Sabtu, 27 Oktober 2012

Norsanie: Konsep Budaya “Huma Betang” Bebas Terpimpin


KALIMANTAN-NEWS.COM UP DATE NEWS, SABTU (27/10/2012) : (-SINTANG-) : Peringati SP, Bupati Lepas Touring King Rattle Club *** (-KAPUAS HULU-) : Fasilitas Pendukung Border Nanga Badau Masih Perlu Dibenahi *** (-KALIMANTAN BARAT-) : Mobil Boks Berisi Sosis Selundupan Hilang Di Karantina Entikong *** Kubu Raya Peroleh Kucuran Dak Rp44 Miliar *** (-NASIONAL-) : Indonesia Upayakan Ketahanan Pangan Berbasis Lokal *** 16 Damkar Dikerahkan Atasi Kebakaran Di Tanjung Priok
Banner
Banner
Kalimantan Tengah-PALANGKARAYA, (kalimantan-news) - Masyarakat suku Dayak yang memiliki budaya menyatukan konsep bebas terpimpin dalam kehidupan bermasyarakat juga punya kearifan lokal yang dikenal dengan sebutan "huma betang (rumah besar)", kata Prof H Norsanie Darlan.
"Dari keturunan leluhur kita, masyarakat Dayak yang punya konsep bebas terpimpin ini, menyatukan konsep di rumah betang untuk tidak ada terjadi perselisihan yang berarti," katanya pada seminar nasional di Palangka Raya, Kamis.

Seminar nasional bertema "Reformulasi Model GBHN: Mewujudkan Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional dan Daerah yang Berorientasi Pada Kesejahteraan Rakyat" dilaksanakan atas kerja sama MPR-RI dan Universitas Muhammadiyah Palangka Raya.

Selain Prof Dr H Norsanie Darlan, seminar nasional "Empat Pilar Kehidupan Berbangsa" itu juga menghadirkan pemateri Ir H Syahrin Daulay, M. Eng, Prof Dr Danes Jayanegara SE, M. Si dan HM Wahyudi F Dirun, S.P.

Norsanie Darlan yang juga guru besar Universitas Palangka Raya (Unpar) itu mengatakan, ada ruang bebas yang merupakan sarana dalam mewujudkan pembangunan masyarakat merujuk pada budaya suku Dayak.

"Dalam ruang publik yang bebas itulah individu dalam posisinya yang setara mampu melakukan transaksi-transaksi, wacana dan praksis politik tanpa mengalami distorsi dan kekhawatiran," ujarnya.

Sebagai sebuah prasyarat, maka untuk mengembangkan dan mewujudkan masyarakat madani dalam sebuah tatanan masyarakat, maka ruang publik yang bebas menjadi salah satu bagian yang harus diperhatikan.

Norsanie mengatakan, dengan menafsirkan ruang publik yang bebas dalam tatanan pembangunan masyarakat, maka akan terjadi kebebasan warga negara dalam menyalurkan aspirasinya yang berkenaan dengan kepentingan umum.

"Bahkan, tingginya kekerabatan karena adanya rasa persaudaraan yang tinggi, tidak saling menyalahkan satu sama yang lain. Namun adanya kekompakan yang sulit diikuti oleh masyarakat lain terhadap budaya “huma betang” ini," tambahnya.

Masyarakat madani menurut Norsanie Darlan ditandai berkembangnya iklim demokrasi yang bebas berpendapat dan bertindak, baik secara individual maupun kolektif dengan penuh tanggung jawab.

"Tanggung jawab dalam bertindak itu diperlukan, sehingga tercipta keseimbangan antara implementasi kebebasan individu dan kestabilan sosial serta penyelenggaraan pemerintahan secara demokratis," demikian Norsanie Darlan. (phs/Ant)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar