Sabtu, 27 April 2013


Republika, sabtu 26 April 2013

Seharusnya Kita Bangga dengan Tucuxi

Sabtu, 12 Januari 2013, 08:50 WIB
Komentar : 1
  Mobil sport listrik Tucuxi saat diperkenalkan di Gelora Bung Karno, Senayan, Jakarta, Ahad (23/12).  (Republika/Yasin Habibi)
Mobil sport listrik Tucuxi saat diperkenalkan di Gelora Bung Karno, Senayan, Jakarta, Ahad (23/12). (Republika/Yasin Habibi)
REPUBLIKA.CO.ID, BANJARMASIN---Prof Dr HM Norsanie Darlan, seorang pengamat sosial ekonomi dan kemasyarakatan dari Universitas Palangkaraya (Unpar) Kalimantan Tengah, berpendapat, Tucuxi mobil listrik nasional merupakan "ajang promosi" bagi Indonesia.

"Sebab itu, sebagai bangsa yang besar, kita harus berbangga hati atas kehadiran Tucuxi, sebuah mobil karya cipta anak bangsa sendiri," tandasnya dalam perbincangan dengan ANTARA Kalimantan Selatan, di Banjarmasin, Sabtu.

"Karenanya, atas kehadiran mobil yang diberi nama`Tucuxi` harus kita hargai. Sebab bisa menjadi sebuah ajang promosi," lanjut Guru Besar pada perguruan tinggi negeri di "Bumi Isen Mulang" Kalimantan Tengah (Kalteng) tersebut. Oleh sebab itu pula, mengenai masalah perjalanan Tucuxi Solo, Jawa Tengah - Surabaya, Jawa Timur, dia menyatakan sependapat dengan Faisal Halimi atas kontraversi di media masa merupakan hak semua orang.

"Tapi sebagai bangsa yang besar, sebaiknya kita harus menghargai karya cipta anak bangsanya sendiri," ajak sang profesor yang berkarir sejak dari pegawai rendahan (pesuruh) itu.

"Seharusnya kita bersyukur, bahwa ada dari ratusan juta anak bangsa, punya karya cipta diantaranya mobil Tucuxi yang sementara ini di sebut-sebut milik Dahlan Iskan," lanjutnya.

Tanpa ada maksud lain, anak desa kelahiran Anjir Kapuas, Kalteng itu menyatakan, kurang sependapat jika selalu menyalahkan Dahlan Iskan, yang Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan pendiri "Jawa Pos" sebuah koran besar di Indonesia.

"Sebetulnya rusakan kendaraan yang karena remnya blong, atau kerusakan lain dan ditabrakkan pada tebing adalah sebuah `eksperimtal` perusahaan. Itu wajar-wajar saja," ujarnya.

"Karena tidak mungkin semua produk, langsung jadi dan selalu baik. Pasti ada sesuatu sebagai kendala dan harus diperbaiki," lanjut mantan aktivis Ikatan Pers Mahasiswa Indonesia (IMPI) tersebut.

Sebagai contoh, banyak juga kendaraan buatan luar yang belum matang uji cobanya seperti, Kymco Trend Jetmatic yang banyak menelan kurban, serta adanya penarikan produk mobil tertentu karena ada alat yang belum layak pakai.

"Kenapa hal itu tidak kita ributkan. Padahal meributkan produk dalam negeri ada kemungkinan menurunkan minat pembeli untuk produk Indonesia. Baik sesama warga Indonesia, maupun bangsa lain," lanjutnya.

"Runtuhnya IPTN juga membuat harga diri Indonesia menurun, ini juga karena anak bangsa yang kurang menghargai karya cipta bangsa," demikian Norsanie Darlan.
Redaktur : Endah Hapsari
Sumber : antara

Rabu, 17 April 2013

Khusus Untuk Mahasiswa PLS, ini sebagai peluang:


Sejuta Peluang di PKL Jurusan/Prodi: PLS

Sejuta Peluang di PKL Jurusan PLSReviewed by Agung FirmansyahonThis Is Article AboutSejuta Peluang di PKL Jurusan PLSBerikut Kisah salah satu pengalaman mahasiswa yang PKL di Dirjen PAUDNI Jakarta. Kementerian Pendidikan dan  Pebudayaan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, Nonformal dan Informal.          Disinilah tempat kami mengabdi, mencari ilmu dan tentunya pengalaman. Kesan pertama ketika kami menginjakkan kaki di Direktorat Jenderal PAUDNI adalah kami hanyalah mahasiswa kecil rantauan kota pahlawan yang [...]
Berikut Kisah salah satu pengalaman mahasiswa yang PKL di Dirjen PAUDNI Jakarta.

PKL KEMENDIKBUD UNESA
Kementerian Pendidikan dan  Pebudayaan Republik Indonesia
Direktorat Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, Nonformal dan Informal.
         Disinilah tempat kami mengabdi, mencari ilmu dan tentunya pengalaman. Kesan pertama ketika kami menginjakkan kaki di Direktorat Jenderal PAUDNI adalah kami hanyalah mahasiswa kecil rantauan kota pahlawan yang memiliki tekat kuat untuk mencari pengalaman, dapatkah kami bersanding bersama mereka? Jawabannya adalah “dapat” iya begitulah hati kecil kami mengatakan, walaupun pada kenyataannya banyak hal yang belum kami ketahui. Kami harus lebih banyak belajar dan lebih banyak berusaha untuk menyesuaikan diri dengan kehidupan di kota besar ini.
         Hal yang paling mendasar atas kekaguman kami pada kinerja di Direktorat Jenderal PAUDNI adalah mengetahui secara pasti perbedaan antara praktisi dan akademisi. Etos kerja yang tinggi, disiplin, mandiri, dan tangguh semua itu harus benar-benar kami tanamkan pada diri kami karena kami masih pada tahap belajar untuk bekerja sebagai seorang praktisi.
Satu cerita yang mungkin bisa menyejukkan hati kita, cerita sembilan mahasiswa yang bertekad menimba, mencari ilmu dan mendapatkan pengalaman di Direktorat Jenderal PAUDNI. Sungguh tidak mudah sebenarnya bagi kami, berjalan di tempat yang asing yang belum pernah terbayang sebelumnya bahwa kami bisa sampai disini. Namun semuanya berubah ketika kami mengenal orang-orang hebat, dan orang-orang inspiratif yang benar-benar membuat kami berangan-angan untuk bisa menjadi seperti mereka. Dengan beragam karakter, beragam kebudayaan dan latar belakang kehidupan itulah yang membuat kami semakin kaya dengan ilmu-ilmu PLS.
Sampai pada akhirnya kami mendapatkan tugas untuk menjadi panitia dalam kegiatan “International Seminar on Improving Literacy Based on Mother Tongue and ICTs” di hotel Atlet Century Park Jakarta. Acara ini di hadiri oleh orang-orang besar dari semua penjuru dunia, salah satunya dari UNESCO. Tidak hanya itu, kami juga diberi tugas untuk menjadi tim evaluasi dampak program Pendidikan Kewirausahaan Masyarakat dan tim validasi NILEM PKBM di seluruh wilayah Indonesia. Kami mendapatkan tugas untuk pergi ke daerah-daerah diantaranya Tulungagung, Jombang, Sidoarjo, Malang, Madura, dan Bojonegoro. Luar Biasa. Sujud syukur kami panjatkan atas segala kenikmatan yang di berikan Allah kepada kami. Disinilah ilmu PLS kami terapkan.Untuk itu, jangan pernah ragu untuk menekuni ilmu PLS, sejuta makna, sejuta pengalaman ada di Pendidikan Luar Sekolah (PLS).
Kami juga banyak membaca tulisan dari komentar Prof. Norsanie Darlan, tokoh PLS di Kalimantan tentang baiknya nasib sarjana PLS jika tidak mendapatkan atau sambil menunggu PNS dengan mendirikan PKBM yang bisa di mana-mana. ada beberapa hal yang dapat kami ambil dari manfaat PKBM diantaranya yaitu: PKBM dapat  menciptakan lapangan kerja, juga buat sarjana PLS akan dapat membuktikan mata kuliah: perencanaan dan  pengelolaan PLS betul-betul memberikan arti untuk kami sebagai generasi penerus bangsa.
Untuk itu, sejuta kata terima kasih kami ucapkan pada sang pahlawan tanpa tanda jasa dosen-dosen kami tercintadi Jurusan PLS, Ibu Kajur, Bapak sekjur, Dosen Tim PKL: Pak Cahyo, Pak Wid dan Bu Wiwin yang telah membentangkan sayap, berusaha untuk memberikan yang terbaik untuk kami mengabdi. Dengan disebar diseluruh wilayah di Indonesia, tentu kami mempunyai banyak cerita beragam yang mungkin tidak dimiliki banyak orang yang berprofesi sama seperti kami.
Terima kasih untuk semuanya, Ilmu PLS kami benar-benar sangat berguna ketika kami sudah dihadapkan pada sebuah kenyataan. Sabar, ikhlas, dan telaten merupakan serangkaian kata yang harus terpatri dalam hati kami. Semoga kita tidak termasuk orang yang merugi, yaitu orang yang tidak menyadari potensinya, dan orang-orang yang menyalahkan keadaan…..jadikan apa yang kita miliki hari ini sebagai alat peraih apa yang harus kita miliki hari esok. Masa Depan tidak ada yang datang secara tiba-tiba, masa depan ada karena apa yang kita lakukan saat ini.
Salam PLS.
by (Rezka Arina Rahma – PLS UNESA 2009)

melirik sejumlah media cetak di tanah air tentang:

Kamis 18 April 2013
Wed, 04/17/2013 - 16:28

Nasib Tutor Kurang Diperhatikan

Editor: 
Hendry Sihaloho

Nasib Tutor Kurang Diperhatikan

Foto: Ilustrasi/Ist
SHARE
Share
IRNewscom | Banjarmasin: GURU Besar Universitas Palangka Raya (Unpar), Norsanie Darlan, mengatakan, tutor kurang mendapat perhatian pemerintah, baik pada tingkat pusat maupun daerah. Padahal, peran tutor tidak beda dengan guru, untuk mencerdaskan kehidupan bangsa melalui Pendidikan Luas Sekolah (PLS) atau non formal.

Hal tersebut disampaikannya kepada Antara, di kampus "Bumi Isen Mulang", Kalimantan Tengah, Sabtu (16/2). Pengamat pendidikan itu, menjelaskan, biasanya guru bertugas pada lembaga pendidikan formal atau persekolah. Sedangkan peran tutor kebanyakan di Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) atau PLS, yang disebut dengan pendidikan non formal.

Itu sebabnya, dia menyangkan kurangnya perhatian pemerintah terhadap tutor atau jauh lebih banyak tertumpu pada persekolahan (pendidikan formal). Norsanie berpendapat, kurangnya perhatian pemerintah terhadap tutor terlihat pada sistem pengajian hampir sama dengan upah buruh atau jauh lebih kecil/rendah dibandingkan dengan gaji seorang guru. "Bahkan untuk gaji seorang tutor, tak jarang harus mengupayakan sumbangan/bantuan dari masyarakat, terutama terhadap mereka yang mengikuti penidikan non formal tersebut," tukas dia.

Profesor yang mengawali karirnya dari pegawai rendahan (pesuruh) itu berharap, agar pemerintah lebih meningkatkan perhatian terhadap tutor, yang peran dan jasanya juga cukup besar dalam upaya mencerdaskan kehidupan bangsa. "Memang banyak orang yang tak mengenal apa itu tutor dan perannya. Padahal, tutor juga seorang pendidik, yang perannya banyak pada pendidikan non formal, seperti pemberantasan buta huruf/buta aksara," kata dia. [ant]

Komentar di berbagai media cetak di tanah air

Pemda Harus Beri Upah Layak Tutor

Sun, 02/03/2013 - 00:00 -- artrei

BANJARMASIN -- Pengamat sosial kemasyarakatan dari Universitas Palangka Raya Kalimantan Tengah Prof. Dr. HM Norsanie Darlan, menilai  selama ini tutor belum mendapatkan upah/gaji yang layak. Padahal kalau boleh dibandingkan dengan buruh, mungkin tutor lebih terhormat. Sebab, tutor tidak beda dengan seorang guru.
“Karena itu, dinas pendidikan memberi upah/gaji yang layak kepada tutor. Pasalnya, berdasarkan hasil penelitian, perhatian terhadap tutor selama ini terkesan belum memadai," kata Guru Besar Unpar itu kepada Antara Kalimantan Selatan di Banjarmasin, Minggu (3/2).
Sebagai contoh,  peran tutor dalam menjalankan tugasnya di Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) dalam upaya mencerdaskan bangsa, sangat besar, lanjut pengajar pascasarjana pendidikan luar sekolah (PLS) di Unpar itu.
Menurut dia, tutor dilibatkan di PKBM, karena keterbatasan tenaga sekretariat, sehingga mereka turut berperan guna lancarnya upaya mencerdaskan kehidupan bangsa ini. Mengenai keberadaan PKBM di Indonesia, dia menerangkan, kehadirannya lembaga kependidikan nonformal tersebut di tengah-tengah kondisi negara dan bangsa yang mengalami krisis sosial ekonomi pada Tahun 1998.
“Kehadiran PKBM memiliki latar belakangan yang relatif panjang. Dimana fakta menunjukkan, pendidikan formal dan sistem persekolahan ternyata tidak cukup untuk menjawab berbagai masalah yang dihadapi masyarakat Indonesia,” jelas Norsanie.
Dia menambahkan, permasalahan itu dapat dilihat dari masih rendahnya tingkat pendidikan masyarakat, tingginya tingkat buta aksara bagi orang dewasa, tingginya tingkat pengangguran, tingginya tingkat kemiskinan dan sebagainya.
Di pihak lain, kebijakan pemerintah dalam pembangunan pendidikan sangat menitik beratkan pada pendidikan formal dan sistem persekolahan. Perhatian pada pendidikan nonformal masih sangat terbatas.
"Keterbatasan perhatian terhadap pendidikan nonformal tersebut, antara lain dapat dilihat dari alokasi anggaran dan fasilitas maupun berbagai sumberdaya lainnya yang jauh lebih besar dicurahkan bagi pendidikan formal dan sistem persekolahan," kata Norsanie.(mulya)

Komentar di berbagai media cetak di tanah air

Pemda Harus Beri Upah Layak Tutor

Sun, 02/03/2013 - 00:00 -- artrei

BANJARMASIN -- Pengamat sosial kemasyarakatan dari Universitas Palangka Raya Kalimantan Tengah Prof. Dr. HM Norsanie Darlan, menilai  selama ini tutor belum mendapatkan upah/gaji yang layak. Padahal kalau boleh dibandingkan dengan buruh, mungkin tutor lebih terhormat. Sebab, tutor tidak beda dengan seorang guru.
“Karena itu, dinas pendidikan memberi upah/gaji yang layak kepada tutor. Pasalnya, berdasarkan hasil penelitian, perhatian terhadap tutor selama ini terkesan belum memadai," kata Guru Besar Unpar itu kepada Antara Kalimantan Selatan di Banjarmasin, Minggu (3/2).
Sebagai contoh,  peran tutor dalam menjalankan tugasnya di Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) dalam upaya mencerdaskan bangsa, sangat besar, lanjut pengajar pascasarjana pendidikan luar sekolah (PLS) di Unpar itu.
Menurut dia, tutor dilibatkan di PKBM, karena keterbatasan tenaga sekretariat, sehingga mereka turut berperan guna lancarnya upaya mencerdaskan kehidupan bangsa ini. Mengenai keberadaan PKBM di Indonesia, dia menerangkan, kehadirannya lembaga kependidikan nonformal tersebut di tengah-tengah kondisi negara dan bangsa yang mengalami krisis sosial ekonomi pada Tahun 1998.
“Kehadiran PKBM memiliki latar belakangan yang relatif panjang. Dimana fakta menunjukkan, pendidikan formal dan sistem persekolahan ternyata tidak cukup untuk menjawab berbagai masalah yang dihadapi masyarakat Indonesia,” jelas Norsanie.
Dia menambahkan, permasalahan itu dapat dilihat dari masih rendahnya tingkat pendidikan masyarakat, tingginya tingkat buta aksara bagi orang dewasa, tingginya tingkat pengangguran, tingginya tingkat kemiskinan dan sebagainya.
Di pihak lain, kebijakan pemerintah dalam pembangunan pendidikan sangat menitik beratkan pada pendidikan formal dan sistem persekolahan. Perhatian pada pendidikan nonformal masih sangat terbatas.
"Keterbatasan perhatian terhadap pendidikan nonformal tersebut, antara lain dapat dilihat dari alokasi anggaran dan fasilitas maupun berbagai sumberdaya lainnya yang jauh lebih besar dicurahkan bagi pendidikan formal dan sistem persekolahan," kata Norsanie.(mulya)

Komentar di berbagai media cetak di tanah air

Pemda Harus Beri Upah Layak Tutor

Sun, 02/03/2013 - 00:00 -- artrei

BANJARMASIN -- Pengamat sosial kemasyarakatan dari Universitas Palangka Raya Kalimantan Tengah Prof. Dr. HM Norsanie Darlan, menilai  selama ini tutor belum mendapatkan upah/gaji yang layak. Padahal kalau boleh dibandingkan dengan buruh, mungkin tutor lebih terhormat. Sebab, tutor tidak beda dengan seorang guru.
“Karena itu, dinas pendidikan memberi upah/gaji yang layak kepada tutor. Pasalnya, berdasarkan hasil penelitian, perhatian terhadap tutor selama ini terkesan belum memadai," kata Guru Besar Unpar itu kepada Antara Kalimantan Selatan di Banjarmasin, Minggu (3/2).
Sebagai contoh,  peran tutor dalam menjalankan tugasnya di Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) dalam upaya mencerdaskan bangsa, sangat besar, lanjut pengajar pascasarjana pendidikan luar sekolah (PLS) di Unpar itu.
Menurut dia, tutor dilibatkan di PKBM, karena keterbatasan tenaga sekretariat, sehingga mereka turut berperan guna lancarnya upaya mencerdaskan kehidupan bangsa ini. Mengenai keberadaan PKBM di Indonesia, dia menerangkan, kehadirannya lembaga kependidikan nonformal tersebut di tengah-tengah kondisi negara dan bangsa yang mengalami krisis sosial ekonomi pada Tahun 1998.
“Kehadiran PKBM memiliki latar belakangan yang relatif panjang. Dimana fakta menunjukkan, pendidikan formal dan sistem persekolahan ternyata tidak cukup untuk menjawab berbagai masalah yang dihadapi masyarakat Indonesia,” jelas Norsanie.
Dia menambahkan, permasalahan itu dapat dilihat dari masih rendahnya tingkat pendidikan masyarakat, tingginya tingkat buta aksara bagi orang dewasa, tingginya tingkat pengangguran, tingginya tingkat kemiskinan dan sebagainya.
Di pihak lain, kebijakan pemerintah dalam pembangunan pendidikan sangat menitik beratkan pada pendidikan formal dan sistem persekolahan. Perhatian pada pendidikan nonformal masih sangat terbatas.
"Keterbatasan perhatian terhadap pendidikan nonformal tersebut, antara lain dapat dilihat dari alokasi anggaran dan fasilitas maupun berbagai sumberdaya lainnya yang jauh lebih besar dicurahkan bagi pendidikan formal dan sistem persekolahan," kata Norsanie.(mulya)

Komentar di berbagai media cetak di tanah air

Pemda Harus Beri Upah Layak Tutor

Sun, 02/03/2013 - 00:00 -- artrei

BANJARMASIN -- Pengamat sosial kemasyarakatan dari Universitas Palangka Raya Kalimantan Tengah Prof. Dr. HM Norsanie Darlan, menilai  selama ini tutor belum mendapatkan upah/gaji yang layak. Padahal kalau boleh dibandingkan dengan buruh, mungkin tutor lebih terhormat. Sebab, tutor tidak beda dengan seorang guru.
“Karena itu, dinas pendidikan memberi upah/gaji yang layak kepada tutor. Pasalnya, berdasarkan hasil penelitian, perhatian terhadap tutor selama ini terkesan belum memadai," kata Guru Besar Unpar itu kepada Antara Kalimantan Selatan di Banjarmasin, Minggu (3/2).
Sebagai contoh,  peran tutor dalam menjalankan tugasnya di Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) dalam upaya mencerdaskan bangsa, sangat besar, lanjut pengajar pascasarjana pendidikan luar sekolah (PLS) di Unpar itu.
Menurut dia, tutor dilibatkan di PKBM, karena keterbatasan tenaga sekretariat, sehingga mereka turut berperan guna lancarnya upaya mencerdaskan kehidupan bangsa ini. Mengenai keberadaan PKBM di Indonesia, dia menerangkan, kehadirannya lembaga kependidikan nonformal tersebut di tengah-tengah kondisi negara dan bangsa yang mengalami krisis sosial ekonomi pada Tahun 1998.
“Kehadiran PKBM memiliki latar belakangan yang relatif panjang. Dimana fakta menunjukkan, pendidikan formal dan sistem persekolahan ternyata tidak cukup untuk menjawab berbagai masalah yang dihadapi masyarakat Indonesia,” jelas Norsanie.
Dia menambahkan, permasalahan itu dapat dilihat dari masih rendahnya tingkat pendidikan masyarakat, tingginya tingkat buta aksara bagi orang dewasa, tingginya tingkat pengangguran, tingginya tingkat kemiskinan dan sebagainya.
Di pihak lain, kebijakan pemerintah dalam pembangunan pendidikan sangat menitik beratkan pada pendidikan formal dan sistem persekolahan. Perhatian pada pendidikan nonformal masih sangat terbatas.
"Keterbatasan perhatian terhadap pendidikan nonformal tersebut, antara lain dapat dilihat dari alokasi anggaran dan fasilitas maupun berbagai sumberdaya lainnya yang jauh lebih besar dicurahkan bagi pendidikan formal dan sistem persekolahan," kata Norsanie.(mulya)