Selasa, 20 Oktober 2020

yang berikut ini bulan tugas-tugas saudara:

TOLONG YANG MENGERJAKAN TUGAS HANYA YANG IKUT KULIAH DI PENDIDIKAN MASYARAKAT SAJA, KALAU MAU MEMBACA SILAHKAN MEMBUKA SITUS BERIKUT INI, TAPI CUKUP DIBACA SAYA

Kamis, 16 Juli 2020

KOMPETESI UNTUK MEMENANGKAN KOMPETESI PASAR KERJA NASIONAL DAN GLOBAL

Makalah : Kompetensi Untuk Memenangkan Kompetisi Pada Pasar Kerja Nasional dan Global Oleh : H.M. Norsanie Darlan Guru Besar PLS/PNF Univeritas Palangka Raya Pendahuluan Lembaga Kursus dan Lembaga Pelatihan merupakan dua satuan pendidikan Non formal seperti yang tertera dalam pasal 26 ayat (4) Undang-Undang Nomor: 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Secara umum dalam pasal 26 ayat (5) dijelaskan bahwa Kursus dan pelatihan diselenggarakan bagi masyarakat yang memerlukan bekal pengetahuan, keterampilan, kecakapan hidup, dan sikap untuk mengembangkan diri, mengembangkan profesi, bekerja, usaha mandiri, dan/atau melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Selain itu kembali diperlengkap dalam pasal 103 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor: 17 tahun 2010 tentang pengelolaan dan penyelenggaraan pendidikan bahwa: kursus dan pelatihan diselenggarakan bagi masyarakat, dalam rangka untuk mengembangkan kepribadian profesional dan untuk meningkatkan kompetensi vokasional dari peserta didik (Warga Belajar) dalam sebuah kursus dan pelatihan guna meningkatkan kualitas generasi muda ke masa depan yang penuh tantangan. Pendidikan non formal/Pendidikan luar sekolah merupakan pendidikan yang juga harus dimiliki oleh setiap manusia Indonesia yang memerlukannya. Hal ini sebagai tatanan yang sangat penting dalam dunia pendidikan formal. Karena selama ini pendidikan formal yang sudah tersedia diberbagai bidang keahlian, namun masih dirasakan bahwa tidak cukup hanya dengan pendidikan formal, tapi peran pendidikan non formal (pendidikan luar sekolah) adalah pendidikan yang semakin tahun semakin dirasakan kalau pendidikan formal saja, sudah mulai dirasakan masih belum tuntas. Hal ini jika tidak dilengkapi dengan pendidikan non formal. Penulis pernah berdiskusi dengan seorang tokoh Pendidikan Nasional, Prof. Djudju Sudjana (1999). Beliau menggambarkan di Benua Erofa yang selama waktu beliau menempuh pendidikan bahwa sangat dirasakan pentingnya pendidikan luar sekolah. Untuk itu PNF harus ada di setiap bidang. Sehingga beliau memberikan /mengambil contoh di Indonesia peran pendidikan luar sekolah (Pendidikan Non Formal) belum banyak diperankan. Padahal makin maju suatu negara, maka makin maju pula pendidikan luar sekolah. Tapi nyatanya di tanah air kita, tidaklah demikian. Penulis tahun 2002 saat itu ditugasi oleh Bapak Gubernur Kalimantan Tengah sebagai kepala Badan Diklat Provinsi. Dan merasakan dalam Diklat Prajabatan ternyata tidak menemukan para Calon PNS saat itu, yang masuk kerja telah memiliki sertifikat kahlian. Kecuali guru dan dokter yang di Ijazahnya terlampir dengan Akta IV bagi guru sebagai sertifikat keahlian mengajar. Dan dokter dengan sertifikat Uji Kompetensi dokter Indonesia. Sementara CPNS yang lain saat itu, belum pernah mensyaratkan sertifikat kahliannya dalam memasuki lapangan kerja. Adapun sertifikat keahlian tersebut sama halnya dengan yang dikeluarkan Lembaga Kursus dan Pelatihan (LKP) salah satu diantaranya di kota Sampit LPP Quantum sekarang ini. Masih ada contoh singkat sebuah persyaratan kerja di Asia Timur Raya (Jepang) misal seseorang dalam kesarjanaannya Sarjana Listrik. Dalam tes masuk di perusahaan ia diterima bekerja di perusahaan Listrik. Tapi saat mau masuk kerja, ia belum boleh bekerja. Karena tidak memiliki sertifikat keahlian (kompetensi) dalam mengolah Listrik. Sehingga yang bersangkutan harus ikut kursus di LKP tentang Listrik. Kalau tidak. ia tidak boleh masuk kerja di perusahaan tempatnya ia diterima bekerja. Ini sebuah bukti peran Lembaga Kursus di negeri yang telah maju. Harusnya di Indonesia juga demikian. Berbagai pengertian Pengertian kompetensi adalah suatu kewenangan (kekuasaan) untuk menentukan (memutuskan sesuatu) dalam pemberian pengetahuan dan keterampilan kepada peserta didik (WB). Arti Memenangkan Kompetisi menyebabkan (menjadikan) menang contoh: 'bukan hanya kekuatan senjata, tetapi dengan melalui jalur pendidikan non formal bukan melalui kekuatan ekonomi juga dapat memenangkan memalui peperangan. Pasar tenaga kerja dapat diartikan sebagai suatu pasar yang mempertemukan pencari tenaga kerja. Dalam pasar ini, adalah para pencari kerja (Pemilik Tenaga Kerja), sedangkan sebagai pencari adalah lembaga yang memerlukan tenaga kerja. Arti Nasional dan Global adalah Nasional berlaku untuk menyatakan satu negara saja. Misalnya Nasional Indonesia, Nasional Singapura dan lainnya. Sedangkan Internasional berarti bersifat seluruh dunia. Jadi hubungan negara dari Asia Tenggara dengan negara dari Asia Timur itu bersifat internasional dan juga sebaliknya. Tujuannya: Bahwa ingin memberikan motivasi dan pemahaman yang baik kepada peserta didik (warga Belajar), dan telah merasakan pentingnya kompetensi dalam memenangkan persaingan kerja. Ingin memberikan wawasan kepada orang tua wisudawan akan pentingnya pendidikan secara formal maupun non formal (pendidikan luar sekolah) khususnya yang berbasis vokasional untuk modal mengembangkan krisis di masa depan mereka. Dalam Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 Bagian Kelima Pendidikan Non formal Pasal 26 secara jelas telah mengisyaratkan bahwa : (1)Pendidikan non formal diselenggarakan bagi warga masyarakat yang memerlukan layanan pendidikan yang berfungsi sebagai pengganti, penambah, dan/atau pelengkap pendidikan formal dalam rangka mendukung pendidikan sepanjang hayat (Leve Long Education). (2)Pendidikan non formal berfungsi mengembangkan potensi peserta didik (WB) dengan penekanan pada penguasaan pengetahuan dan keterampilan fungsional serta pengembangan sikap dan kepribadian yang profesional. (3)Pendidikan non formal meliputi pendidikan kecakapan hidup, pendidikan anak usia dini, pendidikan kepemudaan, pendidikan pemberdayaan perempuan, pendidikan keaksaraan, pendidikan keterampilan dan pelatihan kerja, pendidikan kesetaraan, serta pendidikan lain yang ditujukan untuk mengembangkan kemampuan peserta didik. (4)Satuan pendidikan non formal terdiri atas lembaga kursus, lembaga pelatihan, kelompok belajar, pusat kegiatan belajar masyarakat, dan majelis taklim, serta satuan pendidikan yang sejenis. (5)Para alumnus kursus dan pelatihan ini diselenggarakan bagi masyarakat yang memerlukan bekal pengetahuan, keterampilan, kecakapan hidup, dan sikap untuk mengembangkan diri, mengembangkan profesi, bekerja, usaha mandiri, dan/atau melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. (6)Adapun hasil pendidikan non formal dapat dihargai setara dengan hasil program pendidikan formal setelah melalui proses penilaian penyetaraan oleh lembaga yang ditunjuk oleh Pemerintah atau Pemerintah Daerah dengan mengacu pada standar nasional pendidikan. Sekilas kita berbicara tentang sertifikasi, hal ini secara jelas tertuang Dalam Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 pasal 16 sebagai berikut: (1)Sertifikat berbentuk Ijazah dan sertifikat kompetensi. (2)Ijazah diberikan kepada peserta didik sebagai pengakuan terhadap prestasi belajar dan/atau penyelesaian suatu jenjang pendidikan setelah lulus ujian yang diselenggarakan oleh satuan pendidikan yang terakreditasi. (3)Sertifikat kompetensi diberikan oleh penyelenggara pendidikan dan lembaga pelatihan kepada peserta didik dan warga masyarakat sebagai pengakuan terhadap kompetensi untuk melakukan pekerjaan tertentu setelah lulus uji kompetensi yang diselenggarakan oleh satuan pendidikan yang terakreditasi atau lembaga sertifikasi. Sedangkan pada bagian lain berbicara tentang Akreditasi termuat dalam Pasal 60 adalah: (1)Akreditasi dilakukan untuk menentukan kelayakan program dan satuan pendidikan pada jalur pendidikan formal dan non formal pada setiap jenjang dan jenis pendidikan. (2)Akreditasi terhadap program dan satuan pendidikan dilakukan oleh Pemerintah dan/atau lembaga mandiri yang berwenang sebagai bentuk akuntabilitas publik. (3)Akreditasi dilakukan atas dasar kriteria yang bersifat terbuka. (4)Untuk saat ini, Akreditasi terdiri atas sebutan: A, B dan C. Namun pemilik PKBM, LKP dan PAUD, tidak perlu harus A dan harus bercermin pada diri sendiri. Dewasa ini, dari Litbang Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan RI mengisyaratkan bahwa Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) dalam proses akreditasi harus diutamakan. Karena di PKBM ada pendidikan kesetaraan berupa paket A = setara sekolah Dasar/MI, paket B = setara dengan SLTP/MST demikian juga paket C = setara dengan SLA/MA. Lembaga ini harus mengutamakan akreditasinya, dengan alasan bahwa PKBM dalam ujian nasional mereka tidak bisa dilaksanakan di PKBM itu, kalau belum terakreditasi. Nah bagaimana warga belajarnya. Jadi agar mereka tidak kabur dalam ujian, maka PKBM tersebut harus di akreditasi. Tidak perlu: A, B atau C. yang penting sudah terakreditasi. Peran LKP Mencerdaskan bangsa Adapun Peran Lembaga Kursus dan Pelatihan, setiap hari para instruktur dalam lembaga pelatihan atau kursus melakukan berbagai kegiatan belajar mengajar dengan peserta kursus (WB) dan mereka juga harus berpikir tentang cara peserta kursus belajar dan pengetahuan yang diberikan agar dapat diserap oleh peserta kursus. Ketika instruktur ingin mengajarkan kepada peserta kursus (WB) tentang proses belajar sebagai suatu tugas terstruktur dan memiliki ragam metode, maka instruktur memperlihatkan media yang mampu memberi gambaran tentang hal itu. Dengan menunjukkan gambar atau alat media tertentu, instruktur mengatakan kepada peserta kursus dalam hal ini adalah WB: “Peserta kursus semua mencoba memperhatikan, inilah proses menggambar pola yang benar, lalu potongan pola dengan ukuran yang jelas pula” Metode ini, sering dijumpai di berbagai lembaga pelatihan. Melalui cara ini, peserta kursus lebih banyak diberikan berupa: pengetahuan tentang objek tanpa memberikan kesempatan pada mereka untuk terlibat atau menyentuh langsung dengan benda yang diperkenalkannya. Akibatnya mereka tidak mengetahui betul bagaimana prosesnya dan hasilnya jadi seperti apa atau gambar yang diberikan guru itu bagaimana. Para peserta kursus dengan pelatihan tidak bisa menggunakan seluruh panca inderanya untuk memahami benda atau gambar tersebut. Seandainya saja setiap peserta kursus diberikan kesempatan untuk melihat, menyentuh, menggunakan, mempraktikan bagaimana proses itu berlangsung. Pelajaran yang peserta kursus terima akan dapat lebih bermakna dan bisa diingat secara lebih baik. Instruktur bisa melakukan berbagai cara membangun pengetahuan peserta kursus. Misalnya mengenalkan tentang semua alat-alat yang akan digunakan dalam pelatihan itu. Peserta kursus harus dikenalkan dahulu, bagaimana cara menggunakannya dan kegunaan dari alat-alat yang digunkan tersebut. Jika guru, totur, Instruktur menginginkan peserta kursus untuk memiliki pemikiran yang lebih, mereka tidak hanya harus mengetahui konsep proses tetapi bagaimana mereka tahu dan mengerti serta bisa mempraktekkan bagaimana teknik-teknik menjahit /komputer, dan keterampilan lainya yang baik itu dan bagai mana teknik-teknik untuk menghasilkan suatu pekerjaan yang berkualitas. Menurut Piaget (dalam Foreman, 1993 : 121) cara yang dapat digunakan untuk membangun pengetahuan dalam proses pelatihan diantaranya adalah sebagai berikut : a.Pertanyaan atau melakukan tanya jawab dengan peserta kursus. Dalam suatu proses pelatihan dapat menggunakan untuk membangun pengetahuan dasar. Pertanyaan - pertanyaan tersebut secara tidak langsung dapat membangun pengetahuan baru dan membangun motivasi belajar, demikian juga dalam menghadapi perkejaan. b.Menghadirkan semua hal yang dibutuhkan dalam proses pelatihan selama proses belajar itu berlangsung. Lembaga harus mampu menyediakan sarana praktek yang lengkap, dan metode yang digunakan dalam pelatihan atau kursus lebih menekankan pada kerja nyata atau praktek langsung bukan pada pemberian materi secara teori saja, ketersediaan alat-alat sebagai sarana belajar yang berupa benda yang tidak dapat diubah atau benda yang dapat diubah menjadi sangat vital. Fungsi pendidik dalam proses pembelajaran orang dewasa adalah membantu belajar orang dewasa yang mengandung makna membantu. Tujuan pelatihan Karyawan: 1. Untuk meningkatkan keterampilan para karyawan sesuai dengan perubahan teknologi. 2. Untuk meningkatkan produktivitas kerja organisasi kerja. 3. Memberi wawasan kepada para karyawan untuk lebih mengenal organisasinya dan meningkatkan kemampuan peserta latihan mengerjakan tugasnya yang sekarang. 4. Memberikan kemampuan menumbuhkan sikap empati dan melihat sesuatu dari “kacamata” orang lain. 5. Meningkatkan kemampuan menginterpretasikan data dan daya nalar para karyawan dan meningkatkan kemampuan dan keterampilan para karyawan dalam menganalisis suatu permasalahan serta pengambilan keputusan. 6. Meningkatkan kualitas keahlian karyawan sejalan dengan majunya perubahan teknologi. Melalui pelatihan, pelatih (trainer) memastikan bahwa setiap karyawan dapat secara efektif dan efisien mengembangkan kapasitas potensi yang dimilikinya. 7. Menghemat waktu belajar karyawan untuk menjadi kompeten dalam pekerjaan membantu memecahkan persoalan operasional secara kreatif. 8. Mendorong setiap karyawan memahami dan menjalankan visi dan misi organisasi. 9. Mengembangkan kemampuan di atas rata-rata (extra miles) dalam melaksanakan tugas dalam bekerja. 10.Mempertajam dan memperlengkapi tingkat professionalisme para karyawan dengan standar terbaik. Manfaat Pelatihan Di LKP Adapun tujuan umum pelatihan dan pengembangan, harus diarahkan untuk meningkatkan produktifitas organisasi perusa-haan. Tujuan pelatihan di LKP dan pengembangan merupakan langkah untuk meningkatkan produktivitas organisasi melalui berbagai kegiatan antara lain: 1. Mengembangkan pengetahuan, sehingga pekerjaan di perusahaan dapat diselesaikan secara rasional. 2. Dengan Pelatihan akan mengembangkan keterampilan atau keahlian, sehingga pekerja di perusahaan dapat diselesaikan lebih cepat dan efektif. Tujuan pengembangan : 1. Mewujudkan hubungan yang serasi antara atasan dan bawahan di perusahaan. 2. Menyiapkan para manajer yang berkompeten untuk lebih cepat masuk ke tingkat senior (promosi jabatan). 3. Untuk membantu mengisi lowongan jabatan tertentu. 4. Meningkatkan semangat kerja seluruh tenaga kerja dalam organisasi dengan komitmen organisasional yang lebih tinggi. 5. Mendorong sikap keterbukaan manajemen melalui gaya manajerial yang partisipatif. 6. Meningkatkan kepuasan kerja. 7. Memperlancar jalannya komunikasi yang efektif yang dapat memperlancar proses perumusan kebijakan organisasi dan operasionalnya. 8. Mengembangkan atau merubah sikap, sehingga menimbulkan kemauan kerja sama dengan sesama karyawan dan manajemen ( pimpinan ) di perusahaan yang dipimpin. Manfaat Pelatihan dan Pengembangan Adapun manfaat dari suatu pelatihan dan pengembangan sumber daya manusia di LKP seperti LPP Quantum dapat dilihat dalam dua sisi diantaranya: a) Dari sisi individu pegawai: 1. Menambah pengetahuan terutama penemuan terakhir dalam bidang ilmu pengetahuan yang bersangkutan, misalnya prinsip dan filsafat manajemen yang terbaik dan terakhir. 2. Menambah dan memperbaiki keahlian dalam bidang tertentu sekaligus memperbaiki cara pelaksanaan yang lama. 3. Merubah sikap jadi positif 4. Memperbaiki atau menambah imbalan atau balas jasa yang diperoleh dari organisasi tempat bekerja. b) Dari sisi organisasi: 1. Menaikkan produktivitas pegawai. 2. Menurunkan biaya. 3. Mengurangi turn over pegawai. 4. Kemungkinan memperoleh keuntungan yang lebih besar, karena direalisirnya kedua manfaat tersebut terlebih akan terlihat lebih mudah. Dalam segi pendidikan atau education secara umum, training merupakan usaha yang sengaja diadakan dan dilakukan secara sistematis serta terus-menerus dalam jangka waktu tertentu, sesuai dengan tingkatannya, guna menyampaikan, menumbuhkan dan mendapatkan pengetahuan, sikap, nilai, kecakapan atau keterampilan yang dikehendaki. Banyak sekali manfaat yang dapat dieksplore dari hasil training atau pelatihan pengembangan. Berikut ini adalah sejumlah ringkasan manfaat training dan pelatihan karyawan secara umum, dari sudut pandang berbagai pihak yang terlibat di dalamnya. Manfaat training bagi perusahaan : Bila perusahaan mengirimkan tenaga kerjanya ke LKP akan tercipta hal-hal sebatai berikut : 1. Memiliki tenaga kerja yang ahli dan terampil 2. Meningkatkan efisiensi dan efektivitas kerja 3. Meningkatkan produktivitas kerja 4. Mengurangi biaya karena waktu yang terbuang akibat kesalahan-kesalahan 5. Meningkatkan mutu hasil kerja 6. Meningkatkan sales dan profit Manfaat training bagi manajer : Dalam setiap perusahaan, pasti memiliki manajer yang seringkali terlupakan untuk training. Dengan demikian maka LKP merasakan adanya manfaat bagi manajer sebagai berikut: 1. Memiliki anak buah yang ahli dan terampil 2. Dapat mendelegasikan lebih banyak tugas dan tanggung jawab kepada bawahan 3. Terlepas dari hal-hal kecil yang bukan porsinya untuk ditangani 4. Tugas dan pekerjaan berjalan lancar walau anda tidak di tempat 5. Menunjang karir anda untuk memperoleh jabatan yang lebih tinggi Menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) Pada bagian Akhir orasi saya kali ini, bagaimana LPP Quantum dalam menghadapi masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) sebuah bentuk integral dalam artian adanya sistem perdagangan bebas dan pasar kerja antar negara-negara Asean. Indonesia dan 9 negara anggota yang menyepakati perjanjian dalam Asean Ekonomic Comunity (AEC). Pada KTT di Kuala Lumpur Desember 1997 para pemimpin ASEAN memutuskan untuk mengubah ASEAN menjadi kawasan yang stabil, makmur, dan sangat berkumpetitif dengan perkemangan ekonomi yang adil, dan mengurangi kemiskinan kesenjangan sosial-ekonomi (ASEAN Vision 2020) mendatang. Dengan konsep di atas, kesiapan tenaga yang terlatih, sejak sekarang sudah memikirkan dalam menghadapi pasar kerja melalui pendidikan dan pelatihan kearah itu. Termasuk akan didirikannya Pendidikan Perhotelan dan Pariwisata setingkat DIPLOMA I untuk meningkatkan Kompetensi warga belajar Untuk Memenangkan Kompetisi Pada Pasar Kerja Nasional dan mengglobal tersebut. Dengan demikian kita harus bersusah payah dalam tahun-tahun belakangan ini, mempersiapkan kurikulum, instruktur yang berkualitas demi menghasilkan pasar kerja alumnusnya yang kompetitif. Daftar Pustaka Darlan, H.M. Noesanie, 2005. Konsep Dasar PLS, FKIP Unpar, Palangka Raya. ------------, 2003. Pendidikan dan Latihan Calon Pegawai Negeri, Diklat Provinsi Kalteng, Palangka Raya. ------------, 2015. Peran dan Ekspektasi Pendidikan Non Formal Dalam Menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA), Seminar Nasional Ikatan Akamemisi PNF, Semarang. Peaget dan Foreman, 1993. Pendidikan dan Latihan dalam Masyarakat Sedang Berkembang, Jakarta. Sudjana, Djudju, 1999.Pendidikan Non Formal di Erofa, IKIP Bandung. ------------, 2001. Pendidikan dan Pelatihan di Masyarakat Pedesaan, Al-Flah, Bandung. Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 tahun 2003, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI Jkt. Makalah ini dipaparkan pada pertemuan dosen PLS dalam ikatan Akademisi Pendidikan Non formal dan In formal Indonesia, di Makassar, 2017. . +081 352 837 138

DINAMISASI KEARIFAN LOKAL DALAM MASYARAKAT INDONESIA YANG BERKEMAJUAN

Makalah: DINAMISASI KEARIFAN LOKAL DALAM MASYARAKAT INDONESIA YANG BERKEMAJUAN Oleh: H.M.Norsanie Darlan Pendahuluan Buku ini ditulis untuk tujuan menyampaikan apa sebetulnya diminasi kearifan lokal dalam masyarakat Indonesia yang berkemajuan untuk makalah dalam rangka seminar nasional Pra Muktamar Muhammadiyah ke-47 Agustus 2015 yang dalam seminar ini, akan tentang strategi Dakwah kultural Muhammadiyah oleh pimpinan pusat Muhammadiyah masing-masing: Prof. Dr. H. Dadang Kahymad, M.Si dan Prof. Dr. Ishomuddin. Sebagai moderator H. Syairi Abdullah. Sedangkan makalah lain berjudul: diminasi kearifan lokal dalam masyarakat Indonesia yang berkemajuan yang dipaparkan materi dari pengurus pusat oleh: Alpha Amirrachman, Ph.D dan dari wilayah: Prof. Dr. H.M. Norsanie Darlan, MS PH. Dengan moderator: Dr. Sidik Rahman Usop, MS. Lokakarya tentang Kebijakan Pertanahan (Kepala BPN RI) moderator: Dr. H.M. Yusuf, MAP. Dan Peranan Majelis Wakaf dan Keharta Bendaan PP Muhammadiyah sebagai moderator: Sanawiyah, M.H. Untuk lebih jelaskan khusus materi seminar tentang: diminasi kearifan lokal dalam masyarakat Indonesia yang berkemajuan sebagai berikut: Dinamisasi Dengan penuh semangat dan tenaga sehingga cepat bergerak dan mudah menyesuaikan diri dengan keadaan dsb. Bila kita memperhatikan dalam sudut pandang lain yang menyebutkan: Dinamis berasal dari bahasa Belanda “dynamisch” yang berarti giat bekerja, tidak mau tinggal diam, selalu bergerak, dan terus tumbuh. Dia akan terus berusaha secara sungguh-sungguh untuk meningkatkan kualitas dirinya ke arah yang lebih baik dan lebih maju, misalnya: –Seorang petani akan berusaha agar hasil pertaniannya meningkat; –Seorang pedagang akan terus berusaha agar usaha dagangnya berkembang; -Seorang mahasiswa terus berusaha dalam masa kuliahnya dapat lulus menjadi sarjana sesuai dengan waktu yang ditetapkan. Tidak mau menunda-nunda kalau perlu lulus menggapai sarjana lebih cepat; -Seorang dosen tidak akan puas jika hanya berizajah S-2 saja tapi berupaya untuk mencapai gelar Doktor dan tidak habis sampai disitu. Namun kapan ia mendapatkan derajad tertinggi sebagai dosen menjadi guru besar (Profesor). Untuk mencapai apa yang disebutkan di atas, tidak terlepas dari sebuah program dinamisasi seperti yang kita rencanakan. Menurut: Ukhti Aulia Rakhmah (2012) bahwa :”...Keterhubungan konsep ideology yang pertama menurut John Storey di atas dengan Ideologi Muhammadiyah, haruslah disertai dengan catatan. Karena salah satu karakter dari ideology yang merupakan pelembagaan gagasan-gagasan tertentu adalah totalitas dan statis, dan jika totalitas dan ke-statis-an menjangkiti Ideologi Muhammadiyah, maka akan mengalami kontradiksi diri, sebab Islam Berkamajuan adalah Islam yang mendorong “…hidup secara dinamis bagi seluruh umat manusia…” dan “…memayungi kemajemukan…”. Totalitas adalah oposisi bagi kemajemukan dan hidup statis adalah oposisi bagi kedinamisan, sebagaiman yang bathil adalah oposisi bagi yang haq. Inilah yang disebut oleh Ali Syariati sebagai “Ideologi Terbuka” sebagai oposisi bagi “ideology tertutup”. Ideologi terbuka adalah ideology yang mengutamakan kedinamisan dan kemajemukan dalam perjuangannya menciptakan tata kehidupan yang lebih adil, egaliter dan lebih baik. Muhammadiyah memiliki prinsip pemikiran Purifikasi dan Dinamisasi. Proporsional ketika membedakan antara masalah agama (aqidah dan ibadah) dan masalah dunia (muamalah). Purifikasi dan Dinamisasi merupakan substansialisasi dan kontekstualisasi ajaran Islam terhadap situasi kontemporer. Purifikasi itu sendiri secara harfiyah berarti pemurnian. Pemurnian itu dikenakan pada bidang aqidah dan ibadah. Muhammadiyah sepanjang sejarahnya telah melaksanakan pemurnian itu. Muhammadiyah melakukan purifikasi terhadap hal-hal yang memang dilarang oleh agama karena berkaitan langsung dengan syirik, misalnya pemujaan terhadap kuburan dan orang yang ada di dalamnya. Meminta berkah dari orang yang sudah meninggal dan menjadikannya sebagai wasilah dalam berdoa kepada Allah adalah perbuatan syirik. Perilaku ini bertentangan dengan ayat-ayat yang mengatakan bahwa Allah itu dekat, Allah mendengarkan doa hambanya, Allah maha mendengar dan maha tahu. Allah mengecam orang-orang musyrik yang menjadikan patung orang yang sudah wafat itu sebagai perantara (wasilah) kepada Allah. Mitos-mitos yang berkembang menjadi mitologi, yang oleh Muhammad Arkoun dipadankan dengan khurafat, mengandung kepercayaan terhadp eksistensi kekuasaan di samping Tuhan. Mitos-mitos itu harus dibersihkan karena mengganggu aqidah. Contoh-contoh dinamisasi ideology Muhammadiyah di kehidupan yang global ini sudah ada sejak masa K.H Ahmad Dahlan, yaitu saat K.H Ahmad dahlan pendiri Muhammadiyah beliau memakai biola dalam mengajar mengaji, pemakaian meja dan kursi di madrasah yang beliau dirikan. Dan contoh contoh dinamisasi di zaman sekarang antara lain, dakwah seluler, blog-blog dakwah di dunia maya, penggunaan al-qur’an digital, Maktabah Syamilah, penggunaan telepon seluler untuk berkomunikasi dan msih banyak lagi. Dengan memperhatikan konsep-konsep di atas, dalam muktamar Muhammadiyah ke-47 awal bulan Agustus 2015 di Makassar, akan muncul konsep-konsep baru dalam pembahuan yang berkemajuan. Dengan demikian Ideology Muhammadiyah dalam perspektif global cenderung menjurus ke prinsip pemikiran Dinamisasi. Yakni penyesuaian muamalah dengan perkembangan zaman. Islam dan Muhammadiyah tidak mengekang ummatnya dalam keterpurukan dan keterbelakangan. Selama hal tersebut tidak menyinggung masalah ibadah dan aqidah, dinamisasi bukan sesuatu yang jelek. Pengertian Kearifan Lokal Sebelum membahas apa arti dari kearifan lokal. Pasti diantara para pembaca belum begitu paham/mengerti apa sebenarnya yang dimaksud dengan kearifan lokal itu? Apakah itu sebuah makanan ? Atau sebuah mainan ? yang jelas hal itu, bukan keduanya. Karena pengertian kearifan lokal yang sebenarnya adalah sebagai berikut : Kearifan lokal, menurut: Norsanie Darlan (2012) bahwa:”... terdiri dari dua kata yaitu kearifan (wisdom) atau kebijaksanaan dan lokal (local) atau lokasi setempat. Jadi kearifan lokal adalah gagasan setempat yang bersifat bijaksana, penuh kearifan, bernilai baik, yang tertama dan diikuti oleh anggota masyarakatnya...”. Arti Kearifan lokal menurut: Norsanie Darlan (2012) dikaji dari asal kata arif, menurut tokoh bahasa: Hasan Alwi (2002;65) adalah:”…dalam melakukan sesuatu dengan secara bijaksana, cerdik, pandai, dan berilmu yang cukup, dengan penuh kehati-hatian…”. Atau istilah lain:”berarati” Untuk membangunan tanpa ada pemihakan terhadap kelompok tertentu. Namun tidak perlu memisahkan diri, dari adanya budaya lokal. Budaya lokal yang baik, harus kita pelihara searif mungkin. Agar tidak hilang begitu saja dari peredaran. Termasuk juga budaya lokal yang ada di kalimantan tengah tentu tidak boleh hilang tergilas zaman. Sejauh budaya tadi bersifat positif buat semua orang atau masyarakat. Menurut Gobyah nilai terpentingnya adalah sebuah kebenaran yang telah mentradisi atau ajeg dalam suatu daerah. Secara konseptual, kearifan lokal dan keunggulan lokal merupakan kebijaksanaan manusia yang bersandar pada filosofi nilai-nilai, etika, cara-cara dan perilaku yang melembaga secara tradisional, namun sampai saat ini masih menjadi idaman masyarakat. Salah satunya budaya lokaql positif pemakaian butik adat Dayak sudah bisa dipakai di mana saja tidak sebatas di kalimantan tengah tapi juga dipakai di mana-mana. Masih banyak yang lainnya yang tak dapat disebut satu persatu dalam kesempatan ini. Menurut Antariksa (2009), kearifan lokal merupakan unsur bagian dari tradisi budaya masyarakat suatu bangsa, yang muncul menjadi bagian-bagian yang ditempatkan pada tatanan fisik bangunan (arsitektur) dan kawasan (perkotaan) dalam geografi kenusantaraan sebuah bangsa. Dari penjelasan beliau dapat dilihat bahwa kearifan lokal merupakan langkah penerapan dari tradisi yang diterjemahkan dalam artefak fisik. Hal terpenting dari kearifan lokal adalah proses sebelum implementasi tradisi pada artefak fisik, yaitu nilai-nilai dari alam untuk mengajak dan mengajarkan tentang bagaimana ‘membaca’ potensi alam dan menuliskannya kembali sebagai tradisi yang diterima secara universal oleh masyarakat, khususnya dalam berarsitektur. Nilai tradisi untuk menselaraskan kehidupan manusia dengan cara menghargai, memelihara dan melestarikan alam lingkungan. Hal ini dapat dilihat bahwa semakin adanya penyempurnaan arti dan saling mendukung, yang intinya adalah memahami bakat dan potensi alam tempatnya hidup; dan diwujudkannya sebagai tradisi. Di kalimantan tengah menurut Norsanie Darlan (2014) bahwa: “...sejak awal tahun 80-an bagunan perkantoran mulai menyesuaikan dengan atap betang (rumah adat) yang ada di kalteng...”. Berangkat dari semua itu, kearifan lokal adalah persoalan identitas. Sebagai sistem pengetahuan lokal, ia membedakan suatu masyarakat lokal dengan masyarakat lokal yang lainnya. Perbedaan itu dapat dilihat dari tipe-tipe kearifan lokal yang dapat ditelusuri: 1. Kearifan lokal dalam hubungan dengan makanan: khusus berhubungan dengan lingkungan setempat, dicocokkan dengan iklim dan bahan makanan pokok setempat. (Contoh: Sasi laut di Maluku dan beberapa tempat lain sebagai bagian dari kearifan lokal dengan tujuan agar sumber pangan masyarakat dapat tetap terjaga). 2. Kearifan lokal dalam hubungan dengan pengobatan: untuk pencegahan dan pengobatan. (Contoh: Masing-masing daerah memiliki tanaman obat tradisional dengan khasiat yang berbeda-beda). 3. Kearifan lokal dalam hubungan dengan sistem produksi: Tentu saja berkaitan dengan sistem produksi lokal yang tradisional, sebagai bagian upaya pemenuhan kebutuhan dan manajemen tenaga kerja. (Contoh: Subak di Bali; di Maluku ada Masohi untuk membuka lahan pertanian, dll.). 4. Kearifan lokal dalam hubungan dengan perumahan: disesuaikan dengan iklim dan bahan baku yang tersedia di wilayah tersebut (Contoh: Rumah orang Eskimo; Rumah yang terbuat dari gaba-gaba di Ambon, dll.). 5. Kearifan lokal dalam hubungan dengan pakaian: disesuaikan dengan iklim dan bahan baku yang tersedia di wilayah itu. 6. Kearifan lokal dalam hubungan sesama manusia: sistem pengetahuan lokal sebagai hasil interaksi terus menerus yang terbangun karena kebutuhan-kebutuhan di atas. (Contoh: Hubungan Pela di Maluku juga berhubungan dengan kebutuhan-kebutuhan pangan, perumahan, sistem produksi dan lain sebagainya). Perubahan adalah keniscayaan dalam kehidupan manusia. Perubahan-perubahan yang terjadi bukan saja berhubungan dengan lingkungan fisik, tetapi juga dengan budaya manusia. Hubungan erat antara manusia dan lingkungan kehidupan fisiknya itulah yang melahirkan budaya manusia. Budaya lahir karena kemampuan manusia mensiasati lingkungan hidupnya agar tetap layak untuk ditinggali waktu demi waktu. Kebudayaan dipandang sebagai manifestasi kehidupan setiap orang atau kelompok orang yang selalu mengubah alam. Kebudayaan merupakan usaha manusia, perjuangan setiap orang atau kelompok dalam menentukan hari depannya. Kebudayaan merupakan aktivitas yang dapat diarahkan dan direncanakan (Van Peursen, 1976:10-11). Oleh sebab itu dituntut adanya kemampuan, kreativitas, dan penemuan-penemuan baru. Manusia tidak hanya membiarkan diri dalam kehidupan lama melainkan dituntut mencari jalan baru dalam mencapai kehidupan yang lebih manusiawi. Dasar dan arah yang dituju dalam perencanaan kebudayaan menurut: Ali Moertopo, (1978;12) adalah ”...manusia sendiri sehingga humanisasi menjadi kerangka dasar dalam strategi kebudayaan...”. Dalam perspektif di atas, realitas yang sebenarnya adalah masa kini (present) dengan segala permasalahan yang dihadapkan kepada manusia di dalam lingkungan hidupnya. Masa kini sebagai realitas adalah hasil interaksi antara manusia dengan lingkungannya. Bila perubahan lingkungan fisik membuat manusia harus mensiasatinya dan melahirkan budaya-budaya yang terus menerus disesuaikan, maka perubahan-perubahan budaya itu juga mesti disiasati demi keberlangsungan hidup manusia. Posisi Kearifan Lokal Guna Pemecahan Masalah Masa Kini Tidak dapat dipungkiri, saat ini dunia mengalami permasalahan yang belum pernah dialami sebelumnya. Setelah terjadi dua kali perang dunia yang meluluhlantahkan segi-segi kemanusiaan, maka sistem pengetahuan modern yang menjadikan manusia dengan kemampuan rasio-nya sebagai tuan atas dirinya dan dunia pun mulai dikritik. Kritik-kritik itu datang karena ketidak mampuan rasio modern mengeliminasi kehancuran-kehancuran yang ditimbulkan akibat kepentingan di balik setiap penemuan-penemuan di bidang ilmu dan teknologi. Saat ini dunia kembali berhadapan dengan situasi lain, yaitu perubahan iklim yang tidak lagi menentu. Sekali lagi rasio modern yang menjadikan pembangunan sebagai salah satu proses penting mendapat tantangannya. Dengan alasan pembangunan, lingkungan tempat hidup manusia diobrak-abrik, kota-kota baru dibangun, tambang-tambang baru dibuka, hanya untuk memenuhi nafsu konsumsi manusia. Pada tahap itulah, ketika manusia dengan rasio modernnya telah bingung berhadapan dengan alam karena sudah tidak mampu lagi menguasainya, kearifan lokal memperoleh tempatnya kembali. Keharmonisan dengan lingkunganlah yang dapat menjamin masa depan manusia. Hal itu tentu saja telah dibuktikan lewat proses panjang kehidupan leluhur dalam komunitas-komunitas lokal dalam mensiasati alam lewat budaya yang arif dan bijaksana. Dalam beberapa kasus, konflik di Maluku misalnya, ketika kemampuan pengetahuan ilmiah dalam hubungan dengan manajemen konflik sepertinya sudah tidak mampu menemukan solusi terbaik, hanya kearifan lokal yang menjadi titik balik semua itu. Pertayaan yang muncul tentu bagaimana kearifan lokal dalam menembus dunia modernisasi dewasa ini. Hal itu tidak terlepas dari apa yang dikatakan di semua pihak agar tidak merasa terpisahkan dengan kehadiran yang ada dalam berbagai segi kehidupan modern. Masyarakat Masyarakat (sebagai terjemahan istilah society) adalah sekelompok orang yang membentuk sebuah sistem semi tertutup (atau semi terbuka), dimana sebagian besar interaksi adalah antara individu-individu yang berada dalam kelompok tersebut. Pengertian Masyarakat (Pengertian Masyarakat) Istilah “masyarakat” merupakan terjemahan dan kata society (Inggris). Sedangkan istilah society berasal dan societas (Latin) yang berarti “kawan”. Lantas, apa masyarakat itu? Apa itu Masyarakat Dalam literatur ilmu-ilmu sosial, ada banyak definisi mengenai masyarakat. Beberapa pengertian Masyarakat menurut para ahli adalah sebagai berikut: 1. Pengertian masyarakat menurut: Richard T. Schaefer dan Robert P. Lamm, (1998) adalah “…sejumlah besar orang yang tinggal dalam wilayah yang sama, relatif independen dan orang orang di luar wilayah itu, dan memiliki budaya yang relatif sama…”. 2. Definisi Masyarakat menurut: John J. Macionis, (1997) adalah “…orang orang yang berinteraksi dalam sebuah wilayah tertentu dan memiliki budaya bersama…”. 3. Pengertian masyarakat dalam Wikipedia, adalah sekelompok individu yang memiliki kepentingan bersama dan memiliki budaya serta lembaga yang khas. Masyarakat juga bisa dipahami sebagai sekelompok orang yang terorganisasi karena memiliki tujuan bersama. 4. Adam smith menulis bahwa: “…sebuah masyarakat dapat terdiri dari berbagai jenis manusia yang berbeda, yang memiliki fungsi yang berbeda (as among different merchants), yang terbentuk dan dilihat hanya dari segi fungsi bukan dari rasa suka maupun cinta dan sejenisnya, dan hanya rasa untuk saling menjaga agar tidak saling menyakiti "may subsist among different men, as among different merchants, from a sense of its utility without any mutual love or affection, if only they refrain from doing injury to each other…." 5. Pengertian masyarakat menurut Linton adalah :”…sekelompok manusia yang telah cukup lama hidup dan bekerja sama sehingga dapat terbentu organisasi yang mengatur setiap individu dalam masyarakat tersebut dan membuat setiap individu dalam masyarakat dapat mengatur diri sendiri dan berpikir tentang dirinya sebagai satu kesatuan sosial dengan batasan tertentu…”. Dalam Ensiklopedi Indonesia, Pengertian Masyarakat ada tiga yaitu: (1)Bentuk tertentu kelompok sosial berdasarkan rasional yang ditranslasikan (diterjemahkan) sebagai masyarakat patembayan dalam bahasa Indonesia, lalu kelompok sosial lain yang tetap berasaskan pada ikatan naluri kekeluargaan (family) disebut gemain-scaft atau masyarakat Paguyuban (2)masyarakat berdasarkan ensiklopedi manusia yaitu merupakan keseluruhan masyarakat manusia meliputi seluruh kehidupan bersama (3), Menunjukkan suatu tata kemasyarakatan tertentu dengan ciri sendiri (identitas) dan suatu otonomi (relatif) seperti masyarakat barat, masyarakat primitif yang merupakan suku yang belum banyak berhubungan dengan dunia sekitarnya. Karakteristik masyarakat adalah: 1. Aglomerasi dari unit biologis dimana setiap anggota dapat melakukan reproduksi dan beraktivitas 2. Memiliki wilayah tertentu 3. Memiliki cara untuk berkomunikasi 4. Terjadinya diskriminasi antara warga masyarakat dan bukan warga masyarakat 5. Secara kolektif menghadapi ataupun menghindari musuh. (Basic of Society oleh Ayodoha Prasad, goolebooks) Dan berbagai definisi yang ada, dapat dicatat beberapa unsur penting masyarakat sebagai berikut: 1. Adanya sekelompok manusia yang hidup bersama. Dalam hal ini, tidak dipersoalkan berapa jumlah manusia yang hidup bersama itu. Sedikitnya ada dua orang. 2. Kehidupan hersama tersebut berlangsung dalam waktu yang cukup lama. Ungkapan “cukup lama” bukanlah sebuah ukuran angka. Melainkan, hendak menunjukkan bahwa kehidupan bersama tersebut tidak bersifat insidental dan spontan, namun dilakukan untuk jangka panjang. 3. Adanya kesadaran di antara anggota bahwa mereka merupakan satu kehidupan bersama. Dengan demikian, ada solidaritas di antara warga dan kelompok manusia tersebut. 4. Kelompok manusia tersebut merupakan sebuah kehidupan bersama. Maksudnya, mereka memiliki budaya bersama yang membuat anggota kelompok saling terikat satu sama lain. Berkemajuan Dalam Ikhtiar Membangun Masyarakat Islam Berkemajuan Indonesia gemah ripah loh jinawi. Menurut: H. Dadang Kahmad, (2014) Islam sebagai agama terbesar menjadi nilai bersama, yang terejawantah dalam keseharian. Sejahtera dan damai menjadi kenyataan yang dirasakan bersama. Begitulah mimpi kita, umat Islam Indonesia yang lahir, hidup dan mengabdi di bumi pertiwi, kalau di kalimantan tengah, tentu di bumi Tambun Bungai. Namun sayangnya, meski usia bangsa ini telah tujuh dasawarsa, hingga kini belum semua orang merasakan sejahtera. Mudah-mudahan, akan mampu mengakselerasi capaian kemajuan yang dicita-citakan bersama bangsa. Sebagai organisasi Islam terbesar ke 2, Muhammadiyah dilahirkan di Indonesia untuk mencapai masyarakat utama, umat terbaik. Indonesia, mulai dari Sabang hingga Merauke adalah ladang tebaran dakwah. Puluhan ribu amal usaha berkembang sebagai praksis kesalehan organisasi-sosial. Praktik nyata menjalankan perintah Allah Swt dan Rasul-Nya untuk menyatukan kebaikan dalam satu jamaah. Jihad untuk menjadikan Indonesia berkemajuan harus terus dilakukan. Bagi kader Muhammadiyah, tidak ada kata berhenti untuk mengabdi kepada persyarikatan, umat dan bangsa di negeri tercinta ini. Tulisan yang tertuang dalam buku ini bukanlah gagasan besar. Hanya ide sederhana, berdasarkan pemahaman keilmuan dan pengalaman yang dirasakan. Idenya pun terus menggelinding dan berkembang tanpa batas, seiring dengan informasi, diskusi dan bacaan yang dilakukan. Dinamika pemikiran yang terus bergejolak, seiring dengan berbagai persoalan yang perlu dianalisis, dipikirkan, dituangkan dalam bentuk tulisan dan dilaksanakan sesuai kapasitas. Tema terakhir berbicara soal dakwah, zikir dan kesalehan. Dakwah sebagai proses pencerahan untuk memperbaiki kehidupan, ikhtiar sistematis dan jangka panjang untuk perubahan sosial, harus disertai dengan peningkatan derajat spiritualitas dan kesalehan. Kesalehan yang tidak hanya bersifat individual, tapi juga sosial. Begitulah seharusnya seorang kader Muhammadiyah, saleh secara spiritual, sosial dan bermanfaat luas bagi lingkungan. Dengan demikian untuk mencapai apa yang disebut dengan berkemajuan, adalah sebuah konsep membangun bangsa untuk masa depan kita semua. Muktamar Istilah Muktamar dipakai oleh Muhammadiyah dan Nahdatul Ulama (NU), untuk tahun ini pada tanggal 18-22 Syawal 1436 H / 3 – 7 Agustus 2015 Muktamar Muhammadiyah ke 47 di Makassar. Berbicara apa arti muktamar menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia arti muktamar adalah:”... Nomina (kata benda) konferensi; kongres; rapat; perundingan; pertemuan organisasi...”. Sehubungan dengan hal ini, warga muhammadiyah Insya Allah berduyung-duyung berkunjung ke Makassar untuk melihat, menghadiri perristiwa Akbar ini. Penulis 22 tahun silam juga ikut ke Banda Aceh untuk ikut meramaikan Muktamar di sana. Sehingga kita akan tahu perkembangan baru dalam Islam dewasa itu. Termasuk pula Muktamar yang diselenggarakan di Makassar ini, sebuah kota terbesar di kawan timur negeri kita tercinta ini. Dalam setiap muktamar, tentu pembicara, pemateri akan tampil baik yang berkelas nasional maupun internasional. Sehingga perkembangan dunia saat itu akan kita ketahui. Dalam muktamar kita berharap: (1) Muktamar ialah permusyawaratan tertinggi dalam Muhammadiyah yang diselenggarakan oleh dan atas tanggung jawab Pimpinan Pusat. (2) Anggota Muktamar terdiri atas: a.Anggota Pimpinan Pusat b.Ketua Pimpinan Wilayah c. Anggota Tanwir Wakil Wilayah d. Ketua Pimpinan Daerah e.Wakil Daerah yang dipilih oleh Musyawarah Pimpinan Daerah, terdiri atas wakil Cabang berdasarkan perimbangan jumlah Cabang dalam tiap Daerah f.Wakil Pimpinan Organisasi Otonom tingkat Pusat. (3) Muktamar diadakan satu kali dalam lima tahun. (4)Acara dan ketentuan lain tentang Muktamar diatur dalam Anggaran Rumah Tangga Semoga peristiwa langka lima tahunan itu, sukses dan menghasilkan berbagai kemajuan dimasa datang bagi Muhammadiyah. DAFTAR PUSTAKA Alwi, Hasan, 2002. Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi ketiga, Balai Pustaka, Jakarta. Antariksa (2009), kearifan lokal merupakan unsur bagian dari tradisi-budaya masyarakat suatu bangsa, makalah, Jakarta. Darlan, H.M.Norsanie, 2002. Pengembangan Model Pelatihan Keterampilan Bagi Masyarakat Desa Tertinggal Kawasan Pesisir Pantai, Disertasi Doktor, UPI, Bandung. ------------, 2012. Seminar Pembangunan daerah berbasis kearifan lokal (Huma Betang), DPR-RI, Jakarta. ------------, 2014. Implementasi Kearifan Lokal Dalam Pembelajaran, BP2PNFI Regional IV Kalimantan, Banjarmasin. Kahmad, H. Dadang, 2014. Ikhtiar Membangun Masyarakat Islam Berkemajuan, Arsad Press dan Media Center PP Muhammadiyah Jakarta. Moertopo, Ali, 1978. Manusia humanisasi menjadi kerangka dasar dalam strategi kebudayaan, Jakarta. Moelyono, Anthon, 1989. Kamus Besar Bahasa Indonesia, Diknas RI, Jakarta. Rakhmah, Ukhti Aulia, 2012. Sosiologi Dan Antropologi Masyarakat Indonesia, Makalah, Fakultas Kedokteran, Yogyakarta. Penulis: Prof. Dr. H.M. Norsanie Darlan, MS PH Guru Besar S-1 dan S-2 PLS/PNF, sekarang kepala UPT Perpustakaan Universitas Palangka Raya dipublikasikan 28 Mei 2017

MAKALAH UPAYA MEMASYARAKATKAN BUDAYA BACA

Makalah: UPAYA MEMASYARAKATKAN BUDAYA BACA DI PROVINSI KALIMANTAN TENGAH Oleh : H.M.Norsanie Darlan Pendahuluan Buku kecil berjudul Upaya Pemasyarakatan Perpustakaan dan Minat Baca Masyarakat ini, merupakan sebuah tulisan sederhana, yang dituangkan di atas kertas untuk tujun agar menjadi bahan bacaan masyarakat luas, berbagai bahan bacaan telah warga dituangkan baik dalam sebuah buku, majalah, koran, spanduk, poster dan berbagai media lainnya. Hal itu tidak lain adalah sebagai bagian untuk mensejahterakan setiap pembaca dalam upaya menuntasan buta aksara di negeri tercinta ini. Namun dalam dunia pendidikan luar sekolah/pendidikan non formal yang penulis tekuni, sebenarnya belajar membaca itu, tidak seluruhnya dalam bentuk tulisan seperti: buku, majalah, koran, tabloit dan sebagainya. Tapi kita bisa belajar pada lingkungan alam sekitar. Dan jika lingkungan sekitar itu, bisa kita tulis dan dituangkan dalam sebuah buku, alangkah indahnya karya kita itu. Dan dapat disumbangkan bagi generasi penerus bangsa. Walau masa sudah berlalu, tapi ide yang kita tulis selama masih belum hilang buku yang kita tulis itu, walau seabad atau lebih berlalu, ia tersimpan di perpustakaan dengan rapi, maka generasi penerus bangsa dapat membacanya apa dan bagainya peristiwa masa lampau. Hal ini terbukti seperti: teori Fransys Bacon, David Jones: Adult Education And Cultural Development, Alan Rogers, Ivan Elich, Paulo Freire, John Loce. Jhon Dewey, dll (mohon ma’af kalau keliru menulis namanya). Buku ini mengurai berbagai masalah tentang pemanfaatan perpustakaan dan motivasi budaya membaca yang dewasa ini siapapun yang kurang membaca, ia akan ketinggalan. Untuk lebih jelaskan isi buku ini, penulis akan mengurai secara sederhana hal-hal yang berkaitan dengan tersebut akan di urai di bagian lain: Arti Upaya Apa pengertian dari kata "upaya"? Yaitu: upaya adalah usaha yang dilakukan untuk tujuan tertentu ( dalam arti sebuah proses yang ditujukan untuk mencapai tujuan tertentu) usaha; ikhtiar untuk mencapai suatu maksud, memecahkan persoalan, mencari jalan keluar, dsb. Arti Memasyarakatkan Berbicara apa sebenarnya memasyarakatkan adalah: 1 berupaya menjadikan seseorang sebagai anggota di masyarakat yang gemar membaca; 2 menjadikan sesuatu program agar mudah dikenal oleh masyarakat. Apakah dalam budaya baca ataupun yang lainnya : usaha - gerakan budaya membaca itu sudah menunjukkan hasil. Rendahnya Budaya Baca Bila kita berbicara tentang rendahnya budaya baca, di berbagai kalangan memang tidak semua perpustakaan dapat dikunjungi masyarakat. Karena budaya membaca tentu sebaiknya tertanam sejak dari anak-anak. Karena kalau sudah dewasa baru muncul minat baca adalah sebagai kesadaran yang hampir terlambat. Kita sama maklumi setiap tanggal 17 Mei di peringati sebagai Hari Buku Nasional. Memang, pamor momentum tersebut, kalah jika dibandingkan dengan momentum lainnya, seperti Hari Pendidikan Nasional (2 Mei) atau Hari Kebangkitan Nasional (21 Mei). Itu disebabkan banyak faktor, salah satunya ialah karena buku dan aktivitas yang terkait dengannya, seperti membaca dan menulis, tidak begitu populer di kalangan masyarakat Indonesia. Benarkah demikian? Tentu tergantung pada kemajuan daerahnya. Menurut Admin, (2008) adalah: “...Semasa ia duduk di bangku sekolah, ada satu ungkapan menarik yang sering diungkapkan oleh guru-gurunya. Yaitu, ungkapan “membaca adalah kunci ilmu, sedangkan gudangnya ilmu adalah buku.” Sepintas ungkapan itu sederhana, namun di dalamnya terkandung makna penting...”. Bahwa membaca (iqra) ternyata merupakan perintah Allah SWT kepada seluruh umat manusia, sebagaimana tertuang dalam QS Al-Alaq [96] ayat 1-5. Selain itu artinya membaca menurut Admin, (2008) dan Norsanie Darlan (2014): “...Bacalah dengan nama Tuhanmu Yang Menciptakan. Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Maha Pemurah. Yang mengajarkan (manusia) dengan perantaraan kalam. Dia mengajarkan kepada manusia apa yang tidak diketahuinya....” Dengan demikian, berkat membaca kelak kita bisa lebih mengenal apa yang ada di sekitar kita. Tak hanya itu, kita juga bisa mengenal alam semesta beserta ininya dan diri kia sendiri. Sedangkan menurut: writingsdy, (2007) bahwa:”...bagaimana kondisi minat baca di Indonesia?...”. sebuah pertanyaan di atas dengan berat hati kita katakan, minat baca masyarakat Indonesia masih sangat rendah. Itu terlihat dari data yang dikeluarkan Badan Pusat Statistik (BPS) pada 2006. Bahwa:”... masyarakat kita belum menjadikan kegiatan membaca sebagai sumber utama mendapatkan informasi. Orang lebih memilih menonton TV (85,9%) dan/atau mendengarkan radio (40,3%) ketimbang membaca koran (23,5%)...”. Data lainnya, misalnya International Association for Evaluation of Educational (IEA). Tahun 1992, IAE melakukan riset tentang kemampuan membaca murid-murid sekolah dasar (SD) kelas IV 30 negara di dunia. Kesimpulan dari riset tersebut menyebutkan bahwa Indonesia menempatkan urutan ke-29. Angka-angka itu menggambarkan betapa rendahnya minat baca masyarakat Indonesia, khususnya anak-anak SD. Data di atas, sungguh mencengangkan dengan kita semua. Padahal, jika dikaitkan dengan perintah Yang Maha kuasa di atas, seharusnya bangsa Indonesia yang mayoritas penduduknya beragama Islam mampu melakukan aktivitas membaca. Apa pasal? Sebab, aktivitas membaca merupakan suatu perintah dari Allah SWT melalui Al-quran. Jadi, aktivitas membaca bisa dianggap sebuah kewajiban bagi setiap manusia. Hanya saja, dalam realitasnya aktivitas tersebut tidak gampang diwujudkan. Banyak faktor yang menyebabkan kemampuan membaca anak-anak Indonesia tergolong rendah, adalah sebagai berikut: Pertama: ketiadaan sarana dan prasarana, khususnya perpustakaan dengan buku-buku yang bermutu dan memadai. Bisa dibayangkan, bagaimana aktivitas membaca anak-anak kita tanpa adanya buku-buku bermutu. Untuk itulah, ketiadaan sarana dan prasarana, khususnya perpustakaan dengan buku-buku bermutu menjadi suatu motivasi tinggi bagi kita. Kalimat di atas dengan kata lain, ketersediaan bahan bacaan memungkinkan tiap orang dan/atau anak-anak untuk memilih apa yang sesuai dengan minat dan kepentingannya. Dari situlah, tumbuh harapan bahwa masyarakat kita akan semakin mencintai bahan bacaan. Implikasinya, taraf kecerdasan masyarakat akan kian meningkat; dan oleh karena itu, isyarat baik bagi sebuah kerja perbaikan mutu perikehidupan suatu masyarakat dengan motivasi membaca. Kedua: banyaknya keluarga di Indonesia yang belum mentradisikan/membudayakan kegiatan membaca. Padahal, jika ingin menciptakan anak-anak yang memiliki pikiran luas dan baik akhlaknya, mau tidak mau kegiatan membaca perlu ditanamkan sejak dini. Bahkan, Fauzil Adhim, (2007) dalam bukunya Membuat Anak Gila Membaca mengatakan, bahwa semestinya memperkenalkan membaca kepada anak-anak sejak usia 0-2 tahun. Dan sebenarnya pada usia ini bukan dalam arti membacara tulisan, melainkan mereka membaca gambar-gambar yang disediakan oleh orang tua. Sebab, pada masa 0-2 tahun perkembangan otak anak amat pesat (80% kapasitas otak manusia dibentuk pada periode dua tahun pertama) dan amat reseptif (gampang menyerap apa saja dengan memori yang kuat). Bila sejak usia 0-2 tahun sudah dikenalkan dengan membaca, kelak mereka akan memiliki minat baca yang tinggi. Dalam menyerap informasi baru, mereka akan lebih enjoy membaca buku ketimbang menonton TV atau mendengarkan radio. Namun, apa sajakah usaha-usaha yang perlu dilakukan guna menumbuhkan minat baca anak-anak sejak dini? Dalam buku Make Everything Well, khusus bab “Menciptakan Keluarga Sukses buah karya Mustofa W Hasyim ” (2005), menganjurkan :”...agar tiap keluarga memiliki perpustakaan keluarga...”. Sehingga perpustakaan bisa dijadikan sebagai tempat yang menyenangkan ketika ngumpul bersama istri dan anak-anak. Di samping itu, orangtua juga perlu menetapkan jam wajib baca. Tiap anggota keluarga, baik orangtua maupun anak-anak diminta untuk mematuhinya. Di tengah kesibukan di luar rumah, semestinya orangtua menyisihkan waktunya untuk membaca buku, atau sekadar menemani anak-anaknya membaca buku. Dengan begitu, anak-anak akan mendapatkan contoh teladan dari kedua orang tuanya secara langsung. Penulis setiap bepergian ke luar kota, apakah ke Banjarmasin, Jakarta, Surabaya, Makassar, Medan selalu membeli buku bacaan. Alangkah indahnya buku bacaan yang dibeli selain untuk keperluan orang tua, juga buka bacaan untuk anak-anak di rumah. Sehingga anak lebih banyak di rumah untuk membaca dari pada pergi ke luar rumah untuk bermain ke tempat teman-temannya. Sedangkan di tingkat sekolah, rendahnya minat baca anak-anak bisa diatasi dengan perbaikan perpustakaan sekolah. Seharusnya, pihak sekolah, khususnya Kepala Sekolah bisa lebih bertanggung jawab atas kondisi perpustakaan yang selama ini cenderung memprihatinkan. Padahal, perpustakaan sekolah merupakan sumber belajar yang sangat penting bagi siswanya. Dengan begitu, masalah rendahnya minat baca akan teratasi. Padahal perpustakaan adalah “...jantung sekolah...”. artinya perpustakaan yang di dalamnya tersedia buku bacaan. Dan penulis pernah menyebutkan di berbagai tempat bahwa:”...buku adalah guru ke dua dari orang sukses...”. Selanjutnya, pemerintah daerah dan pusat bisa juga menggalakkan program perpustakaan keliling atau perpustakaan menetap di daerah-daerah. Sementara soal penempatannya, pemerintah bisa berkoordinasi dengan pengelola RT/RW atau pusat-pusat kegiatan masyarakat desa (PKMD). Semakin besar peluang masyarakat untuk membaca melalui fasilitas yang tersebar, semakin besar pula stimulasi membaca sesama warga masyarakat. Selain hal-hal di atas, rendahnya budaya membaca menurut pustawan Indonesia H.Athaillah Baderi (2005) adalah:”...Kemampuan membaca (Reading Literacy) anak-anak Indonesia sangat rendah bila dibandingkan dengan negara-negara berkembang lainnya, bahkan dalam kawasan ASEAN sekali pun. International Association for Evaluation of Educational (IEA) pada tahun 1992 dalam sebuah studi kemampuan membaca murid-murid Sekolah Dasar Kelas IV pada 30 negara di dunia, menyimpulkan bahwa Indonesia menempati urutan ke 29 setingkat di atas Venezuela yang menempati peringkat terakhir pada urutan ke 30....”. Data di atas relevan dengan hasil studi dari Vincent Greannary yang dikutip oleh Worl Bank dalam sebuah Laporan Pendidikan “Education in Indonesia From Cricis to Recovery“ tahun 1998. Hasil studi tersebut menunjukkan bahwa kemampuan membaca anak-anak kelas VI Sekolah Dasar kita hanya mampu meraih kedudukan paling akhir dengan nilai 51,7 setelah Filipina yang memperoleh nilai 52,6 dan Thailand dengan nilai 65,1 serta Singapura dengan nilai 74,0 dan Hongkong yang memperoleh nilai 75.5 Buruknya kemampuan membaca anak-anak kita sebagaimana data di atas berdampak pada kekurangmampuan mereka dalam penguasan bidang ilmu pengetahuan dan matematika. Hasil tes yang dilakukan oleh Trends in International Mathematies and Science Study (TIMSS) dalam tahun 2003 pada 50 negara di dunia terhadap para siswa kelas II SLTP, menunjukkan prestasi siswa-siswa Indonesia hanya mampu meraih peringkat ke 34 dalam kemampuan bidang matematika dengan nilai 411 di bawah nilai rata-rata internasional yang 467. Sedangkan hasil tes bidang ilmu pengetahuan mereka hanya mampu menduduki peringkat ke 36 dengan nilai 420 di bawah nilai rata-rata internasioal 474. Dibandingkan dengan anak-anak Malaysia mereka telah berhasil menduduki peringkat ke 10 dalam kemampuan bidang matematika yang memperoleh nilai 508 di atas nilai rata-rata internasional. Dan dalam bidang ilmu pengetahuan mereka menduduki peringkat ke 20 dengan nilai 510 di atas nilai rata-rata internasional. Dengan demikian tampak jelas bahwa kecerdasan bangsa kita sangat jauh ketinggalan di bawah negara-negara berkembang lainnya. Data dalam berita TVRI Palangka Raya, tanggal 9 Desember 2011. jam 18.30 mnyebutkan bahwa ada 200 desa telah memiliki perpustakaan masing-masing desa 1000 eks buku. Tidak jelas apakah hal ini Taman Bacaan Masyarakat (TBM) ataukah Perpustakaan Desa. Penyediaan buku ini harus diikuti dengan serkuliasi. Kalau buku yang tersedia tidak terjadi perubahan, minat baca mereka tentu akan turun. Rendahnya tingkat Pendidikan Masyarakat Menurut H. Athaillah Baderi (2005) adalah: ”...United Nations Development Programme (UNDP) menjadikan angka buta huruf dewasa (adult illiteracy rate) sebagai suatu barometer dalam mengukur kualitas suatu bangsa...”. Tinggi rendahnya angka buta huruf akan menentukan pula tinggi rendahnya Indeks Pembangunan Manusia (Human Development Index – HDI) bangsa itu. Berdasarkan laporan UNDP tahun 2003 dalam “Human Development Report 2003” bahwa Indeks Pembangunan Manusia (Human Development Indeks – HDI) berdasarkan angka buta huruf menunjukkan bahwa “pembangunan manusia di Indonesia“ menempati urutan yang ke 112 dari 174 negara di dunia yang dievaluasi. Sedangkan Vietnam menempati urutan ke 109, padahal negara itu baru saja keluar dari konflik politik yang cukup besar. Namun negara mereka lebih yakin bahwa dengan “membangun manusianya“ sebagai prioritas terdepan, akan mampu mengejar ketinggalan yang selama ini mereka alami. Melihat beberapa hasil studi di atas dan laporan United Nations Development Programme (UNDP) maka dapat diambil kesimpulan (hipotesis) bahwa “ kekurangmampuan anak-anak kita dalam bidang matematika dan bidang ilmu pengetahuan, serta tingginya angka buta huruf dewasa (adult illiteracy rate) di Indonesia adalah akibat membaca belum menjadi kebutuhan hidup dan belum menjadi budaya bangsa. Oleh sebab itu membaca harus dijadikan kebutuhan hidup dan budaya bangsa kita. Mengingat membaca merupakan suatu bentuk kegiatan budaya menurut H.A.R Tilaar (1999; 381) maka untuk mengubah perilaku masyarakat gemar membaca membutuhkan suatu perubahan budaya atau perubahan tingkah laku dari anggota masyarakat kita. Mengadakan perubahan budaya masyarakat memerlukan suatu proses dan waktu panjang sekitar satu atau dua generasi, tergantung dari “politicaal will pemerintah dan masyarakat“ Ada pun ukuran waktu sebuah generasi adalah berkisar sekitar 15 – 25 tahun. Merperhatikan Minat Baca Dalam mencari Cara Meningkatkan Minat Baca Siswa di Sekolah menurut Ari Es (2011) adalah:”...Masyarakat di Indonesia memiliki karakter yang berbeda-beda di setiap daerah begitu juga dengan karakter pelajar di sekolah. Dalam bidang budaya membaca seringkali media dalam mempublikasikan selalu di dominasi dengan pemberitaan yang menyatakan bahwa minat baca pelajar di Indonesia Rendah. Padahal secara fakta pasti ada (mungkin banyak) sekolah yang pelajarnya banyak yang suka membaca tapi hampir tidak pernah (sangat jarang) di publikasikan…”. Berdasarkan pengalaman penulis yang sering berkunjung di beberapa sekolah dan mendengarkan “…curhatan dari pengelola perpustakaan sekolah…” melalui jejaring social menyatakan, jika sebenarnya minat baca pelajar tinggi. Melalui tulisan ini penulis ingin berbagi tips bagaimana supaya minat baca siswa di sekolah, tinggi. Untuk lebih jelasnya ada 3 hal dalam uraian sebagai berikut: 1. Tersedianya Perpustakaan yang Dikelola dengan Baik Bicara terkait dengan budaya baca tidak lepas dengan adanya peran penting sebuah perpustakaan terlebih di lingkungan sekolah. Sebuah perpustakaan harus memberikan pelayanan dan manajemen yang baik, dalam memberikan kebutuhan referensi siswa di sekolah. Jika perpustakaan adalah sebuah produk maka dia harus menjamin kwalitasnya dengan baik dan disukai oleh konsumen dalam hal ini oleh pelajar. Pustakawan juga harus cerdas dalam menganalisa koleksi buku apa yang diinginkan dan disukai oleh pelajar, jika perlu dilakukan penelitian atau request. 2. Promosi Gerakan Gemar Membaca di Lingkungan Sekolah Jika belajar dari perusahaan produk-produk yang mendunia, akan tahu betapa faktor penentu laku tidaknya sebuah produk adalah ditentukan faktor promosi (iklan), Tentunya poin pertama diatas (kwalitas) harus diutamakan. Jika poin pertama (Tersedianya Perpustakaan yang Dikelola dengan Baik) sudah terpenuhi, maka promosi wajib gencar dilakukan. Cara untuk melakukan promosi ini bisa bekerjasama dengan pihak kepala sekolah bersama jajaranya. Akan lebih baik lagi jika Kepala Sekolah, Guru, dan staff sekolah menjadi orang pertama yang mengawali gerakan gemar membaca di sekolahnya. Bisa juga membuat baliho atau spanduk di sekitar sekolah yang berisi seruan rajin membaca misalnya “Kami Ingin Pintar makanya Kami Suka Membaca”, Ingin jadi Juara dan Berprestasi ? Rajinlah Membaca” begitu dan sejenisnya. Cara lain bisa juga dengan cara kebijakan sekolah yang mewajibkan semua siswa pada seminggu sekali atau dua kali diwajibkan membaca sebuah buku diperpustakaan yang kemudian disuruh merangkum buku yang dipinjam serta menjelaskan apa point penting dari buku yang sudah mereka baca. Selanjutnya jangan terlalu sering menyalahkan para siswa ”malas membaca” jika para guru di sekolah sendiri tidak pernah memberikan contoh bahwa para guru juga gemar membaca. Pemasyarakatan Adapun apa maksud pemasyarakatan ini tidak lain adalah sosialisasi perpustakaan agar menjadi sumber belajar masyarakat di mana saja. Termasuk di Perpustakaan Daerah Kalimantan Tengah. Sedangkan arti secara harpiah dari pemasyarakatan menurut Syaikh Taqyuddin An-Nabhani (2007) adalah:”... sekelompok manusia dapat dikatakan sebagai sebuah masyarakat apabila memiliki pemikiran, perasaan, serta sistem/aturan yang sama. Dengan kesamaan-kesamaan tersebut, manusia kemudian berinteraksi sesama mereka berdasarkan kemaslahatan...”. Sedangkan arti pemasyarakatan adalah keselompok manusia yang terpelajar dalam budaya membaca, untuk masa depan yang lebih baik dari masa sebelumnya. Menurut: Darlan (2011) adalah Masyarakat. Jika kita mengkaji konsep lama tentang masyarakat adalah sekelompok manusia yang menempati di suatu wilayah. Penulis mengambil pendapat salah seorang tokoh senior PLS kita: Sanapiah Faisal (1981) bahwa: “… masyarakat dibagi dalam 3 kelompok besar, masing-masing; Pertama: masyarakat perkotaan; Kedua: masyarakat pinggiran kota; dan Ketiga: masyarakat desa pedesaan...”. Dengan demikian dalam hal minat membaca bagi masyarakat ini, apakah di perkotaan, pinggiran kota, apa lagi desa pedesaan masih sulit kita wujudkan. Kecuali ada jamping yang sungguh dapat menjadikan masyarakat berdaya. Arti Budaya Membaca Budaya merupakan pikiran, akal budi, adat istiadat, sesuatu yang sudah menjadi kebiasaan yang sudah sukar diubah (KBBI,2007: 169). Budaya adalah bentuk jamak dari kata budi dan daya yang berarti cinta, karsa, dan rasa. Kata budaya sebenarnya berasal dari bahasa sanskerta buddhayah yaitu bentuk jamak kata buddhi yang berarti budi atau akal. Ahmadi membedakan pengertian budaya dan kebudayaan. Budaya adalah daya dari budi yang berupa cipta, karsa, dan rasa, sedangkan kebudayaan adalah hasil dari cipta, karsa dan rasa tersebut (Ahmadi,2007: 58). Menurut tokoh Antropolog Indonesia Koentjraningrat dalam Setiadi (2008: 26), kebudayaan adalah keseluruhan sistem gagasan, milik diri manusia dengan belajar. Menurut Selo soemardjan dan soelaiman soemardi, mengatakan bahwa kebudayaan adalah semua hasil karya, rasa, dan cipta masyarakat.Sedangkan menurut Tylor dalam Setiadi (2008: 27), budaya adalah suatu keseluruhan kompleks yang meliputi pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, keilmuan, hukum, adat istiadat, dan kemampuan yang lain serta kebiasaan yang didapat oleh manusia sebagai anggota masyarakat. Berdasarkan definisi tersebut dapat diperoleh pengertian mengenai budaya, yaitu sistem pengetahuan yang meliputi sistem ide atau gagasan yang terdapat dalam pikiran manusia menjadi suatu kebiasaan yang diperoleh melalui belajar. Sedangkan kebudayaan merupakan hasil dari karya, rasa, dan cipta yang di dapat oleh manusia sebagai masyarakat. Membaca adalah melihat serta memahami isi dari apa yang ditulis (dengan melisankan atau hanya dalam hati), mengeja atau melafalkan apa yang tertulis, mengucapkan, mengetahui, meramalkan, memperhitungkan, dan memahami (KBBI,2007: 83). Menurut Bond dan Wagner dalam Bafadal, (2008: 192 – 193) mendefinisikan membaca sebagai suatu proses menangkap atau memperoleh konsep – konsep yang dimaksud oleh pengarangnya, menginterpretasi, mengevaluasi konsep – konsep pengarang, dan merefleksikan atau bertindak sebagaimana yang dimaksud dari konsep tersebut. Menurut Soedarso dalam Abdurrahman (2003: 200), mengemukakan bahwa membaca merupakan aktivitas kompleks yang memerlukan sejumlah besar tindakan terpisah pisah, mencakup penggunaan pengertian, khayalan, pengamatan dan ingatan. Berdasarkan uraian tersebut, budaya membaca adalah suatu kebiasan yang didalamnya terjadi proses berfikir yang kompleks, terdiri dari sejumlah kegiatan seperti keterampilan menangkap atau memahami kata – kata atau kalimat yang tertulis, menginterpretasikan, dan merefleksikan. Dalam kegiatan membaca juga perlu memiliki kondisi fisik yang baik sehinnga konsentrasi tercurahkan sepenuhnya kepada teks atau tulisan yang sedang dibaca. Selanjutnya Sutarno (2006: 27), mengemukakan bahwa budaya baca adalah suatu sikap dan tindakan atau perbuatan untuk membaca yang dilakukan secara teratur dan berkelanjutan. Seorang yang mempunyai budaya baca adalah bahwa orang tersebut telah terbiasa dan berproses dalam waktu yang lama di dalam hidupnya selalu menggunakan sebagian waktunya untuk membaca. Budaya membaca adalah keterampilan seseorang yang diperoleh setelah seseorang dilahirkan, bukan keterampilan bawaan. Oleh karena itu budaya baca dapat dipupuk, dibina dan dikembangkan. Untuk tujuan akademik membaca adalah untuk memenuhi tuntutan kurikulum. Buku sebagai media transformasi dan penyebarluasan ilmu dapat menembus batas – batas geografis suatu negara, karena itulah buku disebut jendela dunia (Wikipedia,2011) Agar siswa dapat membaca dengan efesien perlulah memiliki kebiasaan – kebiasaan yang baik. Kebiasaan – kebiasaan membaca yang baik itu menurut Gie dalam Slameto, (2003: 84) adalah sebagai berikut: memperhatikan kesehatan membaca, ada jadwal, membuat tanda – tanda/ catatan – catatan, memanfaatkan perpustakaan, membaca sungguh – sungguh semua buku yang perlu untuk setiap mata pelajaran sampai menguasai isinya, dan membaca dengan konsentrasi penuh. Menurut Rozin (2008) Budaya membaca adalah kegiatan positif rutin yang baik dilakukan untuk melatih otak untuk menyerap apa – apa saja informasi yang terbaik diterima seseorang dalam kondisi dan waktu tertentu. Sumber bacaan bisa diperoleh dari buku, surat kabar, tabloid, internet, dan sebagainya. Dianjurkan untuk membaca berbagai hal yang positif. Informasi yang baik akan membuat hasil yang baik pula bagi anda. Salah satu sarana yang sangat menunjang tercapainya tujuan pendidikan adalah budaya membaca. Melalui perpustakaan siswa / mahasiswa dapat menambah wawasan dan pengetahuan yang dimiliki, sehingga dapat menunjang proses belajar mengajar. Salah satu unsur penunjang yang paling penting dalam dunia pendidikan adalah keberadaan sebuah perpustakaan. Adanya sebuah perpustakaan sebagai penyedia fasilitas yang dibutuhkan terutama untuk memenuhi kebutuhan belajar akan sangat dirasakan manfaatnya oleh masyarakat sekolah itu sendiri. Pada dasarnya Perpustakaan Perguruan Tinggi merupakan sebuah pusat pelayanan dan informasi. Untuk itu setiap pengunjung terutama civitas akademik, berhak mengetahui palayanan dan informasi apa saja yang dapat diperoleh di Perpustakaan Perguruan Tinggi Tersebut. Berdasarkan pada Peraturan Pemerintah/PP No.5 tahun 1980 tentang pokok-pokok organisasi universitas atau institute, bahwa Perpustakaan Perguruan Tinggi termasuk kedalam Unit Pelayanan Teknis (UPT), yaitu sarana penunjang teknis yang merupakan perangkat kelengkapan universitas atau institute dibidang pendidikan dan pengajaran, penelitian dan pengabdian pada masyarakat (Fahmi, 2008). Menurut Bafadal (2008: 8) fungsi perpustakaan adalah sebagai berikut: 1. Fungsi edukatif Adanya perpustakaan sekolah dapat meningkatkan kemampuan membaca siswa, guru, dan karyawan. Selain itu, perpustakaan sekolah tersedia buku – buku yang sebagian besar pengadaannya disesuaikan dengan kurikulum sekolah sehingga dapat menunjang penyelenggaraan pendidikan di sekolah. 2. Fungsi informasi Bahan – bahan perpustakaan yang disediakan oleh perpustakaan sekolah baik buku – buku maupun non – buku seperti majalah, koran peta dan sebagainya, semua ini akan memberikan informasi atau keterangan yang diperlukan siswa, guru dan karyawan. 3. Fungsi riset Adanya bahan pustaka yang lengkap, siswa dan guru dapat melakukan riset yaitu mengumpulkan data atau keterangan – keterangan yang diperlukan. Tersedianya sarana dan prasarana perpustakaan yang ada diharapkan dapat menumbuhkan budaya membaca oleh seluruh warga sekolah / perguruan tinggi. Perpustakaan menjadi salah satu faktor penunjang dalam melestarikan budaya membaca. Selain itu, yang menjadi pendorong atas bangkitnya minat baca ialah ketertarikan, kegemaran dan hobi membaca. Sedangkan pendorong tumbuhnya kebiasaan membaca adalah kemauan dan kemampuan membaca. Kebiasaan membaca terpelihara dengan tersedianya bahan bacaan yang baik, menarik, memadai baik jenis, jumlah maupun mutunya. Oleh karena itu, kebiasaan membaca dapat menjadi landasan bagi berkembangnya budaya membaca. Sehubungan dengan minat, kebiasaan dan budaya membaca tersebut Sutarno (2006: 28 - 29) mengemukakan paling tidak ada 3 tahapan yang harus dilalui, yaitu: 1.Dimulai dengan adanya kegemaran karena tertarik bahwa buku – buku tersebut dikemas dengan menarik, baik desain, gambar, bentuk dan ukurannya. 2.Setelah kegemaran tersebut dipenuhi dengan ketersediaan bahan dan sumber bacaan yang sesuai dengan selera, ialah terwujudnya kebiasaan membaca. Kebiasaan itu dapat terwujud manakala sering dilakukan, baik atas bimbingan orang tua, guru atau lingkungan di sekitarnya yang kondusif, maupun atas keinginan anak tersebut. 3.Jika kebiasaan membaca itu dapat terus dipelihara, tanpa “gangguan” media elektronik, yang bersifat “entertainment”, dan tanpa membutuhkan keaktifan mental. Oleh karena seorang pembaca terlibat secara konstruktif dalam menyerap dan memahami bacaan, maka tahap selanjutnya ialah bahwa membaca menjadi kebutuhan yang harus dipenuhi. Menanamkan Minat Baca Dan Budaya Baca Minat seseorang terhadap sesuatu adalah kecendrungan hati yang tinggi, gairah atau keinginan seseorang tersebut terhadap sesuatu. Minat baca seseorang dapat dartikan sebagai kecendrungan hati yang tinggi orang tersebut kepada suatu sumber bacaan tertentu. Sedangkan budaya adalah pikiran atau akal budi yang tercermin di dalam hidupnya. Budaya diawali dari sesuatu yang sering atau biasa dilakukan sehingga akhirnya menjadi suatu kebiasaan atau budaya. Menurut Sutarno NS, (2001) Budaya baca seseorang adalah suatu sikap dan tindakan atau perbuatan untuk membaca yang dilakukan secara teratur dan berkelanjutan. Seorang yang mempunyai budaya baca adalah bahwa orang tersebut telah terbiasa dalam waktu yang lama di dalam hidupnya selalu menggunakan sebagian waktunya untuk membaca. Pendorong bagi bangkitnya minat baca ialah kemampuan membaca, dan pendorong bagi berseminya budaya baca adalah kebiasaan membaca, sedangkan kebiasaan membaca terpelihara dengan tersedianya bahan bacaan yang baik, menarik, memadai, baik jenis, jumlah, maupun mutunya. Inilah formula secara ringkas untuk pengembangan minat baca dan budaya baca. Dari rumus tersebut tersirat tentang pentingnya minat baca itu dikembangkan sejak dini, dimulai dengan perkenalan bentuk-bentuk huruf dan angka pada masa prasekolah hingga mantap penguasaan baca-tulis-hitung pada awal pendidikan di Sekolah Dasar. Perlu dicatat bahwa dalam dunia belajar modern setiap anak mulai berkenalan dengan bentuk-bentuk huruf dan tanda-tanda yang mempunyai arti tertentu. Menurut Fuad Hasan, (2001) akan lebih baik lagi kalau anak tersebut mulai menyadari bahwa rangkaian huruf-huruf itu mempunyai suatu cerita yang menarik, maka tentu mendorongnya untuk berkenalan dengan kata-kata dan selanjutnya berniat untuk dapat membaca. Demikianlah perkembangan anak sejak usia dini sudah mengenal berbagai bentuk huruf dan tanda yang kemudian diketahuinya memiliki makna. Oleh karenanya sangat diperlukan untuk membangkitkan rasa ingin tahu (curlousity) yang kuat pada diri seorang anak. Dengan begitu sejak usia dini pula perlu sudah tersedia bahan bacaan yang menarik, baik untuk dibacakan kepada anak atau dibaca sendiri olehnya sebagai titik awak membangkitkan minat baca. Bangkitnya minat baca juga terdorong sejauh mana perkenalan anak dengan bacaan dalam bentuk buku. Minat baca yang dikembangkan pada usia dini selanjutnya dapat dijadikan landasan bagi berkembangnya budaya baca. Subur dan terpupuknya perkembangan budaya baca tentu sangat bergantung pada tersedianya bahan bacaan yang memadai. Kita baru bisa bicara tentang budaya baca apabila membaca sudah terasa sebagai kebutuhan dan menjadi kebiasaan untuk dilakukan secara berkelanjutan. Jadi, tanpa tersedianya bahan bacaan kebutuhan tersebut tidak dapat dipenuhi atau dipuaskan, dan mungkin saja kebiasaan tersebut akan menyusut. Apalagi kalau kebiasaan membaca tersebut mudah dipengaruhi oleh kebiasaan menonton melalui media elektronik yang sajiannya bersifat audio visual dan tidak dapat di pungkiri di zaman modern seperti ini kehadirannya semakin canggih dan suguhannya juga bervariasi dan sangat menarik perhatian. Sehubungan dengan minat dan budaya baca tersebut paling tidak ada tiga tahapan yang harus dilalui, yaitu : pertama, dimulai adanya kegemaran karena tertarik bahwa di dalam bacaan tertentu terdapat sesuatu yang menyenangkan diri pembacanya. Kedua, setelah kegemaran tersebut terpenuhi dengan ketersediaan bahan dan sumber bacaan yang sesuai dengan selera, maka terwujudlah kebiasaan membaca. Kebiasaan tersebut dapat terwujud manakala sering dilakukan, baik atas bimbingan orang tua, guru atau lingkungan disekitarnya yang kondusif, maupun atas keinginan anak itu sendiri. Ketiga, jika kebiasaan membaca itu dapat terpelihara tanpa gangguan media elektronik yang bersifat entertainment, dan tanpa membutuhkan keaktifan fungsi mental, karena seorang pembaca terlibat secara konstruktif dalam menyerap dan memahami bacaan, maka tahap selanjutnya ialah bahwa membaca menjadi kebutuhan yang harus dipenuhi. Setelah tahap-tahap tersebut dapat dilalui dengan baik, maka pada diri seseorang tersebut mulai terbentuk adanya suatu budaya baca. Idealnya minat baca ditanamkan sejak dini dalam asuhan orang tua ketika mereka belum memasuki bangku sekolah. Kemudian minat ini ditumbuhkan mengikuti perkembangan dan pendidikan anak selanjutnya. Memang agak susah dalam meningkatkan minat baca pada anak kalau orang tua tidak memulai dari dirinya sendiri. Peran keluarga sangat dominan dalam perkembangan literasi anak. Hasil riset menunjukkan bahwa anak pada umumnya mulai belajar membaca dan menulis dari orang tua di rumah. Mereka akan gemar membaca jika melihat orang tua atau anggota keluarga lain di rumah sering membaca buku, koran, atau majalah. Anak sebenarnya sudah bisa dirangsang untuk gemar membaca bahkan ketika masih dalam kandungan ibunya. Bahkan Glenn Doman dalam bukunya “Mengajar Bayi Anda Membaca” menyebutkan bahwa anak usia 18 bulan hingga empat tahun memiliki “rasa ingin tahu” yang amat besar. Keingintahuan tersebut tidak hanya muncul ketika melihat simbol yang tertera dalam buku. Maka saat seperti itulah orang tua bisa memulai perannya untuk mengarahkan anak kepada bahan bacaan dalam upaya meningkatkan minat baca dan membudayakan membaca pada anak. Banyak orang sejak masa kanak-kanaknya sama sekali tidak pernah berkenalan dengan minat baca. Dengan demikian, usaha membudayakan minta baca (kegemaran dan kecintaan akan membaca) bukanlah usaha yang mudah dan dapat ditangani dalam waktu sesaat saja. Bagi orang tua, ada berbagai cara yang dapat dilakukan untuk menumbuhkan minat baca anak. Pertama, Sediakanlah waktu luang untuk membacakan buku untuk anak setiap hari. Dengan membacakan menggunakan sara lantang pada anak secara rutin kepada anak akan menghasilkan perkembangan yang signifikan pada pemahaman membaca, kosakata, dan pemenggalan kata. Baik anak dalam usia belum sekolah maupun yang sudah, hal itu akan membuat mereka berkeinginan untuk membaca dengan sendirinya. Kedua, Kelilingi anak-anak dengan berbagai buku bacaan. Bujuklah anak untuk membaca dengan mengoleksi buku-buku bacaan yang menarik dan majalah yang sesuai dengan umur mereka. Letakkan buku bacaan di mobil, tempat tidur, ruang keluarga, dan bahkan di ruang TV. Ketiga, Buatlah waktu membaca bersama keluarga. Sediakan waktu setiap untuk seluruh anggota keluarga membaca bersama-sama dengan tenang. Dengan melihat anda membaca akan membuat anak anda ikut membaca. Ke-empat, Berikan dukungan pada berbagai aktivitas membaca mereka. Jadikan membaca sebagai bagian dari kehidupan anak. Biarkan mereka membaca menu, rambu jalanan, petunjuk pada mainan, ramalan cuaca, acara TV, dan semua informasi praktis harian. Dan juga, pastikan mereka selalu memiliki bacaan untuk waktu luang mereka. Kelima, Biasakan pergi ke perpustakaan. Ajak anak agar lebih banyak membaca dengan membawa mereka pergi ke perpustakaan setiap beberapa minggu untuk mendapatkan buku bacaan yang baru. Ke-enam, Ikuti terus perkembangan membaca anak. Cari tahu kemampuan membaca yang bagaimana untuk setiap level kelas. Kurikulum sekolah akan memberikan informasi tentang ini. Ikuti terus perkembangan mereka mendapatkan kemampuan dasar membaca melalui raport mereka. Hal ini juga dapat dilakukan dengan meluangkan waktu untuk mendengarkan mereka membaca. Ketujuh, Perlu diperhatikan oleh orang tua, apakah mereka ada kesulitan dalam membaca buku bacaannya. Cari tahu apakah anak dapat melafalkan kata-kata, mengetahui kata-kata yang dilihatnya, menggunakan susunan kalimat untuk mengidentifikasi kata-kata yang tidak diketahui, dan mengetahui sepenuhnya apa yang mereka baca. Jika terdapat masalah pada anak dalam membaca, maka orang tua dapat mengarahkan anak mengikuti bimbingan belajar untuk membaca. Masalah dalam membaca tidak dapat hilang begitu saja seiring berlalunya waktu jika dibiarkan saja. Kedelapan, Pakailah cara yang bervariasi untuk membantu anak. Untuk membantu anak dalam mengembangkan kemampuan membaca mereka, gunakan berbagai buku pedoman, program komputer, tape, dan materi-materi lain yang tersedia di toko. Menggunaka permainan merupakan pilihan yang baik, karena cara ini akan dapat membantu anak-anak mengembangkan kemampuan mereka sambil bergembira. Perlihatkan pula antusias anda saat anak membaca buku bacaannya. Reaksi anda memiliki pengaruh yang besar pada seberapa tinggi motivasi mereka untuk berusaha menjadi pembaca yang baik. Pastikan anda memberikan pujian yang tulus atas usaha keras mereka. Apabila perlu beri incentive kepada mereka sebagai hadiah dan pendorong atas aktivitas mereka dalam membaca. Sehingga upaya ini akan memberikan dorongan bagi anak untuk lebih gemar membaca dan mencintai buku-buku. Tidak ada yang lebih penting untuk kesuksesan akademik seseorang, selain menjadi pembaca yang baik. Orang tua mengenal anak-anak mereka dengan baik dan dapat menyediakan waktu dan perhatian yang akan membimbing mereka berhasil dalam membaca. Kemudian menurut Oleh : Siti Sarina, (2014) meningkatkan minat membaca dan menulis merupakan sebuah investasi jangka panjang. Layaknya sebuah investasi, yang hasilnya mungkin baru bisa dirasakan lima, sepuluh atau duapuluh tahun kedepan, dengan jaminan akan generasi yang tanggap, cerdas dan cekatan. Aspek Budaya Iman Sukwana (2014) tentang Aspek budaya baca menyebutkan: “…Sebenarnya apabila dikatakan budaya baca masyarakat Indonesia rendah bisa jadi merupakan kesimpulan yang tergesa-gesa. Dalam kehidupan sehari-hari masih dapat kita jumpai pengemudi becak, supir angkot atau profesi lain yang tidak termasuk kumunitas masyarakat intelektual begitu bernafsu terhadap bahan bacaan….” Sering kita jumpai pengemudi becak yang menemukan sobekan koran tidak serta merta mereka membuangnya tetapi akan dinikmatinya terlebih dahulu. Tidak sedikit pula dari kalangan ini yang membeli koran untuk mengisi waktu luang mereka sembari menunggu penumpang. Apabila indikator budaya membaca adalah minat membaca koran, maka tidak dapat dikatakan bahwa masyarakat Indonesia tidak memiliki budaya membaca. Permasalahannya barangkali tidak dapat digambarkan sesederhana itu. Akan tetapi sejauh mana kemauan membaca tersebut mampu mendorong terwujudnya kualitas sumber daya manusia. Bagaimanakah golongan terpelajar sebagai kalangan yang diidam-idamkan sebagai agen perubahan memiliki kebiasaan membaca. Kebiasaan bukan sesuatu yang datang dengan tiba-tiba, demikian pula dengan membaca. Membaca bukan suatu yang menyangkut aspek vokasi sementara. Kebiasaan membaca juga tidak bisa ditumbuhkan secara instan, karema kebiasaan membaca menyangkut perilaku seseorang. Dalam teori prilaku, kebiasaan dapat ditumbuhkan kalau dilakukan secara terus menerus tetapi juga diperlukan pemaksaan, dalam artian hal ini diperlukan penekanan pada seseorang agar melakukan kegiatan membaca, sehingga terbentuk kebiasaan membaca. Kebiasaan membaca tidak bisa dilepaskan dari budaya masyarakatnya. Artinya, untuk menumbuhkan budaya membaca juga tidak lepas dari aspek yang menyangkut budaya. seperti telah kita ketahui bersama bahwa masyarakat Indonesia cenderung memiliki budaya lisan dibanding dengan budaya menulis, banyaknya seni pertunjukan rakyat yang diwariskan secara lisan adalah contoh kuatnya budaya lisan, demikian juga budaya yang berkembang di masyarakat sehari-hari. Masyarakat pedesaan dengan kultur petani tradisional memiliki kebiasaan sanja atau ngerumpi sambil mencari kutu bagi sebagaian kaum perempuan untuk mengisi waktu luang mereka. Atau tradisi orang tua dulu yang mempunyai kebiasaan mendongeng sebelum tidur, walaupun cerita yang disampaikan hanya berkisar pengulangan belaka. Lonjakan perubahan budaya masyarakat yang seharusnya dari lisan kemudian ke tulisan lalu membaca, diperparah dengan keadaan perkembangan teknologi komunikasi yang dahsyat. Masyarakat cenderung mengambil alih teknologi terlebih dahulu ketimbang membaca. Oleh karena itu, untuk menumbuhkan minat membaca apalagi menumbuhkan budaya membaca, selain membutuhkan waktu yang panjang juga dibutuhkan sentuhan yang bernuansa budaya dalam artian yang lebih luas. Secara teoritis, merubah perilaku bukan persoalan mudah, apalagi yang menyangkut persoalan sistem nilai. Budaya membaca lebih terkait pada pembiasaan. Merubah perilaku yang tidak terkait dengan nilai, memiliki kemungkinan untuk diubah dibanding dengan budaya yang menyangkut nilai. Untuk menumbuhkan budaya membaca perlu merubah pola pikir masyarakat. Artinya masyarakat perlu ditanamkan secara terus menerus arti penting dan keuntungan membaca. Dapat ditarik suatu pengertian bahwa secara kultural bangsa Indonesia adalah masyarakat yang lebih cenderung memiliki budaya melihat dan bicara dibanding budaya atau kebiasaan membaca. Dalam kehidupan sehari-hari, masyarakat Indonesia pada umumnya memiliki minat yang tinggi untuk melihat sesuatu. Keterbatasan Fasilitas Barangkali keterbatasan fasilitas merupakan permasalahan klasik. Akan tetapi hal tersebut merupakan fakta yang tak terbantahkan. Kondisi ini tidak lepas dari kebijakan makro dalam pelaksanaan pembangunan. Konsep pertumbuhan ekonomi yang sejak masa orde baru menjadi tema besar pembangunan nasional sehingga membawa konsekuensi yang bersifat ekonomis juga. Dalam artian ini dapat dikatakan juga bahwa faktor material menjadi ukuran dari berbagai aspek kehidupan masyarakat. Akibatnya, sesuatu yang tidak memberikan keuntungan ekonomis secara langsung cenderung tidak terprioritaskan. Dalam proses pembangunan harus diakui kemajuan fisik melesat secara spektakuler. Program pembangunan yang bernuansa ekonomis memperoleh porsi yang cukup menguntungkan. Sementara sektor yang tidak memberi keuntungan secara langsung cenderung kurang diperhatikan. Bidang perpustakaan, sekalipun diakui sebagai kunci dalam proses pembentukan dan pengembangan SDM tetapi tidak memperoleh porsi sebanding dengan sektor ekonomis. Akibatnya pemenuhan kebutuhan kepustakawanan relatif banyak menemui hambatan. Bahan pustaka, ruang baca, dan fasilitas lainnya jauh dari memadai. Kemauan masyarakat untuk membaca buku barangkali tidak diimbangi dengan kemampuan untuk membeli buku. Sisi lain lembaga publik di bidang perpustakaan pun belum mampu memenuhi kebutuhan masyarakat tersebut. Perkembangan Teknologi Informasi Masyarakat moderen sebagai produk globalisasi dan revolusi teknologi informasi memunculkan berbagai masalah sosial. Pengaruh kehidupan moderen, arus informasi maupun semakin membudayanya nilai sosial mempengaruhi tingkat perkembangan, perilaku, dan permasalahan yang dihadapi anak. Media masa, khususnya televisi merupakan biang keladi yang paling handal untuk mempengaruhi perilaku anak. Fenomena tersebut merupakan trend yang tidak dapat dihindari. Perkembangan teknologi informasi juga berdampak pada sikap dan perilaku siswa SD. Tidak sedikit dari mereka yang sudah menggunakan teknologi informasi baik berupa handphone, facebook, twiter maupun internet. Tidak jarang kondisi ini menimbulkan efek negatif bagi mereka. Kehadiran teknologi informasi semestinya disikapi secara proporsional. Sikap gagap teknologi adalah suatu yang tidak boleh terjadi, tetapi sikap kaget akan memalukan dan merugikan. Kecenderungan yang terjadi pada generasi muda pada umumnya saat ini adalah hanya mampu menggunakan teknologi komunikasi bukan memanfaatkannya. Istilah menggunakan lebih memberikan kesan netral yang belum tentu memiliki nilai positif, tetapi istilah memanfaatkan lebih memiliki nuansa positif. Selamat Membaca. DAFTAR PUSTAKA Bafadal, 2008. definisi membaca sebagai suatu proses Belajar, Artikel, Jakarta Darlan, H.M. Norsanie, 2011. Upaya Pemasyarakatab Perpustakaan Dan Minat Baca Masyarakat, makalah, Badan Perpustakaan dan Arsip Daerah, Kalteng, Palangka Raya Hasan, Fuad, 2001. Akan lebih baik lagi kalau anak tersebut mulai menyadari bahwa rangkaian huruf-huruf, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta. Rozin, 2008, Budaya membaca adalah kegiatan positif dan rutin, Yogyakarta Sukwana, Iman, 2014, Peran Budaya Baca di masyarakat umum, Perpustakaan Daerah, Banten, Serang. Sutarno 2006, mengemukakan bahwa budaya baca adalah suatu sikap dan tindakan atau perbuatan, Jakarta. Slameto, 2003, memperhatikan kesehatan membaca, Artikel, Jakarta. Ahmadi,2007, Budaya adalah daya dari budi yang berupa cipta, karsa, dan rasa, sedangkan kebudayaan adalah hasil dari cipta, karsa dan rasa, Jakarta. Fahmi, 2008. pengabdian pada masyarakat, Artikel, Yogyakarta. Sutarno NS, 2001. Budaya baca seseorang adalah suatu sikap dan tindakan atau perbuatan untuk membaca, Artikel, Jakarta. Sutarno, 2006. mengemukakan paling tidak ada 3 tahapan yang harus dilalui, Artikel, Jakarta. Siti Sarina, 2014. meningkatkan minat membaca dan menulis merupakan sebuah investasi jangka panjang, Artikel, Jakarta. Sukwana, Iman, 2011. tentang Aspek budaya baca, Makalan, Jurnal Pendidikan, Jakarta. Penulis: H.M.Norsanie Darlan, Prof. Dr. MS PH. Guru Besar S-1 dan S-2 PLS/PNF dan Kepala UPT Perpustakaan Universitas Palangka dipublikasikan, 28 Mei 2017

Sabtu, 11 Juli 2020

PENINGKATAN MUTU SDM

PENINGKATAN MUTU DAN SUMBER DAYA MANUSIA PENDIDIKAN NON FORMAL INFORMAL Oleh : H. M. Norsanie Darlan PENDAHULUAN Tulisan ini disiapkan dalam rangka menyongsong seminar nasional yang diselenggarakan Universitas Negeri Malang di penghujung bulan Oktober 2015. Dan kita sama maklumi bahwa Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 sangat menjanjikan terhadap tugas kita sebagai akademisi pendidikan luar sekolah/PNF untuk berkarya. Hanya saja tidak semua orang tahu dan mengayomi profesi kita. Apakah mereka memang tidak tahu, ataukah sengaja tidak menghiraukannya. Pendidikan Luar Sekolah/Pendidikan Non Formal ini seharusnya kita bersama-sama berupaya untuk meningkatkan. Tapi peningkatan itu, tidak akan terwujud kalau Sumber Daya Manusia yang kita produk sebagai sarjana PLS/PNF dan mari kita bersama-sama untuk memperbaikinya. Peningkatan kualitas selama mahasiswa kita bina dengan harus dapat terlihat nilai tambah di mata mereka. Baru sarjana PLS/PNF yang kita produk itu mau mereka pakai. Sebab disadari atau tidak oleh kita semua adalah mereka yang lain pun akan mengunggulkan kesarjanaan yang melekat pada diri. Sehingga bagaimana kesarjanaan PLS/PNF kita ini dapat diterima oleh banyak orang. Tentu tidak lain memperbaiki mutu/kualitas kesarjanaan kita. Apa lagi di akhir tahun 2015 ini, MEA mulai memasuki kawasan negeri kita dan berbagai negara di ASEAN. PENINGKATAN MUTU Menurut seorang ahli bernama Adi S, (2015) peningkatan berasal dari kata tingkat. Yang berarti lapis atau lapisan dari sesuatu yang kemudian membentuk susunan. Tingkat juga dapat berarti pangkat, taraf, dan kelas. Sedangkan peningkatan berarti kemajuan. Secara umum, peningkatan merupakan upaya untuk menambah derajat, tingkat, dan kualitas maupun kuantitas. Peningkatan juga dapat berarti penambahan keterampilan dan kemampuan agar menjadi lebih baik. Selain itu, peningkatan juga berarti pencapaian dalam proses, ukuran, sifat, hubungan dan sebagainya. Kata peningkatan biasanya digunakan untuk arti yang positif. Contoh penggunaan katanya adalah peningkatan mutu pendidikan, peningkatan kesehatan masyarakat, serta peningkatan keterampilan para penyandang cacat. Peningkatan dalam contoh diatas memiliki arti yaitu usaha untuk membuat sesuatu menjadi lebih baik daripada sebelumnya. Suatu usaha untuk tercapainya suatu peningkatan biasanya diperlukan perencanaan dan eksekusi yang baik. Perencanaan dan eksekusi ini harus saling berhubungan dan tidak menyimpang dari tujuan yang telah ditentukan. Kata peningkatan juga dapat menggambarkan perubahan dari keadaan atau sifat yang negatif berubah menjadi positif. Sedangkan hasil dari sebuah peningkatan dapat berupa kuantitas dan kualitas. Kuantitas adalah jumlah hasil dari sebuah proses atau dengan tujuan peningkatan. Sedangkan kualitas menggambarkan nilai dari suatu objek karena terjadinya proses yang memiliki tujuan berupa peningkatan. Hasil dari suatu peningkatan juga ditandai dengan tercapainya tujuan pada suatu titik tertentu. Dimana saat suatu usaha atau proses telah sampai pada titik tersebut maka akan timbul perasaan puas dan bangga atas pencapaian yang telah diharapkan. SUMBER DAYA MANUSIA Sumber daya manusia (SDM) adalah salah satu faktor yang sangat penting bahkan tidak dapat dilepaskan dari sebuah organisasi, baik institusi maupun perusahaan. SDM juga merupakan kunci yang menentukan perkembangan perusahaan. Sumber daya manusia (SDM) adalah salah satu faktor yang sangat penting bahkan tidak dapat dilepaskan dari sebuah organisasi, baik institusi maupun perusahaan. SDM juga merupakan kunci yang menentukan perkembangan perusahaan. Pada hakikatnya, SDM berupa manusia yang dipekerjakan di sebuah organisasi sebagai penggerak untuk mencapai tujuan organisasi itu. Dewasa ini, perkembangan terbaru memandang karyawan bukan sebagai sumber daya belaka, melainkan lebih berupa modal atau aset bagi institusi atau organisasi. Karena itu kemudian muncullah istilah baru di luar H.R. (Human Resources), yaitu H.C. atau Human Capital. Di sini SDM dilihat bukan sekedar sebagai aset utama, tetapi aset yang bernilai dan dapat dilipatgandakan, dikembangkan (bandingkan dengan portfolio investasi) dan juga bukan sebaliknya sebagai liability (beban,cost). Di sini perspektif SDM sebagai investasi bagi institusi atau organisasi lebih mengemuka. Pengertian SDM dapat dibagi menjadi dua, yaitu pengertian mikro dan makro. Pengertian SDM secara mikro adalah individu yang bekerja dan menjadi anggota menurut Zaien (1982) adalah:”…suatu perusahaan atau institusi dan biasa disebut sebagai pegawai, buruh, karyawan, pekerja, tenaga kerja dan lain sebagainya…”. Sedangkang pengertian SDM secara makro adalah penduduk suatu negara yang sudah memasuki usia angkatan kerja, baik yang belum bekerja maupun yang sudah bekerja. Berbicara tentang sumber daya menurut Sudjana (1982; 4) dan Darlan (2002; 13) bahwa: “…sumber daya terdiri dari sumber daya manusia, sumber daya alam, sumber daya buatan, sumber daya laut, sumber daya angina, sumber daya mata hari, sumber daya air, dsb…” Sedangkan Muhadjir (1987; 26 dan Prawoto (1980;19) adalah kualitas manusia dan interaksi yang berlangsung di dalam kelompok manusia itu sangat menentukan nilai penghargaan sebagai sumber daya manusia…”. Secara garis besar, pengertian Sumber Daya Manusia adalah individu yang bekerja sebagai penggerak suatu. organisasi, baik institusi maupun perusahaan dan berfungsi sebagai aset yang harus dilatih dan dikembangkan kemampuannya. Bila kita memperhatikan pemahaman tentang definisi manajemen sumber daya manusia yang dilontarkan oleh para ahli, diantaranya sebagai berikut: 1.Menurut Hasibuan Manajemen sumber daya manusia adalah ilmu dan seni mengatur hubungan dan peranan tenaga kerja agar efektif dan efisien membantu terwujudnya tujuan perusahaan, karyawan dan masyarakat. Permasalah yang kita`hadapi adalah erat hubungannya dengan sumber daya manusia PLS/PNF. Analisis: Dari definisi di atas dapat dilihat bahwa Hasibuan (2000; 16) memberikan penekanan dalam pemahaman MSDM yaitu: sebagai sebuah ilmu dan seni mengatur hubungan dan peranan tenaga kerja. Dalam melakukan kegiatan manajemen sumber daya tidak hanya bagaimana seseorang pimpinan mengetahui potensi pegawainya, namun lebih pada bagaimana seorang pemimpin mendesain sebuah formulasi tertentu dalam mengaplikasikan para sumber daya pegawai yang ada sesuai dengan kemampuan sumber daya yang kita dimiliki. Desain yang telah dibuat tersebut diharapkan mampu mengkoordinir keinginan-keinginan para pegawai serta koordinasi antara pegawai dan pimpinan serta antar pegawai. Melalui skema desain yang tepat diharapkan mampu meningkatkan kinerja para pegawai secara efektif dan efisien sehingga mampu mencapai tujuan yang telah ditetapkan. 2. Moses N. Kiggundu (1989) dalam Ambar Teguh Sulistyani dan Rosidah (2003: 11); Human resources management is the development and utilization of personnel for the effective achievement of individual, organizational, community, national, and international goals and objectives. (MSDM adalah pengembangan dan pemanfaatan pegawai dalam rangka tercapainya tujuan dan sasaran individu, ….., masyarakat, bangsa dan internasioanal yang efektif). Analisis: Dalam definisi menurut Kinggundu (1989) tersebut dapat dilihat bersama bahwa pendapat Kiggundu (1989), memberikan penekanan pada kata “development and utilization of personnel for the effective achievement”. Secara garis besar kalimat tersebut memiliki pemahaman MSDM sebagai sebuah upaya mengembangkan potensi para pegawai melalui beberapa pelatihan, baik yang sifatnya umum maupun khusus guna memunculkan pegawai yang benar-benar berkompetensi dalam bidangnya termasuk dalam keahlian kita sebagai orang-orang PLS/PNF. Menurut Notoatmodjo (1992: 5) pengembangan sumber daya secara mikro adalah suatu proses perencanaan pendidikan dan pelatihan dan pengelolaan tenaga atau karyawan untuk mencapai suatu hasil yang optimum. Sebagai tindak lanjutnya ketika seorang pegawai sudah mampu meningkatkan kapasitasnya, para pegawai tersebut diproyeksikan dalam upaya mencapai tujuan yang telah ditetapkan di awal baik itu keberhasilan individu, masyarakat, maupun organisasi. Namun, dalam pemahaman tentang pengertian MSDM tersebut masih sangat terbatas belum terlalu kompleks hanya sebatas upaya pengembangan serta pendayagunaan pegawai saja dalam mencapai sebuah tujuan yang telah ditetapkan. 