Jumat, 11 Oktober 2013

Sebuah Paparan Pada BP2PNFI Regional IV Kalimantan


25 September 2013
PENGKAJIAN DATA DAN MUTU PROGRAM
PENDIDIKAN NONFORMAL

                                                                                Oleh:
H.M.Norsanie Darlan 
Pendahuluan
Tulisan ini diturunkan sebagai salah satu materi pembelajaran dalam rangka Orientasi Teknis Penilik Tingkat Regional tahun  2013. para Penilk sebagai utusan dari berbagai provinsi dalam wilayah Regional IV Kalimantan.  Diharapkan mereka yang sebagai duta-duta dari daerahnya masing-masing untuk memperdalam keprofesiannya (sebagai Penilik),  sehingga dalam menjalankan tugasnya di lapangan kelak bisa lebih baik dari masa-masa sebelumnya.    
Dalam buku ini akan diuraikan sekelumit masalah-masalah yang erat hubungannya dengan permasalahan kepenilikan yang mereka hadapi sehari-hari di lapangan. Sehingga apa yang terjadi menjadi tantangan dalam pengalaman mereka sebagai penilik pendidikan di jalur pendidikan nonformal.

Pengertian Pengkajian
Bila kita memperhatikan terhadap apa sebenarnya definisi tentang “pengkajian” menurut Anik Inriono (2012) adalah “…proses, cara, perbuatan mengkaji; penyelidikan (pelajaran yang mendalam); penelaahan: mengadakan eksplorasi dan ~ dalam bentuk proyek yang dilaksanakan oleh pemerintah…”. Arti Kajian menurut Hasan Alwi (2002; 491) dan Poerwadarmintan (1986) bahwa:”…sebuah proses, cara, pekerjaan sesuatu yang diinginkan, diselidiki, (pelajaran yang mendalam) penelaahan, mengadakan eksplorasi dalam bentuk proyek utama….”. termasuk dalam proyek-proyek yang ada pada PAUDNI di tanah air.

Arti Data
Arti Kata dari Data menurut: Poerwadarminta, (1986) dan Hasan Alwi, (2002) adalah:”...sebuah keterangan yang benar dan nyata, dalam memperoleh sebuah keterangan tentang kehidupan / keadaan sesuatu...”.  Apakah data penduduk tuna aksara. Ataukah data mereka yang ikut kegiatan berbagai pendidikan nonformal baik di PKBM ataupun berbagai kursus dan pelatihan. Tentu termasuk pula kelompok-kelompok belajar lainnya.

Arti Mutu
Adapun apa sebenarnya arti mutu, Hasan Alwi (2002) menguraikan bahwa:”...sebuah ukuran baik buruk sesuatu benda; kadar, taraf atau derajat (kepandaian, kecerdasan, dsb) termasuk juga kualitas seseorang...”.  Apakah ia pamong belajar, tutor, Penilik, instruktur, dll. Dalam menjalankan tugas dan fungsinya di dunia pendidikan luar sekolah berhasil dengan kualitas baik.

 

Arti Program

Berbicara apa sebenanrnya yang disebut program menurut Moeliono (1989) dan Hasan Alwi (2002; 897) adalah:”...sebuah rencana mengenai atau sesuatu usaha apakah hal itu sebagai ketatanegaraan, ataukah perkonomian, demikian juga dalam hal pendidikan yang akan dijalankan beberapa waktu ke depan oleh pemerintah....”

 

Arti PLS atau Pendidikan Nonformal

Menurut Norsanie Darlan (2007) adalah“...Pendidikan Luar Sekolah adalah setiap kesempatan dimana dan terdapat komunikasi yang teratur dan terarah, di luar sekolah, di mana seseorang memperoleh informasi, pengetahuan, latihan ataupun bimbingan sesuai dengan usia dan kebutuhan hidupnya, dengan tujuan mengembangkan tingkat keterampilan, sikap dan nilai-nilai yang memungkinkan baginya menjadi peserta aktif yang efisien dan efektif dalam keluarganya, pekerjaannya bahkan lingkungan masyarakat dan negaranya...”.

 

Arti Penilik

Bila kita mempelajari siapa sebenarnya yang disebut penilik itu ?, maka para ahli seperti: Poerwadarminta (1988) dan Hasan Alwi (2002; 1192) secara jelas menyebutkan bahwa:”...penilik adalah orang menilik atau orang yang mengawasi berbagai kegiatan dalam pendidikan luar sekolah....” sedangkan pengawas bertugas di pendidikan formal atau di persekolahan. Dipihak lain pendapat 2 ahli yang sama menyebutkan “penilik” adalah orang yang tajam tilikannya, (ia dapat mengetahui) segala sesuatu yang ada pada wilayah kerjanya....” dalam dunia pendidikan luar sekolah, penilik adalah orang yang mengawasi segala kegiatan pendidikan nonformal apakah dalam hal PKBM, Lembaga Kursus dan pelatihan serta berbagai kegiatan pendidikan luar sekolah yang ia berperan secara aktif untuk jemput bola, sehingga mengetahui seluk beluk berbagai kegiatan pendidikan yang diselenggarakan masyarakat.  

 

Data yang Bermutu

Adapun data yang bermutu dalam program pendidikan nonformal adalah sebuah data yang betul-betul diambil oleh Penilik berdasarkan data yang autentik. Data yang tidak dibuat-buat hanya di atas meja. Data apa adanya. Apakah tentang jumlah warga belajar, ataukah jumlah pelayanan lainnya. Dan data yang bermutu dalam program pendidikan luar sekolah ini, tidak dibuat-buat demi kualitas yang diharapkan. Padahal kalau dievaluasi langsung seperti pepatah mengatakan: “bukan indah kabar dari rupa”.

Data itu dilakukan evaluasi dan betul-betul yang bermutu dalam program pendidikan nonformal, salah satu hasilnya. Jika dilakukan ujian seperti paket: A, B dan C peserta ujian dapat lulus tanpa adanya pertolongan dari siapapun. Data yang bermutu dalam program pendidikan luar sekolah yang disampaikan oleh seorang penilik tentang PKBM dan Lembaga Kursus dan Pelatihan, bila PKBM dan Lembaga Kursus dan Pelatihan itu diakreditasi dapat dengan nilai A minimal B.

Keberhasil di atas, tentu peran Penilik sangat besar. Seharusnya seorang penilik di wilayah itu, ia harus memberikan bimbingan dengan jemput bola. Apabila Penilik tidak aktif tapi lembaga penyelenggara pendidikan nonformal itu diakreditasi A  maka dapat dikatakan lebih pintar pengurus, pengelola, tutor, instruktur daripada Penilik yang ada di wilayah itu.

Apabila dalam sebuah wilayah tertentu sejumlah PKBM dan Lembaga Kursus dan Pelatihan tidak ada satupun yang diakreditasi hanya B apa lagi dibawahnya. Maka mutu/kualitas lembaga penyelenggara pendidikan luar sekolah itu diragukan. Dari peraturan yang telah ditetapkan pemerintah, berarti lembaga itu, seperti PKBM melaksanakan ujian akhir, dipertanyakan ijazahnya seperti paket: A, B dan C. Dengan demikian peran penilik sangat besar dalam membimbing, membina dan menilik/ mengawasi pada lembaga-lembaga penyelenggara pendidikan luar sekolah itu.

 

Ciri PNF atau PLS

Sebelum kita lebih jauh memaparkan apa saja yang menjadi sasaran Penilik, terlebih dahulu kita kaji ciri dari Pendidikan Nonformal atau Pendidikan Luar Sekolah. Menurut penulis menetapkan yang paling sederhana, ada 4 macam ciri yang mudah dipahami, masing-masing penilik sebagai berikut:

(1)   waktunya pendek;
(2)   jenis pendidikannya beragam;
(3)   usia pesertanya tidak harus sama;
(4)   waktunya penyesuaikan.
Jika para penilik menghayati hal ini, tentu banyak sebenarnya Pendidikan Nonformal atau Pendidikan Luar Sekolah yang ada di masyarakat.

Pendidikan Nonformal Berbasis Masyarakat

Pendidikan berbasis masyarakat (communihy-based education) menurut: Uhar Suharsaputra (2011) adalah:”... merupakan mekanisme yang memberikan peluang bagi setiap orang untuk memperkaya ilmu pengetahuan dan teknologi melalui pembelajaran seumur hidup...”.

