikan non formal (PLS/PNF) itu. "Itulah sebabnya pemerintah berjibaku membersihkan narkoba. Apa lagi yang mengonsumsi narkoba kebanyakan anak muda yang sebetulnya cukup menentukan nasib masa depan bangsa dan negeri kita," demikian Norsanie.***2*** (T.KR-SKR/B/H. Zainudin/H. Zainudin) 31-07-2016 17:03:49

Sabtu, 23 Juli 2016

KALTENG DAPAT PAGU AKREDITASI 300 PENYELENGGARA PLS

D0230716000499 23-07-2016 IBU BJM Banjarmasin, 23/7 (Antara) - Badan Akreditas Pendidikan Kalimantan Tengah mendapatkan pagu mengakreditasi 300 lembaga penyelenggara pendidikan luar sekolah (PLS) di provinsi itu tahun 2016. Ketua Badan Akreditasi Pendidikan (BAP) Kalimantan Tengah (Kalteng) Prof Dr H. M Norsanie Darlan MS PH mengemukakan itu kepada Antara Kalimantan Selatan di Bandara Syamsuddin nor Banjarmasin, Sabtu. Lembaga penyelenggara PLS atau pendidikan non formal (PNF) itu terdiri dari Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD), Lembaga Kursus Pelatihan (LKP) serta Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM). "Dengan pagu hanya 300 pada 2016, berarti di provinsi yang kini terdiri atas 14 kabupaten/kota masih 1.000 lebih lembaga penyelenggara PLS yang belum atau menanggu akreditasi," ujar Norsanie yang juga Guru Besar pada Universitas Palangka Raya (Unpar), Kalteng. Oleh sebab itu, lanjutnya, dalam mengakreditasi. PAUD, LKP dan PKBM tersebut sudah barang tentu akan dibagi berdasarkan porsinya secara berimbang pada setiap kabupaten/kota se-Kalteng, lanjutnya saat berada di Banjarmasin. Ia memperkirakan, untuk mengakreditasi lembaga penyelenggara PLS/PNF di "Bumi Isen Mulang" (pantang mundur) Kalteng sesuai pagu 2016 akan selesai Oktober atau Nopember mendatang. "Kita berharap 500 lembaga penyelenggara PLS/PNF di Kalteng, BAP provinsi ini kembali mendapat pagu mengakreditasi tahun 2017 - 2018," ujar dosen pacasarjana pendidikan luar sekolah pada perguruan tinggi negeri tertua di Bumi Isen Mulang atau "Tambun Bungai Tersebut. "Dengan diakreditasinya lembaga-lembaga pendidikan penyelenggara PLS/PNF, maka akan terlihat dan dapat diketahui apakah lembaga-lemabaga itu layak untuk diikuti," tuturnya. Bagi yang mendapat akreditasi A, maka lembaga itu punya hak menandatangani Ijazah sendiri, tanpa melalui Dinas Pendidikan (Disdik), namun yang belum lulus akreditasi boleh mengulang tahun berikutnya. Dalam menghadapi berbagai kegiatan ke depan, lanjutnya, BAP Kalteng mengadakan rapat membahas tentang pembagian tugas masing-masing anggota pengurus BAP terhadap PAUD dan PLS/PNF "Jadi setiap kabupaten ada penanggung jawab tentang PAUD dan PLS/PNF. Sedangkan di kota Palangka Raya dilakukan bersama," ujar Norsanie yang juga Ketua Program Studi (Prodi) pascasarjana PLS/PNF pada Unpar. Ia menerangkan, ada tiga hal yang segera dilakukan Juli dan Agustus 2016 yaitu (1)rapat pembekalan peserta, (2)rapat koordinasi dengan dinas pendidikan (disdik) kabupaten/ kota serta (3)pelatihan tenaga asesor. "Jadi dengan terbentuknya tugas dari masing-masing anggota BAP mereka dapat berkomunikasi dengan disdik-Kabid PNF dan kelompok kerja (pokja) kabupaten/ kota supaya dapat mempercepat proses akreditas PAUD dan lembaga penyelenggara PBF/PLS," demikian Norsanie.***4*** (T.KR-SKR/B/O. Tamindael/O. Tamindael) 23-07-2016 12:25:22

PRODI PLS UNPAR LULUSKAN 124 MAGISTER PENDIDIKAN

Banjarmasin, 23/7 (Antara) - Program studi pascasarjana pendidikan luar sekolah atau PLS atau PNF pada Universitas Palangka Raya (Unpar) Kalimantan Tengah sejak operasional Agustus tahun 2008 meluluskan 124 magister pendidikan. Ketua Program Studi (Prodi) PLS atau Pendidikan Non Formal (PNF) Unpar Prof Dr H. M Norsanie Darlan MS PH mengemukakan itu kepada Antara Kalimantan Selatan di Banjarmasin, Sabtu. "Sejumlah 124 lulusan pascasarjana PLS/PNF itu termasuk dua orang yang lulus 20 Juli lalu, akan mengikuti wisuda Unpar, dan sebelum mendapatkan gelar M.Pd, kedua lulusan baru tersebut telah melakukan penelitian 4 - 5 bulan," ujarnya saat berada di Bandara Syamsudinnor Banjarmasin. Ia menerangkan, kedua orang lulusan baru penyandang MPd PLS/PNF itu Novia Windari meneliti tentang "implementasi hasil pelatihan keterampilan tata rias wajah" di unit pelaksana teknis balai latihan kerja (BLK) Kota Palangka Raya, ibukota Kalteng. Kemudian Robintang Sitorus meneliti tentang "penyuluhan program keluarga berencana (KB) metoda kontrasepsi jangka panjang (MKJP) di Kelurahan Menteng Kota Palangka Raya. Ia berharap, dengan hasil-hasil penelitian tersebut sarjana baru itu bisa menerapkan ilmunya kalau mereka kembali ke masyarakat, terlebih dalam bidang ilmu PLS atau PNF. "Memang selama ini banyak yang tidak mengerti apa itu PLS. Tapi setelah masuk dan belajar, baik pada S1 maupun S2 PLS/PNF tersebut, baru sadar ilmu yang mereka tekuni sering dia temukan di berbagai tempat," tuturnya. Prodi PLS/PNF memang paling lama bertahan di Kalimantan hanya di Unpar, sesudah ditelan isu pada pertengahan tahun 1980-an bahwa PLS yang ada di luar Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan (IKIP) tidak dinonaktifkan. Sementara surat tentang PLS itu dari Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) yang sampai saat ini tak kunjung ada. Oleh karenanya Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) yang ada pada universitas khususnya di luar Pulau Jawa menghentikan operasional prodi PLS. Sedangkan yang bertahan di negeri ini hanya pada dua universitas masing-masing PLS FKIP Unpar dan PLS FKIP Universitas Jember, Jawa Timur (Jatim), selebihnya seperti dari Universitas Syeh Kuala Aceh hingga Universitas Cendrawasih di kawasan paling timur Indonesia pada berhenti beroperasi. Begitu pula untuk Kalimantan, Universitas Lambung Mangkurat Banjarmasin juga menutup prodi PLS yang hingga kini tidak bisa aktif kembali, karena sulitnya peraturan sementara dosen-dosennya sudah pada pensiun. Ia menuturkan, saat Rektor Unpar Prof Dr Ir H Ali Hasmi MS MA menyadari bahwa bila PLS/PNF di Kalteng dibiarkan tidak beroperasi atau tidak menerima mahasiswa baru, maka Kalteng seperti di Kalsel bakal kesulitan mencari sarjana PLS murni. "Karenanya pula Rektor Unpar saat itu langsung menginstruksikan saya untuk mengaktifkan kembali dalam penerimaan mahasiswa baru S1 PLS tahun 1995. Sedangkan dosennya yang masih produktif ketika itu 24 orang," tuturnya. Sementara untuk Program S2 saat Dirjen Pendidikan Tinggi Kementerian Pendidikan Nasional Prof Fasli Djalal, yang mengerti pentingnya PLS/PNF, pada tahun 2008 menerbitkan izin operasional S2 PLS di Unpar. "Sampai saat ini Unpar masih satu-satunya S2 PLS/PNF yang ada di luar jawa. Ketua Prodi pascasarjana PLS/PNF tersebut hingga kini masih dipercayakan kepada saya," ujar mantan Kepala Badan Diklat Pemprovinsi Kalteng tersebut. Ia menyatakan, saat ini program S2 PLS/PNF Unpar masih menerima mahasiswa baru untuk tahun 2016 sampai akhir Juli, dan bagi yang berminat silakan datang ke Prodi tersebut di pascasarjana perguruan tinggi negeri tertua di "Bumi Isen Mulang" (pantang mundur) Kalteng itu. "Kami siap membatu anda untuk menjadi tokoh-tokoh pendidikan non formal di negeri tercina ini," demikian Norsanie Darlan yang juga mantan aktivis Ikatan Pers Mahasiswa Indonesia (iPMI)..***4*** (T.KR-SKR/B/O. Tamindael/O. Tamindael) 23-07-2016 09:19:40

Kamis, 21 Juli 2016

Mohon Perhatikan Pendidikan Nonformal

Banjarmasin (Antara Bali) - Pengamat masalah sosial kemasyarakatan dari Universitas Palangka Raya (Unpar) Kalimantan Tengah Prof Dr HM Norsanie Darlan meminta, pemerintah agar meningkatkan perhatian terhadap pendidikan non formal atau pendidikan luar sekolah. Prof Dr HM Norsanie Darlan mengungkapkan harapan itu saat berbincang dengan ANTARA Kalimantan Selatan, di Banjarmasin, Sabtu, berkaitan masih kurangnya perhatian pemerintah terhadap pendidikan non formal selama ini. Padahal, menurut pengajar pascasarjana pendidikan luar sekolah (PLS) pada perguruan tinggi negeri tertua di "Bumi Isen Mulang" Kalteng itu, peran pendidikan non formal juga cukup besar terhadap upaya mencerdaskan kehidupan bangsa. Sebagai contoh dalam penuntasan penyandang buta aksara, serta berbagai kursus, pendidikan dan pelatihan yang berkaitan dengan keahlian, keterampilan dan kecakapan seseorang. "Karenanya seiring perkembangan dan kemajuan zaman, keberadaan pendidikan non formal telah dikenal dalam peradaban manusia jauh sebelum adanya pendidikan formal dan sistem persekolahan," ujar Prof Dr HM Norsanie Darlan yang meniti karir mulai dari pegawai rendahan (pesuruh) itu. Namun pembinaan pendidikan nasional selama ini masih didominasi oleh pendidikan formal. Pembinaan pendidikan non formal dilakukan oleh pemerintah hanya melalui berbagai pendekatan proyek yang bersifat sementara dan kadangkala tidak berkelanjutan. (LHS/T007) Editor: Masuki COPYRIGHT © ANTARA 2016

Sabtu, 16 Juli 2016

sebuah pemikiran

IBU KOTA PINDAH Kalimantan Dinilai Siap dan Strategis Newswire/JIBI/Kabar24 | Sebuah Ilustrasi yang menarik BANJARMASIN– Wacana seorang guru besar putra Kalimantan Tengah dari Universitas Palangka Raya tentang pemindahan ibu kota Republik Indonesia dari Daerah Khusus Istimewa (DKI) Jakarta mendapat perhatian dan tanggapan beragam dengan tinjauan dari berbagai aspek. “Perhatian itu sebuah kewajaran. Karena wacana tersebut, bukan rahasia umum lagi,” ujar Wakil Ketua DPRD Provinsi Kalimantan Selatan (Kalsel) H Riswandi di Banjarmasin, Rabu (23/1/2013). “Apalagi kota metropolitan tersebut belakangan seakan sudah menjadi langganan banjir. Sementara pemerintah tampaknya masih kesulitan mencari solusi agar persoalan itu tidak lagi menghambat jalan roda pemerintahan,” katanya. Menurut anggota DPRD Kalsel dua periode dari Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu, pemindahan ibu kota RI bukan semudah membalik telapak tangan, namun bisa terwujud asalkan ada kesepahaman dan kajian lebih mendalam. “Karena pemindahan ibu kota RI tidak hanya memerlukan pemikiran, melainkan dari segi biaya juga harus menunjang serta berbagai pertimbangan lain,” kata mantan pegawai Departemen Keuangan itu. Menurut dia, memang sudah selayaknya ibu kota negara dipindah dari DKI. Kalimantan sangat siap dan merupakan kawasan strategis untuk menjadi tempat ibu kota RI. “Pulau Kalimantan yang dianggap strategis untuk pemindahan ibu kota RI tersebut. Karena Pulau Borneo bila dilihat dari sisi bencana sangat kecil, seperti gempa dan banjir,” kata politisi PKS tersebut. “Layak atau tidak layak, Kalimantan merupakan daerah yang sangat strategis. siap atau tidak siap, Kalimantan masih sangat luas untuk membangun pemerintahan RI,” demikian Riswandi. Sementara itu, guru besar Universitas Palangka Raya (Unpar) Prof Dr HM Norsanie Darlan mengungkit kembali keinginan Presiden RI Soekarno yang mau menjadikan ibu kota Kalimantan Tengah sebagai ibu kota negara. Presiden RI pertama melontarkan keinginannya itu pada tahun 1950-an saat peresmian kota Pahandut sebagai ibu kota Kalteng, yang belakangan ibu kota provinsi tersebut bernama Palangka Raya. “Saya kira pemikiran Bung Karno itu cukup beralasan dan visioner, bukan cuma untuk sesaat atau jangka pendek, tapi jauh ke depan,” kata putra Indonesia kelahiran “Bumi Isen Mulang” Kalteng tersebut. “Oleh karenanya pemikiran proklamator RI tersebut perlu menjadi perhatian bersama, guna masa depan bangsa dan negara yang sama-sama kita cintai,” demikian Norsanie Darlan.