Senin, 30 Mei 2016

SEKELUMIT SIAPA TUTOR ITU

H.M.Norsanie Darlan Sebagai tenaga pendidik pendidikan luar sekolah (PNF) dalam kesempatan ini akan diuraikan sekelumit siapa sebenarnya yang disebut tutor itu ? jadi tutor itu ia adalah: seorang pendidik di jalur pendidikan luar sekolah (PLS/PNF) yang selama tidak begitu dikenal masyarakat luas. Tugas pokok tutor yaitu: memberikan pembelajaran secara ikhlas kepada mereka yang karena sesuatu dan lain hal tidak sempat menikmati pendidikan formal selama hidupnya, maka tutor sebagai insan manusia tentu punya rasa iba melihat warga di sekelilingnya yang karena sesuatu dan lain hal itu, ia tidak sempat belajar di bangku sekolah (formal). Sementara mereka mereka juga ingin setara dalam aspek pendidikan dengan orang lain. Maka proses itu hanya ada di jalur pendidikan luar sekolah /pendidikan non formalah yang mampu menyelesaikannya. Misalnya tutor memberikan proses pembelajaran kepada mereka yang belum lulus sekolah dasar bahwa ia harus kembali bersekolah. Tapi faktor usia tidak bisa difungkiri. Misalnya yang bersangkutan sudah menginjak usia 35 tahun. Kawan-kawannya sudah pada berhasil. Bahkan sudah ada yang jadi sarjana. Sementara ia SD atau sederajat belum pernah lulus. Jika yang bersangkutan sekolah dan masuk SD, mungkin ia lebih tua dari guru SD dan belum tuntas membaca dan menulis alias tuna aksara latin dan angka. Untuk pemecahan hal seperti ini tidak layak ia belajar di sekolah formal. Maka peranan tutor lah di Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) untuk menuntaskannya. Apakah paket A, B atau C. Dengan contoh di atas, peran tutor sangat penting. Dan di negeri kita masih ada di sana-sini ditemukan mereka yang seperti ini. Dan para tutor dengan kerendahan hatinya untuk memberikan pembelajaran di luar sekolah, atau dapat memanusiakan manusia Indonesia, agar isi pembukaan UUD’1945 dapat terwujud, dengan sebutan mencerdaskan kehidupan bangsa. Seperti uraian di atas. Sekarang siapa sebetulnya tutor itu ?. Tutor adalah orang yang mau mengabdikan dirinya kepada orang lain. Banyak sebetulnya tutor itu. Misal guru ngaji yang membimbing anak atau orang dewasa agar bisa membaca Al-Qur’an. Demikian juga tutor membimbing orang lain agar bisa membaca dan menulis huruf latin dan angka. Pertanyaan yang muncul siapa yang membayar gaji/upah tutor ini? Hal seperti ini sudah setengah abad negeri kita ini, merdeka. Cita-cita pendiri Republik Indonesia ini upaya mencerdaskan bangsa sudah mendekati sempurna. Dan UUD’45 sudah beberapa kali di amandemen. Tapi tutor belum mendapatkan upah yang layak dari pemerintah. Ia dibayar oleh masyarakat. Itupun kalau warga masyarakat ada yang merasakan nikmatnya bisa membaca dan menulis. Kalau tidak ? aduh kasihan, negeri yang kaya penduduknya kurang perhatian terhadap orang di sekelilingnya. Jadi melalui media ini, saya menyarankan kepada Dinas terkait. Dinas pendidikan dari berbagai tingkatan, agar para tutor yang berjuang mencerdaskan bangsa supaya mendapatkan upah yang layak kepada para tutor demi kemanusiaan. Tanpa tutor bangsa kita, pasti lebih banyak dari sekarang yang buta huruf. Contoh di atas pekerjaan tutor adalah hanya sebagian kecil. Masih banyak tugas tutor yang lebih berat, sementara upahnya tidak ada kepastian. Hal ini perlu perhatian anggota DPRD yang membidangi pendidikan. dan masih ada anggota DPRD yang juga berjuang untuk menjadi anggota DPRD yang mensyaratkan paket C setara SLTA dapat menjadi anggota DPRD, karena hasil belajarnya atas pembelajaran yang diberikan oleh para tutor. Sudah banyak juga bupati di negeri tercinta kita ini yang yang terpilih dengan melampirkan sebagai persyarakatan pendidikannya dengan paket C. Kenapa para tutor. Kini perlu diperjuangkan gaji/upah mereka yang layak seperti di pendidikan formal. Padahal perjuangan tutor lebih berat dari pendidikan formal. Guru dipendidikan formal ia diangkat menjadi tenaga pengajar sudah disediakan gedung sekolah, materi belajar, kursi meja tersedia, muridnya datang ke sekolah sendiri. Dan upah/gaji dibayar setiap bulan. Sementara tutor dengan berlinang air mata dari rumah ke rumah mencari warga belajar. Siapa yang ingin cerdas? Siapa yang masih belum tuntas pendidikannya? Setelah menemukan warga belajar di mana belajarnya. Mungkin di rumah penduduk, di balai desa atau di rumah pak RT. Bila sudah menemukan hal itu, pelajaran apa yang harus diberikan, sementara tutor belum mendapatkan upah yang pasti. Ini ada kalanya dengan kegigihan tutor dalam proses pembelajar, warga masyarakat sadar bahwa tutor perlu diberikan gaji/upah yang layak. Walau tidak begitu pantas, dan ada pula yang karena tuntutan sanubari seorang tutor dengan tidak memperhatikan dibayar atau tidak. Tapi ia melihat kalau tidak ada yang membelajarkan masyarakat akan buta huruf semua. Sementara tutor juga punya anak isteri. Dari mana ia dapat memberikan biaya hidup anak dan isterinya, kalau tidak diberikan gaji/upah yang layak seperti kalangan guru di pendidikan formal.

Rabu, 25 Mei 2016

PENGOLAHAN IKAN LELE ANGKAT DESA TERTINGGAL

D0250516001266 25-05-2016 IBU BJM AKADEMISI : PENGOLAHAN IKAN LELE ANGKAT DESA TERTINGGAL Banjarmasin, 25/5 (Antara) - Akademisi Universitas Palangka Raya (Unpar) Kalimantan Tengah Prof Dr HM Norsanie Darlan MS PH mengatakan, pengolahan ikan lele dapat mengangkat desa tertinggal menjadi tidak tertinggal lagi. "Keadaan itu terungkap dari hasil penelitian mahasiswi pascasarjana (S2) Pendidikan Luar Sekolah atau Pendidikan Non Formal (PLS/PNF) Unpar di Desa Sigi Kabupaten Pulang Pisau, Kalteng," ujarnya kepada Antara Kalsel di Banjarmasin, Rabu. "Desa Sigi dulu masuk kategori tertinggal, tapi kini tidak tertinggal lagi," lanjut Guru Besar atau dosen pascasarjana S2 PLS/PNF Unpar tersebut mengutip hasil penelitian mahasiswinya itu. Penelitian oleh Elly Misna, mahasiswi S2 PLS/PNF Unpar di Desa Sigi Kecamatan Kahayan Kabupaten Pulang Pisau (sekitar 113 kilometer barat Banjarmasin atau 85 kilometer timur Palangkaraya, ibukota Kalteng) itu sebanyak dua kali selama empat bulan lebih. Berdasarkan penelitian tersebut warga masyarakat Desa Sigi memang tidak terlalu menyenangi ikan lele, karena masih jenis dan macam ikan lain yang bisa mereka konsumsi. Namun warga masyarakat Desa Sigi itu mengolah ikan lele menjadi empat produk jenis makanan ringan, ternyata banyak pula orang menyukai oleh ibu rumah tangga (home industry) tersebut. sekarang sudah memasuki pasar dan ada beberapa rumah makan yang turut memasarkannya. hanya saja masih menunggu label halal dari lemabaga yang berwenang. Pasalnya untuk membudidayakan ikan lele di kawasan Desa Sigi dan sekitarnya relatif mudah, sehingga tidak kekurangan bahan baku buat produk makanan ringan itu. Pada seminar hasil penelitian itu, 25 Mei 2016, Kepala Desa Sigi Muriyanto menerangkan, sebelumnya warga desa tersebut mendapatkan motivasi dan pelatihan mengolah ikan lele yang cukup potensial, namun mereka belum memanfaatkan secara maksimal. Pelatihan bagi kaum ibu berusia 45 - 50 tahun yang dianggap sudah kurang produktif lagi dalam usaha masyarakat, seperti menyadap karet, mengambil rotan di kebun dan lainnya. sehingga perlu ada keterampilan tertentu dalam memanfaatkan sumber daya alam yang berlimpah. "Kita mengapresiasi atas kerja sama mahasiswi S2 PLS/PNF Unpar dengan Kepala Desa Sigi yang memotivasi warga masyarakat setempat, sehingga desa tersebut menjadi terangkat dari semula tertinggal kini tak lagi tertinggal," demikian Norsanie Darlan.***3*** (T.KR-SKR/B/H. Zainudin/H. Zainudin) 25-05-2016 17:06:51

Minggu, 22 Mei 2016

KALTENG DAPAT PAGU AKREDITASI 300 PENYELENGGARA PLS

Banjarmasin, 21/5 (Antara) - Badan Akreditas Pendidikan Kalimantan Tengah mendapatkan pagu mengakreditasi 300 lembaga penyelenggara pendidikan luar sekolah (PLS) di provinsi itu tahun 2016. Ketua Badan Akreditasi Pendidikan (BAP) Kalimantan Tengah (Kalteng) Prof Dr HM Norsanie Darlan MS PH mengemukakan itu di Banjarmasin, Sabtu. Lembaga penyelenggara PLS atau pendidikan non formal (PNF) itu terdiri dari Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD), Lembaga Kursus Pelatihan (LKP) serta Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM). "Padahal di provinsi yang kini terdiri atas 14 kabupaten/kota memiliki 800 lembaga penyelenggara PLS," ujar Norsanie yang juga Guru Besar pada Universitas Palangka Raya (Unpar), Kalteng. Oleh sebab itu, lanjutnya, dalam mengakreditasi. PAUD, LKP dan PKBM tersebut sudah barang tentu akan dibagi berdasarkan porsinya secara berimbang pada setiap kabupaten/kota se-Kalteng. Ia memperkirakan, mengakreditasi lembaga penyelenggara PLS/PNF di "Bumi Isen Mulang" (pantang mundur) Kalteng itu selesai oktober atau Nopember. "Kita berharap 500 lembaga penyelenggara PLS/PNF di Kalteng, BAP provinsi ini kembali mendapat pagu mengakreditasi tahun 2017 - 2018," ujar dosen pacasarjana pendidikan luar sekolah pada perguruan tinggi negeri tertua di Bumi Isen Mulang atau "Tambun Bungai" Tersebut. "Dengan diakreditasinya lembaga-lembaga pendidikan penyelenggara PLS/PNF, maka akan terlihat dan dapat diketahui apakah lembaga-lemabaga itu layak untuk diikuti," tuturnya. Bagi yang mendapat akreditasi A, maka lembaga itu punya hak menandatangani Ijazah sendiri, tanpa melalui Dinas Pendidikan (Disdik), namun yang belum lulus akreditasi boleh mengulang tahun berikutnya. Dalam kaitan lembaga penyelenggara PLS/PNF di Kalteng, lanjutnya, dari provinsi tersebut mengikuti rapat kerja nasional (Rakernas) di Jakarta 17 - 19 Mei di Grand Sahid Jaya Hotel Sudirman Jakarta. Delegasi dari Kalteng menghadiri Rakernas atau bertemu 34 provinsi lain di Indonesia itu, Ketua dan Sekretaris BAP provinsi setempat masing-masing Prof Dr HM Norsanie Darlan MS PH dan Ratna Sarmila Sari S.IP. Selain itu, Kepala Bidang Pendidikan Non Formal (dulu PLS) Dinas Pendidikan Kalteng Drs Suladeri M Pd. ***4*** (T.KR-SKR/B/F.C. Kuen/F.C. Kuen) 21-05-2016 18:21:09