3. Menurut Tulus (1992) dalam Suharyanto dan Hadna (2005 : 13); Manajemen sumber daya manusia adalah perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, dan pengawasan atas pengadaan, pengembangan, pemberian kompensasi, pengintegrasian, pemeliharaan dan pemutusan hubungan tenaga kerja dimaksud membantu tujuan organisasi, individu dan masyarakat. Sedikit Analisis: Dalam pemahaman definisi MSDM menurut Tulus (1992) dirasa telah sedikit lebih kompleks jika dibandingkan dengan pemahaman yang sebelumnya dengan melihat beberapa fungsi yang telah mulai dijabarkan sebagai bagian penting dari kegiatan manajemen sumber daya manusia PLS/PNF. Dalam pendapat Tulus (1992) tersebut dapat dilihat bagaimana beliau mencoba menjabarkan pemahaman MSDM yang ditekankan pada empat fungsi yaitu perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, dan pengawasan. Selain itu, dalam definisi di atas dapat dilihat bagaimana Tulus (1992) mencoba memperjelas ataupun memberikan poin-poin penting dalam pemahamannya tentang MSDM, yaitu meliputi pengadaan, pengembangan, pemberian kompensasi, pengintegrasian, pemeliharaan, dan pemutusan hubungan kerja. Dalam poin-poin penting yang telah dijabarkan tersebut dinilai mampu melengkapi pemahaman yang digunakan Tulus (1992) dalam mendefinisikan MSDM. Melalui berbagai kegiatan-kegiatan dalam upaya meningkatkan kemampuan para pegawai diharapkan mampu bekerja secara efektif serta efisien tersebut guna mewujudkan tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya baik itu individu, masyarakat 4. Menurut Armstrong (1990: 1) ; Sumber Daya Manusia adalah suatu pendekatan terhadap manajemen manusia yang berdasarkan empat prinsip dasar. Pertama, sumber daya manusia adalah harta paling penting yang dimiliki oleh suatu organisasi, sedangkan manajemen yang efektif adalah kunci bagi keberhasilan organisasi tersebut. Kedua, keberhasilan ini sangat mungkin dicapai jika peraturan atau kebijaksanaan dan prosedur yang bertalian dengan manusia dari perusahaan tersebut saling berhubungan, dan memberikan sumbangan terhadap pencapaian tujuan perusahaan dan perencanaan strategis. Ketiga, kultur dan nilai perusahaan, suasana organisasi dan perilaku manajerial yang berasal dari kultur tersebut akan memberikan pengaruh yang besar terhadap hasil pencapaian yang terbaik. Serta yang terakhir adalah manajemen sumber daya manusia berhubungan dengan integrasi yakni semua anggota organisasi anggota tersebut terlibat dan bekerja sama untuk mencapai tujuan bersama. Analisis: Dari definisi di atas dapat dilihat bagaimana MSDM mempunyai empat prinsip dasar yang utama, diantaranya adalah sumber daya manusia menjadi harta paling penting dalam sebuah organisasi (termasuk organisasi PLS), harus dikelola dan diatur dengan baik, sehingga dapat menimbulkan peran aktif dari pegawai sehingga manajemen organisasi yang efektif serta efisien. Yang kedua adalah keberhasilan sangat mungkin dicapai jika kebijaksanaan dan prosedur yang berkenaan dengan manusia dari perusahaan tersebut saling berhubungan dan memberikan sumbangan terhadap pencapaian tujuan dan perencanaan strategis perusahaan. Dari pernyataan tersebut dapat dipahami sebagai pentingnya bagaimana suatu kebijakan dibuat serta bagaimana perlakuan yang diberikan kepada para pegawai sehingga dapat meningkatkan kinerja pegawai untuk mau berkontribusi secara optimal dalam upaya mencapai tujuan suatu organisasi. Yang ketiga adalah kultur dan nilai perusahaan, suasana organisasi dan perilaku manajerial yang berasal dari kultur tersebut akan memberikan pengaruh yang besar terhadap hasil pencapaian yang terbaik. Dari pernyataan tersebut dapat dipahami bahwa kultur, nilai, suasana serta perilaku manajerial organisasi memiliki pengaruh yang cukup besar dalam mempengaruhi tingkat kinerja pegawai agar sesuai dengan harapan suatu organisasi. Ketika suasana kekeluargaan dibawa dalam sebuah sistem manajerial suatu organisasi kiranya akan lebih efektif dibanding dengan gaya kepemimpinan yang otoriter, serta mengaanggap bahwa pegawai bukan hanya sekedar mesin akan tetapi diperlakukan sebagai sekelompok rekan kerja dalam sebuah tim. Hal tersebut harus dikelola dengan baik sehingga apa yang menjadi tujuan organisasi bisa tercapai. Yang terakhir adalah MSDM menjadikan semua anggota organisasi terlibat dan bekerja sama untuk mencapai tujuan bersama. Melalui fungsi yang terakhir tersebut dapat dilihat bagaimana para pegawai menjadi sebuah faktor penting dalam sebuah kinerja suatu organisasi dalam mencapai tujuan suatu organisasi secara efektif serta efisien. Dari seluruh definisi serta pemahaman yang telah dilampirkan, penulis dapat membangun sebuah definisi serta pemahaman pribadi tentang manajemen sumber daya manusia yaitu merupakan sebuah ilmu serta seni dalam kegiatan perencanaan, pengelolaan dan pengembangan segala potensi sumber daya manusia yang ada serta hubungan antar manusia dalam suatu organisasi ke dalam sebuah desain tertentu yang sistematis sehingga mampu mencapai efektifitas serta efisiensi kerja dalam mencapai tujuan, baik individu, masyarakat, maupun organisasi. PENDIDIKAN NON FORMAL INFORMAL 1. Pendidikan formal : pendidikan yang didapat dari suatu lembaga pendidikan (sekolah sd/smp/sma). 2. Pendidikan nonformal : pendidikan yang didapat dari lembaga pendidikan selain sd/smp/sma (bimbingan belajar/kursus). 3. Pendidikan informal : pendidikan yang didapat dari lingkungan keluarga. PELUANG SDM NON FORMAL Dari awal tahun 2015 tenaga SDM Non Formal memang tidak seluruhnya menguntungkan. Namun dipenghujung tahun ini, Akademisi mendapatkan tawaran untuk menunjukkan kepiawan profesinya dalam pendidikan luar sekolaah/pendidikan non formal. Karena ada surat dari Direktorat Jend Pendidikan Anak Usia Dini dan Pendidikan Masyarakat nomor: 70C.C3/TU/2015. yang menawarkan kalangan akademisi profesional PLS untuk ikut pelatihan calon pelatih Nasional Pendidikan Keluarga. Pekerjaan itu tidak haanya sampai pelatihan ”TOT” itu saja, tapi sudah dijadwal di negeri ini setiap provinsi menyemenggarakan pelatihan pendidikan keluarga. Tenaga instrukturnya adalah mereka yang pernah dilatih pada tanggal 19-23 oktober 2015 di Bogor. Ini baru salah satu peluang dan masih banyak peluang lainnya yang terkadang tidak diketahui oleh dosen/akademisi yang terkadang kita sering lalai dalam menghadapi keadaan. Peluang akademisi sungguh banyak, tapi mungkin tidak semua hal itu kita mengetahui atau belum menemukan jalan menuju hal itu. Karena tidak semua akademisi PLS/PNF dikenal oleh kita dimana tempat-tempat pelayanan PLS/ pendidikan non formal. Karena tempat-tempat penyelenggara PLS/PNF tidak seluruhnya diselenggarakan oleh akademisi dan sarjana PLS/PNF. SUMBER DAYA PLS/PNF Memang sering kita terperanjat dalam melihat keadaan di masyarakat. Sepertinya keadaan ini seharusnya pekerja kita tenaga sarjana dari PLS/PNF, tapi kenyataannya di kerjakan oleh mereka yang berlakang belakang pendidikan lain. Salah satu contoh: tenaga lapangan dikmas (TLD). Trus kenapa hal ini terjadi ?. penulis menganggap hal seperti ini, adalah kelalaian kita semua. Dan bagaimana memperbaikinya ?. Sungguh banyak keperluan Sumber Daya Manusia seperti: Bidang/Subdin PLS, BP2PNFI, SKB, PKBM, LKP dll. Namun masih dapat dihitung dengan jari jumlah sarjana PLS/PNF yang diserap di sana. Tapi anehnya dizaman reformasi ini, tenaga kita tidak seluruhnya dipakai. Apakah karena dengan jalur bebas menerima tenaga kerjanya ataukah sarjana PLS/PNF sendiri yang mulai kehilangan arah. Pengalaman penulis ikut duduk di pemerintah daerah di awal reformasi menunjukan bahwa setiap tahun dari badan kepegawaian daerah (BKD) menyurati / meminta kepada semua Dinas, Badan di lingkungan pemerintah daerah untuk masing-masing instansi mendapat jatah tenaga / SDM baru dalam tahun berikutnya. Namun siapa calon yang akan diterima adalah atas usul kepala instansi itu. Sarjana PLS/PNF tidak mereka usulkan. Padahal sangat diperlukan. Karena Sarjana PLS/PNF tidak banyak mereka kenal, karena masih banyak sarjana lain. Oleh sebab itu, mari kita sama-sama mempromosikan PLS/PNF kita secara bersama-sama. Dan belajar dari pengalaman tersebut, kalau seseorang kepala Dinas, Badan mengingat keluarganya tidak bekerja. Maka keluarganya itulah yang ia usulkan. Walau di instansi tersebut tidak memerlukan tenaga sarjana yang ia usulkan. Akhirnya munculah sarjana yang tidak seharusnya dikehendaki yang berdasarkan kebutuhan. Dan sarjana PLS/PNF jadi ditinggalkan lambat laun tentu jadi tertinggal. Contohnya penerimaan tenaga TLD tidak memperhatikan kesarjanaan. Sehingga setelah mereka selesai prajabatan, pegawai baru ini mulai mengurus pindah. Karena alasannya kesarjaannya tidak cocok dengan pekerjaan PLS/PNF tadi. Dan kita ketahui bersama, bahwa Subdin PLS itu adalah mengerjakan, pekerjaan teknis. MENGHADAPI MEA Setuju atau tidak setuju, masyarakat ekonomi asean (MEA) akan menggrogoti PLS. Kenapa ?, karena nama PLS sudah tidak aktual lagi. Mengingat pasar bebas Indonesia Desember 2015 mulai memasuki kawasan negeri kita. Sehingga tidak jadi terkenal sarjana PLS dimata, telinga negara-negara Asean. Karena sarjana-sarjana mereka menggunakan nama bahasa Inggris Non Formal Education. Sedangkan PLS pasarannya hanya terbatas di tanah air, tapi kalau kita membawa ijazah sarjana PLS ke Singapora nama PLS tidak mereka kenal. Yang mereka kenal adalah sarjana Pendidikan Non Formal. Demikian juga negara-negara lainnya seperti: Piliphina, Thailand, Laos dan berbagai negara Asean lainnya. Dengan demikian hasil rapat kita di Surabaya tahun 2013 lalu, perlu kita ulang lagi ke Dirjen Pendidikan tinggi, agar sarjana-sarjana PLS laku dan dipakai hanya di tanah air, tapi juga di berbagai negara Asean lainnya. Bila kita tidak menghiraukan ini, nasip mahasiswa kita jadi suram. Bila kita para akademisi PLS/PNF membiarkan hal seperti sekarang, maka suram nasib kita semua. Sekarang kita perlu bangkit dengan menyamakan status sarjana kita antara pendidikan non formal dari berbagai negara mereka akan masuk ke berbagai negeri. Termasuk ke Indonesia. Tapi bagaimana sarjana PLS, kalau namanya saja tetap PLS, maka ke Singapora pun orang tidak tahu dengan PLS. Apa lagi ke Philina, Laor, Muang Thai. Pasti tidak laku sarjana kita. Karena nama kesarjanaan kita masih PLS. Karena problema tidak diketahui orang apa itu PLS. Berarti kita membuat nama yang dikenal orang lain seperti: Sarjana Pendidikan Non Formal. SARJANA PLS PUNYA JALAN Bila kita memperhatikan terhadap kesarjanaan PLS/PNF yang punya pengalaman lapangan, punya keterampilan pendidikan kewiraswastaan, dan berbagai pengalaman mereka dalam pengelola kelompok belajar masyarakat tentu. Sekarang apa harusnya sarjana PLS agar punya jalan di luar PNS. Bila sarjana PLS/PNF menekuni pengalaman pendidikan kewirausahaan di saat ia mahasiswa. Maka ia mengetahui warga masyarakat Indonesia membutuhkan pendidikan yang layak. Kenapa tidak setelah menjadi sarjana PLS/PNF ? kenapa tidak mendirikan Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM). Pendirian PKBM oleh seorang sarjana PLS/PNF berarti membuka kesempatan kepada sarjana lain. Artinya dengan PKBM dibuka oleh sarjana PLS/PNF secara profesional, maka PKBM merupakan sebuah lapangan kerja usaha. Ia dapat mempekerjakan para sarjana lain. Misalnya PKBM merasa perlu ada kursus bahasa Inggris, maka sarjana bahasa Inggris, bisa kita jadikan tutor/instruktur bahasa di PKBM. Demikian juga sarjana matimateka. Dengan memperkatikan hal di atas, para sarjana PLS/PNF akan` dapat sejahtera kalau kita dapat menanfaatkan ilmu kita sebagai bidang ilmu yang luas sekali. Tapi kalau akademisi memberikan wacana kepada mahasiswa agat tidak selalu berharap ke PNS. Tapi arahkan mahasiswa kita agar bisa berwira usaha. PELIBATAN SDM PLS/PNF Peningkatan Sumber daya manusia pendidikan luar sekolah/pendidikan non formal adalah dengan berbagai cara yaitu: tenaga pendidikan luar sekolah tidak hanya sekedar berteori. Tapi bagaimana para sarjana PLS/PNF berjuang aktif dalam mendirikan PKBM-PKBM baru untuk berwirausaha dalam pendidikan luar sekolah. Selain itu, bagi penyelenggara pendidikan luar sekolah/pendidikan non formal harusnya ada menempatkan tenaga sarjana PLS/PNF sebagai tenaga ahlinya. Karena selama ini, di kawasan Kalimantan Tengah dari hasil penelitian penulis tempat-tempat penyelenggaraan pendidikan luar sekolah/Pendidikan Non Formal hanya sebagai penonton. Dan para penyelenggara di atas, bebas berasal dari berbagai bidang keilmuan. Sehingga muncul anggarapan masyarakat pendidikan non formal itu tanpa dengan tenaga ahli PLS/PNF mereka sudah bisa menyenggarakan pendidikan non formal. Dan untuk apa melibatkan tenaga ahli PLS/PNF ?. Sementara dalam pendirian PKBM, Lembaga Kursus dan Pelatihan, masih belum mempersyaratkan adanya keterlibatan sarjana PLS/PNF. Mudah-mudahan dimasa datang ada peraturan ke arah ini. Dan bagi pemilik PKBM/LKP dan sejenisnya, harus mendidikan keluarganya ke PLS/PNF. DAFTAR PUSTAKA Adi S, 2015. Greer, Charles R, 1995. Strategy and Human Resources: a General Managerial Perspectiv, Peningkatan, New Jersey. Armstrong, 1990. Manajemen sumber daya manusia, suatu pendekatan terhadap manajemen manusia, makalah, Jakarta. Darlan, H.M. Norsanie, 2002. Pengembangan Model Pelatihan Keterampilan Bagi Masyarakat Desa Tertinggal Kawasan Pantai (Studi Kasus Pemberdayaan Kaum Perempuan Keluarga Nelayan Desa Sei Pudak Kecamatan Kahayan Kuala Kabupaten Kapuas Kalimantan Tengah), Disertasi, Bandung. Hasibuan 2000, Manajemen sumber daya manusia, Artikel, Jakarta. N. Kiggundu, Moses. 1989. Sulistyani, Ambar Teguh dan Rosidah 2003. pengembangan dan pemanfaatan pegawai dalam rangka tercapainya tujuan, Makalah, Jakarta. Muhadjir, Noeng, 1987. Kepemimpingan Adopsi Untuk Pembangunan Masyarakat, Disertasi, Rake Press, Yogyakarta. Notoatmodjo, 1992. pengembangan sumber daya secara mikro, Prawoto, Ruslan, H. 1980. Ekonomi Sumber daya manusia, Alumni, Bandung. Sudjana, Djudju, 1982. Pendidikan Luar Sekolah, (wawasan Sejarah perkembangan filsafat, teori pendukung Asas), Al-Falah Production, Bandung. Tulus, 1992 dalam Suharyanto dan Hadna, 2005. Manajemen sumber daya manusia, pengarahan, dan pengawasan atas pengadaan, Zein, M.T. 1981. Manajemen sebuah rintisan. membantu dengan mengembangkannya. ------------, 1982. Sumber daya Konsep yang berubah sepanjang sejarah, Prisma Volume 11, Jakarta. Prof. Dr. H.M. Norsanie Darlan, MS PH, guru besar program Studi S-1 dan S-2 PLS/PNF Pascasarjana Universitas Palangka Raya. Malang, 30 Oktober 2015