Rabu, 20 Januari 2016

HASIL SEBUAH PENELITIAN PENDIDIKAN NON FORMAL

KIPRAH PNF DALAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT KAWASAN DESA TERTINGGAL (Antara Harapan dan Kenyataan) 0leh: H.M. Norsanie Dalan ABSTRAK Tulisan ini diturunkan bertujuan 1.Ingin memperkenalkan tentang kiprah PLS/ PNF selama ini di masyarakat; dan 2.Ingin mengetahui bagaimana kiprah PLS/ PNF dalam pembardayaan masyarakat dan 3.Ingin mengetahui secara jelas bagaimana Program Mehaga lewu yang ada di Kalimantan Tengah, serta (4) Ingin mengetahui bagaimana pengetahuan masyarakat tentang PLS/PNF di kawasan tertinggal. Metodologi penelitian ini menggunakan penelitian kualitatif dengan subjek pada 3 kelompok masyarakat masing-masing: Masyarakat perkotaan, pinggiran kota dan masyarakat desa pedesaan (desa tertinggal). Untuk memperoleh data lebih akurat menggunakan alat penelitian berupa: (1) pedoman wawancara, (2) pedoman observasi dan (3) dokumentasi yang erat kaitannya dengan permasalahan. Setelah data diperoleh, dilakukan pula trianggulasi. Untuk memperoleh analisis data terdiri dari pengumpulan data, reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan atau verifikasi. Adapun hasil penelitian ini diperoleh adalah: ( 1 ) Dengan memperkenalkan tentang kiprah PLS/ PNF selama ini di masyarakat. Karena kegiatan PLS/PNF selama ini kurang dikenal masyarakat. Sehingga berbagai upaya telah dilakukan, apakah oleh kalangan dosen, mahasiswa dengan berbagai programnya. Maupan tokoh-tokoh pendidikan non formal. Namun masih belum menemukan cara yang paling efektif. (2) kiprah tenaga pendidik PLS/ PNF dalam pembardayaan masyarakat sudah mulai terjadi gerakan dengan berbagai hal. Namun masih menemukan kendala yang sangat berarti bahwa masyarakat lebih percaya pada pendidikan formal dibanding pendidikan non formal dan (3) secara jelas bagaimana Program Mehaga lewu yang ada di Kalimantan Tengah sudah dirintis oleh pemerintah bersama masyarakat. Namun kesaran akan hal itu masih rendah di berbagai kangan. Sehingga program ini perlu digerakan secara rutin oleh pemerintah. Karena masyarakat ada rasa ketergantungan dengan keterlibatan pemerintah; serta (4) Sedangkan pengetahuan masyarakat tentang PLS/PNF di kawasan tertinggal, sangat rendah. Bahwa masih banyak warga masyarakat kita yang tidak mengerti apa itu pendidikan luar sekolah/PNF. Kata Kunci: Kiprah PNF, Mahaga Lewu, Kawasan Tertinggal. Pendahuluan Materi kuliah umum ini, merupakan sejarah hidup bagi penulis dalam memberikan memaparkan tentang kiprah Pendidikan Luar Dalam Pemberdayaan Masyarakat Kawasan Desa Tertinggal (antara harpan dan kenyataan) suatu permintaan pihak Program Studi ini, sebuah materi yang kurang begitu siap dalam menghadi mahasiswa sekolah pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia. Sebab perguruan tinggi Pembina ini, tidaklah gampang untuk dijadikan objek kuliah umum ini, namun ketua Program Studi S-2 dan S-3 PLS sekolah Pascasarjana meminta saya, yang kebetulan ada waktu untuk menyiapkan materi yang sangat sederhana ini. Ditinjau dari sisi sejarah, bahwa Universitas Palangka Raya di tahun 1962 lalu berdiri atas kerjasama antara: antara IKIP Bandung cabang Palangka Raya. Dan Fakultas Ekonomi. Karena di setiap Provinsi kala itu, ada wacana harus berdiri perguruan tinggi negeri. Maka bergabunglah 2 perguruan ini yaitu: IKIP Bandung Cabang Palangka Raya dengan Fakultas Ekonomi juga di Palangka Raya, menjadi Universitas Palangka Raya. Universitas ini, dengan kependekannya di sebut UNPAR/UPR Untuk menyingkat waktu dalam pemberian materi ini, maka dalam penyampaiannya terdapat beberapa sub bangian yaitu: berbagai pendapat ahli, Melirik Undang-Undang, Pemberdayaan Masyarakat, Masyarakat Kawasan Tertinggal, Program Mehaga lewu, Masyarakat Kawasan Tertinggal, Kiprah PLS, Kiprah Mahasiswa PLS Dalam Pemberdayaan, Peran Pendidikan Tenaga Kepdidikan, kualifikasi pendidik, Perubahan Sosial Alamiah, Harapan dan Kenyataan. Untuk lebih jelasnya hal-hal di atas, akan diurakan secara deserhana berikut ini: Berbagai Pendapat Ahli Mengenali kiprah PLS sebenarnya “kiprah” adalah: suatu perbuatan baik secara perseorangan ataukah berkelompok dalam melakukan sebuah gerakan khususnya berupa pendidikan luar sekolah, baik dalam cara spontan dengan proses yang cepat maupun secara perlahan. Namun kiprah dalam proses pendidikan luar sekolah ini, suatu kegiatan yang secara sadar berencana baik akan, sedang maupun telah dilakukan dalam proses pendidikan luar sekolah. Bagaimana sebenarnya desa tertinggal, bila kita mengkaji apa itu desa tertinggal, tidak terlepas pada istilah desa: menurut: Tim Akar Media (2003; 105) menyebutkan:”…desa adalah sekelompok rumah di luar kota yang merupakan kesatuan kampung di luar kota, dusun…”. Sedangkan tertinggal tidak lain adalah kawasan itu, masih banyak keterting-galan dari berbagai program pembangunan sejak masa lalu, hingga sekarang. Dengan demikian desa tertinggal adalah merupakah suatu desa yang berada di kawasan pedesaan ada kalanya berlokasi nan jauh di sana dan ada pula yang lokasinya masih dekat dengan perkotaan. Namun desa tertinggal tinggal ini selalu ketinggalan dari berbagai program pembangunan, termasuk dalam upaya pember-dayaannya. Tujuan Penulisan Adapun Tujuan penulisan laporan penelitian ini adalah: 1.Ingin memperkenalkan tentang kiprah PLS/ PNF selama ini di masyarakat; 2.Ingin mengetahui bagaimana kiprah PLS/ PNF dalam pembardayaan masyarakat dan 3.Ingin mengetahui secara jelas bagaimana Program Mehaga lewu yang ada di Kalimantan Tengah. 4.Ingin mengetahui bagaimana pengetahuan masyarakat tentang PLS/PNF di kawasan tertinggal. Melirik Undang-Undang Dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (UUSPN) nomor 20 tahun 2003 secara jelas memandu kita, pada pekerjaan sehari-hari di bidang pendidikan. Untuk itu, penulis dalam kesempatan ini, memberikan sedikit apa yang diketahui tentang peran pendidik dan tenaga kependidikan dalam masyarakat di tanah air kita tercinta ini. Kalau kita memperhatikan dan mengenali pasal 39 dari Undang-undang di atas, (1) tentang tenaga kependidikan adalah bertugas melaksanakan adminis-trasi, pengelolaan, pengembangan, pengawasan, dan pelayanan teknis untuk menunjang berhasilnya proses pendidikan pada satuan pendidikan. Berbicara tentang tenaga kependidikan ia bertugas menjalankan administrasi pendidikan baik dalam pengelolaan, pengawasan dengan cara dalam hal-hal menjalankan pengawasan dan pelayanan teknis di institusi atau lembaga pendidikan. Tentu saja jalur pendidikan dimaksud baik formal maupun non formal. Di pihak lain, apa itu tugas tenaga kependidikan meliputi pengelola satuan pendidikan, baik ia dalam tugas di pendidikan non formal (pendidikan luar sekolah) seperti: penilik dan pamong belajar. Demikian juga dalam tugas pendidikan formal seperti: pengawas, peneliti dan pengembang, pustakawan, laboran, dan teknisi sumber belajar. Namun demikian untuk diketahui bersama bahwa pada jalur pendidikan luar sekolahpun juga, ada tenaga seperti peneliti, pengembang media belajar dan teknisi sumber belajar masyarakat. Dipihak lain bila kita mencermati apa sebenarnya pendidik itu berdasar pasal 39 ayat (2) maka hal ini ia merupakan tenaga profesional yang bertugas merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan pembimbingan dan pelatihan, serta melakukan penelitian dan pengab-dian kepada masyarakat, terutama bagi pendidik dan perguruan tinggi. Pemberdayaan Masyarakat Sungguh menggembirakan, jika digulirkannya konsep dari program pemberdayaan masyarakat untuk kalangan masyarakat pedesaan. Terlebih bagi mereka yang secara sengaja ataukah kebetulan terlahir hingga dewasa di kawasan desa tertinggal. Pemberdayaan tentu kalau kita memperhatikan asal katanya “daya” yang ditambah awalan pember dan akhiran an. Jika diperhatikan istilah daya Tim Akar Media (2003; 100) bahwa:”…suatu kekuatan, tenaga pengaruh akal dengan cara ihktiar…” Sementara Djudju Sudjana (2000) bahwa:”…menyejelaskan daya adalah banyak macamnya. Ada dari alam, tenaga air, angin, listrik, mata hari dsb…”. Sehingga hal itu, akan memimbulkan sebuah daya. Namun dalam upaya pemberdayaan masyarakat ini, tentu saja sasarannya warga masyarakat. Untuk tujuan memberikan motivasi dalam proses belajar memberlajarkan mereka dengan tujuan pendidikan non formal ataukah in formal. Jika kita mengkaji konsep lama tentang pemberdayaan masyarakat di pedesaan, tidaklah salah penulis mengambil pendapat salah seorang tokoh senior PLS kita: Sanapiah Faisal (1981) bahwa: “…yang disebut masyarakat pedesaan mereka itu, tinggal kebanyakan tidak terjangkau aliran listrik…”. Konsep di atas walau disadari dewasa ini, sudah tidak lagi seluruhnya benar (terwujud), namun tempat tinggal masyarakat kita sungguh ciri itu, mulai dirambah oleh teknologi. Karena sekarang di berbagai pedesaan di tanah air ini, sudah sulit membedakan kalau hanya dengan alasan aliran listrik. Karena masyarakat telah banyak yang memiliki kemampuan membeli mesin listrik. Apakah mereka di pinggiran kota ataukan di pedesaan sekalipun. Dalam sudut pandang lain, Sanapiah Faisal (1981) bahwa:”...masyarakat membagi dalam 3 kelompok besar, masing-masing; Pertama: masyarakat perkotaan; Kedua: masyarakat pinggiran kota; dan Ketiga: masyarakat desa pedesaan...”. Dari 3 kelompok di atas, penulis dalam kesemptan ini mencoba mengurai terhadap keadaan masyarakat sekarang sebgai berikut: Menilik masyarakat perkotaan sungguh luar biasa. Karena mereka berada dalam wilayah perkotaan yang berhadapan dengan segala lapisan masyarakat selalu ada konpleks. Apakah mereka golongan kaya, menengah hingga miskin, selalu ada di perkotaan. Bahkan tidak menutup kemungkinan perkotaan menjadi objek masyarakat untuk mengadu nasib sehingga mereka berhadapan dengan 2 pilihan untuk datang ke kota. Masing-masing tidak lain kecuali jadi miskin atau kaya. Dan di perkotaan tidak dapat berhasil baik kecuali harus memiliki skills dan pendidikan. Kalau hanya dengan kekuatan otot lebih banyak gagal dari keberhasilannya. Mareka yang sudah menghadapi berbagai kegagalan, akhirnya memilih menempati kawasan yang agak kosong untuk mencari kawasan yang lebih keluar kota untuk membuka usaha lain. Dalam kawasan perkotaan, lapangan kerja sangat ditentukan dengan pendidikan. Di perkotaan juga fasilitas belajar lebih banyak dan selalu kualitasnya lebih baik. Diperkotaan memberikan harapan besar kepada mereka yang memperoleh pendidikan yang lebih tinggi. Selain itu, di perkotaan sangat memper-hatikan bedang kesehatan. Dan berbagai fasilitas lainnya selalu tersedia di kota. Masyarakat pinggiran kota, yang serba tidak sesuai dengan perkembangan kehidupan, namun untuk menyesuaikan dengan tuntutan kehidupan, mereka ini dalam posisi yang serba tanggung. Kenapa demikian? Karena untuk ikut bertahan sebagai masyarakat pedesaan, sementara kehidupan masyarakat kota tidak bisa mereka biarkan begitu saja. Merekapun perlu untuk menyesuaikan dengan perkembangan kehidupan masyarakat kota. Namun terkendala dengan segala biaya yang serba mahal. Termasuk juga pola kehidupan perkotaan yang menuntut serba modern. Dari hal-hal di atas, tidak menutup kemungkinan mereka terbawa arus. Sehingga membuat mereka jadi serba susah dalam menghadapi segala tuntutan kehidupan. Sementara kalau mreka bertahan sebagai masyarakat pinggiran kota, membuat kehidupannya tambah melarat karena lapangan pekerjaan, persaingan berbagai macam dalam kehidupan masyarakat pinggiran kota ini sungguh menyedihkan. Dalam sudut pandang lain, desa mereka menjadi tempat di bangunnya berbagai perusahaan, namun tuntutan keterampilan kerja membuat mereka gigit jari karena untuk bekerja dituntut persyaratan tertentu yang tidak dapat mereka penuhi. Akibatnya pekerja perusahaanpun harus didatangkan tenaga kerja dari luar. Sehingga masyarakat pinggiran kota ini hanya sekedar jadi penonton belaka. Mereka dihadapkan dalam posisi sulit untuk menghadapi tantangan kehidupan. Sekarang bagaimana mereka yang tinggal di desa pedesaan. Penulis melirik dengan berbagai hasil penelitian yang cukup panjang. Mereka yang bermukim di kawasan desa pedesaan sungguh menyedihkan, karena tidak semua program yang dilancarkan pemerintah bertujuan memberdayakan mereka sesuai dengan kebutuhan. Kemudian program pemberdayaan itu hanya sebagian kecil yang menikmatinya. Karena area lokasi mereka yang tersebar tidak merata. Ditambah jumlahnya tidak banyak dan tidak merata, ditambah lagi sebaran yang tidak merata, membuat program-program yang dilancarkan pemerintah kurang bisa menyentuh pada semua masyarakat desa pedesaan. Karena dana yang tersedia tidak memadai disertai perencanaan yang kurang akurat dan kurang matang. Selain itu, untuk mensejahterakan masyarakat kawasan ini sudah lama oleh pemerintah, diantaranya sarana pendidikan, kesehatan. Namun tenaga guru yang ditugaskan kurang memberikan curahan hati dan tenaganya untuk menjalankan tugasnya sebagai abdi negara dan abdi masyarakat. Demikian juga program-program pemerintah lainnya. Kehidupan masyarakat yang bermukim di kawasan desa tertinggal masih belum mengetahui secara jelas apa sumber daya alam yang ada di kawasan mereka. Mereka hanya tahu apa yang pernah mereka lakukan. Menurut Darlan (2002) bahwa:”...Akibat ketidak tahuan mereka itulah yang muncul sebagai penomena penulis juga meneliti kawasan desa tertinggal kawasan pantai yang sejak nenek moyang merekamenanam dan memelihara perkebunan kelapa. Nanum yang mereka ketahui kelapa hanya buah kelapa di kupas, dijual atau dijadikan minyak goreng dan kopra. Sementara yang lainnya belum diolah karena ketidak tahuan mereka. Padahal kalau kita mengkaji secara teliti sebatang pohon kelapa punya 48 manfaat untuk kehidupan masyarakat manusia...”. Program Mehaga lewu Bila berbicara tentang program mehaga lewu di Kalimantan Tengah adalah hal ini merupakan suatu konsep tersendiri bagi masyarakat pedalaman. Upaya pemberdayaannya lebih cenderung pada para tokoh masyarakat. Apakah tokoh agama (toma) ataukan tokoh masyarakat (toma), yang setiap hari dan tanggal tertentu diadakan pertemuan dengan mereka. Arti program ”mahaga lewu” adalah diambil dari bahasa daerah, yang artinya yaitu program pemeliharaan desa. Program ini sebenarnya bagian dari pemberdayaan masyarakat, seperti yang dilaksanakan program pemberdayaan masyarakat di provinsi lain. Kegiatan seperti ini, memang belum banyak dilaksanakan sebelumnya. Terlebih dalam peristiwa pertemuan dengan masyarakat. Sehingga sepertinya program ini kalangan politikus menyebut sebuah konsep politik untuk mencapai tujuan tertentu. Dipihak lain. Pertemuan dengan warga masyarakat bisa membuat sebelah pihak senang dan dipihak lain kurang menyenangi. Sehingga jumlah pertemuan rutin orang datang hanya sebatas itu-itu saja. Paling dikhawatirkan bagaimana bila pertemuan itu bila tanggal telah ditetapkan oleh pejabat, tidak ada kepastian yang secara tiba-tiba ada undangan pemerintah pusat secara mendadak, maka tidak boleh diwakilkan misalnya. Sementara tanggal rutin yang ditetapkan mereka dari desa-desa nanjauh di sana sudah datang. Namun pertemuan yang mereka tentukan ternyata penguasa daerahnya tidak dapat hadir, membuat calon perserta rapat jadi kecewa. Keharidan para tokoh masyarakat dalam hal itu, tidak sudah diketahui bahwa mereka menuntut hal-hal tertentu. Tentu saja kehadiran mereka memenuhi undangan, tentu akan ada maunya. Nah bila tidak dapat dipenuhi oleh pemimpin daerah, maka akan menjadi cemoohan masyarakat. Masyarakat Kawasan Tertinggal Berbicara tentang Percepatan Pembangunan Desa Tertinggal, Albertus, (2010) menyebutkan bahwa:”…Kegiatan ini diawali dengan pembentukan Desa Mandiri berjumlah 288 desa. Setiap desa mendapat dana pembangunan sebesar Rp 250 juta yang akan dimanfaatkan untuk usaha-usaha produktif seperti pembangunan peternakan sapi dan budi daya jagung. Dua jenis usaha itu merupakan bagian dari empat tekad pembangunan NTT. Dua lainnya ialah pembangunan koperasi dan penanaman pohon cendana...”. Fokus tulisan dari hasil penelitian diarahkan ke ternak dan jagung, tetapi bisa berkembang ke usaha lain sesuai karakteristik di desa tertinggal. Program ini untuk mendukung ketahanan pangan. Menurut arti kriteria desa penerima program ditentukan sesuai jumlah penduduk miskin di daerah itu. Penduduk miskin terbanyak mendapat prioritas utama, dan masih akan bertambah untuk tahun anggaran berikutnya. Kriteria lainnya desa tersebut harus terpencil, tidak sedang menerima program pengentasan penduduk miskin dari data pemerintah, dan infrastruktur pelayanan sosial seperti air bersih, sanitasi, dan ruang layak huni masih rendah dan kurang layak. Langkah membangun kawasan desa tertinggal ini adalah upaya strategis pemerintah mendorong percepatan pembangunan di Indonesia, khususnya yang berbasis pada desa. Menurut H.M. Lukman Edy (2008) bahwa:”…hal ini juga didasari nilai dan komitmen pemerintah untuk membangun desa, yang tentunya bukan hanya milik pemerintah semata, tetapi juga menjadi tanggung jawab semua komponen bangsa, warga masyarakat, pemerintah dan siapa saja yang mau berkiprah membangun desa. Masa lalu sentralisasi pembangunan di era Orde Baru harus mampu dijadikan motivasi untuk melakukan pembangunan secara menyeluruh, baik lintas sektoral, lintas wilayah, maupun lintas bidang...”. Salah satu komitmen yang dilakukan pemerintah sekarang adalah mendorong percepatan pembangunan khususnya di dasa-dasa tertinggal, termasuk juga kawasan desa tertinggal. Data resmi (2008) Kementerian Negara Pembangunan Daerah Tertinggal menyebutkan, terdapat 38.232 (54,14%) kategori desa maju, yang terdiri atas 36.793 (52,03) kategori maju dan 1.493 (2,11%) kategori sangat maju. Adapun desa tertinggal berjumlah 32.379 (45,86%), terdiri atas 29.634 (41,97) kategori tertinggal dan 2.745 (3,89%) kategori sangat tertinggal. Ketimpangan inilah yang menjadi komitmen pemerintah untuk melakukan percepatan pembangunan desa tertinggal. Sementara itu, fakta tentang desa tertinggal menyebutkan bahwa desa yang belum dapat dilalui mobil sebanyak 9.425,desa yang belum ada sarana kesehatan sejumlah 20.435 desa, desa yang belum ada pasar permamen sebanyak 29.421, desa tertinggal yang belum dialiri listrik sebanyak 6.240 desa. Jumlah ini, cukup besar. Dan rata-rata keluarga miskin di desar tertinggal adalah 46,44% dan IPN desa tertinggal sebesar 66,46. Data di atas, walau antara teori yang digulirkan oleh: Sanapiah Faisal (1981) lalu masih dirasakan, seperti ciri desa di pedesaan masa lalu yaitu: desa-desa yang belum dialiri listrik. Desa miskin dan belum terjangkau listrik, menurut hasil penelitian Dr. Colly, MD (1986) bahwa: ”...di jawa tengah ia menyebutkan daerah itu, pertumbuhan kelahiran relatif masih tinggi...” Hal ini beralasan bahwa: masyarakat desa tertinggal bila malam tiba, mereka tidak banyak pirikan seperti halnya orang kota. Mereka karena tidak memiliki kesibukan dan penerangan lampupun kecuari lampu tembok, cuma seadanya. Maka bila anak pada masuk ke tempat tidur, orang tuanya pun juga menyelesaikan hajadnya sebagai suami istri sebelum tidur. Sehingga angka kelahiranpun tidak dapat ditekan secara besar-besaran. Peran PLS dalam upaya ini juga sangat terkendala. Karena fasiltas lampu yang tidak mendungkung dalam proses belajar membelajarkan di malam hari. Mereka hanya bertemu di kelompok belajar (kejar) di sore hari, sementara saat yang sama mereka juga terikat untuk bekerja ke sawah/ladangnya. Sehingga hingga masyarakat kawasan tertinggal ini, dalam hal ini, terkendala dalam hal proses membelajarkan masyara-kat. Masyarakat kawasan desa tertinggal, mereka ini sejak lahir hingga meninggalkan dunia fana ini, tinggal di lereng bukit, tepi danau, pesisir laut, tepi sungai. Masih banyak yang belum mengenyam dunia pendidikan formal. Seperti SDN, MI, SMP dan SMA, dan sejenisnya. Salah satunya adalah melalui pendidikan non formal. Namun bagaimana kita ketahui bersama, keterjangkawan tenaga kita masih sangat terbatas. Sementara tenaga yang pepatah menyebutkan adalah bagaikan: ”tidak ada rotan akarpun berguna”. Itulah sebabnya pekerjaan PLS berwarna warni di tanah air kita. Jika sekiranya tenaga pendidik kependidikan pendidikan non formal dan informal (TPK-PNFI) betul-betul dari mereka yang betul-betul terdidik ke arah PLS, dan mau berkiprah kepada PNFI, tentu saja hasilnya beda dengan sekarang. Kendala juga dihadapi, adalah tidak meratanya jurusan/studi PLS di provinsi di Indonesia. Kiprah PNF Dalam masa reformasi dewasa ini, PLS belum dapat berkiprah secara maksimal termasuk di kawasan desa tertinggal. Hal ini disebabkan dengan beberapa alasan berikut: 1. Kehadiran PLS masih dilihat sebelah mata; 2. Kehadiran TLD yang menutup peluang PNF/PLS; 3. Formasi lapangan kerja masih tertutup. Untuk lebih jelasnya hal-hal di atas, penulis uraikan sebagai berikut: Pertama: Tidak semua orang mengerti dan tahu tentang PLS kita ini. Misal di kalangan pejabat sturuktural yang tahu bahwa ia ikut diklat di berbagai penjenjangan, bahwa pendidikan yang ia ikuti itu adalah bagian dari pendidikan luar sekolah. Demikian juga dikalangan masyarakat luas bahwa PLS hanya sekedar untuk pemberantasan buta huruf. Padahal mereka, pernah ikut berbagai kursus. Misalnya kursus komputer, kursus bahasa, mengemudi, pertukangan, perbengkelan. Dan kursus-kursus tersebut adalah bagian pendidikan luar sekolah atau sekarang disebut dengan pendidikan non formal. Kedua: Pemerintah ingin segera menuntaskan segala program pendidikan non formal dan informal dengan menempatkan TLD sebagai tujuan program mereka ini, dapat mempercepat lajunya pertumbuhan pembangunan. Namun dari hasil penelitian secara cermat dan hati-hati, hasilnya tidak demikian. Karena sarjana yang diangkat bukan tenaga yang terdidik ke arah itu, hasilnyapun diragukan. Mereka setelah mendapat NIP dari Kementrian Diknas, karena tidak sanggup bergulat dengan berbagai program PLS di lapangan, ternyata sudah banyak mereka yang pindah dari Subdin atau bidang PLS (pendidikan non formal dan informal) ke instansi yang sesuai dengan bidang keilmuannya. Berarti lapangan kerja untuk TLD ini, adalah merugikan bagi sarjana PLS dan Subdin/Bidang PLS membukakan pintu PNS bagi non PLS. Ketiga: Bila melihat lapangan kerja sepertinya tertutup. Kalau kita cermati masih ada hal-hal diperhatikan sebagai berikut: tawaran formasi kerja terhadap sarjana PLS sepertinya tidak ada, padahal kekurangan. karena masa era reformasi ini, ternyata kebebasan untuk mengusul calon tenaga kerja melalui BKD atau apa istilah lain, cukup memprihatinkan. Mereka para berokrasi mengusul ke perencanaan kepegawaian berdasar daftar keluarganya yang belum mendapatkan lapangan kerja. Tapi tidak melihat sarjana mana yang tepat dan akurat untuk menggulir pekerjaan yang sangat teknis di Subdin/Bdang PNFI dan BP2NFI atau SKB. Belum lagi instansi terkait lain seperti: Depsos unuk pekerja sosial, BKKBN untuk PLKB dll. Hasilnya dapat kita lihat sendiri sarjana yang non PLS tidak betah bekerja di tempat itu, karena bukan bidang kesarjanaannya. Akhirnya setelah diangkat beberapa waktu kemudian pikir pindah ke bidang /instasi dinas keilmuannya. Maka tenaga kita hilang, akhirnya menjadi cemoohan masyarakat bahwa ”...PLS/PNFI menerima PNS dari bidang lain, setelah mereka dapat NIP sudah memikir pindah. Sementara sarjana pada bidangnya tidak tertampung...” karena berbagai alasan. Kiptah PLS di pedesaan melalui pendi-rian PKBM menurut: Rina (20007) adalah:”... bisa lebih total dalam mengabdikan diri untuk memberdayakan masyarakat melalui pendidik-an non formal. Ada yang menjadikan rumahnya sebagai kantor sekaligus tempat pembelajaran bagi kelombok belajar PAUD. Keberadaan Kejar ini, sangat diminati oleh masyarakat di desa, karena mereka mulai tumbuh kesadaran membelajarkan anak, terlebih kalau ada yang gratis. Ini bisa dimaklumi, mengingat kehidupan masyarakat disini masih kurang menaruh perhatian pada biaya pendidikan anak-anaknya. Mereka berpikir anak adalah aset keluarga yang harus dilibatkan membantu ekonomi orang tua, sehingga kebanyakan dari mereka setelah lulus SD, anak-anak langsung dipekerjakan orang tuanya bekerja di sektor pertanian, tambak dan bekerja sebagai buruh pabrik yang banyak berdiri di sekitar desa. Selain kejar paket yang ada di desa dan berkiprah mendirikan PKBM juga yang mempunyai binaan kejar. Program PNFI yang ditangani selain pendidikan kesetaraan adalah menyelenggarakan program Keak-saraan Fungsional dan penyelenggaraan PAUD yang diberi nama Kelompok Bermain: “CAHAYA BUNDA” serta kursus bahasa inggris untuk instruktur anak usia dini. Kiprah untuk program keaksaraan fungsional, PKBM membina beberapa kelom-pok, dimana sampai saat ini keberadaan kelompok tetap berjalan dengan kegiatan ekonomi produktif yang dapat diakses ke perkotaan berupa usaha pembuatan banding presto dan rempeyek. “Lumayan hasil penjualannya bisa untuk memperbesar kas kelompok setelah dipotong biaya operasional. Harus disadari bahwa upaya member-dayakan dan membelajarkan masyarakat melalui program pendidikan luar sekolah, harus sabar dan telaten, mengingat masyarakat yang menjadi sasaran didik kebanyakan terdiri dari golongan kurang mampu secara ekonomi, sehingga mereka masih disibukkan oleh upaya mencari nafkah ketimbang mikir peningkatan mutu hidup melalui pendidikan.” Kiprah para pejuang pendidikan luar sekolah dan kesehatan seperti: Dian Sofianty dan Mehdinsareza W. (2007) mereka melihat:“...Jika dibandingkan dengan awal mula ketika berdiri kelompok belajarnya, untuk sekarang respon para pedagang sudah mulai bagus dan positif...”. Sosialisasi mereka pun tidak terbatas hanya para pedagang saja, tetapi terhadap masyarakat yang tinggal di sekitar Desa Tertinggal. Kiprah mereka yang tidak mengenal waktu berjalan itu, dari kampung ke kampung untuk sosialisasi program. Diawal awalnya hanya memiliki satu orang murid (warga belajar) ini, kemudian berkembang terus hingga memiliki puluhan murid...”. Dari sudut lain bagaimanapun juga kepentingan untuk mengenyam pendidikan dan kesehatan merupakan kepentingan dasar bagi setiap orang tak terkecuali mereka yang tinggal di kawasan desa tertinggal. Biaya pendidikan terkadang menjadi momok bagi para orang tua yang akhirnya memutuskan hal tersebut. Namun kesadaran para orang tua menganggap hal tersebut sangat berpengaruh terhadap tumbuh kembang anak didik menjadi salah satu faktor yang tidak kalah pentingnya untuk dipertimbangkan kembali. Melihat aktivitas berbagai instansi terkait untuk kawasan perkotaan Jawa Timur yang postif ditiru. Mereka ini tentu bukan tanpa tujuan tempat kelompok belajar tersebut dibuat di pasar. Kepala Puskesmas Jagir, sebagai Tim eHealth di kantornya, ia seorang dokter: Sri Peni Tjahyati (2008) menjelaskan bahwa:”...awalnya tempat tersebut bukanlah semata-mata sebagai tempat Posyandu. Tempat tersebut, awalnya merupakan Tempat Penitipan Anak (TPA) bagi anak-anak pedagang, namun tercetus ide dari beberapa instansi, bahwa daripada hanya penitipkan, bagaimana kalau diadakan PAUD juga dan sekaligus Posyandu jelasnya. Maka tahun 2005, Pos tersebut di bangun berdasarkan kerjasama dari beberapa instansi yakni dari: Dinas Pendidikan, PD Pasar, PKK Kota Surabaya dan juga Dinas Kesehatan Kota yang diwakili oleh Puskesmas Jagir...”. Dengan demikian kemajuan, kemudahan disertai fasilitas pendidikan dan kesehatan serba tersedia dalam upaya kiprah pihaknya sebagai pelaksanan di lini lapangan sangatlah mudah dalam turut serta membina kelompok belajar untuk mema-jukan bidang pendidikan dan kesehatan. Sebaliknya di kawasan desa tertinggal tentulah tidak semudah yang diuraikan di atas. Karena di kawasan itu, pengambil kebijakan di tingkat lini selalu ada di tempat. Semen-tara di kawasan pedesaan sering terkendala karena mereka itu, sering tidak bersamaan berada di tempat tugasnya. Dan mereka petugas lini lapangan ini kurang mau berkoordinasi seperti contoh di perkotaan Surabaya karena punya kesibukan yang berbeda. Kiprah Mahasiswa PNF Dalam Pemberdayaan Kiprah mahasiswa PLS dalam upaya pember-dayaan masyarakat pedesaan belum nampak di tanah air. Hal ini karena perguruan tinggi yang memproduk PLS tidak di semua perguruan tinggi negeri. Kecuali di Jawa Timur seperti: Malang, Surabaya dan Jember. Sementara yang swasta banyak di Jawa Barat, 1 di DIY dan 1 Univesitas Muhamma-diyah di Sulawesi Tengah. Dengan memperhatikan sebaran yang tidak merata, juga turut mempengaruhi kiprah mahasiswa PLS dalam upaya pemberdayaan kita kemasyarakat. Sebab Universitas Negeri saja tidak di semua provinsi ada. Sementara perguruan tinggi swasta terbesar di Jawa Barat, Jakarta, DIY dan Sulawesi Tengah. Pemberdayaan mahasiswa melalui KKN dalam upaya mencerdaskan kehidupan bangsa melalui Lembaga Pengabdian kepada Masyarakat terasa mengecewakan. Karena ada perguruan tinggi yang tidak memiliki jurusan/prodi PLS tentunya diberikan oleh mereka yang bukan sarjana PLS dalam pembekalan KKNnya. Akibatnya kiprah PLS sungguh belum waktunya memberikan warna di tanah air. Lab PLS tentu dalam mengerahkan mahasiswa untuk praktek Ke-PLS-an masih juga belum dapat mewarna kiprahnya. Karena ada dugaan di masing-masing Lab PLS di perguruan tinggi belum banyak mengadakan pertemuan sesama pengelolanya. Untuk sementara ini, menurut dugaan penulis masih seperti-nya jalan di tempat masing-masing. Sehingga kiprah mahasiswa belum banyak dikenal masyarakat. Dan masyarakat sepertinya aneh melihat kalau ada kegiatan mahasiswa PLS di lapangan. Hal ini juga membuat kiprah kita jadi tidak banyak dikenal masyarakat. Penulis menyadari kiprah mahasiswa PLS bukan berarti tidak ada sama sekali. Sebenarnya sudah banyak, namun diiringi luarnya wilayah tanah air kita, disertai jumlah penduduk yang tidak merata, membuat kiprah kita belum dirasakan oleh semua orang itulah, dalam Sub topik terdahulu tentang kehadiran PLS di masyarakat, dilihat dengan sebelah mata. Peran Pendidikan Tenaga Kepdidikan Bila memperhatikan tentang pendidik tenaga kependidikan (PTK) bersama Warga Belajarnya Dalam Pemberian Keterampilan Kewajiban Pendidik dan Tenaga Kependidikan Kalau kita mengkaji terhadap PTK-PNF minimal ada 3 kewajiban mereka tenaga kependidikan dalam menjalankan tugasnya sehari-hari. Adapun ke 3 hal tersebut menurut Darlan, (2010) sebagai berikut: 1.Berkewajiban menciptakan suasana pendidikan yang bermakna, menyenangkan, punya keratif, dinamis dan dialogis; 2.Berkewajiban mempunyai kometmen secara profesional untuk meningkatkan mutu pendidikan luar sekolah; dan 3.Berkewajiban memberi teladan dan menjaga nama baik lembaga, profesi dan kedudukan sesuai dengan kepercayaan yang diberikan kepadanya. Dari ke 3 hal di atas, suatu kewajiban yang harus diciptakan oleh masing-masing pendidik dan tenaga kependidikan - pendidikan non formal dan infomal (TPK-PNFI) dalam menjalankan tugasnya. Agar dalam menjalankan profesinya dapat menjadi contoh bagi orang lain, baik di perkotanaan maupun pedesaan. Kualifikasi Pendidik Bila kita perhatikan dalam hal kualifi-kasi dan jenjang pendidikan, maka perlu diperhatikan pada hal-hal sebagai berikut: 1. Pendidik harus memiliki kualitas minimum dan sertifikasi sesuai dengan jenjang kewenangan mengajar, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional; 2. Pendidik untuk pendidikan formal pada jenjang pendidikan usia dini, pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi dihasilkan oleh pergu-ruan tinggi yang terakreditasi. Kualialifikasi pendidik tentu saja tidak bisa bagaikan semudah membalik telapak tangan. Karena tugas mereka yang sangat mulia ini, tidaklah mudah dengan hanya diberikan satu atau dua hari atau satu dua bulan. Tapi pendidikan luar sekolah tentu memperoleh tenaga yang berkualitas menggunakan waktu 4 – 5 tahun. Jadi atas ketidak pahaman masyarakat selama ini, tentang pekerjaan PLS hanya sebatas ”pemberan-tasan buta huruf”, tidaklah seluruhnya demikian. Pekerjaan PLS sungguh luas dan memerlukan keahlian tersendiri. Perubahan Sosial Alamiah Belajar dari pengalaman memang sebuah peristiwa penelitian yang berbeda-beda, ternyata ada perubahan diantaranya yang jatuh pada masa sekarang dengan masa sepuluh sampai lima belas tahun silam. Ada beberapa hal yang dilihat secara alamiah desa-desa tertinggal ini, pasti ada terjadi perubahan sosial secara alamiah. Hal ini seperti: 1.Masyarakat yang angka tuna aksara semakin berkurang; 2.Walau mereka tidak banyak berkomunikasi ke luar desa, tapi mereka tahu perkembangan desa, kota lain; 3.Modernisasi desa pasti terjadi walau secara lamban. Dari konsep kemajuan perubahan pembangunan masyarakat desa menurut Piott Sztompka (2004; 23) bahwa:”... terlihat ciri-ciri fundamental kondisi kehidupan manusia; adanya jurang abadi antara kenyataan dan harapan...”. Dalam perubahan sosial, secara alamiah terjadi sebagai akibat mereka: melihat, mendengar, memperhatian, terhadap desa lain. Selain itu, pemikiran masyarakat lambat laun termotivasi baik dari dalam dirinya maupun dari luar. Ingin menjadikan desa yang lebih maju dari masa sebelumnya. Sehingga perubahan sosial secara alamiah ini tidaklah atas datagnya bantuan pembangunan dari pemerintah, tapi secara alamiah tersebut muncul dari berkembang desa itu sendiri. Sebenarnya bantuan pembangunan dari pemerintah kalau sangat tanggung/tidak memadai, justru memanjakan masyarakat. Sehingga jiwa gotong royongnya mereka jadi hilang. Harapan dan Kenyataan Sungguh banyak kalangan yang memusatkan pikirannya terhadap masyarakat kawasan tertinggal. Karena objeknya sungguh luas, dengan sebaran yang tidak merata, dan anggaran yang masih terbatas, mengakibatkan program-program yang dilancarkan tidak banyak menyentuh pada masyarakat kawasan desa tertinggal. Sejujurnya bahwa tidak ada masyarakat kawasan desa tertinggal yang ingin selalu miskin. Apakah miskin pencaharian, miskin pendidikan dsb. Namun mereka selalu berharap kapan desa mereka mendapat kecuran pemberdayaan. sehingga ada kalanya program-program yang diluncurkan tersebut ternyata tidak banyak menyentuh pada mereka dengan berbagai alasan mereka berkilah. Dari hasil penelitian di berbagai provinsi di Indonesia, kenyataannya bahwa pemberdayaan yang sudah dan sedang bergulir memerlukan pengkajian lebih mendalam lagi. Karena dalam pemberdayaan yang digulirkan dari pihak penyedia dana kepada masyarakat, belum banyak menunjukkan hasil yang memadai. Walau hal itu, penulis maklumi dengan segala keterbatasan yang ada. Harapan masyarakat untuk pemerataan pembangunan lewat pemberdayaan ini yang betul-betul sesuai dengan kebutuhannya. Andaikata ada program inovatif, sebaiknya bermanfaat untuk semua. Kenyataan yang ada dalam pemberdayaan yang digulirkan tidak semuanya diketahui oleh masyarakat. Harusnya mereka tahu terhadap apa saja bentuk pemberdayaan kita. Sehingga harapan masyarakat ini, betul-betul dirasakan mereka. Proses kemajuan desa tertinggal memang sangat langka kalau terjadi semakin hari, bulan, tahun akan menurun. Menurut Christopher Dawson (dalam Lasch 1991; 43) Berdasar konsep peradaban umat manusia dalam peradaban barat selama hampir 3.000 tahun belum pernah ada pemikiran demikian...”. Sehingga setiap warga masyarakat berharap pasti di desanya mengharap terjadi kemajuan. Walau secara lambat. Kesimpulan Dari hasil penelitian yang dilakukan adalah sebagai berikut: 1.Dengan memperkenalkan tentang kiprah PLS/ PNF selama ini di masyarakat. Karena kegiatan PLS/PNF selama ini kurang dikenal masyarakat. Sehingga berbagai upaya telah dilakukan, apakah oleh kalangan dosen, mahasiswa dengan berbagai programnya. Maupan tokoh-tokoh pendidikan non formal. Namun masih belum menemukan cara yang paling efektif. 2.kiprah tenaga pendidik PLS/ PNF dalam pembardayaan masyarakat sudah mulai terjadi gerakan dengan berbagai hal. Namun masih menemukan kendala yang sangat berarti bahwa masyarakat lebih percaya pada pendidikan formal dibanding pendidikan non formal. 3.secara jelas bagaimana Program Mehaga lewu yang ada di Kalimantan Tengah sudah dirintis oleh pemerintah bersama masyarakat. Namun kesaran akan hal itu masih rendah di berbagai kangan. Sehingga program ini perlu digerakan secara rutin oleh pemerintah. Karena masyarakat ada rasa ketergantungan dengan keterlibatan pemerintah. 4.Sedangkan pengetahuan masyarakat tentang PLS/PNF di kawasan tertinggal, sangat rendah. Bahwa masih banyak warga masyarakat kita yang tidak mengerti apa itu pendidikan luar sekolah/PNF. Semoga Bermanfaat Untuk Semua, Amin yarabbal’amin. Daftar Pustaka Albertus, 2010. Percepat Pembangunan Desa Tertinggal di NTT, Kupang. Colly, 1986. Angka Kelahiran Masyarakat pedesaan, dosen Fakultas Kedokteran Komunitas (FKK) UGM, Yogyakarta. Darlan, H.M. Norsanie, 2002. Penelitian Masyarakat Desa tertinggal Kawasan Pantai, UPI, Bandung. ------------, 2010. Peran Pendidik dan Tenaga Kependidikan, berita, Lembaga Kantor Beita Antara, Jakarta. Edi Basuki dan Zainal 2007. Kiprah Tenaga Lapangan Dikmas melalui PKBM dalam upaya memberdayakan masyarakat, Sidoarjo. Edy, H.M. Lukman, 2008. Membangun Bangsa, Membangun Desa, Pada Kementerian Negara Pembangunan Daerah Tertinggal meluncurkan desa model yang dicanangkan langsung oleh Presiden RI, Jakarta. Faisal, Sanapiah, 1981. Sosiologi Masyarakat Kota Dan Desa, Usaha Nasional Surabaya. Media, Tim Akar, 2003. Kamus Lengkap Praktis Bahasa Indonesia, Akar media, Surabaya. Rina, 2007. Kiprah Tenaga Lapangan Dikmas melalui PKBM dalam upaya memberdayakan masyarakat dengan ketelatenan, Sidoarjo. Sofianty, Dian dan W. Mehdinsareza, 2007. Pos Multifungsi di Dalam Pasar Wonokromo, Surabaya. Sudjana, Djudju, 2000. Pendidikan Luar Sekolah, PT. Al-falah, Bandung. Tjahyati, Sri Peni, 2008. Membangun kerjasama dari beberapa instansi yakni dari Dinas Pendidikan, PD Pasar, PKK Kota dan Dinas Kesehatan Puskesmas, Surabaya. Penulis Guru Besar S-1 dan S-2 PLS/PNF Universitas Palangka Raya serta mantan Kepala Badan Diklat Provinsi Kalimantan Tengah.

Minggu, 17 Januari 2016

Guru Besar: Minat Baca Masyarakat Perlu Dipacu

16 Januari 2016 10:14 Guru Besar: Minat Baca Masyarakat Perlu Dipacu 21 Juni 2012, 10:37:49 WIB oleh Admin | dilihat: 155 kali Print Kalimantan Tengah-PALANGKA RAYA, (kalimantan-news) - Minat baca masyarakat Provinsi Kalimantan Tengah perlu dipacu dengan menyediakan bahan bacaan yang menarik dan perpustakaan representatif, kata Guru Besar Universitas Palangka Raya Prof Norsanie Darlan. Melalui surat elektronik yang disampaikan kepada ANTARA di Palangka Raya, Kamis, ia mengatakan, bahan bacaan yang kurang memikat dan terbatasnya sarana perpustakaan sekolah menjadi salah satu penyebab rendahnya minat baca masyarakat Provinsi Kalteng. Pemerintah melalui lembaga yang relevan sudah mencanangkan program minat baca, hanya saja belum optimal dan perlu dukungan semua pihak untuk menumbuhkan minat baca sejak dini agar Bangsa Indonesia lebih cerdas di masa mendatang, katanya. "Dukungan semua pihak penting karena tidak semua sekolah mampu menyediakan sarana dan bahan bacaan menarik dan memikat pelajar. Saya kira, dukungan semua pihak diperlukan untuk mendorong minat baca masyarakat daerah ini," kata Norsanie yang Guru Besar pendidikan luar sekolah (PLS) Unpar tersebut. Selain itu, sekolah tidak selalu mampu mendorong dan menumbuhkan kebiasaan membaca di kalangan pelajar karena kondisi dan kualitas bahan bacaan, termasuk buku pelajaran memprihatinkan karena padatnya kurikulum, dan metode pembelajaran yang menekankan hafalan materi justru "membunuh" minat membaca. Mengutip pendapat guru besar Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia Prof Riri K Toha Sarumpaet, Norsanie Darlan mengatakan, sekolah belum memadai sebagai tempat untuk menumbuhkan minat baca anak-anak peserta didik. Hal ini tidak terlepas dari kurikulum yang terlalu padat membuat siswa tidak punya waktu untuk membaca. Riris mengemukakan bahwa siswa terlalu sibuk dengan pelajaran yang harus diikuti setiap hari. Belum lagi harus mengerjakan pekerjaan rumah (PR). "Oleh karena itu, solusi terbaik dalam membuka jalan pikiran seorang siswa agar mereka mempunyai wawasan yang luas, adalah dengan cara membaca. Agar siswa dapat membaca buku secara ajeg, maka kepada mereka perlu disediakan bahan bacaan yang cukup koleksinya," tambah Prof Norsanie. Dia mengatakan, perpustakaan lengkap dengan bahan bacaan serba baru dan menarik seperti buku fiksi, nonfiksi, referensi, majalah, koran, kaset serta alat peraga dinilai dapat mendorong minat baca pelajar. Semua buku standar agaknya bisa meningkatkan minat baca pelajar di setiap sekolah. Kondisi perpustakaan hampir di semua sekolah belum memenuhi standar sarana dan prasarana pendidikan jika dikaitkan dengan minat bacaa. Perpustakaan belum sepenuhnya berfungsi. Jumlah buku didominasi bahan bacaan terkait pelajaran dan jauh dari kebutuhan dan tuntutan meningkatkan minat baca pelajar. "Perpustakaan sekolah merupakan sarana vital dalam mencerdaskan kehidupan bangsa. Begitu juga perpustakaan desa yang perlu diperjuangkan karena pedesaan juga perlu mendapatkan perhatian. Apakah istilah perpustakaan desa ataukah Taman Bacaan Masyarakat (TBM), perlu diperhatikan," katanya. Dia mengatakan, upaya memperluas jangkauan layanan perpustakaan baik melalui perpustakaan menetap atau perpustakaan keliling di pusat-pusat kegiatan masyarakat desa, RW/RT secara merata dan berkesinambungan akan dapat menjadikan masyarakat membaca (reading society) perlu ditingkatkan. "Bila fasilitas perpustakaan lengkap dengan buku memadai dan bervariasi, dinilai dapat meningkatkan minat baca masyarakat perdesaan. Semakin besar peluang bagi masyarakat untuk membaca melalui fasilitas yang tersebar luas, semakin besar pula stimulasi membaca sesama warga masyarakat," ujarnya. (das/ant)

AKADEMISI : SUDAH WAKTUNYA INDONESIA KEMBALI DENGAN GBHN

13 Januari 2016 21:24 D0130116000330 13-01-2016 PLK BJM Banjarmasin, 13/1 (Antara) - Akademisi Universitas Palangka Raya (Unpar) Kalimantan Tengah Prof Dr H.M Nornasie Darlan MS PH berpendapat, sudah waktunya Indonesia kembali mempunyai Garis-Garis Besar Haluan Negera (GBHN). Pasalnya GBHN bukan saja pedoman, tapi juga menjadi panduan yang jelas arah pembangunan negeri tercinta ini (Indonesia) untuk menggapai kesejahteraan yang berkeadilan dan keadilan yang berkesejahteraan, ujarnya kepada Antara Kalimantan Selatan di Banjarmasin, Selasa malam. Menurut profesor yang berkarir dari bawah (pesuruh) itu, sejak masa reformasi 1998 negeri tercinta ini seakan tidak menggunakan GBHN. "Karena di masa Orde Baru (Orba) jalannya pemerintahan terkendali dan pembangunan cukup terarah dengan adanya GBHN, yang kemudian penjabarannya melalui Rencana Pembangunan Lima Tahun (Repelita)," ujarnya. Sebab, lanjut putra Indonesia kelahiran Desa Anjir Serapat Kuala Kapuas, Kalteng itu, GBHN merupakan panduan, pedoman bagi masing-masing instansi di negeri ini. Ada juga sebutan lain seperti Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN). "Namun masyarakat banyak tidak banyak pula mengetahui RPJPN. Berbeda dengan masa Orba masyarakat bisa mendapatkan GBHN di berbagai toko buku," ungkap mantan aktivis Ikatan Pers Mahasiswa Indonesia (IPMI) itu. Oleh karenanya masyarakat banyak pula mengenal arah dan kebijakan pembangunan, baik jangka pendek, menengah ataupun jangka panjang, lanjut mantan Kepala Badan Pendidikan dan Pelatihan Kalteng tersebut. Ia mengemukakan pengalaman masa lalu, kalau menulis sesuatu atau objek tertentu bisa menggunakan GBHN sebagai reprensi agar tulisan tidak menyimpang dari sasaran pembahasan. Karena, menurut dia, GBHN isinya susuai dengan tujuan pembangunan. "Tapi dewasa ini sulit memang untuk berbicara hal itu. Karena satu dengan yang lain obyek yang mau kita tulis ada kalanya nyasar dari kebijakan," ujarnya. Pasalnya, lanjut Guru Besar Unpar tersebut, belum jelas di mana untuk memperoleh RPJPN itu. Kecuali Undang-Undang. Ini terlalu permanen. Tentu saja tidak mudah. "Kebijakan para pucuk pimpinan saja di instansi itu, sementara instansi lain tidak banyak mengenalinya. Karena buku tentang panduan tersebut tidak seperti masa berlakunya GBHN," lanjutnya. Ia mengaku, 2 Agustus 2012 turut serta memberikan masukan dalam rencana, apakah GBHN masih diperlukan atau tidak. "Saya berpikir positif, dengan rencana itu. Walau topik makalah saya berjudul Pembangunan Daerah Berbasis Kearifan Lokal (Huma Betang) sebagai konsep rumah Adat Masyarakat Dayak yang dimintakan oleh Majelas Permusyawatan Rakyat Republik Indonesia (MPR-RI)," ungkapnya. "Tapi dalam makalah tersebut, saya turut memberikan masukan tentang pentingnya GBHN buat negeri kita tercinta ini. Namun kapan GBHN itu mulai diterapkan saya belum tahu persis," ujarnya. Koordinator Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) Kalteng itu berharap adanya kembali dengan GBHN seperti dulu, apalagi sering menulis tentang obyek tertentu. "Dalam membuat suatu tulisan, terkadang saya merasa kurang yakin apa tulisan itu sudah benar atau tidak. Karena tidak punya pegangan GBHN tersebut," demikian Norsanie.***2*** (T.KR-SKR/B/H. Zainudin/H. Zainudin) 13-01-2016 18:29:48

IT IS TIME TO RETURN TO GBHN: ACADEMICIAN

13 Januari 2016 20:55 Hari Ini pada 2:47 PM D0130116000331 13-01-2016 NAT BJM IT IS TIME TO RETURN TO GBHN: ACADEMICIAN Banjarmasin, South Kalimantan, Jan 13 (Antara) - Professor Nornasie Darlan of the Palangkaraya University (Unpar) in Central Kalimantan has opined that it was time for Indonesia to return to the State Policy Guidelines (GBHN). "It is time to reinstate the GBHN since during the New Order era, the process of governance was controlled through it, and the development was purposeful through the implementation of the Five-Year Development Plan (Repelita)," Darlan remarked here on Wednesday. According to the professor, the GBHN offered a clear guideline for the direction of development in Indonesia to achieve equitable prosperity and justice. He further added that the GBHN can serve as a guideline for each institution in the country as it is now known as the National Long Term Development Plan (RPJPN). Darlan noted that the content of the GBHN remained relevant to the current direction of development, but now, it had become increasingly difficult to discuss the GBHN, a document that details the direction and objectives of the state for five years. Under the then president Soharto, the GBHN was passed by the People's Consultative Assembly (MPR) and was implemented by the president during his five-year term.

AKADEMISI UNPAR APRESIASI KENAPA DUA DIRJEN YANG MUNDUR

31 Desember 2015 21:42 D0311215000996 31-12-2015 PLK BJM Banjarmasin, 31/12 (Antara); Republika; Kompas; Pelita - Akademisi Universitas Palangka Raya (Unpar) Kalimantan Tengah Prof Dr HM Norsanie Darlan MS PH mengapresiasi terhadap sikap dua Direktur Jenderal pada dua Kementerian di Indonesia yang mengundurkan diri. "Kita patut memberi jempol atau mengapresiasi terhadap dua Direktur Jenderal (Dirjen) pada dua Kementerian di Indonesia yang mengundurkan diri," ujarnya kepada Antara Kalimantan Selatan (Kalsel) di Banjarmasin, Kamis. Kedua Dirjen yang mengundurkan diri itu masing-masing Dirjen Pajak Kementerian Keuangan RI Sigit Priadi Pramudito dan Dirjen Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan Djoko Sasono. Pengunduran diri kedua Dirjen Pajak dan Perhubungan Daerah karena merasa kurang mampu mengemban tugas atau amanah yang cukup berat di negeri ini, dan pengunduran diri mereka itu dalam kurun waktu yang tidak terlalu lama. "Memang kita ketahui bersama di banyak negara, seseorang yang mendapat amanah dan merasa dirinya tidak mampu mencapai target atau gagal dalam menjalankan tugas, dia lebih baik memilih mundur," ujarnya. Menurut Guru Besar pada perguruan tinggi negeri tertua di "Bumi Isen Mulang" (pantang mundur) Kalteng itu, pengunduran diri kedua Dirjen tersebut merupakan sikap "gentleman" (kelaki-lakian/bertanggung jawab) dan jalan terbaik. "Jangan sudah tahu gagal menjalankan tugas, tapi dia berusaha melindungi kegagalan itu dengan berbagai cara," lanjut mantan aktivis Ikatan Pers Mahasiswa Indonesia (IPMI) tersebut. Di negeri ini atau Indonesia, pengunduran diri seorang pejabat tinggi negara, seperti Dirjen Pajak dan Perhubungan Darat tergolong baru, yang secara jantan mengakui target yang dia emban belum tercapai. Oleh karenanya dari pada proyek pembangunan gagal maka dia dengan legowo menyerahkan jabatannya kepada atasan. Dan untuk diserahkan kepada orang lain dianggap mempunyai kemampuan meneruskannya. Sementara di negeri tercinta ini agak aneh mendengar pengunduran diri dua orang Dirjen dalam kurun waktu yang tidak terlalu beda, ujar sang profesor, kelahiran Anjir Serapat Kuala Kapuas, Kalteng tersebut. "Saya salut kepada kedua Dirjen tersebut dan juga angkat jempol sekaligus angkat topi, agar mereka menjadi contoh dan pahlawan pembangunan yang mendidik, lanjut mantan Kepala Badan Pendidikan dan Pelatihan (Kabandiklat) Pemprovinsi Kalteng itu. "Karena berapa banyak seseorang yang menjadi cemoohhan masyarakat dan bahkan disuruh mundur saja tidak mau. Sebagai akibat ketidakmampuannya dalam menjalankan amanah yang dititipkan pimpinan kepadanya. Walau diangkat sumpah / janji kepada Tuhan," demikian Norsanie.***2*** (T.KR-SKR/B/H. Zainudin/H. Zainudin) 31-12-2015 18:57:53

PERLU PERHATIAN KENAPA CALON PILKADA ITU PEMINATNYA RENDAH

29 Desember 2015 12:13 Oleh Sukarli Banjarmasin, 12/12 (Antara), Harian Pelita (Jakarta) - Akademisi Universitas Palangka Raya (Unpar) Kalimantan Tengah Prof Dr H.M. Norsanie Darlan MS PH menduga rendahnya peminat calon kepala daerah pada pemilihan kepala daerah atau Pilkada tahun 2015 karena peraturan berubah. "Mungkin karena peraturan berubah dibandingkan masa lampau, sehingga peminat calon kepala daerah dan wakil kepala daerah pada Pilkada kali ini rendah," ujarnya kepada Antara Kalimantan Selatan (Kalsel) di Banjarmasin, Jumat malam. Karena, lanjut Guru Besar PNF Unpar itu, masa lampau mereka yang masih aktif sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS) atau Pegawai Aparatur Sipil Negara (PASN) bisa mencalon kepala daerah atau wakil kepala daerah, tapi kini tidak lagi mendapat kesempatan. Sebab peraturan yang ada sekarang, bagi PNS yang mencalon Gubernur/Wakil Gubernur, Bupati/Wakil Bupati dan Wali Kota/Wakil Wali Kota, harus berhenti sebagaii PNS. "Siapa mau kalau usianya masih muda, kendati berpotensi menjadi calon Gubernur/Wakil Gubernur, Bupati/Wakil Bupati dan Wali Kota/Wakil Wali Kota, kalau dia PNS. Tapi setelah berakhir masa jabatan tersebut, dia akan menjadi pengangguran," tuturnya. "Tentu saja hal tersebut menjadi perhitungan oleh banyak kalangan. Syukur kalau berhasil. Kalau gugur atau tidak terpilih. Tentu akan gigit jari. Karena PNSnya masih puluhan tahun lagi terpaksa harus dilepas," lanjutnya. Menurut dia, peraturan atau perundang-undangan yang ada seperti sekarang memang menguntungkan kepada pihak tertentu. Padahal pihak mereka itu, tidak seluruhnya berpengalaman dalam managerial pemerintahan, termasuk keuangan. Oleh karenanya para calon Gubernur/Wakil Gubernur, Bupati/Wakil Bupati dan Wali Kota/Wakil Wali Kota dimonopoli kelompok tertentu, dan para pensiunan yang secara perhitungan kurang produktif lagi. Mantan aktivis Ikatan Pers Mahasiswa Indonesia (IPMI) itu berpendapat, kalau peraturan tersebut tidak segera diubah, bagaimana nasib bangsa ke depan. Begitu pula kalau belum berpengalaman sebagai Pegawai Aparatur Sipil Negara (PASN), ternyata ada juga yang harus berurusan dengan penegak hukum. Walau hal ini tidak seluruhnya terjadi, demikian Norsanie. ***2*** (T.KR-SKR/C/H. Zainudin/H. Zainudin) 12-12-2015 22:43:00

Sukses Bina PKBM: Dua Mahasiswa S-2 PLS Unpar Diundang Ke Istana

07 Desember 2015 18:39 Beranda Kalteng Palangkaraya Sukses Bina PKBM: Dua Mahasiswa S-2 Unpar Diundang Ke Istana LKBN Antara Minggu, 06 Desember 2015 - 18:38 WIB Dua orang mahasiswa Pendidikan Luar Sekolah (PLS) atau Pendidikan Non Formal (PNF) di strata dua atau S-2 Unpar diundang ke Istana Negara untuk menerima penghargaan tingkat nasional. Mereka itu berhasil menekuni pada bidangnya dan dapat lulus menjadi juara I kategore Paket A dan Paket C. Kedua mahasiswa program magister PLS/PNF itu adalah Enny Oktavia, yang lulus dalam kejuaraan perlombaan Paket A pada Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) yang ia bina selama menjadi mahasiswa S-2 PLS/PNF Universitas Palagka Raya. Dan yang satu lagi Khairil Ulfah membina Paket C pada Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) Lutfillah yang ia bina selama menjadi mahasiswa S-2 PLS/PNF juga di Universitas Palagka Raya. Pendidikan luar sekolah di Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) menyelenggarakan diantaranya pendidikan kesetaraan Paket A setara Sekolah dasar, paket B setara SLP dan paket C setara SLA pada jalur pendidikan formal (persekolahan). Keberhasilan mereka berdua adalah berkat ketekunannya dalam membina Paket A dan B pada Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) yang ia bina selama menjadi mahasiswa S-2. Karena di semester III mahasiswa magister PLS diajak dan didampingi oleh sejumlah dosen melihat dari dekat Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) dan lembaga kursus dan pelatihan (LPK) di luar provinsi Kalimantan Tengah. Sekelembalinya mereka ini, ditugaskan lagi mendampingi lembaga penyelenggara PLS/PNF di kota Palangka Raya. Dengan melihat berbagai lembaga penyelenggara pendidikan luar sekolah/pendidikan non formal di luar daerah, maka para mahasiswa S-2 yang kita bina akan dapat berkreatif dalam pembinaan PLS/PNF itu di Kalimantan Tengah. Menurut ketua Program Magister S-2 PLS/PNF Pascasarjana Universitas Palangka Raya Prof. Dr. H.M. Norsanie Darlan, MS PH ke dua mahasiswa yang menerima penghargaan berprestasi dan berdedekasi tingkat Nasional dalam jalur pendidikan Non Formal ini sekarang Enny Oktavia baru saja diwisuda bulan April lalu sebagai Magister Pendidikan Luar Sekolah dan sudah diketahui ia telah mendapatkan panggilan dari Presiden Jokowo ke Istana Negara bersama Khairil Ulfah yang juga berprestasi di pendidikan non formal ini, ia sedang menulis thesis. Karena kurang aktif sehingga tertinggal oleh Enny Oktavia. Pengamat Pendidikan: Ujian Negara (UN) Terkesan Menakutkan Bagi Siswa

UJIAN NEGARA MENAKUTKAN

06 Desember 2015 21:46 Diposkan oleh piens di 20.04 Pengamat: UN Terkesan Menakutkan Bagi Siswa BANJARMASIN, KOMPAS.com - Pengamat sosial kemasyarakatan dari Universitas Palangka Raya (Unpar), Prof Dr HM Norsanie Darlan MS PH berpendapat, Ujian Nasional (UN) tahun 2013, membuat siswa peserta UN stres. "Pasalnya UN terkesan menakutkan bagi siswa dan orang tuanya, sehingga perlu pemikiran mencari pemecahan yang dapat menguntungkan dan rasa toleransi terhadap anak didik tersebut," kata HM Norsanie Darlan kepada Antara Kalimantan Selatan, di Banjarmasin, Minggu (28/4/2013). Selain itu, beberapa tempat di tanah air ujian tertunda sampai jam 14 pada hari yang sama. Bukankah hal ini tidak merugikan siswa, lanjut mantan aktivis Ikatan Pers Mahasiswa Indonesia (IPMI) tersebut. "Mengapa merugikan siswa? Karena anak-anak dari rumah turun lebih awal, untuk mengikuti ujian yang direncanakan pukul 08-00 pagi. Jika ditunda hingga pukul 14.00, bagaimana makan siang mereka," ujarnya. "Apakah semua anak membawa uang untuk makan siang. Apakah cafe atau warung di sekolah menyediakan makanan untuk sejumlah siswa mereka. Kalau tidak, kan jadi merepotkan dan bisa membuat steres," lanjutnya. Guru Besar pada perguruan tinggi negeri tertua dan terbesar di Kalteng itu, meminta, jangan masalah ujian nasional dijadikan semakin tahun semakin diperberat, sehingga terkesan menakutkan, terlebih dengan pengawalan aparat kepolisian. Menurut Profesor itu, UN 2013 sebuah peristiwa menggemparkan, dan pasti tercatat dalam sejarah pendidikan di Indonesia, dimana 11 provinsi tidak dapat melaksanakan ujian secara bersamaan. "Apakah soal ujiannya tetap sama bagi provinsi yang terlambat. Kalau soalnya sama, tidak menutup kemungkinan terjadi jawaban soal akan dibantu oleh mereka yang rajin memberikan jawaban," ujarnya. Seharusnya, menurut Direktur Program Pascasarjana Pendidikan Luar Sekolah (PLS) Unpar itu, semakin tahun penanganan UN semakin canggih, serta memberi harapan yang lebih baik. "Tapi mengapa UN 2013 terjadi tahun yang suram. Ini perlu pemikiran ulang, apakah perhitungan yang telah ditetapkan Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) sudah tepat?," tanyanya. "Namun kalau memperhatikan 11 dari 32 provinsi di Indonesia terlambat, bararti ada masalah besar. Sementara tahun-tahun sebelumnya tidak demikian, dan kalau cuma satu atau dua kabupaten yang terlambat bisa ditoleransi," kata Norsanie. Di Arab, ada WNI meminta terjemahan Alquran berbahasa daerah Alquran 04 Desember 2015 7:29 Di Arab, ada WNI meminta terjemahan Alquran berbahasa daerah Reporter : Mohamad Taufik | Jumat, 8 Agustus 2014 18:28 Merdeka.com - Warga Negara Indonesia (WNI) yang diundang umrah Pemerintah Arab Saudi sebanyak 20 orang, diketahui meminta terjemahan Alquran ke berbagai bahasa daerah di tanah air. Permintaan itu terungkap dalam tanya jawab saat mereka mengunjungi Percetakan Alquran Terbesar di Dunia, di Madinatul Munawarah Arab Saudi 7 Agustus 2014 atau Kamis pukul 09.00 waktu setempat. Hal itu dikatakan salah satu peserta umrah HM Norsanie Darlan dalam surat elektronik kepada Antara Kalimantan Selatan di Banjarmasin, Jumat (08/08). Guru Besar Universitas Palangkaraya (Unpar) Kalimantan Tengah (Kalteng), itu mengungkapkan alasan permintaan terjemahan Alquran ke berbagai bahasa daerah, yaitu karena di Indonesia banyak sekali suku bangsa. "Pasalnya dari sejumlah suku bangsa tersebut, mungkin banyak pula yang membaca Alquran, tapi belum tahu apa makna yang terkandung dalam kitab suci umat Islam tersebut," ujarnya. Ketika tanya jawab tersebut, salah satu direktur percetakan Alquran itu juga menjelaskan beserta alat peraganya dalam penulisan kitab suci umat Islam tersebut, bahwa sejak zaman Khalifah Usman bin Affan yang mengumpulkan tulisan karena penghafalnya satu per satu meninggal dunia. Oleh karena itu, lanjutnya, tulisan Alquran tersebut dikumpulkan pada daun lontar, tulang-tulang dan berbagai sumber lain, ungkapnya mengutip penjelasan direktur percetakan Alquran terbesar di dunia itu. Dari penjelasan saat itu, lanjutnya, diperagakan pula penulisan Alquran dari huruf gundul dengan Khat, sudah dikoreksi oleh sembilan ahlinya dari tiga tenaga tenaga ahli penulisnya. Kesembilan orang yang mengoreksi itu, apakah sudah betul-betul cocok ataukah ada goresan-goresan yang tidak sesuai. Kemudian tim yang mencocokkan dengan bahasa, artinya dan sebagainya. "Oleh sebab itu pula, selembar Alquran bisa terbit harus melalui 90 orang tim satu sama lain yang bertugas mengoreksi," ungkap mantan aktivis Ikatan Pers Mahasiswa Indonesia (IPMI) tersebut. Dalam pertemuan yang berlangsung pukul 09.00 - 11.45 waktu setempat itu, jamaah umrah asal Indonesia tersebut mendapat bingkisan Alquran masing-masing dua berbahasa Arab, satu terjemahan ke dalam bahasa Indonesia dan satu lagi Alquran dalam bentuk kecil. [mtf]

PENINGKATAN MUTU DAN SUMBER DAYA MANUSIA PENDIDIKAN NON FORMAL INFORMAL

05 Nopember 2015 8:32 Oleh : H. M. Norsanie Darlan PENDAHULUAN Tulisan ini disiapkan dalam rangka menyongsong seminar nasional yang diselenggarakan Universitas Negeri Malang di penghujung bulan Oktober 2015. Dan kita sama maklumi bahwa Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 sangat menjanjikan terhadap tugas kita sebagai akademisi pendidikan luar sekolah/PNF untuk berkarya. Hanya saja tidak semua orang tahu dan mengayomi profesi kita. Apakah mereka memang tidak tahu, ataukah sengaja tidak menghiraukannya. Pendidikan Luar Sekolah/Pendidikan Non Formal ini seharusnya kita bersama-sama berupaya untuk meningkatkan. Tapi peningkatan itu, tidak akan terwujud kalau Sumber Daya Manusia yang kita produk sebagai sarjana PLS/PNF dan mari kita bersama-sama untuk memperbaikinya. Peningkatan kualitas selama mahasiswa kita bina dengan harus dapat terlihat nilai tambah di mata mereka. Baru sarjana PLS/PNF yang kita produk itu mau mereka pakai. Sebab disadari atau tidak oleh kita semua adalah mereka yang lain pun akan mengunggulkan kesarjanaan yang melekat pada diri. Sehingga bagaimana kesarjanaan PLS/PNF kita ini dapat diterima oleh banyak orang. Tentu tidak lain memperbaiki mutu/kualitas kesarjanaan kita. Apa lagi di akhir tahun 2015 ini, MEA mulai memasuki kawasan negeri kita dan berbagai negara di ASEAN. PENINGKATAN MUTU Menurut seorang ahli bernama Adi S, (2015) peningkatan berasal dari kata tingkat. Yang berarti lapis atau lapisan dari sesuatu yang kemudian membentuk susunan. Tingkat juga dapat berarti pangkat, taraf, dan kelas. Sedangkan peningkatan berarti kemajuan. Secara umum, peningkatan merupakan upaya untuk menambah derajat, tingkat, dan kualitas maupun kuantitas. Peningkatan juga dapat berarti penambahan keterampilan dan kemampuan agar menjadi lebih baik. Selain itu, peningkatan juga berarti pencapaian dalam proses, ukuran, sifat, hubungan dan sebagainya. Kata peningkatan biasanya digunakan untuk arti yang positif. Contoh penggunaan katanya adalah peningkatan mutu pendidikan, peningkatan kesehatan masyarakat, serta peningkatan keterampilan para penyandang cacat. Peningkatan dalam contoh diatas memiliki arti yaitu usaha untuk membuat sesuatu menjadi lebih baik daripada sebelumnya. Suatu usaha untuk tercapainya suatu peningkatan biasanya diperlukan perencanaan dan eksekusi yang baik. Perencanaan dan eksekusi ini harus saling berhubungan dan tidak menyimpang dari tujuan yang telah ditentukan. Kata peningkatan juga dapat menggambarkan perubahan dari keadaan atau sifat yang negatif berubah menjadi positif. Sedangkan hasil dari sebuah peningkatan dapat berupa kuantitas dan kualitas. Kuantitas adalah jumlah hasil dari sebuah proses atau dengan tujuan peningkatan. Sedangkan kualitas menggambarkan nilai dari suatu objek karena terjadinya proses yang memiliki tujuan berupa peningkatan. Hasil dari suatu peningkatan juga ditandai dengan tercapainya tujuan pada suatu titik tertentu. Dimana saat suatu usaha atau proses telah sampai pada titik tersebut maka akan timbul perasaan puas dan bangga atas pencapaian yang telah diharapkan. SUMBER DAYA MANUSIA Sumber daya manusia (SDM) adalah salah satu faktor yang sangat penting bahkan tidak dapat dilepaskan dari sebuah organisasi, baik institusi maupun perusahaan. SDM juga merupakan kunci yang menentukan perkembangan perusahaan. Sumber daya manusia (SDM) adalah salah satu faktor yang sangat penting bahkan tidak dapat dilepaskan dari sebuah organisasi, baik institusi maupun perusahaan. SDM juga merupakan kunci yang menentukan perkembangan perusahaan. Pada hakikatnya, SDM berupa manusia yang dipekerjakan di sebuah organisasi sebagai penggerak untuk mencapai tujuan organisasi itu. Dewasa ini, perkembangan terbaru memandang karyawan bukan sebagai sumber daya belaka, melainkan lebih berupa modal atau aset bagi institusi atau organisasi. Karena itu kemudian muncullah istilah baru di luar H.R. (Human Resources), yaitu H.C. atau Human Capital. Di sini SDM dilihat bukan sekedar sebagai aset utama, tetapi aset yang bernilai dan dapat dilipatgandakan, dikembangkan (bandingkan dengan portfolio investasi) dan juga bukan sebaliknya sebagai liability (beban,cost). Di sini perspektif SDM sebagai investasi bagi institusi atau organisasi lebih mengemuka. Pengertian SDM dapat dibagi menjadi dua, yaitu pengertian mikro dan makro. Pengertian SDM secara mikro adalah individu yang bekerja dan menjadi anggota menurut Zaien (1982) adalah:”…suatu perusahaan atau institusi dan biasa disebut sebagai pegawai, buruh, karyawan, pekerja, tenaga kerja dan lain sebagainya…”. Sedangkang pengertian SDM secara makro adalah penduduk suatu negara yang sudah memasuki usia angkatan kerja, baik yang belum bekerja maupun yang sudah bekerja. Berbicara tentang sumber daya menurut Sudjana (1982; 4) dan Darlan (2002; 13) bahwa: “…sumber daya terdiri dari sumber daya manusia, sumber daya alam, sumber daya buatan, sumber daya laut, sumber daya angina, sumber daya mata hari, sumber daya air, dsb…” Sedangkan Muhadjir (1987; 26 dan Prawoto (1980;19) adalah kualitas manusia dan interaksi yang berlangsung di dalam kelompok manusia itu sangat menentukan nilai penghargaan sebagai sumber daya manusia…”. Secara garis besar, pengertian Sumber Daya Manusia adalah individu yang bekerja sebagai penggerak suatu. organisasi, baik institusi maupun perusahaan dan berfungsi sebagai aset yang harus dilatih dan dikembangkan kemampuannya. Bila kita memperhatikan pemahaman tentang definisi manajemen sumber daya manusia yang dilontarkan oleh para ahli, diantaranya sebagai berikut: 1.Menurut Hasibuan Manajemen sumber daya manusia adalah ilmu dan seni mengatur hubungan dan peranan tenaga kerja agar efektif dan efisien membantu terwujudnya tujuan perusahaan, karyawan dan masyarakat. Permasalah yang kita`hadapi adalah erat hubungannya dengan sumber daya manusia PLS/PNF. Analisis: Dari definisi di atas dapat dilihat bahwa Hasibuan (2000; 16) memberikan penekanan dalam pemahaman MSDM yaitu: sebagai sebuah ilmu dan seni mengatur hubungan dan peranan tenaga kerja. Dalam melakukan kegiatan manajemen sumber daya tidak hanya bagaimana seseorang pimpinan mengetahui potensi pegawainya, namun lebih pada bagaimana seorang pemimpin mendesain sebuah formulasi tertentu dalam mengaplikasikan para sumber daya pegawai yang ada sesuai dengan kemampuan sumber daya yang kita dimiliki. Desain yang telah dibuat tersebut diharapkan mampu mengkoordinir keinginan-keinginan para pegawai serta koordinasi antara pegawai dan pimpinan serta antar pegawai. Melalui skema desain yang tepat diharapkan mampu meningkatkan kinerja para pegawai secara efektif dan efisien sehingga mampu mencapai tujuan yang telah ditetapkan. 2. Moses N. Kiggundu (1989) dalam Ambar Teguh Sulistyani dan Rosidah (2003: 11); Human resources management is the development and utilization of personnel for the effective achievement of individual, organizational, community, national, and international goals and objectives. (MSDM adalah pengembangan dan pemanfaatan pegawai dalam rangka tercapainya tujuan dan sasaran individu, ….., masyarakat, bangsa dan internasioanal yang efektif). Analisis: Dalam definisi menurut Kinggundu (1989) tersebut dapat dilihat bersama bahwa pendapat Kiggundu (1989), memberikan penekanan pada kata “development and utilization of personnel for the effective achievement”. Secara garis besar kalimat tersebut memiliki pemahaman MSDM sebagai sebuah upaya mengembangkan potensi para pegawai melalui beberapa pelatihan, baik yang sifatnya umum maupun khusus guna memunculkan pegawai yang benar-benar berkompetensi dalam bidangnya termasuk dalam keahlian kita sebagai orang-orang PLS/PNF. Menurut Notoatmodjo (1992: 5) pengembangan sumber daya secara mikro adalah suatu proses perencanaan pendidikan dan pelatihan dan pengelolaan tenaga atau karyawan untuk mencapai suatu hasil yang optimum. Sebagai tindak lanjutnya ketika seorang pegawai sudah mampu meningkatkan kapasitasnya, para pegawai tersebut diproyeksikan dalam upaya mencapai tujuan yang telah ditetapkan di awal baik itu keberhasilan individu, masyarakat, maupun organisasi. Namun, dalam pemahaman tentang pengertian MSDM tersebut masih sangat terbatas belum terlalu kompleks hanya sebatas upaya pengembangan serta pendayagunaan pegawai saja dalam mencapai sebuah tujuan yang telah ditetapkan. 3. Menurut Tulus (1992) dalam Suharyanto dan Hadna (2005 : 13); Manajemen sumber daya manusia adalah perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, dan pengawasan atas pengadaan, pengembangan, pemberian kompensasi, pengintegrasian, pemeliharaan dan pemutusan hubungan tenaga kerja dimaksud membantu tujuan organisasi, individu dan masyarakat. Sedikit Analisis: Dalam pemahaman definisi MSDM menurut Tulus (1992) dirasa telah sedikit lebih kompleks jika dibandingkan dengan pemahaman yang sebelumnya dengan melihat beberapa fungsi yang telah mulai dijabarkan sebagai bagian penting dari kegiatan manajemen sumber daya manusia PLS/PNF. Dalam pendapat Tulus (1992) tersebut dapat dilihat bagaimana beliau mencoba menjabarkan pemahaman MSDM yang ditekankan pada empat fungsi yaitu perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, dan pengawasan. Selain itu, dalam definisi di atas dapat dilihat bagaimana Tulus (1992) mencoba memperjelas ataupun memberikan poin-poin penting dalam pemahamannya tentang MSDM, yaitu meliputi pengadaan, pengembangan, pemberian kompensasi, pengintegrasian, pemeliharaan, dan pemutusan hubungan kerja. Dalam poin-poin penting yang telah dijabarkan tersebut dinilai mampu melengkapi pemahaman yang digunakan Tulus (1992) dalam mendefinisikan MSDM. Melalui berbagai kegiatan-kegiatan dalam upaya meningkatkan kemampuan para pegawai diharapkan mampu bekerja secara efektif serta efisien tersebut guna mewujudkan tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya baik itu individu, masyarakat 4. Menurut Armstrong (1990: 1) ; Sumber Daya Manusia adalah suatu pendekatan terhadap manajemen manusia yang berdasarkan empat prinsip dasar. Pertama, sumber daya manusia adalah harta paling penting yang dimiliki oleh suatu organisasi, sedangkan manajemen yang efektif adalah kunci bagi keberhasilan organisasi tersebut. Kedua, keberhasilan ini sangat mungkin dicapai jika peraturan atau kebijaksanaan dan prosedur yang bertalian dengan manusia dari perusahaan tersebut saling berhubungan, dan memberikan sumbangan terhadap pencapaian tujuan perusahaan dan perencanaan strategis. Ketiga, kultur dan nilai perusahaan, suasana organisasi dan perilaku manajerial yang berasal dari kultur tersebut akan memberikan pengaruh yang besar terhadap hasil pencapaian yang terbaik. Serta yang terakhir adalah manajemen sumber daya manusia berhubungan dengan integrasi yakni semua anggota organisasi anggota tersebut terlibat dan bekerja sama untuk mencapai tujuan bersama. Analisis: Dari definisi di atas dapat dilihat bagaimana MSDM mempunyai empat prinsip dasar yang utama, diantaranya adalah sumber daya manusia menjadi harta paling penting dalam sebuah organisasi (termasuk organisasi PLS), harus dikelola dan diatur dengan baik, sehingga dapat menimbulkan peran aktif dari pegawai sehingga manajemen organisasi yang efektif serta efisien. Yang kedua adalah keberhasilan sangat mungkin dicapai jika kebijaksanaan dan prosedur yang berkenaan dengan manusia dari perusahaan tersebut saling berhubungan dan memberikan sumbangan terhadap pencapaian tujuan dan perencanaan strategis perusahaan. Dari pernyataan tersebut dapat dipahami sebagai pentingnya bagaimana suatu kebijakan dibuat serta bagaimana perlakuan yang diberikan kepada para pegawai sehingga dapat meningkatkan kinerja pegawai untuk mau berkontribusi secara optimal dalam upaya mencapai tujuan suatu organisasi. Yang ketiga adalah kultur dan nilai perusahaan, suasana organisasi dan perilaku manajerial yang berasal dari kultur tersebut akan memberikan pengaruh yang besar terhadap hasil pencapaian yang terbaik. Dari pernyataan tersebut dapat dipahami bahwa kultur, nilai, suasana serta perilaku manajerial organisasi memiliki pengaruh yang cukup besar dalam mempengaruhi tingkat kinerja pegawai agar sesuai dengan harapan suatu organisasi. Ketika suasana kekeluargaan dibawa dalam sebuah sistem manajerial suatu organisasi kiranya akan lebih efektif dibanding dengan gaya kepemimpinan yang otoriter, serta mengaanggap bahwa pegawai bukan hanya sekedar mesin akan tetapi diperlakukan sebagai sekelompok rekan kerja dalam sebuah tim. Hal tersebut harus dikelola dengan baik sehingga apa yang menjadi tujuan organisasi bisa tercapai. Yang terakhir adalah MSDM menjadikan semua anggota organisasi terlibat dan bekerja sama untuk mencapai tujuan bersama. Melalui fungsi yang terakhir tersebut dapat dilihat bagaimana para pegawai menjadi sebuah faktor penting dalam sebuah kinerja suatu organisasi dalam mencapai tujuan suatu organisasi secara efektif serta efisien. Dari seluruh definisi serta pemahaman yang telah dilampirkan, penulis dapat membangun sebuah definisi serta pemahaman pribadi tentang manajemen sumber daya manusia yaitu merupakan sebuah ilmu serta seni dalam kegiatan perencanaan, pengelolaan dan pengembangan segala potensi sumber daya manusia yang ada serta hubungan antar manusia dalam suatu organisasi ke dalam sebuah desain tertentu yang sistematis sehingga mampu mencapai efektifitas serta efisiensi kerja dalam mencapai tujuan, baik individu, masyarakat, maupun organisasi. PENDIDIKAN NON FORMAL INFORMAL 1. Pendidikan formal : pendidikan yang didapat dari suatu lembaga pendidikan (sekolah sd/smp/sma). 2. Pendidikan nonformal : pendidikan yang didapat dari lembaga pendidikan selain sd/smp/sma (bimbingan belajar/kursus). 3. Pendidikan informal : pendidikan yang didapat dari lingkungan keluarga. PELUANG SDM NON FORMAL Dari awal tahun 2015 tenaga SDM Non Formal memang tidak seluruhnya menguntungkan. Namun dipenghujung tahun ini, Akademisi mendapatkan tawaran untuk menunjukkan kepiawan profesinya dalam pendidikan luar sekolaah/pendidikan non formal. Karena ada surat dari Direktorat Jend Pendidikan Anak Usia Dini dan Pendidikan Masyarakat nomor: 70C.C3/TU/2015. yang menawarkan kalangan akademisi profesional PLS untuk ikut pelatihan calon pelatih Nasional Pendidikan Keluarga. Pekerjaan itu tidak haanya sampai pelatihan ”TOT” itu saja, tapi sudah dijadwal di negeri ini setiap provinsi menyemenggarakan pelatihan pendidikan keluarga. Tenaga instrukturnya adalah mereka yang pernah dilatih pada tanggal 19-23 oktober 2015 di Bogor. Ini baru salah satu peluang dan masih banyak peluang lainnya yang terkadang tidak diketahui oleh dosen/akademisi yang terkadang kita sering lalai dalam menghadapi keadaan. Peluang akademisi sungguh banyak, tapi mungkin tidak semua hal itu kita mengetahui atau belum menemukan jalan menuju hal itu. Karena tidak semua akademisi PLS/PNF dikenal oleh kita dimana tempat-tempat pelayanan PLS/ pendidikan non formal. Karena tempat-tempat penyelenggara PLS/PNF tidak seluruhnya diselenggarakan oleh akademisi dan sarjana PLS/PNF. SUMBER DAYA PLS/PNF Memang sering kita terperanjat dalam melihat keadaan di masyarakat. Sepertinya keadaan ini seharusnya pekerja kita tenaga sarjana dari PLS/PNF, tapi kenyataannya di kerjakan oleh mereka yang berlakang belakang pendidikan lain. Salah satu contoh: tenaga lapangan dikmas (TLD). Trus kenapa hal ini terjadi ?. penulis menganggap hal seperti ini, adalah kelalaian kita semua. Dan bagaimana memperbaikinya ?. Sungguh banyak keperluan Sumber Daya Manusia seperti: Bidang/Subdin PLS, BP2PNFI, SKB, PKBM, LKP dll. Namun masih dapat dihitung dengan jari jumlah sarjana PLS/PNF yang diserap di sana. Tapi anehnya dizaman reformasi ini, tenaga kita tidak seluruhnya dipakai. Apakah karena dengan jalur bebas menerima tenaga kerjanya ataukah sarjana PLS/PNF sendiri yang mulai kehilangan arah. Pengalaman penulis ikut duduk di pemerintah daerah di awal reformasi menunjukan bahwa setiap tahun dari badan kepegawaian daerah (BKD) menyurati / meminta kepada semua Dinas, Badan di lingkungan pemerintah daerah untuk masing-masing instansi mendapat jatah tenaga / SDM baru dalam tahun berikutnya. Namun siapa calon yang akan diterima adalah atas usul kepala instansi itu. Sarjana PLS/PNF tidak mereka usulkan. Padahal sangat diperlukan. Karena Sarjana PLS/PNF tidak banyak mereka kenal, karena masih banyak sarjana lain. Oleh sebab itu, mari kita sama-sama mempromosikan PLS/PNF kita secara bersama-sama. Dan belajar dari pengalaman tersebut, kalau seseorang kepala Dinas, Badan mengingat keluarganya tidak bekerja. Maka keluarganya itulah yang ia usulkan. Walau di instansi tersebut tidak memerlukan tenaga sarjana yang ia usulkan. Akhirnya munculah sarjana yang tidak seharusnya dikehendaki yang berdasarkan kebutuhan. Dan sarjana PLS/PNF jadi ditinggalkan lambat laun tentu jadi tertinggal. Contohnya penerimaan tenaga TLD tidak memperhatikan kesarjanaan. Sehingga setelah mereka selesai prajabatan, pegawai baru ini mulai mengurus pindah. Karena alasannya kesarjaannya tidak cocok dengan pekerjaan PLS/PNF tadi. Dan kita ketahui bersama, bahwa Subdin PLS itu adalah mengerjakan, pekerjaan teknis. MENGHADAPI MEA Setuju atau tidak setuju, masyarakat ekonomi asean (MEA) akan menggrogoti PLS. Kenapa ?, karena nama PLS sudah tidak aktual lagi. Mengingat pasar bebas Indonesia Desember 2015 mulai memasuki kawasan negeri kita. Sehingga tidak jadi terkenal sarjana PLS dimata, telinga negara-negara Asean. Karena sarjana-sarjana mereka menggunakan nama bahasa Inggris Non Formal Education. Sedangkan PLS pasarannya hanya terbatas di tanah air, tapi kalau kita membawa ijazah sarjana PLS ke Singapora nama PLS tidak mereka kenal. Yang mereka kenal adalah sarjana Pendidikan Non Formal. Demikian juga negara-negara lainnya seperti: Piliphina, Thailand, Laos dan berbagai negara Asean lainnya. Dengan demikian hasil rapat kita di Surabaya tahun 2013 lalu, perlu kita ulang lagi ke Dirjen Pendidikan tinggi, agar sarjana-sarjana PLS laku dan dipakai hanya di tanah air, tapi juga di berbagai negara Asean lainnya. Bila kita tidak menghiraukan ini, nasip mahasiswa kita jadi suram. Bila kita para akademisi PLS/PNF membiarkan hal seperti sekarang, maka suram nasib kita semua. Sekarang kita perlu bangkit dengan menyamakan status sarjana kita antara pendidikan non formal dari berbagai negara mereka akan masuk ke berbagai negeri. Termasuk ke Indonesia. Tapi bagaimana sarjana PLS, kalau namanya saja tetap PLS, maka ke Singapora pun orang tidak tahu dengan PLS. Apa lagi ke Philina, Laor, Muang Thai. Pasti tidak laku sarjana kita. Karena nama kesarjanaan kita masih PLS. Karena problema tidak diketahui orang apa itu PLS. Berarti kita membuat nama yang dikenal orang lain seperti: Sarjana Pendidikan Non Formal. SARJANA PLS PUNYA JALAN Bila kita memperhatikan terhadap kesarjanaan PLS/PNF yang punya pengalaman lapangan, punya keterampilan pendidikan kewiraswastaan, dan berbagai pengalaman mereka dalam pengelola kelompok belajar masyarakat tentu. Sekarang apa harusnya sarjana PLS agar punya jalan di luar PNS. Bila sarjana PLS/PNF menekuni pengalaman pendidikan kewirausahaan di saat ia mahasiswa. Maka ia mengetahui warga masyarakat Indonesia membutuhkan pendidikan yang layak. Kenapa tidak setelah menjadi sarjana PLS/PNF ? kenapa tidak mendirikan Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM). Pendirian PKBM oleh seorang sarjana PLS/PNF berarti membuka kesempatan kepada sarjana lain. Artinya dengan PKBM dibuka oleh sarjana PLS/PNF secara profesional, maka PKBM merupakan sebuah lapangan kerja usaha. Ia dapat mempekerjakan para sarjana lain. Misalnya PKBM merasa perlu ada kursus bahasa Inggris, maka sarjana bahasa Inggris, bisa kita jadikan tutor/instruktur bahasa di PKBM. Demikian juga sarjana matimateka. Dengan memperkatikan hal di atas, para sarjana PLS/PNF akan` dapat sejahtera kalau kita dapat menanfaatkan ilmu kita sebagai bidang ilmu yang luas sekali. Tapi kalau akademisi memberikan wacana kepada mahasiswa agat tidak selalu berharap ke PNS. Tapi arahkan mahasiswa kita agar bisa berwira usaha. PELIBATAN SDM PLS/PNF Peningkatan Sumber daya manusia pendidikan luar sekolah/pendidikan non formal adalah dengan berbagai cara yaitu: tenaga pendidikan luar sekolah tidak hanya sekedar berteori. Tapi bagaimana para sarjana PLS/PNF berjuang aktif dalam mendirikan PKBM-PKBM baru untuk berwirausaha dalam pendidikan luar sekolah. Selain itu, bagi penyelenggara pendidikan luar sekolah/pendidikan non formal harusnya ada menempatkan tenaga sarjana PLS/PNF sebagai tenaga ahlinya. Karena selama ini, di kawasan Kalimantan Tengah dari hasil penelitian penulis tempat-tempat penyelenggaraan pendidikan luar sekolah/Pendidikan Non Formal hanya sebagai penonton. Dan para penyelenggara di atas, bebas berasal dari berbagai bidang keilmuan. Sehingga muncul anggarapan masyarakat pendidikan non formal itu tanpa dengan tenaga ahli PLS/PNF mereka sudah bisa menyenggarakan pendidikan non formal. Dan untuk apa melibatkan tenaga ahli PLS/PNF ?. Sementara dalam pendirian PKBM, Lembaga Kursus dan Pelatihan, masih belum mempersyaratkan adanya keterlibatan sarjana PLS/PNF. Mudah-mudahan dimasa datang ada peraturan ke arah ini. Dan bagi pemilik PKBM/LKP dan sejenisnya, harus mendidikan keluarganya ke PLS/PNF. Semoga sukses selalu. DAFTAR PUSTAKA Adi S, 2015. Greer, Charles R, 1995. Strategy and Human Resources: a General Managerial Perspectiv, Peningkatan, New Jersey. Armstrong, 1990. Manajemen sumber daya manusia, suatu pendekatan terhadap manajemen manusia, makalah, Jakarta. Darlan, H.M. Norsanie, 2002. Pengembangan Model Pelatihan Keterampilan Bagi Masyarakat Desa Tertinggal Kawasan Pantai (Studi Kasus Pemberdayaan Kaum Perempuan Keluarga Nelayan Desa Sei Pudak Kecamatan Kahayan Kuala Kabupaten Kapuas Kalimantan Tengah), Disertasi, Bandung. Hasibuan 2000, Manajemen sumber daya manusia, Artikel, Jakarta. N. Kiggundu, Moses. 1989. Sulistyani, Ambar Teguh dan Rosidah 2003. pengembangan dan pemanfaatan pegawai dalam rangka tercapainya tujuan, Makalah, Jakarta. Muhadjir, Noeng, 1987. Kepemimpingan Adopsi Untuk Pembangunan Masyarakat, Disertasi, Rake Press, Yogyakarta. Notoatmodjo, 1992. pengembangan sumber daya secara mikro, Prawoto, Ruslan, H. 1980. Ekonomi Sumber daya manusia, Alumni, Bandung. Sudjana, Djudju, 1982. Pendidikan Luar Sekolah, (wawasan Sejarah perkembangan filsafat, teori pendukung Asas), Al-Falah Production, Bandung. Tulus, 1992 dalam Suharyanto dan Hadna, 2005. Manajemen sumber daya manusia, pengarahan, dan pengawasan atas pengadaan, Zein, M.T. 1981. Manajemen sebuah rintisan. membantu dengan mengembangkannya. ------------, 1982. Sumber daya Konsep yang berubah sepanjang sejarah, Prisma Volume 11, Jakarta. Prof. Dr. H.M. Norsanie Darlan, MS PH, guru besar program Studi S-1 dan S-2 PLS/PNF Pascasarjana Universitas Palangka Raya. materi ini dipaparkan dalam seminar nasional Universitas Negeri Malang, 31 Oktober 2015.

Komentar : Prof. Norsanie Darlan di Republika

04 Nopember 2015 22:17 Selasa, 03 November 2015, 02:01 WIB Komentar : 0 Republika/Edi Yusuf A+ | Reset | A- REPUBLIKA.CO.ID, PALANGKA RAYA -- Pengamat Pendidikan dari Universitas Negeri Palangka Raya Prof Norsanie Darlan menyatakan perlunya penambahan jam pelajaran bagi siswa setelah sekolah yang libur panjang akibat bencana kabut asap. "Selama 34 hari kegiatan belajar-mengajar lumpuh akibat bencana kabut asap sehingga siswa tertinggal pelajaran. Untuk itu jam belajar perlu ditambah," kata Guru Besar UNPAR itu di Palangka Raya, Senin. Menurut dia, penambahan jam pelajaran setidaknya dilakukan selama tiga jam setiap hari sehingga ketertinggalan pelajaran yang dialami siswa dapat terkejar. "Penambahan harus dilakukan minimal tiga jam dalam sehari dan dilakukan hingga akhir semester ini. Tetapi jika itu memberatkan siswa maka dapat dilakukan selama dua jam per hari," katanya. Alternatif lainnya, sekolah dapat memberi tugas tambahan dan melaksanakan program ekstrakulikuler yang dikhususkan pada materi pelajaran yang tak sempat diajarkan akibat libur sekolah. "Kebijakan ini harus dievaluasi setiap akhir bulan untuk melihat pengaruhnya terhadap siswa. Jika dinilai baik ditingkatkan, dan jika sebaliknya harus segera diambil tindakan, sehingga target pencapaian evaluasi diakhir Januari 2016 bisa dilaksanakan," katanya. Sekretaris Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Palangka Raya Mahlani mengatakan, akibat bencana kabut asap yang melanda wilayah itu setidaknya siswa tertinggal pelajaran sekitar 16,60 persen. Untuk itu, pihaknya tengah berkoordinasi dengan pihak sekolah guna menyiapkan program bagi ribuan siswa di Palangka Raya dalam rangka mengejar ketertinggalan pelajaran. "Apakah menambah jam sekolah, memberi tugas atau menambah les setelah sekolah. Kita sedang berkoordinasi dengan sekolah untuk menentukan langkah yang paling efektif bagi anak-anak kita. Kita juga meminta agar jadwal ujian akhir diundur," katanya. Kanal Jembatan Tumbang Nusa Membantu Cadangan Air 23 Oktober 2015 20:43 Beranda Suara Warga Mimbar Kanal Jembatan Tumbang Nusa Membantu Cadangan Air Suara Warga Mimbar Minggu, 18 Oktober 2015 - 20:50 WIB 18.00 SHARE Dalam rangka kunjungan Presiden RI Jokowi ke Kalimantan Selatan, beliau dan rombongan menyempatkan pula mengunjungi sumber kabut asap di kawasan hutan gambut, sampai jempatan terpanjang di Kalimantan Tengah Tumbang Nusa 35 Km di selatan kota Palangka Raya beberapa waktu lalu. Kanal mempersiapkan cadangan air, guna mengatasi bencana kebakaran yang sangat luar biasa tahun ini, perintah Bapak Presiden RI agar membuat canal, untuk mempermudah dalam mendapatkan sumber air. Ternyata perintah itu dengan segera dilakukan oleh TNI berjibaku dengan tenaga dan peralatan canggih yang dalam waktu relatif singkat sumber air ditemukan yang ternyata tidak jauh dari permukaan tanah gambut. Dewasa ini sudah terlihat dengan jelas sumber air. Dan mudah diambil jika terjadi bencana kebakaran di sekitar yang mengakibatkan kabut asap yang luar biasa akibat kebakaran yang tak terkendali ini. Sampai saat berita ini diturunkan, terjadi kebakaran di mana-mana sepanjang Palangka Raya – Kuala Kapuas. Dalam pembuatan kanal oleh pihak TNI ini, sangat bagus dan membuka cakrawala kita bahwa air di sekitar jembatan Tumbang Nusa itu tidak sulit. Namun selama ini memang belum pernah pembuatan kanal secara besar-besaran seperti sekarang. Diharapkan agar sumber air ini dapat bertahan lebih lama, jika kanal lebih luas dan dalam. Sehingga tidak kering jika airnya disedot untuk pemadaman kebakaran. Diharapkan kanal-kanal itu tidak disalurkan sampai ke sungai kahayan. Karena kalau saluran/canal itu sampai ke sungai kahayan, air yang ada di kanal akan habis turun ke sungai Kahayan. Karena saat kemarau berlangsung sungai Kahayan dalam situasi kering, akibatnya air menuju yang lebih rendah. Kanalpun nantinya jadi kering. Tapi jika kanal itu tidak sampai ke sungai Kahayan, maka air akan bertahan apa lagi jika dibuat danau-danau dan akan memberikan manfaat bagi kepentingan umat manusia. Saya melihat hasil jerih payah TNI kita tidak sia-sia pemerintah daerah melanjutkan program untuk penghijauan di sekitar jembatan. Alangkah indahnya jembatan yang pembangunannya itu dibangun dan diperpanjang oleh 3 orang gubernur Kalimantan Tengah kurang baik disia-siakan, penghijauan di sepanjang jembatan Tumbang Nusa dengan berbagai tanaman khasnya, tentu lebih baik. Saat ini, walau masih sedikit sudah ada upaya bupati Pulang Pisau sekarang menaman pohon rumbia/pohon sagu. Pohon ini sangat bermanfaat bagi banyak orang. Sebaiknya ada danau-danau yang dibuat oleh para TNI/POLRI kita itu sebagai cadangan air, jangan dibiarkan begitu saja. Tapi perlu ditaburi bibit ikan yang tahan dengan pH air di sana. Ini akan menciptakan tempat wisata masyarakat untuk memancing beberapa waktu kedepan. Dan tidak menutup kemungkinan akan terjadi pasar karena akan munculkan warung-warung seperti sekarang munculnya pasar di ujung jembatan Tumbang Nusa. Yang memberikan kesan bagi pelalu lintas di sana sehingga memberikan hiburan bagi setiap penumpang kendaraan di jembatan itu. Apa lagi pemda memodali membelikan kerbau rawa. Tentu akan memberikan hiburan tersendiri bagi mereka yang melewati tempat itu. Sehingga jembatan ini bukan sekedar jembatan untuk mempermudah dilalui disaat musim banjir. Prof. Dr. H.M.Norsanie Darlan, MSPH Ketua Program Magister PLS/Pendidikan Non Formal Pascasarjana Universitas Palangka Raya

AKADEMISI : KANAL TUMBANG NUSA MEMBANTU CADANGAN AIR TAPI MASIH KURANG

21 Oktober 2015 10:59 0191015000586 19-10-2015 IBU Banjarmasin, 19/10 (Antara) - Akademisi Universitas Palangka Raya (Unpar) Kalimantan Tengah Prof Dr HM Norsanie Darlan MS PH berpendapat, kanal di Jembatan Tumbang Nusa bisa membantu cadangan air di provinsi tersebut. "Karena itu saat Presiden Republik Indonesia Joko Widodo berkunjung ke Kalimantan Tengah (Kalteng) beberapa waktu lalu, memerintahkan segera pembuatan kanal di Jembatan Tumbang Nusa tersebut," tuturnya ketika berada di Banjarmasin, Minggu malam. Ia menerangkan, dalam kunjungan Presiden Joko Widodo (Jokowi) bersama rombongan ke Kalimantan Selatan (Kalsel) menyempatkan pula meninjau sumber kabut asap pada kawasan lahan/hutan gambut di "Bumi Isen Mulang" (pantang mundur) Kalteng sampai Jembatan Tumbang Nusa. "Kanal Tumbang Nusa itu, menurut Presiden Jokowi harus dipersiapkan sebagai cadangan air, guna mengatasi bencana kebakaran lahan dan hutan yang sangat luar biasa, sebagaimana terjadi tahun ini," kutipnya kepada Antara Kalsel. Perintah Presiden membuat kanal, untuk mempermudah mendapatkan sumber air, tuturnya, ternyata segera dilakukan TNI berjibaku dengan tenaga dan peralatan canggih, dalam waktu relatif singkat sumber air ditemukan yang ternyata tidak jauh dari permukaan tanah gambut. "Dewasa ini sudah terlihat dengan jelas sumber air. Dan mudah diambil jika terjadi bencana kebakaran di sekitar yang mengakibatkan kabut asap yang luar biasa akibat kebakaran yang tak terkendali. Sampai saat berita ini diturunkan, terjadi kebakaran di mana-mana sepanjang Palangka Raya ¿ Kuala Kapuas," lanjutnya. Dalam pembuatan kanal oleh TNI tersebut, menurut Guru Besar Pendidikan Non Formal Unpar itu, sangat bagus dan membuka cakrawala baru bahwa air di sekitar Jembatan Tumbang Nusa (35 kilometer selatan Palangkaraya) tersebut tidak sulit. Namun selama ini memang belum pernah pembuatan kanal secara besar-besaran seperti sekarang, ungkapnya seraya berharap sumber air tersebut bertahan lebih lama, jika kanal lebih luas dan dalam. Sehingga tidak kering jika airnya disedot untuk pemadaman kebakaran. Ia berharap, kanal-kanal itu tidak disalurkan sampai ke Sungai Kahayan. Karena kalau saluran/kanal tersebut sampai ke sungai kahayan, air yang ada di kanal akan habis turun ke Sungai Kahayan. "Karena saat kemarau berlangsung Sungai Kahayan dalam situasi kering, akibatnya air menuju yang lebih rendah. Kanalpun nantinya jadi kering," ujar laki-laki kelahiran Anjir Serapat Kapuas Timur, Kalteng tersebut. Tapi, lanjut dia, jika kanal itu tidak sampai ke Sungai Kahayan, maka air akan bertahan apa lagi jika dibuat danau-danau dan akan memberikan manfaat bagi kepentingan umat manusia. "Saya melihat hasil jerih payah TNI kita tidak sia-sia, pemerintah daerah melanjutkan program untuk penghijauan di sekitar Jembatan Tumbang Nusa. Alangkah indahnya jembatan yang pembangunannya selama tiga Gubernur Kalteng," ujarnya. Menurut mantan aktivis Ikatan Pers Mahasiswa Indonesia (IPMI) itu, kurang baik kalu disia-siakan, penghijauan di sepanjang jembatan Tumbang Nusa dengan berbagai tanaman khasnya, tentu akan lebih baik. Saat ini, walau masih sedikit sudah ada upaya Bupati Pulang Pisau, Kalteng sekarang menaman pohon rumbia/pohon sagu. Pohon ini sangat bermanfaat bagi banyak orang. Sebaiknya pula, saran mantan Kepala Badan Diklat Kalteng itu, ada danau-danau sebagai tindak lanjut dari apa yang dibuat para TNI/POLRI buat cadangan air, jangan dibiarkan begitu saja. Selain itu, perlu ditaburi bibit ikan yang tahan pH air di sana. Ini akan menciptakan tempat wisata masyarakat untuk memancing beberapa waktu ke depan. Dengan upaya tersebut tidak menutup kemungkinan terjadi pasar karena akan muncul warung-warung seperti sekarang adanya pasar di ujung Jembatan Tumbang Nusa, ujar Norsanie akan mengikuti Training Of Trainer Pendidikan Keluarga di Bogor via Bandara Syamsudin Noor Banjarmasin. Keadaan tersebut juga bisa memberikan kesan bagi pelalu lintas di sana sehingga memberikan hiburan bagi setiap penumpang kendaraan di Jembatan Tumbang Nusa yang merupakan jembatan terpanjang di Kalteng itu. "Apalagi jika pemda memodali membelikan kerbau rawa. Tentu akan memberikan hiburan tersendiri bagi mereka yang melewati tempat itu. Jembatan tersebut bukan sekedar mempermudah dilalui saat musim banjir, tapi memberikan nilai tambah," demikian Norsanie. ***4*** . (T.KR-SKR/B/H. Zainudin/H. Zainudin) 19-10-2015 17:12:55

AKADEMISI UNIVERSITAS PALANGKA RAYA SARANKAN PERLU ADANYA EVALUASI TERHADAP BANYAKNYA KEBAKARAN

06 Oktober 2015 18:37 BERITA DI BERBAGAI KORAN PUSAT DAN DAERAH Okt 5 pada 5:27 AM Wartawan LKBN Antara: Syamsuddin Hasan Hari Ini pada 5:48 PM D0051015000429 05-OCT-15 IBU BJM Banjarmasin, 5/10 (Antara) - Akademisi Universitas Palangka Raya (Unpar) Kalimantan Tengah Prof Dr HM Norsanie Darlan MS PH berpendapat, perlu adanya evaluasi terhadap banyaknya kebakaran. Pendapat Guru Besar PLS/PNF Unpar tersebut dalam perbincangan dengan Antara Kalimantan Selatan di Banjarmasin, Minggu malam, berkenaan banyaknya kebakaran beberapa tahun belakangan ini. "Saya kira pihak berwenang perlu melakukan evaluasi terhadap banyaknya kebakaran dalam beberapa tahun belakangan, bahkan semakin tinggi intensitasnya," uj ar mantan aktivis Ikatan Pers Mahasiswa Indonesia (IPMI) itu. Karena, lanjutnya, masa lampau informasi kebakaran jarang terjadi. "Sedangkan dewasa ini semakin tahun semakin tinggi intensitas kebakaran tersebut, tidak hanya pada bangunan kayu, tapi juga konstruksi beton banyak terjadi," tuturnya. "Mungkin yang perlu menjadi perhatian, apakah pada konsliting listrik, kompor minyak tanah ataukah kompor gas. Sedangkan sebab-sebab kebakaran lainnya tergolong rendah," tambahnya. Ia menyarankan, jika di antara tiga kasus besar itu listrik, maka instalasi listrik perlu penyempurnaan peraturan dalam pemasangan. Begitu pula jika kompor minyak tanah yang selama ini semakin dikurangi, berarti minyak tanah yang dijadikan perhatian. Ataukah kompur gas. Karena kompor gas tidak seluruh warga masyarakat terampil memakai kompor yang tentu sangat mudah meledak itu. "Saya memperhatikan berbagai kejadian kebakaran itu, lebih berbahaya dibanding kecurian," ujar mantan Kepala Badan Pendidikan dan Pelatihan (Diklat) pemerintah provinsi (Pemprov) Kalimantan Tengah tersebut. Pasalnya, lanjut dia kalau kecurian hanya barang tertentu yang diambil pencuri. Sebaliknya jika terjadi kebakaran, maka semua harta yang disayangi akan ludes dilalap sijago merah ini, juga rumah-rumah tetanggapun habis karnanya. "Tapi kalau kompor gas yang berbahaya, gas cukup dijual dan dijadikan komuditas ekspor saja. Dan minyak tanah disalurkan kembali kepada rakyat," sarannya. ***4*** (T.KR-SKR/B/H. Zainudin/H. Zainudin) 05-10-2015 14:19:

Makalah : MELIRIK PENDIDIKAN NONFORMAL (PLS) DAN PENTINGNYA PENDIDIKAN SEJAK USIA DINI

06 Oktober 2015 17:30 Juni 20, 2012 • 3:43 am ↓ Jump to Comments Oleh: H. M. Norsanie Darlan Pendahuluan Wikipedia bahasa Indonesia, dalam ensiklopedia bebas, menuliskan bahwa pendidikan anak usia dini disingkat dengan PAUD (2011) adalah:”…jenjang pendidikan sebelum memasuki jenjang pendidikan dasar yang merupakan suatu upaya pembinaan yang ditujukan bagi anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki jenjang pendidikan lebih lanjut, yang diselenggarakan pada jalur formal, nonformal, dan informal…”. Pendidikan anak usia dini merupakan salah satu bentuk penyelenggaraan pendidikan yang menitikberatkan pada peletakan dasar ke arah pertumbuhan dan perkembangan fisik (koordinasi motorik halus dan kasar), kecerdasan (daya pikir, daya cipta, kecerdasan emosi, kecerdasan spiritual), sosio emosional (sikap dan perilaku serta agama) bahasa dan komunikasi, sesuai dengan keunikan dan tahap-tahap perkembangan yang dilalui oleh anak usia dini. Konsep lama mengakatan, makin maju suatu Negara makin terpelihara anak usia dini. Demikian ungkapan Prof. Djudju Sudjana (1997) dan Prof. Endang Sumantri (2000) menyebutkan bahwa:”…negara maju, memperhatikan balita, demikian orang dewasa dan Lansia. Sudah menjadi perhatian pemerintah….pendidikan luar sekolah merupakan bagian yang tak terpisahkan…”. dan jika kita hubungkan dengan 3 jalur pendidikan nasional. Maka di tanah air kita, masih belum seluruhnya dapat dilaksanakan sebagai negara-negara yang telah maju di dunia. Di Indonesia perhatian banyak orang masih pada jalur pendidikan formal. Para ahli, dari anak usia dini meyakini bahwa anak terlahir dengan membawa segudang potensi yang diturunkan dari gen kedua orang tuanya. Potensi tersebut terdiri dari berbagai kecerdasan atau disebut dengan kecerdasan jamak. Potensi yang dimiliki anak dapat berubah menjadi kompetensi yang baik, apabila dirangsang dan dikembangkan selama kehidupannya. Keluarga merupakan lingkungan utama dan pertama yang turut mempengaruhi bagi tumbuhnya perkembangan anak. Akan tetapi sejalan dengan pertambahan usia anak dan perkembangan sosial anak, lingkungan masyarakat memberi pengaruh besar pula pada perkembangan anak itu sendiri. Karena itu rangsangan psikososial yang diberikan di lembaga pendidikan luar sekolah atau lembaga yang ada di lingkungan sekitar anak, menjadi sangat penting bagi tumbuh kembang anak khususnya dalam bidang pendidikan informal. Mengingat masih terbatasnya layanan Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) yang ada di masyarakat dibandingkan dengan jumlah anak usia dini (0-6 tahun) yang membutuhkannya, maka perlu perkembangan program yang mampu diakses oleh semua sasaran di seluruh wilayah Indonesia. Termasuk dalam kawasan Kalimantan Tengah. Untuk itulah Direktorat Pendidikan Anak Usia Dini mengembangkan program PAUD terintegrasi Posyandu dan BKB, yang dikenal dengan nama Pos PAUD. Program Pos PAUD terlaksana apabila didukung oleh tenaga kader yang memahami program. Oleh karena itu pembekalan kader merupakan hal yang mutlak untuk dilaksanakan, mengingat tidak semua kader memiliki latar belakang pendidikan terkait dengan anak usia dini. Pembekalan kader yang dilaksanakan pada program Pos PAUD dilakukan melalui kegiatan pelatihan. Pelatihan merupakan prasyarat bagi kader Posyandu yang akan mengembangkan program Pos PAUD di lembaganya. Melirik UUSPN 2003 Kajian 3 Jalur Pendidikan Setelah kita melakukan dan memperhatikan apa sebenarnya ke 3 jalur pendidikan dimaksud, sekarang mari kita pelajari secara seksama satu persatu. Namun konsep ini diurut berdasar usia pendidikan itu sendiri, yang diuraikan dalam uraian berikut ini: 1. Pendidikan informal; adalah pendidikan dalam keluarga. Tentunya sudah ada sejak zaman Adam. Kenapa penulis sebut demikian, karena pendidikan ini bergeser dari dalam keluarga, hingga ke lingkungan di sekitarnya. Seperti ayah memberikan fatuah kepada anak-anaknya. Disini telah muncul mana manfaat dan mana pula yang mudharat. Dan pendidikan ini betul-betul muncul dengan sendirinya. Namun anjuran orang lain di lingkungan itu, dapat diterima oleh yang lain sebagai bahan masa depannya kelak. Contoh secara realita bagi kita disaat pendidikan keluarga ini muncul membiasakan orang lain dan dirinya sendiri dalam berperilaku yang baik. Anak kecil dilatih untuk menggunakan tangan kanan, misalnya dalam menerima ataupun menyerahkan sesuatu kepada orang lain. Terlebih kepada orang yang lebih tua. Sehingga anak jadi terbiasa melakukannya. Contoh lain bersikap sopan terhadap orang lain, agar ia tidak menjadi celaan sesama teman bermainnya. Munculnya sikap berperilaku agar menghormati orang yang lebih tua dan juga sesama segenerasinya dsb. Di kalangan masyarakat ada yang mempertanyakan. Kenapa beda di Departemen dengan realita di masyarakat dengan adanya Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) ia ada di Dirjend Pendidikan Luar Sekolah (PLS). Sedangkan TK ada Subdin di Dinas Pendidikan dan Kebudayaan yang tidak menengok ke pusat. Sehingga TK tidak berada di Subdin PLS. Pertanyaan ini sering menggelitik dan menggelikan, kalau proyeknya besar ia tidak akan diserahkan pada Sub Din PLS. Tapi kalau tidak ada yang memroyekkan maka pekerjaan TK dan Paud baru diserahkan pada SubDin PLS. Sebaik kita kaji ketingkat pusat, jika di pusat ada di Dirjend PLS, kenapa di daerah harus pada Subdin non PLS. Tanda tanya pula bagi kalangan PLS organisasi yang mengelola hal ini (ke PLS-an) pun juga banyak ditangani oleh mereka yang non PLS. Terkadang orang-orang PLS sering tak kebagian. Permasalahan seperti ini bagi tenaga PLS berterima kasih. Namun ada kalanya pekerjaan ini, tidak kesampaian sehingga tenaga-tenaga PLS terkesan karena ada proyeknya itulah sehingga mereka terlibat. Namun sebaiknya harus juga betul-betul program kerja organisasi ini, dapat terlaksana dengan baik. Dari berbagai hal tentang pendidikan Informal, PAUD adalah masuk di bagian pendidikan informal. Kenapa ia menjadi bagian dari pendidikan luar sekolah ? karena secara adminstrasi di negeri kita dewasa ini, belum ada jalur ini, yang membinanya. Kecuali pendidikan luar sekolah. Itulah sebabnya di Kementrian Pendidikan Nasional dalam masa pembangunan SBY jilid 2 Dirjen PLS berubah nama menjadi Dirjen PAUDNI. 2. Pendidikan Non Formal (Pendidikan Luar Seklolah) biasa disebut dengan PLS merupakan pendidikan masyarakat yang karena sesuatu dan lain hal, seseorang tidak dapat me-nyelesaikan pendidikan di pendidikan formal, maka pendidikan luar sekolah dalam kurun waktu 14 – 45 tahun bisa bergabung ke pendidikan luar sekolah ini, adalah pendidikan yang ternyata lebih tua dari pendidikan formal ini di Indonesia. Diawali sejak penjajah pemerintah Belanda berkeinginan melakukan sesuatu. Maka para pemuda terampil mereka daftar untuk mengikuti kursus tertentu ke tempat yang ditentukan. Misal pihak pemerintah Belanda berkeinginan mendirikan Gedung Pemerintahan di kota-kota besar di Indonesia. Maka mereka kursus para pemuda dalam dunia pertukangan dalam kurun waktu tertentu. Setelah anggaran dari negeri Belanda datang, maka tenaga kerja yang telah selesai dilatih tersebut mengerjakan Bangunan Gedung Kantor Pemerintah Belanda. Sehingga bila kita masih ingat di awal tahun 60-an masih berdiri gedung-gedung pemerintah Belanda baik di Provinsi maupun Kabupaten, bahkan sampai tahun-tahun pertengan 70-an. Hanya saja typenya yang berbeda. Makin besar jumlah penduduk maka mikin besar pula gedung yang didirikan. Contoh lain yang masih sebagian ada menjadi munomen seperti: Gereja, di Jakarta, Yogyakarta, Surabaya, Makassar dan kota-kota lainnya. Bentuknya hampir sama, Cuma besarnya yang berbeda. Proses pelatihan atau kursus pertukangan yang dilaksanakan pemerintah negeri Belanda ini adalah awal munculnya pendidikan Nonformal ( PNF) di tanah air kita. Dalam masa kemerdekaan sekarang ini penulis mencoba memberikan contoh masa orde baru, yakni Masjid dari: Yayasan Amal Bhakti Muslim Pancasila Indonesia. Hampir di semua kota Kabupaten ada, tinggal typenya yang berbeda. Penulis saat menulis edisi ini, dalam masa reformasi belum melihat secara jelas apa peninggalan untuk masa depan kita di negeri tercinta ini. Walau dalam masa Reformasi banyak protes karena kebesan yang sudah memuncak, belum banyak hasil-hasil yang diprotes menemukan titik yang dinantikan oleh banyak orang. PLS bicara dalam hal Fasilitas belajar, tenaga pengajar (tutor), Warga Belajar (WB) masih belum selengkap mereka yang berada dalam pendidikan formal. 3. Pendidikan Formal (Pendidikan persekolahan) adalah suatu pendidikan yang diselenggarakan serba siap. Apakah fasilitas belajarnya, tenaga pengajarnya ataukan siswanya. Munculnya pendidikan fomal adalah paling belakang dari 2 Jlur sebelumnya. Fasilitas belajar dimaksud adalah: gedung sekolah, materi/buku pelajaran, kurikulum, meja dan kursi belajar, perpustkaan hingga ke media pendidikan seperti OHP atau sekarang seteraf LCD, internet dll. Tenaga pengajar seperti: guru, pengawas, penjaga sekolah bahkan pembayaran gaji mereka sudah disiapkan pemerintah. Sedangkan siswanya sudah ada. Karena mendirikan gedung sekolah pasti ada studi kelayakan sebelumnya. Sehingga dipersiapkan segalanya, agar pendidikan formal itu, dapat berjalan dengan baik dan lancar. Catatan: Untuk UU Sistem Pendidikan Nasional No 2/1989 ada 2 jalur. Namun dalam UUSPN No 20/2003 ada 3 jalur pendidikan seperti gambar di atas. Pendidikan formal atau sistem persekolahan ini, sejak dari sekolah dasar hingga pendidikan tertinggi. Maksudnya dari Sekolah Dasar/MI, SMP/Mst, SMA/MAN, berbagai Sekolah Menengah Kejuruan, Akademi, dan Pendidikan tinggi, yang ada program pasca sarjana dan doktor. Semua hal-hal di atas, sudah disiapakan dengan lengkap. Dan tidak ada yang selesai kurang dari setahun. Artinya dalam program persekolah atau dengan kata lain dalam pendidikan formal ini, betul-betul meng-gunakan waktu, punya tempat, dan tenaga pengajarnya. Namun di Indonesia pendidikan baru sejak 2 Mei 1908. Dengan demikian, berarti urain dingkat tentang 3 konsep dasar pendidikan yang ditampilkan di atas, menurut urut pendidikan yang kita setiap setiap umat manusia sejak awal. Sehingga uaian ini memberikan setitik pengetahuan dasar bagi para ahli dibidang pendidikan untuk berpikir dan menganalisis pada kita semua bahwa dalam SPN kita, ternyata jalur pendidikan berubah-rubah berdasarkan kebutuhan para konseptor di negeri ini. PLS dan Mitra kerjanya Banyak mitra kerja pendidikan luar sekolah. Namun tidak banyak orang yang tahu persis bahwa kerjanya sama dengan pendidikan luar sekolah. Selama periode orde baru, para lulusan atau dengan istilah lain sarjana pendidikan luar sekolah di diterima dan diangkat sebagai pekerja pada berbagai Kantor Dinas/Badan seperti: Dinas Pendidikan, Dinas Sosial, Dinas Tenaga Kerja, Dinas Perindustrian, Badan Keluarga Berencana dan Kependudukan, Badan Diklat dan berbagai instansi pemerintah lainnya. Mereka tersebut tidak pernah mengeluh dan ditolak kepegawaiannya. Sejak awal bekerja hingga memasuki usia pensiun. Dengan demikian PLS punya mitra kerja yang sejak lama. Tidak sebatas itu saja, lulusan PLS FKIP juga di Departemen Agama, Departemen Kehakiman. Dan berbagai instansi lain selama mereka tidak tidak membatasi secara sepersifik. Biasanya pada saat usulan promasi kerja satu atau dua tahun kedepan sangat tergantung dengan permintaan kepegawaian. Atau kepala kantornya. Apa lagi dalam bakal penerimaan calon ini ada KKNnya. Sehingga sangat menyulitkan calon pekerja pada bidangnya. Strategi PAUD Pendidikan Anak Usia Dini, menurut: Kristanto (2008) adalah:’…menempati yang amat strategis, dalam penyiapan Sumber Daya Manusia masa depan. Karena Pos PAUD selain perkembangan intelektual terjadi yang amat pesat pada tahun-tahun awal kehidupan setiap anak…”. Berbagai kajian juga menyimpulkan bahwa pembentukan karakter manusia juga pada fase usia dini. PAUD Membangunan Karakter Bangsa Berbicara tentang PAUD ke masa depan menurut Edi Waluyo (2010) adalah:”…untuk membangun karakter anak sejak dini, sangat penting bagi orang tua dan guru/tutor, harapannya agar anak sejak dini memiliki karakter yang baik. Membangun karekter anak dapat dilakukan melalui jalur pendidikan formal, non formal maupun informal…”. pendapat di atas, secara jelas PAUD sudah membangun karakter generasi penerus bangsa. Dengan demakin meningkatnya perhatian orang tua dan pemerintah terhadap pendidikan anak usia dini, disatu sisi merupakan hal yang sangat menggembirakan. Akan tetapi, disisi lain, seringkali orangtua dan pendidik juga masih memiliki pandangan yang kurang tepat dan sempit tentang proses pelaksanaan pembentukan pribadi pada anak usia dini, yakni terbatas pada kegiatan akademik saja seperti membaca, menulis, menghitung, dan mengasah kreativitas. Dasar Hukum 1. Undang-Undang Dasar 1945. 2. Undang-Undang Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. 3. Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional serta dicanangkannya Gerakan Nasional Pendidikan Anak Usia Dini oleh Presiden RI pada tanggal 23 Juli 2003. 4. Undang-Undang Nomor 17 tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional Tahun 2004-2025. 5. Permendiknas No.31 tahun 2007 tentang Organisasi dan Tatakerja Dirjend Pendidikan Nonformal dan Informal atau sebelumnya disebut PLS. 6. Strategi Nasional Pengembangan Anak Usia Dini Holistik Integratif. Satuan pendidikan penyelenggaraan PAUD • Taman Kanak-kanak (TK) • Raudatul Athfal (RA) • Bustanul Athfal (BA) • Kelompok Bermain (KB) • Taman Penitipan Anak (TPA) • Satuan PAUD Sejenis (SPS) • Sekolah Dasar Kelas Awal (kelas 1,2,3) • Bina Keluarga Balita • Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu) • Keluarga • Lingkungan Pengertian Ada beberapa yang perlu dicermati dalam penulisan ini, dari sejumlah pengertian berikut: 1.Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) menurut UU No 20/2003 tentang sikdiknas adalah:”…suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejenis sejak lahir, sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut…”. 2.Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) menurut Hamid Muhammad (2008) yaitu:”…satuan PAUD sejenis adalah bentuk-bentuk jalur non formal selain kelompok Bermain dan Taman Penitipan Anak yang penyelenggaraannnya dapat diintegrasikan dengan berbagai program layanan Anak Usia Dini yang telah ada di masyarakat seperti: POSYANDU, Bina Keluarga Balita (BKB), Taman Pendidikan Al-Qur’an, Sekolah Minggi, Bina Iman Anak, atau layanan terkait lainnya…”. 3.Pos PAUD menurut: Sudjarwo (2008) adalah:”…bentuk layanan PAUD yang penyelenggaraannya diintegrasikan dengan layanan Bina Keluarga Balita (BKB) dan Posyandu…”. 4.Pedoman penyelenggaraan Pos PAUD adalah acuan minimal dalam penyelenggaraan PAUD yang diselenggarakan dalam bentuk Pos PAUD. 5.Pendidikan Informal adalah pendidikan yang dilakukan oleh keluarga dan lingkungan yang berbentuk kegiatan belajar secara mandiri UU Sisdiknas tahun 2003 Pasal 27 ayat (1) bahwa pendidikan informal yang dilakukan oleh keluarga dan lingkungan berbentuk kegiatan belajar secara mandiri. Tujuan Program 1.Sebagai pemberian model layanan PAUD yang dapat menjangkau masyarakat luas hingga ke pelosok pedesaan; 2.Memberikan wahana bermain yang mendidik bagi anak-anak usia dini yang tidak terlayani PAUD lainnya; 3.Memberikan contoh kepada orang tua keluarga tentang cara-cara pemberian rangsangan pendidikan kepada anak untuk dilanjutkan di rumah. 4.Sebagai acuan bagi petugas terkait dalam membina pelaksanaan program pendidikan orangtua (parenting) di lembaga PAUD Nonformal. 5.Sebagai pedoman bagi lembaga PAUD Nonformal dalam menye-lenggarakan program pendidikan orangtua (parenting). Tujuan Penyampaian Makalah 1.Untuk memenuhi surat permintaan panitia, nomor: 01/PAN-Seminar-Pend/V/2011 tertanggal 23 Mei 2011. 2.Memperhatikan terhadap program pengajaran PAUD yang berbasis dalam rangka peletakan dasar pola sikap, perilaku dan kecerdasan pada anak usia dini. 3.Untuk menyampaikan berbagai hasil pertemuan di berbagai provinsi tentang PAUD di tanah Air. Terlebih di Makassar, Surabaya dan berbagai tempat tentang masa depan bangsa. Dalam rangka pemcapaian tujuan yang diinginkan, melalui gagasan pelaksanakaan program seminar yang bertema: ”…program pengajaran yang berbasis karakter dalam rangka peletakan dasar pola sikap, perilaku dan kecerdasan anak usia dini…”. Diharapkan mampu mendobrak dan dapat menambah wawasan dan pengetahuan bagi pelaku program PAUD (guru TK, Play Group, RA, TPA, Sekolah Minggu, sejenis bahkan orang tua/wali murid dll. Melirik Sejarah PAUD Sungguh konsep pendirian nama PAUD ini tidak saja bergulir dengan mudah. Sebab sejak tahun 1999 penulis sudah pernah dipanggil oleh salah satu direktorat pada Dirjen PLS Kementrian Pendidikan Nasional Jakarta. Tahun itu, ada proyek anggaran penyusunan buku sadah pada titik berakhir. Sementara buku yang mereka tulis belum mencukupi harapan yang diinginkan. Penulis diminta oleh beberapa tenaga di Diknas, kebetulan karena beban kuliah mengambil program Doktor begitu berat. Sehingga keinginan mereka dari Kementrian Pendidikan Nasional tidak akan mempercepat penyelesaian studi. Namun terus terang nama PAUD masa itu judul bukunya, adalah masih disebut dengan PADU dengan kepanjangan: Pendidikan Anak Dini Usia. Penulis sempat berkalakar kalau PADU sih bahasa di desa kelahiran saya adalah bagian belakang dari rumah yang disana ada: dapur, ruang makan, ruang cuci piring dll. Setahun kemudian berubah nama dengan: PAUD yang kepanjang-annya adalah: Pendidikan Anak Usia Dini, istilah ini berkembang hingga sekarang. Saat itu juga masih dipertanyakan apakah buku yang mereka tulis itu, ada hubunganya dengan taman kanak-kanak, mereka menjawab, TK pada saatnya proyeknya dihentikan. Maka pada waktunya PAUD yang akan menggantikannya. Memperhatikan munculnya PAUD di tanah air, tidak bisa dilepaskan dari kreativitas para tenaga profesional PLS. Khususnya di Dirjen PLS masa itu yang sekarang dalam ”nomenklator” yang baru adalah: Dirjen PAUDNI dengan kepanjangan Dirjen Pendidikan Anak Usia Dini, Nonformal dan Informal. Namun secara realita pendirian Jurusan atau Prodi PAUD, sering mengabaikan terhadap institusi pendahulunya yaitu: Jurusan/Program studi PLS. Terkadang tidak seorangpun dosen PLS terlibat dalam membina PAUD. Sejumlah pejabat di Dirjen PAUDNI Kementrian pendidikan Nasional RI, mereka sulit menempatkan posisi Direktorat PAUD harus di ditempatkan di mana. Setelah mempelajari terhadap pendidikan informal yang termasuk pada PAUD ini, maka disebut Dirjen ini, ditempatkan PAUD lebih dahulu dibanding dengan Dirjen yang lain. Karena sejak pendidikan masyarakat tempoe doeloe dengan sangat menyesal harus mendahulukan nama yang paling lebih muda menjadi: Dirjen PAUDNI. Tapi yang jelas PAUD adalah Direktorat yang paling muda pada Dierjen PLS. Sehingga cemooh para dosen PLS Jurusan/Prodi PAUD adalah adik termuda, dan harus mendapatkan pembinaan dari Jurusan/Prodi PLS. Karena PLS adalah kakak tuanya. Dan bahkan kehadiran PAUD ada kalanya tidak tahu menahu dengan PLS. Padahal PLS adalah kakak tuanya. Pendirian Institusi PAUD Dalam mendirikan institusi PG-PAUD tentu harus di daduhului dengan adanya tenaga pengajar (dosen) pada bidangnya, fasilitas belajar, dan yang paling utama adalah mahasiswa. Di berbagai daerah keterlibatan tenaga dosen PLS sangat besar. Disamping tenaga yang berlatar belakang psikologi pendidikan. di kalangan dosen PLS banyak mata kuliah yang terkait dengan pendidikan anak usia dini. Sejak lama sudah sebagai hasil pertemuan guru besar PLS se Indonesia, bahwa setiap Jurusan/Prodi PLS harus menampilkan mata kuliah PAUD. Bahkan mahasiswa PLS pada tingkat akhir harus ada mata kuliah minor tentang PAUD. Tujuannya untuk memenuhi kesenjangan tenaga PAUD di berbagai daerah di tanah air. Dengan berdirinya Prodi PAUD di Universitas Palangka Raya, kami semua dosen PLS menyambut gembira dengan kehadiran Adik kandung dari Prodi PLS ini. Hanya saja, setelah berdirinya Prodi PAUD di Unpar ini, terjadi kesimpang siuran pada dosen PLS kenapa dan siapa dosen PLS yang terlibat dalam PAUD ini. Ada kalanya dari Kemendikmas menelpon untuk hadir dalam acara-acara tertentu tentang PAUD kepada dosen PLS. Tapi sayangnya yang ditelpon tidak ada sama sekali turut mengajar di PAUD sehingga mengurungkan hadir karena merasa tidak ada keguna-annya jika hadir dalam pertemuan itu. Lahan PLS Kami sesama dosen di lingkungn PLS sering terperanjat dan ada kalanya berterima kasih lahan PLS sering dikerjakan oleh orang yang kesarjanaannya bukan sama sekali ada keterkaitan dengan ilmu PLS. Namun untuk membahagiakan hati atas kekecewaan itu, saya sebagai penulis yang selaku guru besar bidang PLS berterima kasih. Atas orang lain yang mau mengerjakan pekerjaan PLS. Dosen PLS yang lain, secara sadar ataupun tidak. Ia mengatakan bahwa:”… kalau berbau duit, rebutan orang non PLS mengambil. Tapi kalau tidak jadi duit pekerjaannya diserahkan kepada kami dosen-dosen PLS…” hal ini mungkin tumbahan kekecewaan sejawat saya. Memang secara realita hal itu ada beberapa bukti kuat. Terkadang mereka yang bekerja demi PLS bertemu kami malu sendiri. Peran PAUD di Masyarakat Kalimantan Tengah Bila memperhatikan bagaimana di kawasan Kalimantan Tengah yang luasnya wilayah provinsi Kalimantam Tengah ini, 1.5 x pulau Jawa. Tentu peran tokoh masyarakat sangat diperlukan dalam pembangunan SDM bidang pendidikan informal dan nonformal ini. Sebab PAUD adalah: ”…dari, oleh dan untuk masyarakat…”. Dengan demikian PAUD sangatlah diperlukan, karena tanpa kita lakukan bersama antara orang tua, tokoh masyarakat dan pemerintah. Maka anak didik kita sebagai generasi penerus bangsa, yang sedang dalam proses tumbuh kembang mereka dalam dunia pendidikan akan selalu ketertinggalan. Tanpa adanya upaya pendidikan informal dan non formal. Peran orang tua, tokoh masyarakat dan pemerintah membina anak dalam Pos PAUD walau hanya 1 kali kegiatan dalam seminggu. Maka tumbuh kembang anak akan terjadi perkembangan yang sangat pesat. Mengapa demikian, karena otak anak saat itu. Sangat siap menerima konsep-konsep baru yang akan berkembang dalam masa hidupnya. Termasuk konsep pendidikan Informal dan Non formal (PLS) yang diberikan dari lingkungannya. Prospektif Studi PAUD dan Harapan Dengan memperhatikan masa depan Program Studi PAUD, untuk 10 tahun ke depan, pendidikan PAUD masih mendapatkan tempat dalam lapangan kerja mereka. Walau disadari atau tidak, bahwa selamanya tenaga pengajar PAUD bekerja pada kawasan perkotaan. Sebab pada waktunya di kawasan perkotaan, tenaga kerja ini jenuh. Dan di pedesaan sudah mulai memerlukan tenaga kerja mereka. Dengan memperhatikan tenaga kerja yang profesional, alangkah indahnya tenaga pengajar mereka juga harus ditingkatkan. Dewasa ini, pendidikan anak usia dini, masih dididik oleh tenaga dosen yang masih belum banyak berpendidikan S2 dan Doktor. Karena selama pengajarnya yang masih tingkat pedidikannya kurang standar, maka kualitas lulusanpun dipertanyakan oleh masyarakat. Selain hal-hal di atas, alumnus yang dikeluarkan agar tidak canggung terhadap media bermain peserta didiknya. Karena saat mereka di bangku kuliah calon guru PAUD ini tidak banyak mempraktekan alat-alat bermain. Penulis merasa kecewa seorang mahasiswa saat maju dalam seminar proposal tesis, seminar hasil penelitian tesis. Ternyata gaptek terhadap media pendidikan yang sudah ia ikuti saat kuliah di program Magister PLS. Penulis mencoba melakukan interviu sederhana kepada yang bersang-kutan. Ternyata ia selama kuliah di S1 tidak pernah dosennya meman-faatkan peralatan dimaksud. Sehingga dengan disediakan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) dalam pembelajaran mahasiswa yang sudah bergelar sarjana iru gegap terhadap teknologi (gaptek). Harapan penulis berdirinya Program Studi PAUD, bukan hanya laku untuk pasar kerja. Tapi setelah ia bekerja dalam dunianya, maka sarjana PAUD tidak gaptek lagi terhadap berbagai media belajar anak didiknya. Keterlibatan Masyarakat dan Pemerintah Bila kita memperhatikan terhadap Pos PAUD, tentu muncul pertanyaan yang ada di benak kita bersama. Siapa yang terlibat dalam hal ini. Tentu ada beberapa unsur, masing-masing adalah: 1.Orang tua warga belajar; 2.Tokoh masyarakat; 3.Dinas Kesehatan/Puskesmas; 4.BKKBN/PLKB; 5.Dinas Pendidikan; 6.Prodi /PLS di perguruan tinggi. Kehadiran minimal 5 unsur yang disebutkan di atas, akan dapat menambah perkembangan dunia pendidikan anak pada usia dini. Dan kita sama maklumi sudah puluhan tahun sebelumnya, sudah berdiri Pos Pelayan Terpadu (POSYANDU) yang dibina oleh pemerintah dan masyarakat. Walau kegiatannya sekali dalam sebulan. Namun dengan kehadiran Pos PAUD, maka anak akan lebih maju lagi, karena konsepnya hampir sama bermasis masyarakat. Dan Pos PAUD kegiatannya sekali dalam seminggu. Pos PAUD Berbasis Masyarakat Pos PAUD dikelola dengan prinsip ”dari, oleh, dan untuk masyarakat”. Pos PAUD dibentuk atas kesepakatan masyarakat dan dikelola berdasarkan azas gotong royong, kesukarelaan, dan kebersamaan. Prinsip Pertama Pos PAUD Setiap mahasiswa PAUD harus bisa merancang bangun dan rekayasa pendirian PAUD. Untuk itu, ada 3 prinsip Pos PAUD yang harus diperhatikan adalah sebagai berikut: 1.Mudah adalah dengan prinsip kesederhanaan penjadikan Pos PAUD mudah dilaksanakan ”dari, oleh, dan untuk masyarakat”. 2.Murah adalah dengan prinsip pengelolaan: dari, oleh, dan untuk masyarakat membuat Pos PAUD terjangkau biayanya. Hendaknya semua Biaya dibahas bersama sesuai dengan keperluaannya yang selanjutkan sumber dayanya atau dibebankan kepada orang tua, baik secara merata maupun sistem subsidi silang. 3.Bermutu yaitu mutu Pos PAUD dicapai melalui: (1) keterpaduan dalam layanan pembinaan orangnya melalui bina keluarga balia (BKB) dan layanan kesehatan dan gizi melalui Posyandu serta (2) kerterpaduan pemberian rangsangan pendidikan antara yang dilakukan di Pos PAUD (center Base) dan yang dilakukan di rumah masing-masing (home base). Dengan demikian anak menerima layanan secara utuh dan terpadu yang mencakup aspek kesehatan, gizi, pengasuhan dan pendidikan. Selain lima prinsip utama di atas, dari sudut pandang lain yang juga tidak kalah pentingnya harus mendapatkan perhatian sebagai berkut: Prinsip Kedua Pos PAUD Jika kita memperhatikan prinsip Pos PAUD, maka minimal ada 5 hal yang harus ada sebagai berikut: 1.Kesederhanaan Program Program pembelajaraan pos PAUD dilakukan secara sederhana dalam bentuk pengasuhan bersama untuk kelompok anak usian 0-2 tahun dan bermain bersama untuk kelompok anak usia 2-6 tahun serta hanya dilakukan seminggu sekali untuk dilanjutkan di rumah masing-masing. 2.Kesederhanaan Mainan Kesederhanaan mainan adalah Alat Permainan Edukatif (APE) Pos PAUD dikemas secara sederhana dalam bentuk paket APE yang dinamakan keranjang PAUD. Setiap kelompok dilengkapi keranjang PAUD. APE tersebut, sebagian dibeli dan sebagian lain dikembangkan sendiri oleh kader. Jika diperlukan APE luar, agar diusahakan dibuat sendiri dari bahan yang ada di lingkungan (tidak perlu dibeli). 3.Kesederhanaan Pengelolaan Kesederhanaan pengelolaan adalah Pos PAUD dikelola oleh masyarakat, lingkungan dengan dukungan dari tokoh masyarakat, tokoh agama, dan aparat desa/kelurahan sebagai pembina. 4.Kesederhanaan Tempat Kesederhanaan tentang tempat Pos PAUD tidak mensyaratkan adanya bangunan khsus sebagai tempat kegiatan. Kegiatan Pos PAUD dalam dilakukan di serambi rumah, Balai desa, sekolah, dan sarana ibadah, atau tempat lain yang tersedia dan tejangkau. 5.Kesederhanaan Pakaian Kesederhanaan pakaian adalah setiap peserta didik Pos PAUD tidak diwajibkan berseragam, tetapi harus bersih sopan dan layak pakai. Peserta Didik Peserta didik di Pos PAUD adalah anak usia 0-6 tahun yang tidak terlayani Paud lainnya. Orang tua wajib memperhatikan kegiatan anak selama di Pos PAUD agar dapat melanjutkan di rumah. Pendidikan 1. Pendidikan Pos PAUD dapat disebut Kader atau sebutan lain yang sesuai dengan kebiasaan setempat. 2. Jumlah kader PAUD disesuaikan dengan jumlah dan usia anak yang dilayani. 3. Persyaratan Kader Pos PAUD: a. Latar belakang pendidikan SLTA atau sederajat. b. Menyayangi anak kecil. c. Bersedia bekerja secara sukarela. d. Memiliki waktu untuk melaksanakaan tugasnya. e. Dapat bekerja sama dengan sesama kader. 4.Tugas Kader Kelompok anak usia 0-2 tahun: a. menyiapkan administrasi kelompok: 1) Daftar hadir 2) Buku Rencana Kegiatan Anak. 3) Buku Catatan Perkembangan Anak. 4) Kartu Deteksi Dini Tumbuh Kembang Anak (DDTK). a.Menyiapkan kegiatan anak sesuai rencana hari itu. b.Menyiapkan tempat dan APE untuk pengasuhan bersama. c.Menyambut kedatangan anak dan orang tua. d.Mengisi daftar hadir. e.Mendampingi orang tua dalam pengasuhan bersama. f.Mencatat perkembangan anak yang terjadi hari itu (bila ada). g.Melakukan deteksi dini dengan mengunakan kartu DDTK kepada anak yang saatnya dideteksi. 5.Tugas Kader Kelompok anak usia 2-6 tahun: a. Menyiapkan administrasi kelompok: 1) Daftar Hadir Anak. 2) Rencana Kegiatan Anak. 3) Buku Catatan Perrkembangan Anak. 4) Buku-buku panduan Pos PAUD. 5) Kartu Deteksi Dini Tumbuh Kembang Anak (DDTK). b. Menyiapkan kegiatan anak sesuai rencana hari itu. c. Menata kegiatan untuk main bebas sebelum kegiatan dimulai. d. Menyambut kedatangan anak. e. Bersama kader lain memandu anak anak dalam kegiatan pembukaan (main gerakan kasar) dihalaman. f. Mengisi Daftar Hadir anak. g. Memandu kegiatan anak dikelompok yang dibinanya. h. Mencatat perkembangan anak. i. Melakukan deteksi dini dengan mengunakan kartu DDTK kepada anak yang saatnya dideteksi. Sasaran Belajar Pos PAUD Jika kita memperhatikan sasaran belajar di Pos PAUD, menurut : Petro Alexy (2010) adalah: 1.Tumbuh Mandiri Berfikir mandiri-kepercayaan diri-bertanggung jawab 2.Belajar Memberi Kasih sayang-berbagi dan menerima-sebaya-orang dewasa di luar keluarga 3.Mampu bergaul dengan orang lain Teknik-teknik berinteraksi-tanggapan positif 4.Belajar mengontrol diri Disiplin diri-mengarahkan diri mengatur diri sendiri suka dan tidak suka Melindungi diri kesejahteraan dan keamanan orang lain. 5.Belajar peran non seksi Hindari kata-kata bernada negatif tentang laki-laki dan perempuan Membangun kepribadian dan bakat kenyataan masa depan 6.Belajar memahami badannya sendiri Arti kesehatan higieni gizi 7.Belajar dan latihan keterampilan motorik halus maupun besar Kegiatan menantang menggunakan otot besar maupun otot halus 8.Mulai memahami dan mengontrol Dunia kendaraan Mengembangkan intelegensi-rasa ingin tahu pikiran penalaran pengumpulan maupun penggunaan informasi secara lengkap 9.Belajar kata-kata baru dan memahami orang lain Setiap kesempatan-memanfaatkan penggunaan bahasa dan pemahaman bahasa bila orang lain berbicara. 10.Mengembangkan rasa positif terhadap hubungan dengan dunia Membangun konsep positif –pengalaman bahagia dan positif-lingkungan yang menggairahkan dan bermakna. Mengenali kurikulum Rencana Pembelajaran PAUD gambaran dari tujuan yang ingin dicapai oleh lembaga PAUD. Mengisi tentang: filosofis, tujuan dan program belajar anak. Belum dapat diterapkan dalam pembelajaran & harus dituangkan ke dalam rencana pembelajaran acuan bagi kader/pendidik dalam mengelola kegiatan pembelajaran. Disusun berdasarkan aspek-aspek perkembangan yang ada dalam menu generik. Menyeluruh (mencakup semua aspek perkembangan), seimbang (antara aspek satu dengan lainnya), dan sesuai dengan tahap perkem-bangan anak. Faktor-Faktor yang perlu diperhatikan dalam menyusun rencana kegiatan pembelajaran Direncanakan dengan baik sehingga mendukung lingkungan belajar anak memuat tujuan yang realistik berdasarkan minat dan kebutuhan anak membangun pengalaman individu dan kelompok bervariasi, mengenalkan ragam budaya melalui kegiatan yang tepat mendukung kegiatan main yang menyenangkan, menantang, dan menyatu dengan kehidupan sehari-hari mendukung keterlibatan orang tua mengembangkan wawasan anak tentang diri, lingkungan sekitar dan dunia sekeliling anak. Mengembangkan semua aspek perkembangan Pengelola Pos PAUD 1.Pengelola Pos PAUD dipilih dari masyarakat setempat. Susunan pengelola sekurang kurangnya terdiri dari: ketua, sekertaris, dan bendahara. 2.Samping pengelola, diperlukan unsur pembinaan yang terdiri dari: Kepala Desa/Lurah, Ketua PKK Desa, tokoh agama, tokoh masyarakat, donatur tetap, dan wakil orang tua. 3.Ketua dan Sekertaris dipilih dari Kader Pos PAUD, sedangkan Bendahara dipilih dari orang tua peserta didik. Jangka waktu kepengurusan 3 tahun atau sesuai dengan kesepakatan. 4.Pengelola yang habis masa baktinya dapat dipilih kembali untuk periode berikutnya. Surat keputusan kepengangkatan pengelola dikeluarkan oleh Kepala Desa/Lurah/pejabat setingkat. 5.Tugas Pembina Pos PAUD: a. Memfasilitasi kegiatan Pos PAUD. b.Mencarikan sumber sumber dana untuk menunjang kegiatan Pos PAUD. c.Membina keberlangsungan Pos PAUD. 6.Tugas ketua: a. Memimpin Pos PAUD. b. Betanggungjawab atas kelancaran kegiatan pos PAUD. c. Menanda tangan surat surat, laporan kegiatan, dan laporan kegiatan anak. d. Mengeluarkan dan menandatangani Surat tanda Serta Belajar untuk anak yang akan melanjutkan ke TK atau SD. 7.Tugas Sekertaris: Mengelola administrasi Pos PAUD: 1) Formulir pendaftaran. 2) Buku induk Anak. 3) Buku Daftar Infestasi (peralatan dan APE). 4) Buku Tamu. 5) Daftar Hadir Kader. a. Mengarsipkan dokumen. b.Menyiapkan surat surat. c.Menyusun laporan Pos PAUD. 1. Tugas Bendahara: Mengelola administrasi keuangan: 1) Kartu Iuran Angota 2) Buku Kas Pos PAUD. 3) Menghimpun iuran orang tua dan sumbar lainnya. 4) Menyusun laporan keuangan. Lembaga Penyelengaraan 1.Dalam hal sumber pendanaan untuk pembentukan Pos PAUD berasal dari pemerintah, maka diperlukan lembaga penyelengaraan sebagai penyedia layanaan. Hal ini diperlukan karena: (1) Dalam pengajuan proposal diperlukan lembaga berbadan hukum dan memiliki rekening atas nama lembaga; (2) Pembentukan pos PAUD memerlukan pendampingan dan pembinaan sampai bisa mandiri. 2.Pos PAUD dapat diselengarakan oleh TIM Pengerak PKK, SKB/BPKB, atau lembbaga lainnya. 3.Setiap penyelengaraan bertanggungjawab membina Pos PAUD yang menjadi binaanyan. 4.Tugas Penyelengara: a. Menyusun rencana pembentukan Pos PAUD. b. Menentukan lokasi Pos PAUD. c. Melakukan sosialiasi manfaat Pos PAUD. d. Menyiapkan Keranjang PAUD. e. Menyelengarakan pelatihan Kader Pos PAUD. f. Membina kegiatan Pos PAUD. g. Mengajukan proposal pembentukan Pos PAUD dalam hal memerlukan dana dari pemerintah. h. Menyampaikan laporan pertanggungjawaban pengunaan dana bantuan kepada instansi pemberian dana dangan oemberian dana dengan tebusan kepada Kepala Dinas Pendidikan Kab/Kota dan kepala UPTD Pendidikan Kecamatan setempat. Rencana Pembelajaran Untuk Usia 0 – 2 tahun } Disebut pengasuhan bersama } Kader menyiapkan APE di tikar atau karpet yang telah disiapkan. } Anak kelompok usia 0-1 tahun masih berada dalam tahapan sensorimotor, yaitu melalui interaksi dengan benda-benda, anggota badan serta inderanya. } Untuk anak usia 1-2 kegiatan main lebih banyak pada main sensorimotorik dan mulai muncul awal main peran. } Pembelajaran di kelompok ini tidak membutuhkan jadual rinci, para orangtua mengasuh anak bersama-sama, dan membiarkan anak memilih APE yang tersedia atau memilihkan. } Kegiatan main dapat dilakukan sendiri, berdampingan atau bersama anak lain. } Stimulasi dapat dilakukan dengan melatih anak berceloteh, merangkak, berjalan, berlari, membedakan warna, mengenal nama-nama benda, atau kegiatan lain yang sesuai dengan kemampuan dan usia masing-masing anak } Seluruh aktifitas dilakukan agar anak melakukan kegiatan secara aktif untuk merangsang otaknya agar bekerja } Kader bertugas sebagai fasilitator Daftar Pustaka Alexy, Petro, 2010. Sasaran Pos PAUD, Makalah Rakor Wilayah Barat, Surabaya. Darlan, H.M.Norsanie, 2009. Konsep Dasar Pendidikan Luar Sekolah, FKIP-Unpar, Palangka Raya ————, 2010. Pos Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) Sebagai Upaya Mencerdaskan Genegasi Mendatang, Dinas Pendidikan Provinsi Kalimantan Tengah, Palangka Raya. Direktorat PAUD 2008. Pedoman Teknik Penyelenggaraan POUD, Dirjen Pendidikan Non Formal dan Informal, Kemestrian Diknas RI, Jakarta. Hurlock, Elizabeth B., 1991. Perkembangan Anak, Jilid 1 dan 2, Edisi ke enam, Erlangga, Jakarta. Isnanto, Totok, 2008. Modul Kegiatan (Satuan Kegiatan Harian) PAUD Non Formal (BK, TPA, Pos PAUD/Taman Posyandu) Dinkes-Probolinggo-Unicef, Surabaya. Muhammad, Hamid, 2008. Pendidikan Non Formal dan Informal, Kementrian Pendidikan Nasional, Direktur Jenderal, Jakarta. ————, 2009. Pedoman Pemberian Bantuan Bagi Forum PAUD dan HMPAUDI, Kementerian Diknas RI, Dirjen PLS, Jakarta. Kristanto, Sinung D., 2008. ) PAUD Non Formal (BK, TPA, Pos PAUD/Taman Posyandu), Unicep, Surabaya. Sudjana, Djudju, 1997. Perndidikan luar sekolah di Erofa, Sekolah Pascasarjana UPI, Bandung. S. Sudjarwo, 2008. Direktur Pendidikan Anak Usia Dini, Kementrian Pendidikan Nasional, Jakrta. ————, 2009. Pedoman Penyaluran Dana Bantuan dan Pelaksanaan Rintisan Program PAUD, di Daerah Terpencil, Dirjen PLS, Direktorat PAUD, Jakarta. Sumantri, Endang, 2000. Berbagai Pendidikan nonformal di berbagai negera di Erofa, Sekolah Pascasarjana UPI Bandung. Suminah, Enah, 2009. Ayo Ke Pos PAUD, Seri Panduan Kader Pos PAUD, Kementrian Pendidikan Nasional, Jakarta. UU Sisdiknas no 20 tahun 2003. Sistem Pendidikan Nasional Republik Indonesia, Kementrian Pendidikan Nasional, Jakarta. Waluyo, Edi, 2010. Membangun Karakter Melalui Pendidikan Sejak Dini Usia, Internet. Wikipedia, 2011. Bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas, internet.