Kemunculan paradigma pendidikan nonformal berbasis masyarakat dipicu oleh arus besar modernisasi yang menghendaki terciptanya demokratisasi dalam segala dimensi kehidupan manusia, termasuk di bidang pendidikan. Mau tak mau pendidikan harus dikelola secara desentralisasi dengan memberikan tempat seluas-luasnya bagi partisipasi masyarakat.

Sebagai implikasinya, pendidikan nonformal menjadi usaha kolaboratif yang melibatkan partisipasi masyarakat di dalamnya. Partisipasi pada konteks ini berupa kerja sama antara warga masyarakat dengan pemerintah dalam merencanakan, melaksanakan, menjaga dan mengembangkan aktivitas pendidikaan. Sebagai sebuah kerja sama, maka masyarakat diasumsi mempunyai aspirasi yang harus diakomodasi dalam perencanaan dan pelaksanaan suatu program pendidikan.

 

Peran Penilik PNF

Menurut Edi Basuki (2012) bahwa:”…Peran Penilik PNF (yang tentunya bekerja sama dengan para tokoh masyarakat setempat termasuk tutor dan pamong belajar) sangatlah penting sekali untuk menyadarkan mereka akan pengaruhi Lingkungan pendidikan...” yang juga bisa menjerumuskannya, sehingga akan memperburam masa depan mereka yang senyatanya sudah buram. Sukur-sukur Penilik punya waktu untuk menyampaikan muatan lokal berupa keterampilan berusaha yang bermanfaat sebagai mata pencaharian, yang dapat diusahakan secara kelompok atau individual melalui pendekatan  learning. Untuk itulah kegiatan pembelajaran kepada “masyarakat” melalui pendidikan nonformal haruslah dikemas sedemikian rupa yang bisa menggairahkan, perlu pula menggunakan berbagai metode yang kreatif agar mereka merasa ‘enjoyful learning’ yang bisa melesatkan kemampuan pikir mereka agar cepat menyadari akan kekurangannya untuk kemudian bersedia diajak berubah melalui program pendidikan luar sekolah yang “menggembirakan”, tidak sekedar bergelut dalam tataran teori semata sehingga program bentukan para penilik bisa lestari dan berkesinambungan. Mudah-mudahan dengan lahirnya aturan baru tentang jabatan fungsional penilik dan angka kreditnya sekaligus perubahan Batas Usia Pensiun 60 tahun, akan diikuti dengan peningkatan kualitas kinerja penilik yang mengarah kepada profesionalisme yang bermartabat sebagai sebuah profesi yang “mewartakan” pendidikan nonformal agar nantinya semakin menjadi tolehan berbagai pihak. Dalam permenpan dan RB nomor 15 disebutkan bahwa pendidikan nonformal meliputi pendidikan kecakapan hidup, pendidikan anak usia dini, pendidikan kepemudaan, pendidikan pemberdayaan perempuan, pendidikan keaksaraan, pendidikan keterampilan dan pelatihan kerja, pendidikan kesetaraan, serta pendidikan lain yang ditujukan untuk mengembangkan kemampuan peserta didik. Sedangkan  pendidikan nonformal terdiri atas lembaga kursus, lembaga pelatihan, kelompok belajar, PKBM dan majelis taklim serta satuan pendidikan yang sejenis. Semua yang disebutkan di atas merupakan ‘wilayah kerja’ yang harus dikuasai dengan baik oleh penilik agar menghasilkan keluaran yang lebih baik pula dimasa datang.


Sejarah Pendidikan Nonformal di Indonesia
Melirik sejarah pendidikan bahwa pendidikan nonformal ini lebih muda dari pendidikan informal, tapi lebih tua dari pendidikan formal.  dizaman penjajahan Belanda, pendidikan nonformal ini, dilakukan karena pihak pemerintah Belanda membutuhkan tenaga kerja untuk pembangunan gedung perkantoran, rumah-rumah pejabat Belanda dan pembangunan gereja. Mulai saat itulah kursus-kursus pertukangan dilaksanakan oleh pemerintah Belanda kepada masyarakat pribumi. Dan saat itu pula, lahirnya pendidikan nonformal di tanah air.
 Dipihak lain pendidikan nonformal juga muncul juga di pesantren-pesantren, yang lebih tua/lebih dahulu dari kursus pertukangan di atas. Karena para santri belajar membaca dan menulis baik huruf arab  maupun latin.

