Selasa, 31 Juli 2012

Pembangunan daerah berbasis kearifan lokal (Huma Betang)


Oleh:
H.M.Norsanie Darlan
Makalah ini dipaparkan pada Seminar Nasional yang disenggarakan
Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR-RI) bekerja sama dengan
Universitas Muhammadiyah Palangka Raya (UMP)
 di Ballroom Aquarius Hotel, 2 Agustus 2012  

1.Pendahuluan
Bila kita mencermati pembangunan daerah bahwa sejak kejatuhan rezim Orde Baru pada tahun 1998, awal terjadinya paradigma pembangunan masyarakat di negeri tercinta ini menjadi wacana yang selalu aktual untuk dibicarakan sampai sekarang. Hal ini setidaknya tercermin dari tema:”...Reformasi Model GBHN: Mewujudkan sistem Perencanaan Pembangunan Nasional dan Daerah yang berorientasi pada kesejahteraan rakyat...”. Dalam rangka seminar Nasional yang diselenggarakan oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) yang bekerjasama dengan Universitas Muhammadiyah Palangka Raya (UMP) dalam rangka 4 (empat) pilar kehidupan bernegara yaitu: Pancasila, UUD Negara Republik Indonesia tahun 1945, NKRI dan Bhineka Tunggal Eka.
Setelah lahirnya UU 32 tahun 2004 tentang pemerintahan daerah mengganti UU 22 tahun 1999 tentang pemerintahan daerah, kembali membawa perubahan besar dalam tatanan pemerintahan daerah. Sehingga menurut: Nihin (2005;14) bahwa:”...kita dihadapkan perubahan cepat dimana belum lagi UU 22 1999 secara penuh, dilaksanakan telah diganti dengan UU 32 tahun 2004. hal ini tentu beralasan, karena terdapat ketidak jelasan pada bunyi Undang-Undannya sendiri yang menimbulkan penafsiran yang berbeda tentang pemberian otonomi daerah kepada daerah serta implementasi penyelenggaraannya...”.
Pemilihan tema seminar kita ini bukan tanpa alasan, melainkan penuh dengan pertimbangan tentang Rencana Pembangunan yang telah dicanangkan Misi dan Visi pembangunannya. Di kalangan ICMI membahas apa itu masyarakat madari. Apakah dalam aspek SDMnya ataupun terhadap masa depan bangsa.
Dengan demikian, dijadikan sebagai momentum untuk memikirkan dan mewujudkan suatu kondisi Masyarakat  madani yang dicita-citakan oleh masyarakat luas. Masyarakat yang Madani, Maju, dan Sejahtera” sebagai sebuah cita-cita pembangunan bangsa tentunya bukanlah slogan atau label yang tanpa makna. Cita-cita itu merupakan harapan masyarakat yang untuk mewujudkannya diperlukan langkah-langkah nyata; salah satu di antaranya adalah membangun masyarakat madani dengan memanfaatkan kearifan lokal.
Tulisan ini membahas permasalahan pembangunan daerah berbasis kearifan lokal (Huma Betang) ini. Sehubungan dengan, ada 2 (dua) konsep yang perlu mendapatkan pembahasan yaitu pembangunan masyarakat dan kearifan lokal, dengan rujukan pada pembangunan Kalimantan Tengah.
Menurut Budi Mulyadi, (2008) bahwa:”... Pemerintah sudah seharusnya memperhatikan aspek kearifan lokal dalam membangun daerah-daerah tertinggal...”. Aspek kearifan lokal memegang peranan penting dalam pembangunan daerah tertinggal. Setiap daerah memiliki adat dan kebudayaan masing-masing yang dipegang masyarakat setempat. Dan kehidupan mereka tidak bisa dipisahkan dari pembangunan nasional.


2.Pembangunan Masyarakat: Pengertian dan Karakteristik
2.1. Beberapa Pengertian
Arti Pembangunan menurut Hasan Alwi (2002;103) adalah:”…sebuah proses pembangunan yang dimulai dari negara maju melalui pemerintah negara berkembang…”. Sehubungan dengan pembangunan daerah berbasis kearifan lokal (Huma Betang) ini, adalah tentu sangat erat hubungannya dengan pembinaan masyarakat yang lebih maju dari masa-masa sebelumnya. Karena harapan pembangunan ini tidak sekedar di perkotaan, melainkan juga pedesaan sangat diimpikan masyarakat.
Arti Masyarakat menurut: Shadily (1980), Harsono (1997) Darlan (2002) adalah:”…sekumpulan manusia yang saling berinteraksi dalam suatu wilayah tertentu dengan berbagai kesamaan tujuan satu sama lainnya…”. Dengan demikian interaksi masyarakat dalam suatu wilayah pembangunan daerah berbasis kearifan lokal (Huma Betang) ini, adalah adanya sifat saling menghormati, saling menghargai satu sama lain. Walau masyarakat Dayak berbeda suku, agama dan keyaninan. Tapi juga saling Bantu membantu satu sama lain, bergotong royong adalah budaya masyarakat sejak nenek moyang.
Arti Kearifan asal katanya arif, menurut Hasan Alwi (2002;65) adalah:”…dalam melakukan sesuatu dengan secara bijaksana, cerdik dan pandai,    dan berilmu…”.  Atau istilah lain:”harati” Untuk membangunan tanpa ada pemihakan terhadap kelompok tertentu.
Arti Karakter, menurut: Moeliono (1989; 389) dan Poerwadarminta (1986) Norsanie Darlan, (2011) menyebutkan:"...sifat-sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang membedakan seseorang dengan yang lain...".
Sedangkan menurut: Esau dan Yakub (2010) dalam kamus umum bahasa Indonesia, adalah:"...karakter ialah tabiat, watak, sifat-sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang membedakan seseorang dari yang lain...". Kemudian Leonardo A. Sjamsuri (2010) dalam bukunya "'Kariama Versus Karakter" mengatakan bahwa karakter adalah:"...merupakan siapa ands sesungguhnya...". Sedangkan karakter dalam arti PLS, menurut Sutaryat (2010) bahwa:"...dalam menyusun kurikulum bersifat fleksibelitas bagi pamong belajar, tutor, instruktur dapat dilaksanakan dengan musyawarah dengan WB dan dalam penggunaan metoda pembelajaran yang bersifat partisipatif...". Hal ini menunjukkan kepada kegunaan dan keunggulan suatu produk manusia. Dengan demikian karakter yang dimaksudkan adalah sikap yang jujur, rendah hati, sabar, tutus ikhlas dan sopan dalam pergaulan. Artinya tidak berkarakter atau tabiat yang keras. Sebagai tenaga  yang dalam jabatan fungsional, tentu harapan kita semua punya karakter yang santun, murah hati, berwawasan luas dan bisa mengayomi kepada semua orang. Termasuk anak didiknya.
Tokoh yang memperkenalkan istilah “masyarakat madani” di Indonesia menggambarkan masyarakat madani sebagai sistem sosial yang subur yang berazaskan moral Pancasila yang menjamin keseimbangan antara kebebasan perorangan dengan kestabilan masyarakat. Ia juga memberikan gambaran kondisi yang bertentangan dengan masyarakat, yaitu adanya kemelut yang diderita oleh umat manusia seperti meluasnya keganasan, sikap melampaui batas, kemiskinan, ketidak adilan, kebejatan sosial, kejahilan, kelesuan intelektual, dan kemunduran budaya yang merupakan manifestasi pembangunan masyarakat yang kritis.
Walaupun ide-ide masyarakat terhadap kearifan lokal menurut: Hidayat, (2008) bertolak dari:”... konsep civil society, namun ide-ide itu juga terdapat dalam konsep yang disebut Gelner dengan, budaya tinggi yang juga terdapat dalam sejarah Asia Tenggara di kalangan Melayu Indonesia...”.
Pernyataan, Komaruddin Hidayat (1999: 267) bahwa:”... dalam wacana di Indonesia, istilah “pembangunan masyarakat” kali pertama diperkenalkan oleh Nurcholish Madjid, yang spirit serta visinya terbukukan dalam nama yayasan yang Pendidikannya...”. Secara “semantik” artinya kira-kira ialah, sebuah excellent [paramount] yang misinya ialah untuk membangun sebuah peradaban, “Pembaharuan Pendidikan. Selanjutnya, ia mempopulerkan istilah itu dalam wacana dan ruang lingkup yang lebih luas yang kemudian diikuti oleh para pakar yang lain.
Menurut: Nurcholish Madjid (2000: 80) dalam Hidayat (2008) bahwa:”... pembangunan masyarakat merupakan masyarakat yang sopan, beradab, dan teratur dalam bentuk negara yang baik...”. Menurutnya pembangunan masyarakat dalam semangat modern tidak lain dari civil society, karena kata  ”pembangunan” menunjuk makna peradaban atau kebudayaan. Oleh karena ide-ide dasar pembangunan masyarakat dan substansi civil society yang berkembang di dunia Eropa sama, maka Dawam Raharjo (2000) dalam Hidayat (2008) berpendapat bahwa:”...substansi pembangunan masyarakat dalam istilah civil society di dunia Barat adalah suatu konsep pembangunan masyarakat...”. Teori civil society dapat dipinjam untuk menjelaskan istilah pembangunan masyarakat yang digali dari khazanah sejarah bangsa. Senada dengan hal ini Nurcholish Madjid, tidak membedakan antara pembangunan masyarakat yang lahir dari khazanah sejarah dan peradaban Islam dengan civil society yang lahir dari sejarah Eropa atau peradaban Barat.
Sementara itu, Emil Salim dalam Hidayat (2008) adalah:”...sebagai ketua Gerakan Masyarakat Madani, pernah mengatakan bahwa masyarakat madani sebenarnya telah ada di Indonesia...”. Wujud pembangunan masyarakat ini sesungguhnya telah tertanam dalam masyarakat  paguyuban yang dominan di masa lalu, ketika kelompok masyarakat berkedudukan sama dan mengatur kehidupan bersama dengan musyawarah. Selanjutnya ia menambahkan, bahwa substansi pembangunan masyarakat telah lama ada dalam etika sosial politik masyarakat Indonesia yang berkembang dalam kultur masyarakat Indonesia.
Semangat  berbudaya, sosial politik yang mengedepankan mekanisme musyawarah dalam penyelenggaraan kehidupan sosial dan politik merupakan budaya masyarakat Indonesia yang menonjol. Dalam perspektif civil society (Barat) mekanisme musyawarah dalam menyelesaikan permasalahan adalah merupakan salah satu prosedur demokrasi yang substantif bagi pembangunan bangsa di daerah.

2.2. Karakteristik
Bertolak dari beberapa pengertian masyarakat madani yang telah disampaikan di atas, maka karakteristik yang menonjol pada masyarakat madani menurut: Iyane Bone (2012) adalah:”...masyarakat madani merupakan istilah yang dipakai untuk mengkonseptualisasikan sebuah masyarakat ideal yang dicita-citakan. Istilah itu diterjemahkan dari bahasa Arab “Mujtama’ madani” yang diperkenalkan kali pertama oleh Naquib al-Attas, guru besar sejarah dan peradaban yang juga filosof kontemporer dari Malaysia tentang Masyarakat Madani…”.
Tokoh yang memperkenalkan istilah “masyarakat madani” menurut: Hidayat, (2008) adalah:”... di Indonesia menggambarkan masyarakat madani sebagai sistem sosial yang subur yang berazaskan moral yang menjamin keseimbangan antara kebebasan perorangan dengan kestabilan masyarakat...”. Ia juga memberikan gambaran kondisi yang bertentangan dengan masyarakat, yaitu adanya kemelut yang diderita oleh umat manusia seperti meluasnya keganasan, sikap melampaui batas, kemiskinan, ketidak adilan, kebejatan sosial, kejahilan, kelesuan intelektual, dan kemunduran budaya yang merupakan manifestasi masyarakat yang kritis. Walaupun ide-ide pembangunan masyarakat bertolak dari konsep civil society, namun ide-ide itu juga terdapat dalam konsep  budaya tinggi melayu yang juga terdapat dalam sejarah Asia Tenggara di kalangan Melayu Indonesia.
Menurut Nurcholish Madjid (2000;80) dalam (Hidayat, 2008) bahwa:”...masyarakat madani merupakan masyarakat yang sopan, beradab, dan teratur dalam bentuk warga negara yang baik...”. Menurutnya masyarakat madani dalam semangat modern tidak lain dari civil society, karena kata “madani” menunjuk pada makna peradaban atau kebudayaan...”. Oleh karena ide-ide dasar masyarakat madani dan substansi civil society yang berkembang di dunia Eropa sama, maka Dawam Raharjo berpendapat bahwa substansi masyarakat madani dalam dunia Islam dan civil society di dunia Barat adalah satu. Teori civil society dapat dipinjam untuk menjelaskan istilah masyarakat madani yang digali dari khazanah sejarah. Senada dengan hal ini Nurcholish Madjid, tidak membedakan antara pemangunan masyarakat yang lahir dari khazanah sejarah dan peradaban dengan civil society yang lahir dari sejarah Eropa atau peradaban Barat.

2.3. Ruang Publik yang Bebas
Adanya ruang publik yang bebas merupakan sarana dalam mewujudkan pembangunan masyarakat. Pada ruang publik yang bebaslah individu dalam posisinya yang setara mampu melakukan transaksi-transaksi wacana dan praksis politik tanpa mengalami distorsi dan kekhawatiran. Sebagai sebuah prasyarat, maka untuk mengembangkan dan mewujudkan masyarakat madani dalam sebuah tatanan masyarakat, maka ruang publik yang bebas menjadi salah satu bagian yang harus diperhatikan. Dengan menafsirkan ruang publik yang bebas dalam tatanan pembangunan masyarakat, maka akan terjadi kebebasan warga negara dalam menyalurkan aspirasinya yang berkenaan dengan kepentingan umum.
Dari keturunan leluhur kita, masyarakat Dayak yang punya konsep bebas terpimpin ini, menyatukan konsep di rumah betang untuk tidak ada terjadi perselisihan yang berarti. Bahkan tingginya kekerabatan karena adanya rasa persaudaraan yang tinggi, tidak saling menyalahkan satu sama yang lain. Namun adanya kekompakan yang sulit diikuti oleh masyarakat lain terhadap budaya ”huma betang” ini.

2.4. Demokratis
Masyarakat madani ditandai oleh berkembangnya iklim demokrasi berupa kebebasan berpendapat dan bertindak baik secara individual maupun kolektif yang bertanggung jawab, sehingga tercipta keseimbangan antara implementasi kebebasan individu dan kestabilan sosial, serta penyelengaraan pemerintahan secara demokratis.
Masyarakat yang demokratis inilah yang harus ditiru oleh generasi penerus kita. Apakah dalam menggarap ladang tidak pernah terjadi  saling tumpang tindih. Dan muncul pula budaya mereka yang saling menghormati sesama. Tidak pernah ada larangan untuk datang pada komunitas Dayak, walau mereka tidak pernah dikenal sebelumnya. Jika seseorang atau sekelompok masyarakat komunitas luar yang ikut serta dalam upaya bercocok tanam, berladang, berkebun selalu dipersilahkan. Selama tidak menyalahi tata aturan, tatanan budaya masyarakat setempat.

2.5. Penuh Toleran
Toleran merupakan sikap budaya yang dikembangkan dalam pembangunan masyarakat untuk menunjukan sikap saling menghargai dan menghormati aktivitas yang dilakukan oleh orang lain.
Toleransi muncul di kalangan masyarakat Dayak yang juga disebut dengan kearifan lokal di ”huma Betang” ini, seperti: perbedaan kepercayaan antara anak dengan orang tua, kakak dan adik atau terhadap mereka yang ada di sekitar. Budaya yang sudah turun temurun, yaitu jika sekelompok warga mau melaksanakan upacara ritual keagamaan. Bagi penganut agama/kepercayaan lain, dipersiapkan bahan berupa: beras, ayam, minyak goreng, garam dan lain-lain. Agar para penganut kepercayaan beda turut merasakan segala suka cita mereka dalam kebersamaan. Namun cara memasak dipersilahkan untuk dimasak oleh kelompok itu sendiri. Terlebih hal ini terhadap para tamu yang datang ke desa mereka.
Umumnya masyarakat Dayak penuh toleransi ini, terjadi pergeseran dalam 10-15 tahun terakhir. Pergeseran budaya ini dipengaruhi oleh kemajuan kota dan modernisasi. Sebagai contoh 20 tahun lebih ke masa lampau anak yang mau sekolah ke kota khususnya di Palangka Raya. Sulit mencari rumah kost, yang banyak adalah anak dititip pada keluarga yang tinggal di Palangka Raya. Apakah ia keluarga satu keturunan darah, ataukah hanya kenalan tetangga desa. Disini toleransi yang sangat tinggi. Karena anak yang ikut tinggal, di rumah tersebut tidak pernah membayar sewa. Karena saling toleransi se daerah, kecamatan atau kabupaten.
Toleransi di sini juga tidak memandang beda kepercayaan yang dianut oleh warga yang tinggal dalam satu rumah, dengan penuh tenggang rasa dan tolong menolong. Dan disinilah salah satu toleransi filosafi ”Huma Betang ” kita.
Rumah kost mulai berdiri karena banyaknya anak yang datang dari kota lain di luar provinsi Kalimantan Tengah, di saat mereka mau melanjutkan pendidikan terutama kuliah. Sehingga mereka pendatang usia muda dari luar ini, mau tidak mau harus mencari tempat tinggal antara 4 – 5 tahun ke depan. Akhirnya berdirilah rumah-rumah kost untuk kaum pendatang.

2.6. Pluralisme dan Multikulturalisme
Pluralisme menunjuk pada keragaman/kemajemukan yang ada di masyarakat, menurut: Blum, (2001: 19) dan  Ahimsa-Putra, (2009:2) yakni:”... kondisi dalam suatu masyarakat yang secara faktual berbeda-beda. Sementara itu multi kultralisme lebih mengacu pada sikap warga masyarakat terhadap perbedaan-perbedaan baik yang ada dalam kelompok masyarakat yang bersangkutan maupun  dalam masyarakat lain...”. Sikap itu, dibentuk dengan melibatkan seperangkat nilai yang didasarkan pada minat untuk mempelajari dan memahami (understanding) dan pada penghormatan (respect) serta penghargaaan (valuation) kepada kebudayaan masyarakat lain. Walaupun tidak selalu diikuti dengan kesetujuan dan kesepakatan terhadap apa yang ada dalam kebudayaan lain, tetapi yang ditekankan dalam multikulturalisme adalah pemahaman, penghormatan, dan penghargaan yang tinggi.
Selain hal di atas pruralisme menurut Norsanie Darlan (2004) adalah:”...di masyarakat Dayak sungguh memberikan kearifan yang sangat tinggi harganya. Karena sejak masa lampau, tidak pernah ada perselisihan yang berarti dalam kehidupan ”Huma Betang” walau sudah menelan waktu yang panjang. Kehidupan saling menghargai, saling menghormati dan saling tolong menolong yang tercipta sejak beberapa abad silam, membuat suatu cerminan budaya  yang sangat tinggi dan dihormati...”.
Perselisihan bisa terjadi karena dengan etnis lain dapat dilihat kejadian yang juga terjadi hal sama seperti: dengan masyarakat Dayak di Kalimantan Barat, Lampung dan di DKI pada etnis yang sama. Hal itu adalah sebuah peristiwa pada titik puncak sama dengan daerah lain, bahwa etnis yang pernah ada di Kalimantan Tengah ini, betul-betul tidak bisa hidup bersama dalam ”Huma Betang”. Karena mereka tidak punya filsafat: “...di mana bumi di injak, di situ langit di junjung....”. Sementara etnis lain tak ternah terjadi dalam hal yang sama, karena adanya saling pengertian.

Kamis, 19 Juli 2012

PERSYARATAN NASKAH UNTUK JURNAL PENDIDIKAN SEPANJANG HAYAT




A.1. Artikel merupakan hasil dari penelitian atau yang setara dengan hasil dari penelitian, ada temuan dalam bidang pendidikan luar sekolah;
A.2.Artikel ditulis dalam bahasa Indonesia antara 8 – 12 halaman kuarto spasi ganda, dilengkapi dengan abstrak (100-150 kata) dan kata-kata kunci. Biodata singkat penulis dan identitas penelitian.
A.3.Artikel (hasil penelitian) pendidikan luar sekolah memuat:
Judul
Nama penulis
Abstrak – Indonesia - Inggris
Kata-kata kunci
            latar belakang
            tujuan penelitian
Metoda penelitian
Hasil penelitian
Pembahasan
Kesimpulan
Saran
Daftar pustaka

  1. Artikel (setara hasil penelitian) memuat:
Judul
Nama penulis
latar belakang
Tujuan
Metoda penulisan
Hasil
Pembahasan
Kesimpulan
Saran
Daftar pustaka
  1. Artikel dikirim ke Jurnal Pendidikan Sepanjang Hayat
d.a. Program Magister PLS Pascasarjana Universitas Palangka Raya. Bagi yang memenuhi persyaratan akan dimuat dalam penerbitan ini.  Dan redaksi berhak menolak karangan yang tidak
memenuhi persyaratan.    

Minggu, 08 Juli 2012

PENULISAN KARYA ILMIAH SALAH SATU CARA PENGEMBANGAN PROFESI JABATAN FUNGSIONAL


Penulis   :
H. M. Norsanie Darlan

Angka kredit  bagi mereka yang memilih jabatan fungsional adalah bagian dari kegiatan pengembangan profesi sebagai seorang guru, pengawas, penilik, perawat dan lainnya merupakan suatu persyaratan wajib untuk meraih kenaikan jenjang jabatan fungsional sebagai guru atau tenaga fungsional lainnya,  yang berada pada pangkat pembina/ golongan IV/a ke atas. Dalam retrospektif pengalaman di lapangan menunjukkan bahwa, membuat karya tulis ilmiah sebagai bagian kegiatan pengembangan profesi yang masih memerlukan lebih banyak penjelasan / pembelajaran secara rinci dari berbagai  pertanyaan yang sering terdengar dan diluntarkan di berbagai kalangan, seperti:

“Apa keterkaitan kegiatan pengembangan profesi dengan karya tulis ilmiah?”.

Selain itu, “Apa dan bagaimana kriteria suatu karya tulis ilmiah, yang dapat disebut sebagai karya ilmiah?”.

Dan “Bagaimana langkah menyusun karya tulis, yang sesuai guna memenuhi kriteria kegiatan pengembangan profesi?” (Suhardjono, 1995).

Buku kecil ini, disusun atas dasar kenyataan di lapangan dalam tahun-tahun belakangan ini, semakin besar ditemukan banyaknya guru, perawat dan pengawas, penilik yang menghadapi kendala dalam upaya kenaikan pangkat mereka selalu tak terselesaikan.  Terlebih bagi kalangan tenaga fungsional guru. Terutama dalam golongan kepangkatan tertentu. Sementara kasus demi kasus dalam kejadian yang sama semakin tahun semakin bertambah. Inilah yang menjadi dasar dari penulisan buku kecil ini.

Kepeloporan Pemuda Harus Ditingkatkan

                                                                     0leh:
                                                          H.M.Norsanie Darlan


Pemuda Harus Jadi Pelopor
Bila kita ingin tahu apa sebenarnya arti Pemuda menurut Hasan Alwy (2000; 847) dan Poerwadarmita (1986) adalah:”...orang  laki-laki, remaja, taruna, yang bakal menjadi pemimpin....”. Pemuda di sini menurut pemulis tidak sebatas kaum lelaki. Tapi kalangan pemudi sekalipun juga masuk. Disadari atau tidak bahwa pemuda berperan sebagai pengganti generasi sebelumnya. Pemuda adalah menjadi sasaran pemikir agar lebih baik dari masa sebelumnya. Karena di pundak pemudalah masa depan bangsa.
Sedangkan apa itu arti pelopor menurut Hasan Alwy (2000;846) adalah:”...(1) yang berjalan terdahulu; yang berjalan di depan perarahakan dan sebagainya; (2) perintis jalan; pembuka jalan; pionir; dia dipandang orang sebagai yang yang paling terdepan dalam gerak pembaharuan (tanpa memperhitungkan resiko yang akan dialami)...”.  Dengan demikian pelopor tidak lain adalah orang yang berani mengambil resiko dalam berbuat mendahului pekerjaan orang lain, demi kepentingan pembangunan bangsa dan negara.
Dengan demikian pemuda pelopor adalah tidak lain, para pemuda yang punya kreativitas tinggi dalam berbagai kegiatan pembangunan. Misalnya seorang pemuda membuat berbagai kegiatan dalam menjelang HUT proklamasi, membuat kreasi baru dalam pembangunan, seperti: membuat karya cipta tertentu dalam pemanfaatan apa saja di lingkungan alam  sekitar. Misalnya memanfaatkan tenaga air menjadi listrik, tenaga angin menjadi sumber energi listrik, sinar matahari menjadi tenaga listrik, limbah sabut kepala jadi sapu, dll. Inilah kepeloporan pemuda. Dan banyak lagi masalah lain yang yang dipelopori pemuda. Apakah atas usahanya sendiri, ataukah bersama orang lain. Di Kalimantan Tengah sumber daya alam terkandung di dalam perut buminya banyak hal salah satunya ”batu bara”. Kenapa tidak ada kepeloporan pemuda membuat batu bara sebagai pemanas air agar mendidih dan memimbulkan uap menjadi tenaga listrik dsb. 

Bila kita mencari ”pemuda Pelopor”, Kalau perlu kita akan melibatkan seluruh lapisan masyarakat. Agar betul-betul didapatkan hasil yang baik. Menurut Budi Setiawan (2010) adalah, tujuan program Pemuda Pelopor ini, untuk  mengapreasi keberadaan pemuda Indonesia yang memiliki peran strategis sebagai pelopor dalam bidang pembangunan sosial kemasyarakatan, dan memiliki potensi memberikan motivasi dan inspirasi kepada masyarakat. ”Untuk itu pemerintah terus mendorong untuk mewujudkan pemuda yang memiliki kemampuan menjadi pelopor...”.
Sementara itu, peraih Pemuda Pelopor menurut: Huala Siregar  (1991) ia mendefinisikan pemuda pelopor sebenarnya manusia merdeka, berkarya tanpa pamrih. Karya atau tindakan yang mereka lakukan itu datangnya dari Yang Maha Kuasa. “...Mereka melakukan semua itu tanpa berharap sesuatu. Jadi mari kita betul-betul menyeleksi sehingga kita menemukan pemuda merdeka dan berkarya tanpa pamrih...”. 
Sebelumnya, Staf Khusus Menpora Lalu Wildan (1991) mengusulkan, agar penilaian Pemuda Pelopor tidak hanya dibatasi pada 4 bidang saja masing-masing kewirausahaan, pendidikan, teknologi tepat guna serta seni budaya dan pariwisata), karena saat ini ada perubahan-perubahan permasalahan di masyarakat dibanding tahun-tahun sebelumnya. ”Misalnya saya mengusulkan ada pelopor bidang perubahan iklim, pertanian, informasi teknologi atau pemuda relawan bencana,” katanya.

Pendidikan Mana Untuk Pemuda/Remaja
Perlu mengetahui pendidikan mana yang dapat membantu kalangan pemuda/remaja yang secara kebetulan, karena sesuatu lain hal belum sempat mengeyam pendidikan formal. Saat sekarang ternyata faktor usia, ternyata tidak biasa lagi belajar di pendidikan formal. Maka mari kita cari pendidikan lain seperti pendidikan non formal.
Bila kita merasakan ketinggalan dalam dunia pendidikan sementara kawan seusia kita ternyata  sudah berpendidikan dan berpredikat sarjana. Maka para pemuda harus belajar. Bagaimana kalau usia sudah tidak dapat bersekolah. Untuk itu, pemerintah telah menetapkan jalur pendidikan luar sekolah atau istilah pendidikan nonformal akan dapat membatu para pemuda untuk memperoleh pendidikan melalui pendidikan nonformal. Apakah ia di pusat kegiatan belajar masyarakat (PKBM) ataukah di kelompok belajar lainnya. ’karena PKBM cukup membantu para pemuda yang putus sekolah dan sudah berusia untuk belajar apakah paket A, B ataukah paket C.  

Kreativitas Pemuda Pelopor
Kreativitas pemuda yang sangat diperlukan oleh masyarakat, saat mereka bertugas melaksanakan tugasnya atau hal-hal lain ada di wilayah Kalimantan Tengah, dunia kewirausahaan sungguhlah beragam. Para pemuda sangat bagus kalau punya kreativitasnya saat di lapangan. Walau menanamkan nilai kewirausahaan, sungguhlah tidak semudah membalik telapak tangan. Namun demikian, seorag pemuda ia harus punya konsep yang secara spontan muncul di lapangan, kalau ia mereka memperhatikan sumber daya alam di sekitar desa itu bisa diolah dan dijadikan sumber penghasilan masyarakat.
Sumber daya alam yang berlimpah, membuat manusia manja. Tapi kalau sumber daya manusia yang berkualitas, walau sumber daya alam yang terbatas, kalau SDMnya baik. Maka apa yang mereka hadapi di sekitar alam dapat ia olah menjadi apa saja yang akhirnya dapat menjadikan kesejahteraan manusianya.
Bagi pemuda yang kurang kreatif, mudah putus asa, suka menyalahkan orang lain, kurang mendukung terhadap keberhasilan dalam bertugas di pedesaan.

Kewirausahaan
 Indonesia Butuh Pemuda Kreatif, Indonesia butuh lebih banyak pemuda yang kreatif, pemimpin tua saat ini harus memberikan kepercayaan dan kesempatan kepada para pemuda untuk berkembang membangun dan merubah Indonesia. Dari dahulu hingga saat ini pemuda adalah pemicu perubahan-perubahan di negeri ini, mulai dari peristiwa Sumpah Pemuda hingga peristiwa Reformasi. Pemuda adalah aktor dalam perubahan namun yang meneruskan perubahan tersebut adalah (tetap) golongan tua kembali. Kreatifitas para pemuda di negeri ini lama-kelamaan tidak mendapat perhatian dari pemerintah. Banyak para pemuda yang telah mengharumkan nama bangsa dengan kreatifitasnya, dari bidang Sains, dunia kreatif, budaya dan seni, hingga bidang olahraga namun apresiasi pemerintah terhadap pemuda masih sangat kurang. 
Mungkin dari dahulu pemuda dicetak menjadi pegawai melalui pendidikan yang diterimanya selama bertahun-tahun, bukan dicetak menjadi seorang pengusaha yang dapat membuka lapangan kerja. Coba pemerintah memberi bantuan modal kepada para pemuda yang memiliki kreatifitas untuk mengembangkan kreatifitasnya, kita tidak akan perlu lagi mengirim berjuta-juta TKI ke luar negeri untuk menambah devisa negara, tidak perlu meminjam dana ke negara lain untuk pembangunan negeri ini, kemiskinan akan perlahan menurun dan tentunya korupsi tidak akan merajalela di negeri ini karena para pemuda yang akan membuka negara kreatif yang menghasilkan pemasukan lebih besar untuk pembangunan negeri ini. Namun hingga saat ini, pemuda masih dipandang sebelah mata oleh golongan tua dan tidak diberi kesempatan. Perjuangan para pemuda tidak akan berhenti sampai disini karena para pemuda adalah pemicu perubahan di dunia.
 Pendidikan kewirausahaan sebetulnya ditanamkan sejak lama. Bukan setelah sarjana. Kenapa demikian?. Pertanyaan di atas, merupakan bahan berpikir kita semua. Penulis sangat setuju kalau di semua perguruan tinggi pendidikan kewirausahaan dijadikan materi kuliah seperti: Ilmu Alamiah Dasar di perguruan tinggi.
Alangkah indahnya mahasiswa disaat memperdalam konsep perkuliahan diantara pada semester 6 – 7 mengembangkan pendidikan kewirausahannya yang terkait dengan konsep keilmuannya. Saat itu, mahasiswa tidak lagi berpikir agar mencari kerja ke PNS tapi ia sudah berpikir usaha apa yang bakal ia jadikan sebagai lapangan  kerja untuk diri.  Kalau hal itu kita lakukan retrospektif di awal tahun 80-an bahwa agar sarjana bisa memberikan lapangan kerja bagi orang lain. Bukankah hal itu, konsep kewirausahaan. Saat itu pemerintah pernah memberikan: pinjaman berupa kredit  mahasiswa Indonesia (KMI) yang dikecurkan via bank tidak lain sebagai modal usaha untuk mahasiswa yang sudah berada pada semester-semester akhir.
Dosen pembina mata kuliahnya harus membawa ke lapangan terhadap mahasiswa yang sedang memprogramkan / merencanakan mata kuliah kewirausahaan ini. Kalau perlu dosen yang mengajar harusnya mereka pengusaha berhasil. Atau ada dosen yang punya usaha kecil-kecilan dan berhasil yang dapat diperlihatkan kepada mahasiswa.
Dengan demikian hal di atas, merupakan pendidikan kewirausahaan dalam pendidikan formal di perguruan tinggi.

Pemuda Pelopor Punya Kelebihan
Dalam bertugas melaksanakan tugasnya sebagai pemuda harus punya program inovasi, karena sebagai seorang pemuda terlatih yang tentunya di tempat tugasnya dalam berkarya, tentu tidak boleh sama dengan kebanyakan orang.
Kalau seorang pemuda yang terkadang hanya beberapa orang berpendidikan  di dewsa, maka seorang sarjana baru yang bertugas ini harus punya kelebihan dari kebanyakan orang. Seorang pemuda masuk desa harus punya kesan tersendiri dari masyarakat.
Pengembangan usaha yang cukup signikan juga dirasakan Henky Eko Sriyantono, pemilik Bakso Malang Kota Cak Eko, yang menjadi pemenang Wirausaha Mandiri 2008 kategori pascasarjana dan alumni bidang usaha boga. Sebelumnya ia baru mempunyai 80 gerai. Saat ini berkembang menjadi 135 gerai. Karyawan pun menjadi 500-an orang dari sebelumnya sekitar 300. Omzet pun rata-rata naik 20 persen per tahun. “Branding usaha juga menjadi lebih dikenal masyarakat,” ujar Cak Eko. Sumber : Booklet Tempo.
Para tokoh nasional kita dalam berbagai event memberikan berbagai konsep kewiraswastaan diantaranya seperti: ".  Kala itu, Ciputra mencontohkan Singapura memiliki wirausahawan sekitar 7,2 persen Ciputra, Fransiskus Saverius, Herdiman (2011) adalah:"…Suatu bangsa akan maju bila memiliki jumlah entrepreneur (wirausahawan) minimal 2 persen dari total jumlah penduduk…, dan Amerika Serikat memiliki 2,14 persen entrepreneur. Bagaimana dengan Indonesia? 
Kalau kita memperhatikan terihadap manusia kita 220 juta lebih penduduk, Indonesia hanya memiliki sekitar  400.000 pelaku usaha mandiri, atau sekitar 0,18 persen  wirausahawan dari jumlah penduduknya. Hal ini tentu memrihatinkan. Padahal, menurut pendiri University  of Ciputra Entrepeneurship Center (UCEC) ini, potensi Indonesia  terbilang besar. Indonesia memiliki kekayaan alam melimpah siap diolah. Indonesia termasuk dalam ranking 10 besar penghasil tembaga, emas, natural gas, nikel, karet, dan batubara. Dan, masih  banyak lagi keunggulan komparatif yang kita miliki. Karena itu,  jika menyedikan stok enterpreneur yang cukup dan potensial,  Indonesia bisa menjadi pemain internasional yang handal.
Peraih penghargaan Kewirausahaan Sosial (Social Entrepreneurship)  Ernst and Young Entrepreneur tahun 2006 bernama: Bambang Ismawan  mengatakan:”... wirausahawan muda di Indonesia mulai bangkit...”. Hal itu  dapat dilihat dari minat dan pelaku wirausaha muda yang semakin  bertumbuh. Namun dibandingkan jumlah penduduk, jumlah entrepreneur  muda yang kita miliki memang masih sangat kurang.
Rendahnya minat dan pertumbuhan wirausahawan muda, menurut: Bambang (2006), Wiswawa (2011) adalah:”... terutama disebabkan oleh minimnya dorongan lingkungan keluarga sang anak. Orang tua lebih banyak mengharapkan anaknya bekerja sebagai pegawai negeri atau pegawai kantor. Pasalnya, pekerjaan seperti itu dinilai memiliki risiko kecil dibandingkan menjadi pengusaha. "Orang tua menginginkan anak mereka mendapatkan gaji tetap setiap bulan, daripada harus menunggu keuntungan yang memakan waktu lama...".
Harapan orang tua ini didukung pula oleh lesunya sektor kewirausahaan dalam negeri. Sektor ini dinilai memiliki risiko tinggi, sementara itu kurang menjanjikan penghidupan yang layak. Karena itu, orang tua petani rela mengeluarkan biaya tinggi untuk menyekolahkan anaknya agar mereka tidak kembali kepada pertanian. Bambang mencontohkan, tamatan Institut Pertanian Bogor (IPB) lebih banyak menjadi wartawan atau pegawai, daripada menjadi petani.
Selain pengaruh lingkungan dalam keluarga, kata Bambang, rendahnya minat kaum muda terjun dalam bidang wirausaha, juga disebabkan oleh arah dan sistem pendidikan yang kurang mendukung. Pendidikan malah tampil sebagai alat untuk menumpulkan semangat berwirausaha. Metode menghafal, misalnya, membuat anak tidak memiliki daya kreasi dan inovasi, yang sangat dibutuhkan dalam dunia kewirausahaan. Karena itulah, Bambang mendesak agar pendidikan, terutama pendidikan tinggi segera dibenahi.
Desakan agar perguruan tinggi melakukan pembenahan - bahkan perubahan paradigma - juga disuarakan Ciputra. Menurutnya, salah satu penyebab rendahnya jumlah entrepreneur di Indonesia adalah sistem pendidikan yang hanya fokus pada penciptaan tenaga kerja, bukan menciptakan enterpreneur-enterpreneur potensial.
"Setiap tahun, lembaga-lembaga pendidikan menghasilkan pengangguran, karena mereka tidak didorong untuk menjadi pelaku wirausaha," ujarnya.
Menurut Ciputra, setiap tahun perguruan tinggi Indonesia melahirkan sekitar 750 lebih sarjana yang menganggur. Karena itu, tantangan perguruan tinggi di Indonesia ke depan, katanya, adalah melahirkan wirausahawan muda. 
Menjawab tantangan itulah Ciputra mendirikan sekolah yang fokus pada upaya mengembangkan semangat kewirausahawan siswa, seperti Sekolah Ciputra, Sekolah Citra Kasih, Sekolah Citra Berkat, Sekolah Global Jaya, Sekolah Pembangunan Jaya. Terakhir, ia mendirikan University of Ciputra Entrepreneurship Center (UCEC). Program yang disiapkan UCEC antara lain mempersiapkan modul pengayaan kewirausahaan untuk kurikulum nasional, mengembangkan kurikulum kewirausahaan di Universitas Ciputra, dan mengadakan pelatihan tiga bulan kepada masyarakat.
Selain dukungan keluarga dan perguruan tinggi, pertumbuhan wirausahawan muda juga membutuhkan peran dunia usaha dan lembaga dunia usaha. Bambang memberi contoh peran pengusaha yang tergabung dalam Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (Hipmi). Organisasi ini seharusnya tidak hanya mendorong lahirnya pengusaha kaya dan bergerak dalam bidang usaha yang membutuhkan penyertaan modal tinggi, tapi juga harus mendorong munculnya pengusaha kecil yang bergerak dalam sektor kecil dan mikro (UMKM).
Menurut: Very Herdiman dan Bambang, (2011) bahwa Potensi sektor UMKM,  sesungguhnya sangat menjanjikan. Dari seluruh entitas dunia usaha yang kita miliki, 95 persen (43 juta) merupakan usaha yang bergerak dalam sektor usaha mikro. Data ini, kata Bambang, memperlihatkan bahwa Indonesia potensial melahirkan wirausahawan yang bergerak dalam usaha mikro dan kecil. 

Ekonomi Bangsa 
Beberapa tahun terakhir ini, menurut: Husein Mubarok (2009) bahwa perekonomian dunia semakin bergejolak saja. Bahkan Negara besar seperti Amerika, mulai kelihatan kehancurannya. Mengapa bisa demikian? Hal ini disebabkan oleh berbagai hal, diantaranya adalah baby birth dan biaya perang yang besar. Sebelum Perang Dunia II sedikit sekali bayi yang lahir di Amerika.
Sebaliknya, pasca perang dunia II angka kelahiran meningkat drastis. Nah, yang menjadi masalah adalah generasi dengan jumlah kelahiran luar biasa tersebut sekarang tengah menjadi pensiunan. Diperkirakan pada tahun 2016 nanti jumlah pensiunan Amerika mencapai 75 juta. Bagaimana menggaji mereka? Ini sebagai akibat angka kesehatan yang membaik.
Bahkan, tidak ada satupun pengamat ekonom yang optimis bahwa Amerika akan tetap berdiri. Yang kedua adalah dikarenakan Amerika selalu mengalokasikan dana yang besar untuk perang.Sebagai contoh saja, berdasarkan data statistik perekonomian pemerintah Amerika, dana yang diajukan untuk kasus perang Israel-Palestina adalah senilai kurang lebih $1200 triliun sedangkan yang di acc adalah kurang lebih $900 triliun. Perlu diketahui bahwa pada Tahun 2008 terjadi krisis ekonomi yang hebat di AS, Apakah Obama sanggup mengatasi masalah ini kedepannya?
Sebenarnya tidak masalah jika Amerika hancur. Yang menjadi masalah adalah siapa-siapa yang berada di belakang Amerika, yaiu para Yahudi dan Israel. Pada dasarnya orang-orang Amerika itu baik dan toleran. Yang kurang ajar adalah para pemimpinnya, yaitu para Yahudi yang telah dikuasai Dajjal. Lalu apakah Amerika tinggal diam melihat kondisi perekonomian yang seperti itu.
Bicara tentang ekonomi maka  Muizzuddin (2009)  adalah:”...Sistem ekonomi yang diterapkan, seharusnya mampu mewujudkan kesejahteraan bagi seluruh masyarakat berdasarkan asas demokrasi, kebersamaan, dan kekeluargaan yang melekat, serta pada akhirnya mewujudkan ketentraman bagi manusia. Akan tetapi Rentetan peristiwa akibat sistem ekonomi yang diterapkan terus memberikan dampaknya...”. sehingga apa yang diharapkan selalu berhasil baik.

Ditunggu Pemuda Kreatif
Pemuda yang kreatif, tidak lain adalah seorang pemuda yang tidak mudah tinggal diam di mana saja ia berada. Pemuda kreatif, setiap saat dia selalu melahirkan pekerjaan yang inovatif.
Pemuda kreatif bila melihat sesuatu, otaknya berpikir. Mau dijadikan apa hal ini, sehingga mempersembahkan sesuatu kepada orang lang di desanya. Misal saja: seperti kasus di atas, tinggal di desa, mau mengumpulkan sabut kelapa. Sabut adalah limbah perkebunan yang tidak ada harganya. Tapi degan di olah sabut bisa dijadikan bahan/alat rumah tanggal yang setiap rumah pasti memerlukan sapu.
Sapu dari sabut, sama nilainya dengan sapu dari ijuk, yang berasal dari pohon enau untuk membuat gula merah. Sabut punya cara lain bisa dibuat jadi tambang, bisa pula jadi berbagai hal seperti jok mobil, jadi kasur, jadi bahan kerajinan lainnya.
Para pemuda pelopor pembangunan di desa harus tahu apa potensi desa itu. Sehingga potensi desa bisa dijadikan olahan yang ternyata bisa menghasilkan sesuatu yang berharga. Ini sebetulnya pemuda pelopor dari pemuda yang  ditunggu masyarakat. Karena kreativitasnya.
Kumpulkan orang dewasa yang masih belum bisa membaca dan menulis, berikan pelajaran kepada mereka tentang sesuatu yang mereka butuhkan. Jika ternyata mereka masih buta huruf, lajari mereka membaca dan menulis. Ini sebuah sumbangan pemuda pelopor yang sangat besar terhadap masyarakat kita di pedesaan.
Jika pemuda pelopor pedesaan secara kreativitas bisa melakukannya, maka betapa besar sumbangan saudara-saudara terhadap bangsa di negeri kita tercnta ini. Walau sekecil mungkin, namun jasa kepeloporan saudara sangat dinantikan masyarakat di pedesaan. Hal ini, tidak terbatas dengan contoh di atas, tapi dalam bentuk apapun.

Menciptakan Lapangan Kerja
Saat penulis menyelesaikan studi Program Doktor di kota Bandung, tidaklah salah mengunjungi kecamatan Raja Polah. Karena di desa-desa mereka walau sumber daya alamnya rusak akibat meletusnya gunung Galunggung di awal tahun 1980-an. Para pemuda dan masyarakat mencari nafkah dengan memanfaatkan apa saja dijadikan usaha kreatif. Misal sebatang pohon padi menghasilkan banyak hal seperti tanggkainya menjadi sapu, batangnya dibuat ayaman, dll.
Sebatang pohon yang tumbang di pinggir jalan, memberikan berkah pada penduduk. Karena batang, dahan hingga akarnya, bisa diolah dengan kerajinan mereka jadi berbagai cendera mata.
Putra putri Kalimantan Tengah belum sampai di sana untuk berwira usaha. Kita terlena dengan indahnya alam, terlena dengan berbagai hasil bumu dan alam. Namun belum banyak memberi manfaat kepada penduduknya.

TIGA TANTANGAN BESAR BAGI GENERASI PENERUS BANGSA

                                                                            Oleh:
                                                                 H.M.Norsanie Darlan


Ada 3 (tiga) tantangan yang dihadapi para pemuda generasi muda  dewasa ini, yang ternyata tidak sebatas pada kaum muda saja yang merasakannya. Tapi orang tuapun juga merasakan hal itu. Ke 3 hal tersebut di atas adalah:
1.Tantangan masuk sekolah;
2.Tantangan masuk Perguruan Tinggi; dan
3.Tantangan masuk lapangan kerja.
Untuk lebih jelasnya ke 3 hal di atas, secara sederhana akan diuraikan satu persatu sebagai berikut:

Tantangan masuk sekolah
Sejak akhir tahun 70-an sudah melaui bermunculan satu-persatu di daerah yang menginformasikan bahwa tahun demi tahun anak usia sekolah dirasakan untuk masuk sekolah apakah sekolah dasar ataukah SLTP mapun SLTA ternyata jumlah kursi tidak sebanding dengan jumlah anak yang mau masuk sekolah. Hal ini pasti jauh berbeda.  Dengan kata lain daya tampung sekolah mulai kurang. Sementara penambahan setiap tahun sepertinya tetap tidak terbendung. Sekolah-sekolah swasta dengan tampil seadanya pun di daerah tertentu, juga dengan sangat banyak masih ada yang tak tertampung. Ini sebuah akibat ledakan penduduk masa lalu.
Dalam istilah lain adalah, “Sejak lama di negeri ini”, masuk sekolah ”para calon murid” sudah mendapatkan tantangan yang terkadang di perkotaan terdapat komentar masyarakat ”siapa berduit, ialah yang bakal dapat” dalam meraih pendidikan anaknya yang lebih baik dan kualitasnyapun tidak diragukan.

Namun kita sama maklumi bersama bahwa masyarakat pemukimannya tidak menumpuk di perkotaan. Melainkan mereka sebagian besar penduduk negeri ini, bertempat tinggal di pedesaan. Kita sama maklumi  tidak seluruh desa terlebih masa lalu terdapat sekolah dasar. Sehingga tidak menutup kemungkinan ada warga masyarakat kita yang karena sesuatu dan lain hal selama hidupnya, tidak sempat mengenyam atau menikmati dunia pendidikan formal. Atau bersekolah.
Fasilitas pendidikan di atas tidak saja untuk sekolah dasar. Padahal wajib belajar kita tidak lagi Wajar 6 tahun. Tapi sudah bergeser ke 9 – 12 tahun. Sementara gedung SMP dan SLTA belum juga tersedia hingga anak mau belajar ke SMP dan SLTA terkendala. Hal ini menuntut agar kita dapat memikirkan bersama masalah tersebut. Karena kesempatan pendidikan yang ada di negeri kita disebabkan fasilitas pndidikan yang masih dirasakan kurang. Dipihak lain menurut M. Saad Arfani (2011) ia mengungkapkan bahwa:”...jauhnya sekolah jadi penyebab anak-anak pedesaan tak melanjutkan pendidikan...”. kalimat di depan sungguh di temukan di mana-mana baik di daerah kita maupun di daerah lain.
Hal seperti di atas, tidak saja dirasakan di pedesaan. Tapi di perkotaan sekalipun penduduk kita yang fasilitas pendidikan sudah dianggap mendekati cukup, namun masih ditemukan penduduk kota yang belum berkesempatan mecicipi pendidikan formal. Sehingga pemulis berasumsi tidak tuntas pendidikan ini, kalau hanya dipikirkan dan di fasilitas Cuma pada pendidikan formal. Peran pendidikan non formal, ternyata sangat penting, namun  karena ketidak mengertian, ketidak fahaman mereka yang didudukkan pada bidang pendidikan non formal. Maka hal-hal di atas, tidak bisa dituntaskan. Alasan yang penulis asumsikan adalah mereka yang ditempatkan pada Subdin/Bidang pendidikan non formal masih tidak profesional. Penempatan sarjana “...atau tenaga yang bukan ahlinya, tunggu kehancurannya...”.

Tantangan masuk Perguruan Tinggi
Kalau kita melihat mulai munculnya istilah: “UMPTN” yang kepanjangannya adalah Ujian masuk perguruan tinggi negeri ini, digulir juga sejak tahun 80-an juga. Yang terkadang anak lulusan SLTA yang mau masuk perguruan tinggi tujuan Bandung, ternyata tes-nya lulus di Palangka Raya. Kenapa demikian seperti uraian ini masyarakat turut berpartisipasi menyelenggarakan pendidikan tinggi. Ternyata perguruan tinggi swasata tidak masuk UMPTN sehingga dengan tidak diperkirakan sebelumnya ia harus kuliah di Unpar-Universitas Palangka Raya. Karena di kota Bandung juga ada perguruan tinggi diberi nama Unpar. Tapi punya yayasan swasta.
Dengan seleksi yang relatif ketat disertai beratnya persaingan, 1 berbanding 15 maka tidak menutup kemungkinan calon mahasiswa yang kapasitasnya bila dibawah standar dengan sangat menyesal terpaksa harus tidak lulus pada jurusan/program studi pilihannya. Karena dengan system seleksi sekarang calon dari sumatera utara, Aceh, Papua, Sulawesi dan berbagai provinsi di Jawa dengan mudah lulus di Unpar. Sementara putra daerah, hanya gigit jari. Karena ada dugaan standar pendidikan yang ada di provinsi kita relatif rendah. Mudah-mudahan mulai terjadi perbaikan masa sekarang dan masa datang. Sehingga standar kita sama dengan kawasan yang lebih maju.
Kita sama maklumi bahwa dalam 20 tahun terakhir, sudah dirasakan di tanah air kita bahwa tes masuk perguruan tinggi negeri sungguh dirasakan betapa sulitnya. Namun seleksi ini, semakin tahun semakin tambah berat. Sehingga upaya memberikan berbagai pendidikan luar sekolah atau pendidikan non formal pada lembaga kursus pada bidangnya oleh orang tua kepada anaknya sungguh memberatkan biaya. Terlebih biaya yang diperlukan. Ada kalanya sang anak kurang perhatian, tapi orang tuanya justru sibuk mendaftar anak untuk kursus itu dan ini, dengan tujuan bahwa anaknya berhasil lulus dalam seleksi masuk perguruan tinggi.

Tantangan masuk lapangan kerja
Kaum generasi muda dewasa ini menghadapi masa sulit, sebagai akibat ledakan pendudukan di negeri kita masa lalu sangat tinggi. Hal itu memberikan efek negatif kepada generasi mncari kerja dimasa sekarang.
Selain hal di atas, bergulirnya era reformasi, yang selama ini, kurang mendukung terhadap kebijakan masa lalu. Ebagai contoh yang sdr boleh perhatikan. Kebijakan masa lampau, dinas pendidikan yang doeloe disebut Kantor Wilayah Pendidikan. Kepala Katornya paslu lulusan ”alumnus” IKIP atau FKIP. Dewasa ini ternyata dapat diduduki oleh bukan kesarjaan itu. Sehingga pastilah ada bagai perahu layar putus kemudi. Contoh lain dengan kebebasan dewasa ini, bisa terjadi juga kepala Rumah Sakit dipimpin oleh bukan dokter. Kepala Kejaksaan bisa dipimpin oleh orang yang bukan Sarjana Hukum. Jika hal itu terjadi, apa yang bakal terjadi. Ini sebagai bukti derasnya arus reformasi.
Sekarang bagaimana dengan tantangan pada sarjana sekarang. Ada dugaan kemudahan yang muncul dari pihak penentu kebijakan, seperti: penerimaan calon pegawai negeri diusulannya sangat tidak sesuai dengan tenaga kerja pada bidang-bidang yang ada di instansi yang di pimpinnya. Karena ada indikasi untuk menolong keluarga terdekat. Sehingga setelah ia masuk, apa yang harus ia kerjakan. Karena KKN-nya sudah bisa dimunculkan.

Tren pendidikan sudah berubah
Tempo doeloe, sejak tahun 60-an penulis rasakan bahwa pendidikan kejuruan betul-betul kurang diminati. Asumsi masyarakat bahwa ikut belajar di sekolah kejurusan seperti sekolah toempoe doeloe: SPG, PGA, SMOA, SPR kurang diminati oleh anak para pejabat atau orang tua tergolong mampu. Namun dewasa ini, sekolah kejuruan mulai akhir tahun 90-an, lapangan kerja sarjana seperti Hukum, Ekonomi, teknik, Pertanian, Kehutanan, Perikanan, Sosial Politik, dll. Sedikit kesulitan mencari lapangan kerja sederhananya ”jenuh”. Namun sarjana FKIP/IKIP dari berbagai jurusan/Program studi yang tempo doeloe mulai dipermudah mencari kerja. Karena tenaga guru, selalu dicari di mana-mana. Karena upaya meningkatkan kualitas SDM masyarakat diawali dengan wajib belajar di tanah air kita mulai diterapkan. Sehingga lapangan kerja sekolah guru dari Diploma hingga sarjana sungguh dicari pemerintah.
Sayangnya dalam kurun waktu tertentu proses ini, ”terkontaminasi” karena ada penyelenggaraan kursus yang salah. Sebetulnya kursus akta IV, adalah untuk seorang dokter mengajar di sekolah pengatur rawat (SPR). SIM mengakarnya adalah: Akta IV. Demikian juga seorang Ir. Pertanian yang mengajar di SPMA, ia sudah punya NIP tapi belum punya Akta mengajar IV sebagai SIM nya. Tapi nyatanya ada sarjana tertentu di luar sekolah guru, memiliki Akta IV untuk melamar kerja. Dan diterima ternyata tidak mampu menajar, membuat RPP, media pendidikannya kurang sehingga jadi bahan tertawaan murid di depan kelas. Untuk itu, ada istilah profesional tidak saja pada dunia perkantoran, dunia usaha, tapi juga berdiri di depan kelas-pun harus profesional.

MENGENALI PENDIDIKAN KARAKTER DALAM PROSES PENGEMBANGAN PEMBELAJARAN



Oleh:
H. M. Norsanie Darlan
Pendahuluan
Dalam tulisan yang yang sederhana ini membahas tentang mengenali pendidikan karakter dalam Proses pengembangan pembelajaran ini, sungguh sulit ditemukan/dicari buku sumber. Apakah judul buku secara khusus ataukah dalam jurnal-jurnal ilmiah lainnya. Namun penulis mencoba mengurai hal ini dan mengambil berbagai sumber tulisan terdahulu, dengan keterkaitan dengan masalah-masalah yang dihadapi saat ini, sambil melacak info mealui media internet..
Untuk mengetahui secara rinci hal-hal yang berhubungan dengan permasalahan di atas, penulis satu-persatu akan mengurai materi ini, dari berbagai pendapat ahli, Sekelumit Pendidikan, Peran Pendidikan Keluarga Dalam Pembentukan Karakter,
Peran Pendidikan Karakter dari Guru, dan Sistem Belajar Membelajarkan, Mengenali 3 Jalur Pendidikan, Upaya Meningkatkan Mutu Pendidikan, Cita-Cita Bangsa, Life-long Education, Kegagalan Pendidikan Formal, Konsep Pendidikan Luar Sekolah Ke Masa Depan, Kualifikasi Pendidik, Promosi dan Sertifikasi, Dalam Menggulir Bola Panas, tentang Karakter Bangsa, Karakter Bangsa yang diharapkan, Karakter bangsa yang ber-etika dan Pendidikan Tidak Semata Tugas Guru. Dari berbagai sub permasalahan di atas akan diuraikan secara sederhana satu demi satu berikut ini:

Berbagai Pendapat Ahli Pendidikan
Berbicara tentang pendidikan, banyak pendapat ahli yang dirasa perlu untuk kita uraikan guns mencari apa dan bagaimana bentuk pendidikan tersebut. Kamus umum bahasa Indonesia karangan WIA. Poerwadarminta, (1986; 520), menyebutkan tentang: konsep itu berarti "rancangan". Dengan demikian maka konsep disini berarti rancangan materi perkuliahan yang ada pada jurusan dimaksud.
Rancangan perkuliahan tentu memerlukan suatu adanya gambaran yang akan dilaksanakan pada suatu ketentuan tertentu. Jadi rancangan pembelajaran ini dapat jugs penulis jadikan dengan istilah dasar (pengantar) dalam rancangan pendidikan luar sekolah yang sebenarnya.
Jadi yang dimaksud dengan konsep adalah "rancangan", sebagai mana pengertian di atas. Sedangkan pengertian PLS itu penulis kutip tulisan: M Soedomo dalam bukunya berjudul : Pendidikan Non Formal di Indonesia, Malang tahun 1974. menyebutkan :
"Pendidikan Luar Sekolah adalah setiap kesempatan dimana dan terdapat komunikasi yang teratur dan terarah, di luar sekolah, di mana seseorang memperoleh informasi, pengetahuan, latihan ataupun bimbingan sesuai dengan usia dan kebutuhan hidupnya, dengan tujuan mengembangkan tingkat keterampilan, sikap dan nilai-nilai yang memungkinkan baginya menjadi peserta aktif yang efisien dan efektif dalam keluarganya, pekerjaannya bahkan lingkungan masyarakat dan negaranya".

Sedangkan penulis mengambil pengertian tentang pendidikan luar sekolah adalah : suatu pendidikan yang dilaksanakan di luar sistem persekolahan.
Jadi jelas bagi kita bahwa pendidikan luar sekolah dalam arti konsep, merupakan suatu konsep (rancangan) pendidikan yang berpikirnya di luar pendidikan sistem persekolahan (formal). Artinya ia lebih menitikberatkan terhadap pendidikan di kalangan masyarakat. Sehingga terlihat jelas beda antara pendidikan di bidang studi PLS ini, dari pada bidang studi lainnya.
Bila kita mengurai apa itu pendidikan, maka secara luas pendidikan (Lat.: educare = mengantar keluar). Proses membimbing termasuk membimbing jamaah haji seperti yang kita hadapi sekarang adalah bimbingan dari manusia kepada manusia. Menurut Shadily (1984; 2627) Dari "....kegelapan kebodohan ke kecerahan pengetahuan...". Dengan demikian pendidikan sangat panting dijadikan salah satu upaya meningkatkan kualitas SDM bangsa. Sebab tanpa memiliki SDM yang memadai bangsa akan menjadi sapi perch bangsa lain di planet bumi ini.

Karakter
Mengenai apa itu karakter, Moeliono (1989; 389) dan Poerwadarminta (1986) menyebutkan:"...sifat-sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang membedakan seseorang dengan yang lain...".
Sedangkan menurut: Esau dan Yakub (2010) dalam kamus umum bahasa Indonesia, adalah:"...karakter ialah tabiat, watak, sifat-sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang membedakan seseorang dari yang lain...". Kemudian Leonardo A Sjiamsuri (2010) dalam bukunya "'Kariama Versus Karakter" mengatakan bahwa karakter adalah:"...merupakan siapa ands sesungguhnya...". Sedangkan karakter dalam arti PLS, menurut Sutaryat (2010) bahwa:"...dalam menyusun kurikulum bersifat fleksibelitas bagi pamong, tutor, instruktur dapat dilaksanakan dengan musyawarah dengan WB dan dalam penggunaan metoda pembelajaran yang bersifat partisipatif...". Hal ini menunjukkan kepada kegunaan dan keunggulan suatu produk manusia. Dengan demikian karakter yang dimaksudkan adalah sikap yang jujur, rendah hati, sabar, tutus ikhlas dan sopan dalam pergaulan. Artinya tidak berkarakter atau tabiat yang keras. Sebagai tenaga guru yang dalam jabatan fungsional, tentu harapan kita semua punya karakter yang santun, murah hati, berwawasan luas dan bisa mengayomi kepada semua orang. Termasuk anak didiknya.

Proses
Pengertian proses menurut Hasan Alwi (2000) adalah: ”...sebuah runtunan perubahan (peristiwa) dalam sesuatu perkembangan. Istilah lain perkembangan kemajuan sosial dalam perjalanan tertentu....”.  Dengan demikian, proses dimaksud tidak lain adalah cenderung dalam bidang pendidikan.Kita sama mengetahui bahwa setiap orang mendapatkan konsep pembelajaran apakah ia orang muda ataukah dewasa, tentu akan mendapatkan suatu proses dalam pendidikan. Dari tahap yang sederhana, hingga yang lebih tinggi.

Pengembangan
Menurut Hasan Alwi (2002; 538) adalah:"...suatu proses mengembangkan secara bertahap yang selalu berusaha menjurus pada suatu sasaran yang diinginkan...". Termasuk bahan ajar yang dipegang oleh kalangan pendidik baik dalam jalur formal maupun non formal. Pengembangan bahan ajar harus berkembang menyesuaikan dengan perkembangan zaman.

Perangkat
Memperhatikan apa sebenarnya arti perangkat, menurut Alwi Hasan (2002) adalah:"...sesuatu peralatan yang lengkap untuk sesuatu kegiatan. Dalam pemerintahan desa tentu ada kepala desa, sekretaris desa dan sekretariatnya. Bagi kalangan guru, media belajar, mated belajar disertai peralatan penunjang lainnya...". Penulis lebih menitikberatkan perangkat dimaksud adalah: peralatan dalam proses belajar mengajar. Lebih jauh lagi dalam hal pengakat pembelajaran, tentu buku sebagai jantung pendidikan. Tanya buku materi belajar seorang guru, tentu tidak memiliki perangkat belajar mengajar yang baik. Dengan demikian seseorang yang telah memilih jabatan fungsional guru, ia harus memperhatikan pengangkat belajar mengajar. Baik secara tradisional maupun modem. Alangkah indahnya jika seorang guru punya kreativitas dalam rangcang bangun dan rekayasa bahan ajar. Termasuk juga segala perangkatnya. Perangkat di sini dapat juga berupa media belajar.

Pembelajaran
Sedangkan Pembelajaran menurut Moeliono (1986) dan Alwi Hasan (2002) adalah:"...suatu proses, cara perbuatan mengembangkan sesuatu program tertentu....". Dalam masalah ini, pengembangan berarti suatu proses pembuatan media belajar yang dikembangkan dari tahap dasar hingga yang lebih maju.
Seorang guru yang mempunyai kreativitas dalam merancang bangun dan rekayasa mated pembelajaran, maka ia akan memiliki nilai lebih dibanding sejawatnya yang bersifat pasif dan menunggu bahkan selalu menyalahkan kreativitas orang lain.
Dikalangan dosen mereka yang punya kreativitas dan memiliki minat, bakat, motivasi tinggi Berta tidak mudah putus asa. Maka nasibnya jauh lebih baik dan maju dalam berbagai hal, dibanding dengan dosen yang hanya bersifat pasif, sutra menyalahkan dan hanya sebatas menunggu dengan apa adanya.

Sekelumit Pendidikan
Arti Pendidikan menurut Shadily (1984; 2628) adalah:"...berdasarkan sejarahnya didirikan di Yogyakarta dalam akhir December 1931, atas anjuran Sutan Syachrir, oleh anggota-anggota PNI lama yang tidak setuju dengan membubaran PNI – Lama yaitu perikatan golongan merdeka yang semula bergabung dalam club pendidikan nasional Indonesia. Para pemimpinnya ialah Mohamad Hatta. Sutan Syachrir, Sukemi, Inu Perbatasari, T.A. Murad, Subagyo. Tujuan: membangun masyarakat berdasarkan Baling kerjasama dan persamaan hak, dan yang membahas dari segala unsur KAPITALIAME, IMPERIAUSME. Menghapuskan masyarakat berkelas, milik perseorangan, dan alat produksi ditangan negara. Berhaluan non koperasi. Atas tuduhan menghasud pemberontakan, beberapa pemimpinnya ditangkap: Moh. Hatta, Sutan Syachrir, Maskun, Burhanuddin, Murwoto, dan Bondan, dibuang ke Digul hulu (1934).
Bila kita mengurai apa itu pendidikan, maka secara luas pendidikan (Lat.: educare = mengantar keluar). Proses membimbing termasuk membimbing jamaah haji seperti yang Vita hadapi sekarang adalah bimbingan dari manusia kepada manusia. Menurut Shadily (1984; 2627) Dan "....kegelapan kegelapan kebodohan ke kecerahan pengetahuan...". Dalam arti luas, pendidikan baik yang formal, nonformal maupun informal meliputi segala hal yang memperluas pengetahuan manusia tentang dirinya sendiri dan tentang dunia di mana mereka itu hidup. Menurut pendidikan terbagi dalam 3 macam seperti secara sederhana telah diuraikan di atas yakni:
1.       Dresur yakni pendidikan yang berdasarkan paksaan; dilakukan pada anak-anak yang umurnya belum 1 tahun;
2.       Latihan, dimaksudkan untuk membentuk kebiasaan yang dilakukan sedapat-dapatnya secara radar oleh anak didik;
3.       Pendidikan, dimaksud untuk membentuk kata hati; anak didik, warga belajar agar berbuat menurut kesanggupan sendiri, dan menentukan kelakuan sendiri atas tanggung jawab sendiri pula.
Pendidikan dimaksud diberikan agar mereka sampai dianggap sanggup berdiri sandhi pada bidangnya. Dalam jalur pendidikan-pendidikan orang dewasa tentu pendidikan tidak semudah pendidikan formal. Pendidikan orang dewasa menurut: Lyra Srinivasan (1981; 20) bahwa:"...lebih cenderung menggunakan pendekatan tersendiri, karena warga belajarnya orang dewasa ini jauh berbeda dengan yang lain, maka pendekatannyapun tidak semudah pada jalur pendidikan formal. Pendidikan orang dewasa lebih banyak menggunakan andragogi suatu teknologi keterlibatan atau partisipasi masyarakat dalam pendidikan orang dewasa itu sendiri...".
Pendidikan orang dewasa menurut tokoh di atas sangat luas. Memerlukan beberapa pendekatan. Karena kita ketahui bersama bahwa pendidikan kepada mereka yang tidak pernah bersekolah atau karena putus sekolah itu, mereka harus mengikuti pendidikan nonformal, dengan harapan mereka akan memiliki seperangkat pengetahuan dan keterampilan serta perubahan sikap psikologis, khas diantaranya: memiliki rasa rendah did jika berada di ruang belajar. Walau secara praktek jika ia mengemukakan suatu pengalamannya ada kalanya jauh lebih baik dalam pada bidang tertentu dibanding mereka yang telah memperoleh pendidikan formal.

Peran Pendidikan Keluarga Dalam Pembentukan Karakter
Esau dan Yakub (2010) Seorang anak pertama kalinya memperoleh pendidikan adalah dari keluarga. Dengan demikian keluarga dapat dikatakan adalah peletak dasar bagi pendidikan seorang anak. Artinya keluarga sangat berperan dalam perkembangan kepribadian anak. Dalam Ilmu perkembangan anak, ada 3 (tiga) teori yang mempelajari tentang pengaruh dalam perkembangan kepribadian seseorang, yakni :
1.       Teori Tabularasa oleh John Loche yang mengatakan bahwa kepribadian seorang anak 100% ditentukan oleh lingkungannya atau dunia lingkungan milionya. Dalam hal ini pendidikan adalah maha kuasa dalam membentuk anak. Sianak bagaikan selembar kertas putih. Dengan demikian lingkungan adalah penentu menjadi apa sianak tersebut diinginkan.
2.       Teori Nativiame oleh Scopenhover yang mengatakan bahwa perkembangan anak 100% tergantung kepada pembawaan. Dalam hal ini pendidikan tidak mempunyai peran dalam perkembangan anak sebab sudah ditentukan dari lahirnya.
Teori Convergensi oleh William Stern yang mengatakan bahwa baik pembawaan dan lingkungan mempunyai pengaruh terhadap hasil perkembangan anak. Dalam hal ini pendidikan diartikan sebagai pertolongan yang diberikan lingkungan kepada anak untuk mengembangkan pembawaan yang baik dan mencegah pembawaan yang buruk.

Peran Pendidikan Karakter dan Guru
Jika kita mempelajari terhadap anak, mereka setelah melalui pendidikan keluarga dan mereka beranjak mulai bergaul dengan lingkungan sekitar, setelah dengan keluarga, maka teman bermain dan guru sangat besar dalam turut serta membentuk karakter anak. Peran pendidikan dalam membentuk karakter anak sebagai generasi penerus bangsa sangatlah besar. Karena guru sungguh masih punya peran dalam membentuk kepribadian anak.
Mara lalu, guru dianggap masyarakat orang pandai, terpelajar, dan perlu dicontoh baik dalam kehidupan maupun perilakunya. Untuk itu guru harus berhati-hati dalam mengemban tugasnya baik dalam menjalankan tugas di sekolah, maupun di masyarakat. Kalau guru berbuat yang kurang baik, maka muridnya-pun akan ketularan.

Sistem Belajar Membelajarkan
Sedangkan proses sistem belajar membelajarkan mahasiswa pada bidang studs (program) pendidikan luar sekolah: H.M., Norsanie Darlan, (2005) adalah :
a.       Perkuliahan diberikan sama dengan cara perguruan tinggi lainnya. Artinya tetap seperti pendidikan formal. Dan dilangsungkan dalam sistem persekolahan.
b.       Sedangkan materi perkuliahan mahasiswa diajak (diarahkan) berpikir ke luar sistem persekolahan (PLS) yang dewasa ini disebut dengan pendidikan formal.
c.       Disamping ke 2 hal di atas, mahasiswa berpraktek di masyarakat. Artinya waktu akan menyelesaikan studinya ia paling tidak praktikum selama jangka waktu tertentu di masyarakat, sesuai kebutuhannya. Selain itu juga mahasiswa PLS ikut juga praktek mengajar di sekolah-sekolah sebagai pemenuhan pendidikan formal, yang nantinya sewaktu mencari kerja ia ternyata mengambil pilihan menjadi guru, mahasiswa PLS-pun punya kemampuan ganda. Ia akan dapat menjadi guru di sekolah formal karena memiliki sertifikat akta 4 selain ijazah sarjana yang ia peroleh.