Minggu, 24 April 2016

PENGAMAT : PAHANDUT PALANGKA RAYA MILIKI HANYA SATU TENAGA PENILIK

D0240416000191 24-04-2016 IBU BJM Banjarmasin, 24/4 (Antara) - Palangka Raya memiliki hanya satu tenaga penilik padahal menurut peraturan semestinya minimal tiga orang, menurut akademisi dan pengamat pendidikan masyarakat di Kalimantan Tengah Prof Dr HM Norsanie Darlan MS PH. "Hal itu terungkap dari hasil penelitian seorang mahasiswa S2 Pendidikan Luar Sekolah atau Pendidikan Non Formal (PLS/PNF) pada Universitas Palangka Raya (Unpar) Kalimantan Tengah (Kalteng)," ujarnya kepada Antara Kalimantan Selatan di Banjarmasin, Minggu. Berdasarkan penelitian mahasiswa S2 PLS/PNF Unpar itu, di "kota cantik" Palangka Raya, ibukota Kalteng atau khususnya di Kecamatan Pahandut hanya ada seorang penilik. Oleh karena hanya seorang penilik pada Kecamatan Pahandut itu, maka dengan nada menyindir Norsanie, Guru Besar PLS/PNF Unpar mengatakan, Palangka Raya memiliki tenaga penilik tangguh. Karena berdasarkan Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara (Permenpan) RI Nomor 14 tahun 2010 pasal 27 ayat (2) secara jelas formasi penilik minimal tiga maksimal 12 dalam sebuah kecamatan. Oleh sebab itu, menurut akademisi perguruan tinggi negeri tertuan di "Bumi Isen Mulang" (pantang mundur) Kalteng tersebut, sedikit lucu Palangka Raya sebagai ibukota provinsi hanya memiliki seorang penilik. "Apakah tidak pernah membaca peraturan atau kah karena salah tempat dalam tugas pokok dan fungsi (tupoksi) petugas. Karena memandang PLS/PNF seperti biasa saja," ujar mantan Kepala Badan Pendidikan dan Pelatihan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Kalteng itu. Padahal, lanjutnya, banyak "suku cadang" yang pejabat bukan PLS/PNF tidak mengetahui bahwa bidang pendidikan luar sekolah itu ada kala menjadi rebutan oleh berbagai keilmuan lain. Sementara yang dididik bidang itu diam-diam saja. Mereka yang berpendidikan PLS/PNF tidak dapat tempat untuk menduduki jabatan yang sesuai dengan keahliannya. "Jadi semua rusak, bagaikan pedati yang bautnya ada yang cocok tidak dipakai, tapi yang dipasang baut yang bukan peruntukannya," ujarnya. Ia mempertanyakan, mau diapakan jalur pendidikan non formal. Padahal jalur ini secara jelas menampung masyarakat yang karena sesuatu dan lain hal tidak sempat mengikuti pendidikan formal. Karenanya pemerintah membantu mereka malalui jalur PLS/PNF. "Anehnya lagi di Palangka Raya yang semestinya menjadi barometer kabupaten lainnya di Kalteng tersebut, belum memiliki sanggar kegiatan belajar (SKB). Lucunya lagi, Palangka Raya satu-satunya kabupaten/kota di Indonesia tak punya SKB," ujarnya. Wali Kota Palangka Raya pernah merencanakan untuk mendirikan SKB seperti kabupaten/kota di tanah air. Ternyata nota Wali Kota 27 Agustus 2015 yang isinya memerintahkan instansi terkait, bahwa konsep yang telah dibuat tokoh PLS segera masuk program 2016. Sedangkan yang non fisik masuk dalam perubahan anggaran tahun 2015. Tapi perintah orang nomor satu jajaran pemerintah kota (Penkot) Palangka Raya terabaikan, mungkin karena faktor kesibukan, demikian Norsanie Darlan.***4*** (T.KR-SKR/B/F. Assegaf/F. Assegaf) 24-04-2016 08:53:02

Sabtu, 23 April 2016

D0230416000235 23-04-2016 KSR BJM AKADEMISI : MENINGKATKAN BUDAYA BACA PERLU KERJA SAMA Banjarmasin, 23/4 (Antara) - Akademisi Universitas Palangka Raya Kalimantan Tengah Prof Dr HM Norsanie Darlan berpendapat, upaya meningkatkan budaya baca terutama bagi pelajar dan mahasiswa, perlu kerja sama antara perpustakaan dan pendidik, baik guru atau pun dosen. "Kerja sama itu penting dalam upaya meningkatkan minat atau budaya baca masyarakat, terutama bagi pelajar dan mahasiswa," ujarnya di Banjarmasin, Sabtu. Ia menyampaikan pendapat itu dalam rapat kerja perpustakaan seprovinsi tersebut di Buntok, ibu kota Kabupaten Barito Selatan, Kalimantan Tengah (Kalteng) beberapa hari lalu, dengan topik "Upaya Memasyarakatkan Budaya Baca". Menurut dosen pascasarjana Pendidikan Luar Sekolah atau Pendidikan Non Formal (PLS/PNF) itu, upaya memasyarakat budaya baca, antara lain mengajak warga untuk datang ke perpustakaan supaya mereka rajin membaca. "Khusus bagi pelajar dan mahasiswa supaya rajin datang ke perpustakaan, perlu kerja sama antara pengelola perpustakaan dan guru atau dosen," tegas guru besar pada perguruan tinggi negeri tertua di "Bumi Isen Mulang" (pantang mundur) Kalteng itu. Sebagai salah satu contoh kerja sama itu, agar guru mengajak muridnya datang ke perpustakaan untuk membaca maupun meminjam buku-buku yang ada di perpustakaan. Profesor yang berasal dari Desa Anjir Serapat Kabupaten Kapuas, Kalteng itu mencontohkan pengalaman dirinya sendiri ketika mahasiswa Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan (IKIP) Malang, Jawa Timur (Jatim). "Karena setiap hari datang ke perpustakaan. Ternyata pihak perpustakaan memberikan penilaian kepada siapa saja mahasiswa yang mau datang secara rutin dalam waktu tertentu ke perpustakaan," tuturnya. Dari pengalaman kuliah di IKIP (kini Universitas Negeri Malang) tersebut, dia menyarankan, sebaiknya ada hadiah tertentu kepada mereka yang rajin datang ke perpustakaan. Walau sesederhana mungkin hadiah itu, sarannya. "Mereka yang mendapat hadiah itu memberitahu kepada teman-temannya agar kawannya termotivasi untuk datang juga ke perpustakaan," kata Norsanie Darlan. Sementara itu, lanjut dia, Kepala Badan Perpustakaan dan Arsip Daerah Kalteng Drs H Rudiansyah Iden mengajak akademisi agar mahasiswa untuk datang ke perpustakaan daerah dan mencari buku terutama saat mereka menulis skripsi dan thesis. Berbicara tentang budaya baca, Kepala Perpusda Kalteng mengatakan, masyarakat di Bumi Isen Mulang atau provinsi yang terdiri atas 14 kabupaten/kota tersebut memang terjadi peningkatan. "Karena masyarakat Kalteng yang juga disebut 'Bumi Tambun Bunga' itu mulai sadar dan mengerti bahwa buku merupakan sebuah informasi yang sangat berguna bagi dirinya," kata Rusdianyah Iden. ***4*** (T.KR-SKR/B/T. Subagyo/T. Subagyo) 23-04-2016 07:30:10

Sabtu, 16 April 2016

AKADEMISI UNPAR SARANKAN TES NARKOBA PENERIMAAN MAHASISWA

D0170416000258 17-04-2016 KSR BJM Banjarmasin, 17/4 (Antara) - Akademisi Universitas Palangka Raya (Unpar) Kalimantan Tengah Prof Dr HM Norsanie Darlan MS PH menyarankan sebaiknya perguruan tinggi melakukan tes urine terlebih dahulu dalam penerimaan calon mahasiswa (Cama). "Tes urine tersebut untuk mengetahui, apakah cama itu mengonsumsi narkoba. Bila mengonsumsi narkoba, maka agar perguruan tinggi tersebut menolak menerima cama itu," sarannya dalam percakapan dengan Antara Kalimantan Selatan di Banjarmasin, Minggu. Saran Guru Besar Unpar itu berkaitan dengan musim pendaftaran cama baru pada berbagai perguruan tinggi, baik negeri maupun swasta di Indonesia belakangan ini, dengan pelamarnya cukup beragam. Menurut Koordinator Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) Kalimantan Tengah (Kalteng) itu, tes urine atau menghindari cama narkoba tersebut penting agar citra perguruan tingginya tetap terjaga dan tidak bagaikan peribahasa terbeli kucing dalam karung. Sebab, lanjut dia, kalau perguruan tinggi kecolongan, seperti sampai menerima mahasiswa narkoba bisa berdampak luas, bukan cuma pada kalangan sesama mahasiswa lain dan kampus itu sendiri, tapi juga kepada masyarakat umum. "Lebih dari itu mau kemana negara dan bangsa ini, kalau generasinya sebagai colon intelektual mendatang adalah orang-orang yang mengonsumsi narkoba," ujar laki-laki asal Desa Anjir Serapat Kabupaten Kapuas, Kalteng tersebut. Karena, lanjut profesor yang berkarir mulai dari pegawai rendahan (pesuruh) itu, kemungkinan lima lima tahun ke depan, cama-cama tersebut akan menjadi sarjana S1 yang notabene tergolong intelektual. Oleh sebab itu pula, sebaiknya perguruan tinggi lebih berhati-hati dalam menerima cama baru. "Karena kalau sudah terlanjur menerima mahasiswa narkoba misalnya, bisa bagaikan makan buah si mala kama - membuang sayang dan dimakan tak enak. Mantan Kepala Badan Pendidikan dan Pelatihan Pemerintah Provinsi Kalteng itu berdapat, mungkin ada baiknya kalau secara berkala/sewaktu-waktu dengan dadakan perguruan tinggi tersebut melakukan tes urine kepada mahasiswanya. Begitu pula terhadap keluarga besar perguruan tinggi lainnya, seperti karyawan dan dosen, mungkin tidak salah tes urine, apakah juga pengonsumsi narkoba, demikian Norsanie Dalan. ***4*** (T.KR-SKR/B/T. Susilo/T. Susilo) 17-04-2016 08:13:28

AKADEMISI UNPAR APRESIASI ARTIS UJIAN PAKET C

D0160416000272 16-04-2016 IBU BJM Banjarmasin, 16/4 (Antara) - Akademisi Universitas Palangka Raya (Unpar) Kalimantan Tengah Prof Dr HM Norsanie Darlan MS PH mengapresiasi banyak artis mengikuti ujian Paket C tahun ini. "Terlepas di balik banyaknya keikutsertaan artis ujian Paket C atau setara Sekolah Lanjutan Tingkat Atas (SLTA), kita apresiasi," ujarnya kepada Antara Kalimantan Selatan di Banjarmasin, Sabtu. Keikutsertaan artis ujian Paket C, apakah mau ikut mencalonkan anggota legislatif atau kepala daerah, profesor tersebut tidak mempersoalkan, karena sebagai salah satu bentuk penghargaan terhadap pendidikan non formal (PNF). Guru Besar S1 dan S2 Pendidikan Luar Sekolah (PLS) atau PNF Unpar itu mengaku kagum membaca koran, mendengar/melihat berbagai tayangan TV, banyak artis tahun ini mengikuti ujian Paket C. Kekaguman itu dengan group Aurel anak perempuan Anang Hermansyah dan kawan-kawan, walau di tengah-tengah kesibukan mereka harus menyempatkan diri turun ke Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) dalam belajar berbagai paket, yang sesuai dengan pendidikan yang dimilikinya. "Mahasiswa saya yang kebetulan bukan program studi (prodi) PLS/PNF pernah bertanya, apa sebenarnya Paket C itu? Saya spontan menjawab, Paket C berdasarkan Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 tahun 2003 adalah pendidikan yang disetarakan SLTA," tuturnya. Semula peserta ujian Paket C tidak saja para pemuda-pemudi seperti: Stuart Collin, Ochi Rosdiana, Aurel anak perempuan Anang Hermansyah dan Krisdayanti dan lain-lain. Tapi pada masa lalu, mereka yang ikut Paket C tergolong sudah berusia. Karena, lanjutnya, pendidikan itu secara ilmiah tidak akan terpecahkan hanya satu jalur, seperti pada pendidikan formal saja, misalnya Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan SLTA saja, tapi juga melalui jalur PLS atau PNF. "Memang kalau kita perhatikan pendidikan itu tidak semua orang ada kesempatan menempuh jalur persekolahan. Nah karena sesuatu dan lain hal itulah, ada sekelompok masyarakat yang sudah berusia baru sadar bagaimana mereka mendapatkan merasakan pendidikan," ujarnya. "Sementara usianya sudah 30-40 tahunan, kan masuk sekolah formal tidak sesuai lagi karena faktor usia. Seperti murid lebih tua dari guru, tentu saja tidak cocok," lanjut mantan aktivis Ikatan Pers Mahasiswa Indonesia (IPMI) tersebut. Oleh sebab itu, mereka yang berumur itu harus ikut jalur PLS/PNF. Di Unpar ada prodi S1 dan S2 PLS/PNF satu-satunya di luar jawa' kini sedang penerimaan mahasiswa baru, demikian Norsanie Darlan.***4*** (T.KR-SKR/B/O. Tamindael/O. Tamindael) 16-04-2016 09:25:55