Awalnya Pendidikan Nonformal
Dari sudut pandang lain pendidikan nonformal yang kongkretnya, diawali sejak pemerintah penjajah Belanda berkeinginan melakukan sesuatu pembangunan. Maka para pemuda terampil mereka di daftar untuk mengikuti kursus tertentu ke tempat yang ditentukan. Misal pihak pemerintah Belanda berkeinginan mendirikan Gedung Pemerintahan di kota-kota besar di Indonesia. Maka mereka kursus para pemuda dalam dunia pertukangan dalam kurun waktu tertentu. Tapi kalau kursus baca tulis lebih dahulu di adakan oleh persantren. Baik huruf arab maupun latin.  Setelah anggaran dari negeri Belanda datang, maka tenaga kerja yang telah selesai dilatih (dikursus) tersebut mengerjakan Bangunan Gedung Kantor Pemerintah Belanda. Sehingga bila kita masih ingat di awal tahun 60-an masih berdiri gedung-gedung pemerintah Belanda baik di Provinsi maupun Kabupaten, bahkan sampai tahun-tahun pertengan 70-an. Hanya saja typenya yang berbeda. Makin besar jumlah penduduk maka makin besar pula gedung yang didirikan Pemernitah Belanda.
Contoh lain yang masih sebagian ada menjadi munomen seperti: Gereja, di Jakarta, Yogyakarta, Surabaya, Makassar dan kota-kota lainnya. Bentuknya hampir sama, Cuma besarnya yang berbeda.
 Dalam masa kemerdekaan sekarang ini, penulis mencoba memberikan contoh masa orde baru. Yakni Masjid dari: Yayasan Amal Bakti Muslim Pancasila. Hampir di semua kota Kabupaten ada, tinggal typenya yang berbeda. Penulis saat menulis edisi ini, dalam masa reformasi belum melihat secara jelas apa peninggalan untuk masa depan kita di negeri tercinta ini. Walau dalam masa reformasi banyak protes karena kebebasan yang sudah memuncak, belum banyak hasil-hasil yang diprotes menemukan titik yang dinantikan oleh banyak orang. PLS bicara dalam hal Fasilitas belajar, tenaga pengajar (tutor), Warga Belajar (WB) masih belum selengkap mereka yang berada dalam pendidikan formal.  Sedangkan   yang memonitor segala kegiatan berdasarkan walayah kerjanya adalah: penilik (pengawas pada pendidikan formal).     

Pendidikan NonFormal
Sebetulnya Jalur pendidikan di luar pendidikan formal yang dapat dilaksanakan secara terstruktur dan berjenjang. Pendidikan nonformal berdasarkan Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional nomor: 20 tahun 2003 disebutkan secara jelas diselenggarakan bagi warga masyarakat yang memerlukan layanan pendidikan yang berfungsi sebagai pengganti, penambah, dan/atau pelengkap pendidikan formal dalam rangka mendukung pendidikan sepanjang hayat.
Selain itu, pendidikan nonformal berfungsi mengembangkan potensi peserta didik dengan penekanan pada penguasaan pengetahuan dan keterampilan fungsional serta pengembangan sikap dan kepribadian profesional. Dalam pendidikan nonformal ini, peran pamong belajar sangat dinantikan. Bagi pamong yang kreativitasnya tinggi dan dapat memanfaatkan hal itu, menjadi sumber belajar masyarakat.
Dalam Peraturan MENPAN RI Nomor: 15 Tahun 2010 secara jelas tertuang dalam pasal 3. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran / pelatihan / pembimbingan agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.
Sedangkan dalam pasal 4 Pendidikan nonformal (PNF) adalah jalur pendidikan di luar pendidikan formal (PLS) yang dapat dilaksanakan secara terstruktur dan berjenjang.

Macam Pendidikan nonformal atau PLS
Berdasarkan perkembangan zaman, ada 2 pendidikan nonformal yang harus dicermati. Ke 2 hal tersebut adalah:
(1) Pendidikan nonformal atau PLS yang formal ini, ada di perguruan tinggi. Karena waktu pendidikannya antara 3,5 – 5 tahun dengan gelar (S-1). Ada pula Program Magister (S-2) dan Doktor  S-3); dan
(2) Ada pula pendidikan nonformal dan lembaga pelatihan serta kursus-kursus yang jangka waktunya, pendek dan non gelar. Seperti dalam uraian di atas. Khusus untuk PLS formal mahasiswa dididik dalam pendidikan secara formal, namun kacamatanya ke luar sekolah. Artinya mahasiswa PLS. Dididik  selama perkuliahan untuk mahasiswa bisa dan punya keahlian dalam pendidikan luar sekolah. Walau sesederhana

Memperhatikan Peraturan Pemerintah
Dalam Peraturan Pemernitah (PP) yang dikeluarkan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Berokrasi No 15 Tahun 2010 Tentang Jabatan  walau bukan Fungsional Pamong Belajar dan Angka Kreditnya. Secara jelas terurai pada:
Pasal 1 Jabatan Fungsional Pamong Belajar adalah jabatan yang mempunyai ruang lingkup, tugas, tanggung jawab dan wewenang untuk melakukan kegiatan belajar mengajar, pengkajian program, dan pengembangan model Pendidikan Nonformal dan Informal (PNFI) pada Unit Pelaksana Teknis (UPT)/Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) dan satuan PNFI sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang diduduki oleh Pegawai Negeri Sipil.
Pasal 2 Pamong Belajar adalah pendidik dengan tugas utama melakukan kegiatan belajar mengajar, pengkajian program, dan pengembangan model Pendidikan Nonformal dan Informal (PNFI) pada Unit Pelaksana Teknis (UPT)/Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) dan satuan PNFI.

Dengan data di atas bahwa penilik adalah sesuai dengan dalam pengertian di atas. Bila kita mempelajari apa sebenarnya arti dari penilik itu, secara jelas menyebutkan bahwa: penilik adalah orang menilik atau orang yang mengawasi sesuatu kegiatan tupoksinya. Sedangkan pengawas bertugas di pendidikan formal atau di persekolahan. Dipihak lain tugas mereka serupa tapi taksama menyebutkan penilik adalah orang yang tajam tiliknya, daya pikirnya, (ia dapat mengetahui) segala sesuatu, tentang kegiatan belajar. Dalam dunia pendidikan luar sekolah penilik adalah orang yang mengawasi segala kegiatan pendidikan nonformal apakah dalam hal PKBM, Lembaga Kursus dan pelatihan serta berbagai kegiatan pendidikan luar sekolah yang ia berperan secara aktif untuk jemput bola, sehingga mengetahui seluk beluk berbagai kegiatan pendidikan masyarakat.   


Implementasi Pendidikan Nonformal
Bila memperhatikan Implementasi Pendidikan Nonformal sebenarnya pelaksanaannya jauh lebih rumit dari pendidikan formal. Karena tutor (dalam pendidikan formal guru), harus mencari sendiri warga belajarnya atau WB (dalam pendidikan formal murid) di nonformal, tempat belajarnya karena tidak tersedia seperti di pendidikan formal “gedung  sekolah”, maka di pendidikan nonformal harus bisa memanfaatkan, seperti: balai desa, rumah penduduk atau di mana saja, berdasarkan kesepakatan bersama antara tutor dengan WB. Masih bagus nasibnya mereka masa sekarang. Dewasa ini ada pusat kegiatan belajar masyarakat (PKBM), lembaga-lembaga kursus sudah banyak memiliki gedung / tempat belajarnya. Demikian juga tentang waktu, harus berdasarkan kesepakatan. Apakah sore hari, malam hari atau hari-hari yang ditentukan. Namun tujuannya materi belajar harus tercapai.
Kemudian yang tidak kalah pentingnya materi belajar yang diberikan, tidak mesti ada di toko buku. Beda dengan guru di sekolah formal, buku materi belajar telah tersedia di toko buku. Oleh sebab itu, tutor harus bisa merancang bangun dan rekayasa materi belajar WB-nya. Karena ada kalanya, materi belajar untuk masyarakat, tidak seluruhnya tersedia di toko buku. Maka keterampilan tutor dalam rangcang bangun dan rekayasa, sangat dinantikan bagi calon seorang tutor.

Sasaran Awal PNF dari atau PLS
Sasaran awal dari pendidikan nonformal atau PLS ini, semula hanya sekedar upaya kemanusiaan, merasa masih banyak warga negara kita, yang belum tuntas wajib belajar mereka. Bahkan di sana-sini ditemukan warga masyarakat yang buta huruf murni. Sehingga warga negara kita yang sadar, terhadap nasib bangsanya bagaimana mereka yang masih tuna aksara dan belum tertangani oleh pemerintah dalam hal ini pendidikan formal. Padahal dalam pembukaan UUD’45 secara jelas tercantum upaya mencerdaskan kehidupan bangsa. Maka dibentuklah kelompok belajar (kejar) apakah untuk pemberantasan buta huruf (paket A) setara sekolah dasar. Agar mereka yang tuna aksara di mana-mana itu, bisa belajar membaca, menulis dan berhitung (calistung) agar tidak mudah diperdayakan orang. Masa lalu muncul buku yang dicetak pemerintah berupa paket A-1 sampai dengan A-100  tempoe doeloe.
Setelah paket A setara sekolah dasar berhasil tidak hanya sekedar warga belajar(wb-nya) sudah dapat membaca menulis dan berhitung (calistung), maka pemerintah meningkatkan pada Paket B setara SLTP, dan juga Paket C setara dengan SLTA.
Sejarah hidup sejumlah orang yang ikut paket C setara SLTA ini, ternyata banyak alumnusnya yang jadi anggota DPR/DPRD. Karena syarat pendidikan terendah adalah SLTA. Bagi karyawan yang bekerja hanya memiliki ijazah SLTP dan ikut paket C bisa menyesuaikan ijazahnya dari golongan I menjadi golongan II. Peristiwa lain, sudah ada beberapa orang yang mencalonkan diri jadi bupati, dengan menggunakan ijazah paket C bisa terpilih menjadi bupati di daerahnya.
Selama ini sudah banyak lulusan kejar paket C yang dapat melanjutkan ke perguruan tinggi, terlebih bagi perguruan tinggi yang memiliki jurusan/program studi PLS. Dengan demikian apa yang diisyaratkan oleh Undang-Undang di atas bahwa: Pendidikan nonformal adalah pendidikan diselenggarakan bagi warga masyarakat yang memerlukan layanan pendidikan dan berfungsi sebagai pengganti, penambah, dan/atau pelengkap pendidikan formal dalam rangka mendukung pendidikan sepanjang hayat sudah terjawab.

Realita Pendidikan Norformal atau PLS
Dalam kenyataan yang ada sekarang ini, Dirjen Pendidikan Luar Sekolah atau sekarang atau beralih nama dengan dengan Dirjen Pendidikan Anak Usia Dini dan Pendidikan Informal (PAUDNI) maka secara realita pendidikan infomral sampai saat ia masuk pada Dirjen PLS. Sehingga pendidikan informal menggabung pada pendidikan nonformal. Secara konkrit diantaranya pendidikan informal masuk ke Dirjen PLS ini, adalah pendidikan anak usia dini. Namun kritik tajam dari para tokoh PLS di perguruan tinggi, masuknya PAUD meraja lela. Sepertinya menghapus kehidupan PLS sejak lahirnya Dirjen ini, kok dengan mudah dihapus begitu saja. Padahal perubahan ini tidak ada sebutan dalam Undang-Undang.

Peran Penilik Dalam PLS

Lebih lanjut Jumain (2008) mengatakan bahwa:”… e-government merupakan sesuatu yang harus dilakukan dalam rangka meningkatkan pelayanan Penilik kepada masyarakat…”. Perkembangan sistem informasi teknologi begitu cepat, dan tidak semua penggunaannya bersifat positif. Karena itu, kita perlu mengembangkan sistem informasi yang aman dan akurat dalam  menjalankan tugas-tugas penilik.
Ada enam strategi yang harus dilakukan dalam pengembangan menjalankan tugas kepenilikan sebagai berikut:
­Pertama: mengembangkan sistem pelayanan yang handal dan terpercaya, serta terjangkau oleh masyarakat luas, terlebih kepada pendidik tenaga kependidikan (PTK-PNF);
Kedua: menata sistem dan proses kerja  pemerintah daerah otonom secara holistik dan Strategi;
Ketiga: yaitu memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi: secara optimal, seperti pelaksanaan monitoring jarak jauh.
Keempat: adalah strategi meningkatkan peran serta dunia usaha dan mengembangkan teknologi informasi pendidikan luar sekolah dalam negeri. Sedangkan strategi:
Kelima: adalah meningkatkan kapasitas SDM disertai dengan meningkatkan elektronifikasi masyarakat, dan strategi;
Keenam: adalah melaksanakan pengembangan secara sistematis melalui tahapan yang realistik dan terukur‚jelas Jumain.
Menurut Salius Matram (2012) adalah:”...Sakti negara dalam paparannya, terdapat beberapa resiko atau kerawanan di dalam tugas-tugas, diantaranya yakni resiko kecurangan, kesalahan, keterlambatan...”. Data yang dikperoleh dalam pendataan,  sebagai seorang penilik tidak perlu terlalu percaya terhadap data yang dikirim. Namun perlu adanya cek in recek di lapangan terhadap data warga belajar, proses belajar dll.
Terdapat beberapa aspek yang harus dipenuhi dalam membangun keamanan sistem informasi data dari pendidikan nonformal sebagai berikut:
Aspek pertama: yang harus dipenuhi adalah data-data yang diperlukan untuk menjaga informasi dari orang yang tidak berhak mengakses. Untuk meningkatkan jaminan dapat menggunakan dan menganalisa laporan.
Aspek kedua: adalah integrity dimana dalam aspek ini informasi maupun sistem tidak boleh diubah tanpa seijin pemilik informasi.
Aspek ketiga: yakni ketika dibutuhkan pengguna yang berhak akan selalu dapat mengakses informasi dan aset yang berkaitan.
Aspek keempat: dan kelima: adalah authentication dan access control. Sedangkan aspek non repudiation adalah
Aspek keenam: yang harus dipenuhi. Dalam aspek ini seseorang tidak dapat menyangkal bahwa ia telah mengirimkan suatu data digital‚jelas Salius.


PRINSIP MUTU
Mutu pada saat ini sangat diperhatikan dalam mengelola sebuah pendidikan, karena dengan mutu yang bagus sebuah lembaga akan dikatakan telah berhasil dalam mengelola pendidikannya, hal ini dapat kita ketahui dengan melihat output-output yang dikeluarkan oleh lembaga tersebut.
Mutu sangat membutuhkan dukungan dari berbagai pihak tidak hanya pada tutor di PKBM yang bertanggungjawab pada di tempat belajar itu sendiri, tapi dari lingkungan bagi pendidik, orang tua, pejabat pemerintah, wakil-wakil masyarakat dan pemuka bisnis atau donatur untuk bekerja sama guna memberikan kepada warga belajar sebagai sumber-sumber daya yang dibutuhkan untuk memenuhi tantangan masyarakat,  dan akademik sekarang dan masa depan
Kebanyakan di masyarakat banyak dari mereka atau tanggapan mereka ada yang setuju atau tidak dengan adanya implementasi mutu dalam pendidikan, menurut survei yang telah dilakukan oleh buku yang penulis resum ini, sedikitnya ada enam kelompok, enam itu adalah:
1. regresi adalah sekelompok orang yang menolak atau menerima konsep mutu dan kostumer yang ditawarkan penilik;
2. skeptisisme adalah sekelompok orang yang menerima konsep mutu dan kostumer namun perlu diyakinkan bisa tidaknya diterapkan dalam pendidikan luas sekolah;
3. kontrol dari Penilik adalah sekelompok orang yang berusaha menerima data dalam melaksanakan pekerjaan namun mereka merasakan kehilangan atas lingkunganya bila pendidikan luar sekolah ini tidak diperhatikan;
4. kesadaran masyarakat  adalah sekelompok orang yang mendukung konsep mutu pendidikan yang di awasi oleh Penilik dan mereka ingin mengambil transformasi mutu/kualitas pendidikan di masyarakat.
5. integrasi dari penilik adalah kepada sekelompok orang yang didorong oleh mutu, semua pekerjaanya selalu dilakukan dengan pendekatan mutu hasil dari sebuah pendidikan;
6. sinergi adalah sebuah kelompok yang berasal dari pemasok, produser dan kostumer menjadi satu membentuk sebuah tim di masyarakat yang memperhatikan dunia pendidikan nonformal.

Program Kerja  Penilik
Dalam menjalankan tugasnya seorang penilik, pasti punya program kerja agar pendidikan yang di bawah pengawasannya berjalan dengan baik harus membuat program jangka pendek dan jangka panjang. Untuk memperhatikan hal  itu, mari kita perhatikan secara seksama 2 hal berikut:

Program Jangka Pendek Penilik
Meningkatkan peran serta masyarakat dalam pembangunan bangsa yang meliputi peran pelaksana, pembinaan, pengawasan dan kontrol sosial yang dilaksanakan secara kritis, konstruktif, konsepsional terhadap para pelaksana pembangunan bidang pendidikan luar sekolah.
Penilik melaksanakan dan membuat studi dan kajian tindak serta investigasi program untuk mencapai muru pembelajaran.
Penilik melakukan pendampingan dan konsultasi secara timbal balik dengan para tutor.
Penilik melakukan sosialisasi program dan konsultasi.
Penilik menyelenggarakan pendidikan dan latihan untuk memberdayakan usaha peningkatan mutu pendidikan luar sekolah.

Program Jangka Panjang Penilik
  Penilik berusaha semaksimal mungkin untuk menyatukan visi dan misi pemerintah dengan aspirasi masyarakat sehingga program kerja pembangunan pendidikan nonformal dirancang dan dilaksanakan oleh pemerintah diberbagai bidang mampu menciptakan kesejahteraan masyarakat.
  Penilik harus mendukung pemerintah dalam memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa, dangan meningkatkan kemampuan Sumber Daya Manuasia (SDM) guna tercapainya sasaran pembinaan manusia seutuhnya.
  Penilik membantu pemerintah dalam melaksanakan pembangunan disegala bidang, meliputi patuh hukum, ramah lingkungan, yang berorientasi pada kemakmuran, keadilan dan kesejahteraan masyarakat umum.


DAFTAR  PUSTAKA

Alwi, Hasan, 2002. Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi ke tiga, Departemen Pendidikan Kebudayaan, Balai Pustaka, Jakarta.
Anthon, Mulyono, 1988. Kamus Besar Bahasa Indonesia, Departemen Pendidikan Kebudayaan RI, Jakarta.
Basuki, Edi, 2012. Peran Penilik PNF dengan tokokh masyarakat, Artikel, Jakarta
Darlan, H.M.Norsanie,  2007. Konsep Dasar Pendidikan Luar Sekolah, FKIP Unpar, Palangka Raya.
--------------, 2011. Kiprah Pamong  Belajar Dalam Menjalankan Tupoksinya Pada PLS, BP2PNFI Provinsi Kalimantan Tengah, Palangka Raya.
Hairi, Prianter Jaya, 2009. Sekilas dalam tulisan membahas berkenaan dengan arti penting dari pembentukan sistem kamar, Jakarta.
Indriono, Anik, Pengkajian Tanda-tandan Vital (VITAL SIGN) dalam sebuah pembelajaran,
Jumain, 2008. Sebuah Kajian Tentang Kajian, Artikel, Jakarta.
              Kurnianingrum ,Trias Palupi,  2008 Era Globalisasi, kebutuhan informasi yang cepat sangat diperlukan oleh masyarakat, artikel Jakarta.
Latifah, Marfuatul, 1990.  Kebebasan berserikat dan berkumpul di Indonesia sebenarnya telah diwujudkan melalui Organisasi Kemasyarakatan (Ormas), artikel, Jakarta.
Matram, Salius, 2012. Saktinegara dalam paparannya, terdapat beberapa resiko atau kerawanan di dalam e-government, Jakarta.
Poerwadarminta, WJS. 1986. Kamus Umum Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta.
Suharsaputra, Uhar, 2011. Pendidikan Nonformal Berbasis Masyarakat, artikel, Bandung.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar