Minggu, 28 Mei 2017

PARENTING DALAM BUDAYA LOKAL

Palangka Raya, 18 April 2016 Oleh : H. M. Norsanie Darlan Pendahuluan Tulisan ini diturunkan tidak lain untuk mensosialisasikan apa itu parenting di masyarakat pendidikan luar sekolah (pendidikan non formal) terutama pada anak usia dini sudah mendapatkan layanan pendidikan dari pihak keluarganya. Istilah Parenting memang belum banyak dibicarakan di berbagai event apakah dikalangan pendidikan formal atau di sistem persekolahan ataukah non formal sistem pendidikan luar sekolah. Namun sebenarnya parenting ini sudah berjalan di kalangan keluarga walau sesederhana mungkin. Tinggal bagaimana kita meningkatkannya melalui sosialisasi ini. Buku diberi judul sekelumit parenting dalam budaya lokal, tentang menyinggung pada kehidupan budaya masyarakat kalimantan tengah. Karena penulis berada di kalimantan tengah. Namun sesekali mengambil berbagai sumber yang terkait dengan tulisan ini pada sumber-sumber yang tidak hanya di kalimantan tengah. Tapi juga sumber dari luar namun erat kaitannya dengan budaya daerah. Pentingkah Untuk Dipelajari? Sebagian besar orang mungkin belum tahu apa itu parenting, secara jelas. Bila kita memberhatikan apa kata "Parenting" ia mempunyai kata dasar yaitu Parent yang dalam bahasa Inggris berarti orang tua. Jika dalam kata dasar bahasa Inggris dibelakangnya ditambah "Ing" maka orang itu sedang melakukan pekerjaaan. Contoh cooking yang berarti memasak dan kata dasarnya cook, berarti orang itu sedang melakukan pekerjaan atau aktivitas berupa memasak. Parenting pun sama, berarti sedang melakukan aktivitas berupa menjadi orang tua. Logikanya seperti itu. Parenting adalah ilmu tentang mengasuh, mendidik dan membimbing anak dengan benar dan tepat. Jadi mengasuh anak itu ada ilmunya yang dinamakan dengan parenting. Menurut: Riko Septyan Nor Saputra (2013) jika anda mau menjadi dokter, maka anda harus sekolah kedokteran dulu, baru bisa menjadi dokter. TAPI jika anda mau menjadi orang tua, belum ada sekolahnya. Nah karena belum ada sekolah parenting, maka banyak orangtua yang ngawur dan salah dalam mengasuh serta mendidik anaknya. Bayangkan jika anda tidak sekolah kedokteran tetapi menjadi dokter, ditambah lagi tidak pernah belajar tentang ilmu kedokteran maka sudah bisa ditebak betapa salah kaprahnya anda dalam menangani dan melayani pasien. Menjadi orang tua yang baik dalam mengasuh dan mendidik anak memang belum ada sekolahnya, maka dari itu kita tetap bisa belajar menjadi orangtua yang baik dengan belajar ilmu parenting dari manapun. Buku Ayah Edy salah satu sumber untuk belajar yang baik dalam memahami ilmu parenting, karena beliau sudah belasan tahun berpengalaman dalam hal parenting. Jadi ilmu parenting itu sangat penting untuk dipelajari oleh siapapun yang akan menjadi orang tua dan yang sudah menjadi orang tua. Seperti contoh ini, seseorang umur 18 tahun yang baru saja mengenal ilmu parenting dan sadar bahwa ilmu parenting sangat penting sekali untuk dipelajari. Sehingg setelah waktunya ia berkeluarga, tentu akan melahirkan anak. Maka peran parenting mulai ia terapkan dalam pola pengasuhan anaknya. Menggali Arti-Arti dalam tulisan ini Pengertian Sekelumit Bila kita memperhatikan secara cermat apa sebenarnya arti dari sekelumit di atas, dalam berbagai sumber dari ahli bahasa menyebutkan adalah sekelumit adalah sedikit sekali. Sehingga jika kita hubungkan dengan judul di atas Sekelumit Parenting dan Budaya Lokal berarti berdasarkan kemampuan penulis yang hanya mengupas serba sedikit apa yang penulis ketahui tentang apa itu parenting dalam budaya lokal yang akan diuraikan dalam tulisan ini. Kamus bahasa melayu yang ditulis oleh: Rumi Jawi (2010) tentang sekelumit adalah:”... artinya ”...sangat sedikit...”. Sekelumit bisa juga sangat kecil: terasa sangat sedikit: oleh Ramlan (2005) sekelumitan ialah menjelimatkan dll. Sehingga jika kita hubungkan dengan materi tulisan ini, maka penulis masih dikatakan hanya memiliki seperangkat pengetahuan tentang parenting ini hanya sedikit yang memiliki pengetahuan tentang apa itu parenting ini. Pengertian Parenting Bila kita memperhatikan Parenting Itu Apa? Maka kita menjawab terhadap pertanyaan itu, adalah Parenting yaitu tidak lain suatu ilmu tentang tata cara mengasuh, mendidik dan membimbing anak dengan benar dan tepat. Jadi mengasuh anak itu, adalah ilmunya yang dinamakan dengan parenting. Pengertian Budaya Lokal Budaya lokal menurut James Danandjaya, (1984) Secara garis besar tokoh folklor dikelompokkan adalah nilai-nilai lokal hasil budi daya masyarakat di suatu daerah yang terbentuk sejak lama, termasuk di Kalimantan Tengah. Budaya ini secara alamiah dan diperoleh melalui proses belajar dari waktu ke waktu. Budaya lokal dapat berupa hasil karya seni, tradisi, pola pikir, atau hukum adat. Dengan demikian Indonesia yang terdiri atas 33 provinsi itu, memiliki banyak kekayaan budaya. Kekayaan budaya tersebut dapat menjadi aset negara yang bermanfaat untuk memperkenalkan Indonesia ke dunia internasional, salah satu di antaranya adalah adanya Candi Borobudur, khusus untuk Kalimantan Tengah peninggalan Kraton Kotawaringin dan masih ada yang lainnya. Dengan demikian Pengertian/Definisi Budaya Lokal menurut: J.W. Ajawaila bahwa: Budaya Lokal adalah budaya asli dari suatu kelompok masyarakat tertentu, yang juga menjadi ciri khas budaya sebuah kelompok masyarakat lokal itu sendiri. Namun diketahui bersama bahwa budaya lokal ada kalanya punya kesamaan satu sama lain, tapi ada pula kekhassan tersendiri yang tidak mudah dirubah. Walau dipengaruhi zaman. Konsep Pengasuhan (Parenting) Parent menurut: Okvina (2009) adalah:”... sebuah peristilahan pemberian layanan dalam keluarga...”. Dalam istilah parenting memiliki beberapa definisi seperti: ibu, ayah, seseorang yang akan membimbing dalam kehidupan baru di dalam keluarga itu sendiri. Ada pula istilah seorang penjaga, maupun seorang pelindung dalam keluarga. Parent menurut: Brooks, (2001) adalah seseorang yang mendampingi dan membimbing semua tahapan pertumbuhan anak, yang merawat, melindungi, mengarahkan kehidupan baru anak dalam setiap tahapan perkembangannya. Pengasuh erat kaitannya dengan apa yang ditulis ICN 1992 dalam Engel et al. (1997) bahwa: kemampuan suatu keluarga/ rumah tangga dan komunitas dalam hal memberikan perhatian, waktu dan dukungan untuk memenuhi kebutuhan fisik, mental, dan social anak-anak yang sedang dalam masa pertumbuhan serta bagi anggota keluarga lainnya. Hoghughi (2004) menyebutkan bahwa:”... pengasuhan mencakup beragam aktivitas yang bertujuan agar anak dapat berkembang secara optimal dan dapat bertahan hidup dengan baik...”. Prinsip pengasuhan menurut Hoghughi tidak menekankan pada siapa (pelaku) namun lebih menekankan pada aktifitas dari perkembangan dan pendidikan anak. Oleh karenanya pengasuhan meliputi pengasuhan fisik, pengasuhan emosi dan pengasuhan social. Pengasuhan fisik mencakup semua aktivitas yang bertujuan agar anak dapat bertahan hidup dengan baik dengan menyediakan kebutuhan dasarnya seperti makan, kehangatan, kebersihan, ketenangan waktu tidur, dan kepuasan ketika membuang sisa metabolisme dalam tubuhnya. Pengasuhan emosi mencakup pendampingan ketika anak mengalami kejadian-kejadian yang tidak menyenangkan seperti merasa terasing dari teman-temannya, takut, atau mengalami trauma. Pengasuhan emosi ini mencakup pengasuhan agar anak merasa dihargai sebagai seorang individu, mengetahui rasa dicintai, serta memperoleh kesempatan untuk menentukan pilihan dan untuk mengetahui resikonya. Pengasuhan emosi ini bertujuan agar anak mempunyai kemampuan yang stabil dan konsisten dalam berinteraksi dengan lingkungannya, menciptakan rasa aman, serta menciptakan rasa optimistic atas hal-hal baru yang akan ditemui oleh anak. Sementara itu, pengasuhan sosial bertujuan agar anak tidak merasa terasing dari lingkungan sosialnya yang akan berpengaruh terhadap perkembangan anak pada masa-masa selanjutnya. Menurut: Hughoghi, (2004) Pengasuhan sosial ini menjadi sangat penting karena hubungan sosial yang dibangun dalam pengasuhan akan membentuk sudut pandang terhadap dirinya sendiri dan lingkungannya.pengasuhan sosial yang baik berfokus pada memberikan bantuan kepada anak untuk dapat terintegrasi dengan baik di lingkungan rumah maupun sekolahnya dan membantu mengajarkan anak akan tanggung jawab sosial yang harus diembannya. Sementara itu, menurut Jerome Kagan (2009) ia seorang ahli psikolog perkembangan mendefinisikan pengasuhan (parenting) sebagai serangkaian keputusan tentang sosialisasi pada anak, yang mencakup apa yang harus dilakukan oleh orang tua/ pengasuh agar anak mampu bertanggung jawab dan memberikan kontribusi sebagai anggota masyarakat termasuk juga apa yang harus dilakukan orang tua/ pengasuh ketika anak menangis, marah, berbohong, dan tidak melakukan kewajibannya dengan baik. (Berns, 1997). Berns (1997) menyebutkan bahwa pengasuhan merupakan sebuah proses interaksi yang berlangsung terus-menerus dan mempengaruhi bukan hanya bagi anak juga bagi orang tua. Senada dengan Berns, Brooks (2001) juga ia mendefinisikan pengasuhan sebagai sebuah proses yang merujuk pada serangkaian aksi dan interaksi yang dilakukan orang tua untuk mendukung perkembangan anak. Proses pengasuhan bukanlah sebuah hubungan satu arah yang mana orang tua mempengaruhi anak namun lebih dari itu, pengasuhan merupakan proses interaksi antara orang tua dan anak yang dipengaruhi oleh budaya dan kelembagaan sosial dimana anak dibesarkan. Beberapa definisi tentang pengasuhan tersebut menunjukkan bahwa konsep pengasuhan mencakup beberapa pengertian pokok, antara lain: (1) pengasuhan bertujuan untuk mendorong pertumbuhan dan perkembangan anak secara optimal, baik secara fisik, mental maupun sosial, (2) pengasuhan merupakan sebuah proses interaksi yang terus menerus antara orang tua dengan anak, (3) pengasuhan adalah sebuah proses sosialisasi, (4) sebagai sebuah proses interaksi dan sosialisasi proses pengasuhan tidak bisa dilepaskan dari sosial budaya dimana anak dibesarkan. Teori Sturuktural Fungsional Dalam Pola Pengasuhan Pendekatan struktural fungsional dalam mengkaji kehidupan keluarga yang dipelopori oleh William F. Ogburn dan Talcott Parson pada awal abad ke-20 dengan landasan filosofis utama adalah mengakui adanya segala keragaman dalam kehidupan sosial. Keragaman tersebut merupakan sumber utama dari adanya struktur masyarakat dan menyebabkan pula terjadinya keragaman fungsi sesuai dengan posisi seseorang dalam struktur sebuah system. Perbedaan fungsi tersebut menurut pendekatan structural fungsional tidak untuk memenuhi kepentingan individu yang bersangkutan melainkan untuk mencapai tujuan kolektif. Menurut: Megawangi, (1999) bahwa Secara filosofis, pendekatan structural fungsional bersumber dari filsafat platonic yang mengakui kebenaran adanya pembagian tugas. Pendidikan Parenting Dalam Keluarga Marjohan, (2013) bahwa Orangtua (ayah dan ibu) merupakan figur yang sangat berpengaruh dalam pertumbuhan dan perkembangan seorang anak, karena merekalah sebagai pembentuk karakter dasar bagi seorang anak setelah lahir. Mereka juga sebagai guru pertama dalam kehidupan anak, karena perannya dalam memperkenalkan nama-nama, jenis-jenis kata, etika, sopan santun dan lain-lain, bagi anak-anak mereka. Barangkali dewasa ini, masih banyak orang tua menumbuh-kembangkan anak-anak mereka dengan cara meniru konsep mendidik generasi sebelumnya. Apabila generasi sebelumnya sukses sebagai orang tua pendidik maka pewarisan naluri mendidik tentu bisa berhasil namun bila yang ditiru adalah konsep mendidik yang sudah kadaluarsa, konsep mendidik yang tidak sesuai lagi-keras, kaku, dan otoriter, maka akan melahirkan generasi yang karakternya rapuh, dan mudah. Namun dalam zaman informasi dan telekomunikasi yang begitu pesat, setiap orang tua diharapkan agar mampu untuk mengenal konsep parenting, yaitu bagaimana menjadi orang tua yang bijak – menerapkan konsep mendidik yang mendorong kreatifitas, inovasi serta memberi pemodelan pada anak. Orang tua Sebagai Manajer Keluarga Seperti yang dikatakan Marjohan, (2013) bahwa:”…ayah dan ibu punya peran dan tanggung jawab untuk menjadi pengasuh anak atau orang tua…”. Istilah ini, dikenal dengan kata parenting. Orang tua dapat dikatakan sebagai manajer untuk rumah tangga, karena peran mereka sebagai pengelola situasi dan kondisi rumah. Oleh sebab itu bila semua orang tua ingin bahagia dan sejahtera maka mereka perlu menerapkan parenting manajemen. Bagaimana konsep parenting manajemen itu ? Rata-rata orang tua sekarang sudah banyak yang memperoleh pendidikan SLTA (SMA, Madrasah Aliyah dan SMK) mereka tentu mengenal unsyr-unsur organisasi dan dan malah tentu ada yang ikut berorganisasi di sekolah atau di luar sekolah seperti apa yang dikatakan dalam masyarakat. Di sana tentu mereka mengenal kata perencanaan (planning), pelaksanaan, dan evaluasi. Maka konsep atau rumusan untuk menjalankan melaksanakan manajemen parenting cukup sederhana yaitu melakukan planning, organizing, actuating (pelaksanaan) dan juga jangan lupa dilakukan kontrol. Orang tua sebagai direktur atau manager dalam rumah tangga perlu untuk duduk bareng antara ayah dan ibu, dan bila anak anak sudah bisa diajak untuk bertukar pikiran maka mereka juga perlu dilibatkan dalam melakukan planning (perencanaan) untuk kemajuan keluarga, untuk menambah pendapatan dan menggunakan anggaran, demikian juga rencana untuk kesejahteraan keluarga dalam bidang kesehatan dan pendidikan. Menurut teori para ahli bahwa ada planning panjang, jangka pendek, menengah dan planning jangka panjang yaitu hitungannya mungkin dalam bentuk harian, mingguan dan bulanan. Rumah tangga tanpa perencanaan yang jelas kerap membawa prahara (kegaduhan) dalam rumah tangga, ayah dan ibu cendrung saling menyalahkan, misalnya dalam hal keuangan atau dalam cara mendidik anak. “...Kau keterluan mana, uang untuk satu bulan kau habiskan untuk membeli hal yang tidak berhuna…!”. Hal-hal yang telah direncanakan tentu perlu dikelola atau diatur (organized) dan seterusnya dilaksanakan (actuating) dengan konsisten oleh semua anggota keluarga- sesuai dengan porsinya. Tentu saja ayah dan ibu musti menjadi pengontrol yang baik. Mereka perlu melakukan control. Kemudian berdasarkan waktu yang ditetapkan mereka melakukan evaluasi dalam pertemuan informal keluarga- mungkin saat makan malam atau habis shalat bejamaah dalam keluarga. Kedengaranya begitu ideal atau seperti cerita dalam sinetron. Namun setiap keluarga musti melakukan hal yang demikian. Manurung (1995) mengatakan bah\wa:”…leadership is the key to management…”. Pernyataan ini berarti bahwa “ …kepemimpinan orang tua adalah kunci dalam keluarga atas manajemen…”. Di sini diharapkan agar ayah dan ibu juga memperlihatkan model atau suri teladan sebagai “tokoh ibu dan sebagai tokoh ayah yang ideal”bagi seluruh anggota keluarga mereka. Dalam kehidupan ini dapat dijumpai bahwa begitu banyak rumah tangga berjalan tanpa manajemen yang jelas mereka berprinsip bahwa biarkan rumah tangga ini mengalir seperti air. Ini terjadi karena leadership (kepemimpinan) dan management (pengelolan) rumah tangga tidak ada dan tidak berjalan menurut semestinya. Akibatnya bahwa rumah tangga tanpa leadrrship dan tanpa manajemen yang jelas akan digerakan atau dipengaruhi oleh orang yang berada di luar keluarga. Selain menerapkan fungsi sebagai leader atau manager bagi rumah tangga, orang tua juga perlu mengenal atau memperhatikan perkembangan watak anak-anak mereka. Idealnya mereka harus tahu tentang perkembangan jiwa anak. Bagaimana watak seseorang pada waktu anak-anak maka demikian pula wataknya setelah dewasa. Kita bisa memperhatikan bagaimana karakter anak-anak Sekolah Dasar- cukup beragam, ada yang lucu, serius, penganggu, yang tenang dan lain-lain. Anak yang suka melucu, setelah dewasa juga suka melucu. Anak-anak yang suka memimpin setelah dewasa juga akan berwatak pemimpin dan anak-anak yang pasif atau penurut setelah dewasa juga akan jadi pasif dan penurut. Teori manajemen yang diterapkan oleh suatu organisasi agaknya perlu untuk diadopsi. Kesuksesan sebuah organisasi atau keharmonisan sebuah keluarga akan terjadi bila manajemennya mengutamakan kepentingan dalam keluarga. Unsur manusia memegang peran yang sangat penting. Oleh sebab itu orang tua perlu tahu dan memperhatikan kebutuhan anak (anggota keluarga). Kebutuhan kebutuhan anak sebagai manusia adalah dalam bentuk kebutuhan fisik, kebutuhan keselamatan, kebutuhan sosial/berkelompok, kebutuhan dihormati dan kebutuhab atas kebangaan /aktualisasi diri. Dalam pengalaman hidup yang terlihat bahwa banyak orang tua yang sangat peduli dalam memenuhi kebutuhan fisik anak saja, yaitu seperti memenuhi kebutuhan makan atas makan, minum, pakaian, kesehatan, demikian terhadap kebutuhan atas keselamatan dan kebutuhan sosial atau berkelompok. Namun bila masih ada orang tua yang terbisaa mendikte anak, serba mencampuri pribadi anak sampai detail, mencela anak atau mengejek anak maka ini berarti bahwa mereka tidak (atau kurang) memenuhi kebutuhan anak dari segi penghormatan dan kebutuhan aktualisasi diri anak. Sebagai manager bagi rumah tangga, maka orang tua juga harus peduli dalam menjaga kerukunan keluarga dan dengan kemajuan atau prestasi anak. Untuk mendorong anak agar lebih berprestasi dalam hidup di sekolah dan di rumah maka orang tua perlu memberi penghargaan dan penghormatan. “Ibu bangga dengan kerajinan mu dalam bekerja, ….ayah senang karena kamu sopan dalam berbahasa,……Ibu mau membelikan kamu sepeda karena kamu rajin dalam belajar dan dalam membantu ibu, …atau ayah akan membelikan kamu computer karena kamu sudah bisa sholat yang teratur”. Penghargaan dan penghormatan yang diberikan orang tua bisa dalam bentuk kata-kata atau dalam bentuk reward (hadiah) yang konkrit. Orang Tua Ideal Seperti yang telah dikatakan bahwa agaknya semua orang tua bisa menjadi manager keluarga. Untuk itu ada beberapa hal yang perlu untuk diperhatikan agar mereka bisa menjadi orang tua yang ideal. Orang tua yang ideal musti punya wibawa di depan anak-anak, melakukan tindakan atau action positif. Perlu bermasyarakat, ”...punya sopan santun tidak ngomong dan berpakaian seenak hati saja, punya disiplin, punya prinsip hidup, peduli dengan tanggung jawab, dan peduli dengan keutuhan keluarga...”. Kemudian mereka musti berbuat untuk mendapatkan prinsip-prinsip ini. Wibawa lebih berharga dari tubuh yang besar. Memang memiliki tubuh yang besar dan kuat adalah modal pribadi dan menjadi kebanggaan tersendiri. Tetapi kalau hanya sekedar memiliki tubuh yang gagah atau fisik yang besar, bila tidak berwibwa, karena karakter yang terpancar melalui kata-kata, perbuatan, dan fikiran, cara berpakaian tidak serasi dan kurang kualitas diri, maka tubuh besar yang ganteng atau cantik tidak ubah seperti patung yang diberi hiasan. Untuk itu, sekali lagi, orang tua perlu menjaga wibawa di depan anak-anak dan anggota keluarga yang lain. Wibawa juga dapat terbentuk melalui keserasian antara kata-kata dan perbuatan. Pribahasa mengatakan “...action speaks louder than words...” maksudnya bahwa perbuatan lebih nyaring bunyinya dari pada kata-kata semata. Kebutuhan bersosial perlu dikembangkan. Sebagai konsekuen bahwa orang tua bertanggungjawab dalam mendidik anak untuk bergaul dengan masyarakat, karena anggota keluarga adalah juga sebagai makhluk sosial yang juga perlu untuk hidup bermasyarakat. Sehingga kalau mereka hidup terpencil dari masyarakat, akan biasa memiliki jiwa yang kerdil. Maka keluarga yang memiliki pergaulan social yang luas akan menjadi keluarga yang cerdas, dan bahagia. Peran orang tua sebagai guru utama bagi anak karena mlalui mereka anak-anak belajar tentang sopan santun (tata karma). Pribahasa yang berbunyi: “...air atap akan jatuh ke tuturan...” bisa berarti bahwa prilaku orang tua bisa jadi akan ditiru oleh anak-anaknya. Kebisaaan bertegur sapa dan tutur bahasa yang ramah tamah, sebagai contoh, bisa ditiru anak dari orang tua nya. Orang tua yang terbiasa membentak anak akan cenderung melahirkan anak yang juga gemar membentak dan menghardik teman atau anggota keluarga yang lain. Pengaruh keluarga memang sangat membekas pada diri anak, seperti yang diungkapkan oleh Dorothy Law di atas. Dari ekspresi berdasarkan perlakuan orang tua terhadap anak tentu ada butir-butir yang harus dihindari dan butir-butir yang perlu untuk dipertahankan. Kebisaaan menebar kecaman, permusuhan, ketakutan, kecemburuan, dan mempermalukan makan orang tua akan memperoleh anak yang juga gemar untuk mengutuk, berkelahi, menjadi penakut, merasa bersalah, dan tidak yakin akan dirinya. Sebaliknya orang tua yang membudayakan sikap toleransi, pujian, penerimaan, pengakuan, kebijaksanaan, kejujuran dan suasana aman makan akan diperoleh anak yang memiliki karakter suka bersabar, menghargai, menyukai dirinya, mempunyai tujuan, menghargai keadilan, menghargai kebenaran dan belajar percaya akan dirinya. Beberapa hal yang perlu diketahui oleh orang tua Ada beberapa hal yang perlu diketahui oleh orang tua dalam hidup ini. Misalnya keluarga yang tidak bahagia cenderung mengeluarkan produk yang tidak bahagia pula. Memang kebahagiaan itu datang dari langit, namun kebahagiaan itu perlu usaha untuk mendapatkanya. Orang bijak mengatakan bahwa orang yang bahagia adalah orang yang kaya hati dan fikirannya. Oleh sebab itu orang tua perlu melatih anggota keluarganya agar kaya hati dan kaya fikiran. Ini diperoleh melalui banyak belajar secara otodidak atau secara terprogram. Disiplin perlu ditegakan dalam keluarga. Melaksanakan disiplin dapat dilakukan melalui kegiatan keluarga. Tiap anggota keluarga perlu punya agenda kehidupan yang meliputi kegiatan belajar, bekerja, beribadah, bersosial, melakukan hobby, dan lain-lain. Ini semua perlu kontrol dalam pelaksanaannya. Yang perlu untuk dihindarkan dalam pelaksaan displin adalah: “...cara-cara memaksa...”. Karena banyak memaksa dapat mematikan kreasi anak. Kemudian orang tua juga perlu untuk membudayakan kegiatan belajar dalam keluarga. Sudah kuno kalau masih ada orang tua yang berpendapat bahwa “…pendidikan adalah tanggung jawab penuh dari sekolah saja…”, karena sekolah bukanlah bengkel yang akan memperbaiki anak yang sudah rusak. Akhir kata bahwa pendidikan yang utama adalah dalam keluarga, sedangkan guru atau sekolah hanya sebagai kelanjuta saja. Catatan: Manurung, M.R dan Manurung, Hetty (1995). Manajemen Keluarga. Bandung: Indonesia Publishing House Pola Asuh Parenting Warga Masyarakat Dayak Bila kita memperhatikan secara cermat tentang pola asuh masyarakat Dayak di Kalimantan Tengah, memang memerlukan sebuah pengkajian yang lebih dalam dengan sebuah penelitian pada suku-suku tertentu agar data yang diperoleh tidak hanya sekedar hasil pengamatan saja. Dalam pola asuh dari hasil pengamatan apakah parenting sudah ada di masyarakat Dayak, tentu jawabnya pasti sudah ada. Namun pola asuh yang bagaimana yang menjadi panutan masyarakat. Ini memerlukan sebuah pengkajian yang lebih mendalam. Parenting Skills Yang Efektif Monday, 09 May 2011 0:01:34 Feel free to ask them here! Urban Mama, Papa tentu sudah tahu apa yang dibutuhkan untuk membuat suatu perubahan dalam perilaku anak. Salah satunya adalah dengan mengubah cara urban Mama Papa berkomunikasi dengan anak dan yang senang mengetahui bahwa urban Mama Papa sedang mencari keterampilan pengasuhan yang efektif. Terlalu banyak orang tua berpikir bahwa perubahan tidak harus datang dari mereka dan bahwa jika anak mereka tidak mengerti ketika mereka memukul atau berteriak padanya, ia memiliki masalah. Dengan memahami bahwa urban Mama Papa memiliki andil besar dalam perilaku anak dan dengan menguasai beberapa Parenting Skill yang efektif adalah langkah penting menuju perubahan besar dalam hubungan urban Mama, Papa dengan anak. Menjadi orang tua yang baik berarti memberi kepada anak-anak kita semua cinta yang kita miliki dan semua nilai-nilai positif untuk membuat mereka menjadi orang yang bertanggung jawab, sensitif, memiliki toleransi, bisa mengekspresikan perasaan mereka, dan dapat menyelesaikan masalah. Kita tidak dapat bereaksi secara impulsif untuk mengajarkan sesuatu kepada anak-anak kita. Itulah sebabnya 5 tips berikut ini dapat membantu untuk mengasah Parenting Skill urban Mama, Papa. • Jadilah teladan bagi anak. Ingat dia meniru urban Mama Papa, dan belajar mengenal dunia orang dewasa melalui perilaku urban Mama Papa sendiri. Jadilah orang dewasa yang urban Mama Papa ingin anak urban Mama Papa menjadi nantinya. • Selalu tetap tenang. Urban Mama Papa tidak mengajarkan apa-apa jika berteriak pada anak. Jangan bereaksi impulsif di depan anak. “…Tahan kemarahan…”. Perasaan marah adalah normal. Luapkan kemarahan di ruangan lain jika perlu. Suara urban Mama Papa tetap lembut tapi dengan nada tegas. Tidak perlu berteriak. • Selalu jelaskan konsekuensi dari perilaku buruk anak. Jelaskan padanya apa yang boleh dan tidak boleh, lalu tanyakan apakah anak sudah mengerti. Hargai perilaku anak yang baik. Seringkali, anak-anak tetap memiliki perilaku buruk karena mereka tidak mengerti bahwa hal itu tidak boleh dilakukan. Ketika anak melakukannya, mereka dapat memilih bagaimana berperilaku dengan mengetahui apa yang akan menjadi konsekuensinya, bagaimana urban Mama Papa akan bereaksi, dan kedisiplinan apa yang diberikan. Ini adalah salah satu Parenting Skill yang paling efektif dalam jangka panjang. Mulailah terapkan dari sekarang. • Dorong anak untuk membangun harga dirinya. Katakan padanya dia mampu melakukan sesuatu, tetapi tunjukan bahwa melakukan kesalahan itu adalah normal. Jangan ajarkan dia untuk mencari kesempurnaan. Perhatikan apa yang dia lakukan, apa yang sulit baginya, dan perhatikan ketika dia sedang berusaha. Jangan memberikan bantuan karena kasihan. Biarkan dia mencoba. • Katakan dan tunjukan cinta tanpa syarat anda untuk anak Anda. Selalu ungkapkan bahwa urban Mama Papa mencintai dia tak peduli apapun. Ada beberapa perilaku anak yang tidak dapat diterima, itu sebabnya urban Mama Papa menghukum mereka, tetapi hukuman tersebut tidak pernah mengurangi cinta kita baginya. Ciumlah dan peluk anak dan katakan, “Mama cinta kamu, Mama mendukung kamu dan menyayangimu”. Ini sangat penting. Tetapi bagaimana jika situasi saya lebih sulit dan perilaku anak saya sudah tidak bisa ditolerir? Ketika sebuah perilaku buruk sudah menjadi kebiasaan bagi anak dan urban Mama Papa tidak memiliki kontrol atau otoritas di atasnya lagi, beberapa panduan efektif harus diterapkan oleh urban Mama Papa sesegera mungkin. Sayangnya dalam situasi seperti itu, urban Mama Papa membutuhkan lebih dari sekedar beberapa tips. Kabar baiknya adalah bahwa seorang terapis dapat menciptakan program Parenting Skill yang sangat efektif yang dapat dengan mudah diterapkan. Urban Mama Papa mungkin ingin mendiskusikannya dengan seorang terapis untuk mencari metode mana yang paling cocok untuk anak. Dengan konsistensi dan keterampilan komunikasi yang tepat, situasi apa pun dapat ditingkatkan, tidak peduli seberapa putus asa tampaknya urban Mama Papa saat ini, ia dapat meyakinkan bahwa semuanya akan menjadi lebih baik. Pengertian Parenting dalam Pendidikan Label: Pendidikan Parenting adalah pekerjaan dan keterampilan orang tua dalam mengasuh anak. Pembahasan mengenai parenting dalam referensi ini, penulis tekankan pada pembahasan pola asuh anak oleh orang tua dalam keluarga dan guru di sekolah. Menurut Chabib Thoha, parenting merupakan suatu cara terbaik yang ditempuh oleh orang tua dalam mendidik anak sebagai perwujudan dari rasa tanggung jawab kepada anak. Sedangkan menurut M. Shohib, pola asuh adalah upaya orang tua yang diaktualisasikan pada penataan lingkungan sosial, lingkungan budaya, suasana psikologis serta perilaku yang ditampilkan pada saat terjadinya pertemuan dengan anak-anak. Pengertian pola asuh di sini identik dengan pengertian pendidikan yang dikemukakan oleh Mustofa al-Ghulayani: Pendidikan (Tarbiyah) adalah menanamkan akhlak (budi pekerti) yang utama di dalam jiwa siswa, menyiramnya dengan air petunjuk dan nasihat, sehingga tertanam kuat dalam jiwa dan membuahkan keutamaan, kebaikan dan suka beramal untuk kemanfaatan tanah air. Menurut Henry Clay Lindgren menyebutkan bahwa: “…The family, not the school, provides the first educational experiences begining in infancy, with the attempt to guide and direct the child-to train him….” “Keluarga bukan sekolah, memberikan pengalaman-pengalaman pendidikan yang pertama mulai pada masa pertumbuhan dengan usaha-usaha untuk membimbing dan mengarahkan anak serta melatihnya” Ratna Megawangi menjelaskan bahwa parenting itu, merujuk pada suasana kegiatan belajar mengajar yang menekankan kehangatan bukan ke arah suatu pendidikan satu arah atau tanpa emosi. Dengan demikian, parenting adalah bagaimana cara mendidik orang tua terhadap anak baik secara langsung maupun tidak langsung. Parenting menyangkut semua perilaku orang tua sehari-hari baik yang berhubungan langsung dengan anak maupun tidak, yang dapat ditangkap maupun dilihat oleh anak-anaknya, dengan harapan apa yang diberikan kepada anak (pengasuhan) akan berdampak positif bagi kehidupannya terutama bagi agama, diri, bangsa, dan juga negaranya. Tugas utama mencerdaskan anak tetaplah ada pada orang tua meskipun anak telah dimasukkan ke sekolah agama. Peran orang tua dalam mendidik dan mengasuh anak sangatlah penting dalam mengembangkan potensi anak. Proses penanaman aqidah berada di tangan orang tua karena dalam hal ini keluarga diberi kepercayaan oleh Allah untuk mendidik dan mengasuh anak-anak mereka. Manusia dikatakan sebagai makhluk psycho-physics neutral, yaitu makhluk yang memiliki kemandirian (self ensteem) jasmaniah dan rohaniah. Di dalam kemandirannya itu, manusia mempunyai potensi dasar atau kemampuan dasar yang merupakan benih yang dapat tumbuh dan berkembang. Pertumbuhan dan perkembangan itu memerlukan pendidikan dan bimbingan. Pada usia kanak-kanak, mereka belum mempunyai pemahaman dalam melaksanakan ajaran agama Islam, akan tetapi di sinilah peran orang tua dalam memperkenalkan dan membiasakan anak sebagai upaya untuk menggali potensi mereka. Potensi tersebut khususnya potensi keagamaan. Sifat agama pada anak mengikuti pola ideas concept on authority, artinya konsep keagamaan pada diri mereka dipengaruhi oleh faktor luar diri mereka. Oleh karena itu, orang tua sebaiknya lebih cerdas dalam hal mengasuh anak-anaknya mengingat secara psikologi, masa kanak-kanak adalah masa-masa yang potensial dalam perkembangannya. Selain manusia sebagai makhluk psycho-physics neutral, juga sebagai makhluk homo-socius, yaitu berwatak dan berkemampuan dasar atau yang memiliki garizah (insting) untuk hidup di masyarakat. Selain sebagai makhluk individu, manusia juga merupakan makhluk sosial yang mempunyai kebutuhan untuk berinteraksi dengan kelompoknya, berinteraksi dengan lingkungannya. Dalam berinteraksi dengan lingkungannya ada kecenderungan pengaruh-pengaruh yang masuk dalam diri pribadi baik dalam hal tingkah laku, gaya bicara, maupun pola hidup. Sehingga jika seorang anak sudah mulai berinteraksi dengan dunia luar, maka pengawasan orang tua dalam hal ini sangat bermanfaat bagi anak di masa pertumbuhan dan perkembangannya. Manusia punya kecenderungan untuk bergaul dan bersosialisasi dengan dunia luar. Pada masa kanak-kanak, mereka masih memerlukan bimbingan dari orang tua agar dalam bergaul mereka tetap pada akhlak Islami atau agama tertentu. Oleh karena itu, orang tua harus memberikan bimbingan dan teladan baik di rumah maupun di luar rumah. Pengertian/Definisi Budaya Lokal | Menurut J.W. Ajawaila bahwa: Budaya Lokal adalah budaya asli dari suatu kelompok masyarakat tertentu yang juga menjadi ciri khas budaya sebuah kelompok masyarakat local itu sendiri. Tapi, tidak mudah untuk merumuskan atau mendefinisikan konsep budaya lokal. Menurut Irwan Abdullah, definisi kebudayaan hampir selalu terikat pada batas-batas fisik dan geografis yang jelas. Misalnya, budaya Jawa yang merujuk pada suatu tradisi yang berkembang di Pulau Jawa. Demikian juga budaya orang Dayak, adalah sebuah tradisi bagi masyarakat Dayak di kalimantan. Oleh karena itu, batas geografis telah dijadikan landasan untuk merumuskan definisi suatu kebudayaan lokal. Namun, dalam proses perubahan sosial budaya telah muncul kecenderungan mencairnya batas-batas fisik suatu kebudayaan. Hal itu dipengaruhi oleh faktor percepatan migrasi dan penyebaran media komunikasi secara global sehingga tidak ada budaya local suatu kelompok masyarakat yang masih sedemikian asli. Menurut Hildred Geertz (2001) dalam bukunya Aneka Budaya dan Komunitas di Indonesia, di Indonesia saat ini terdapat lebih 300 dari suku bangsa yang berbicara dalam 250 bahasa yang berbeda dan memiliki karakteristik budaya lokal yang berbeda pula. Inventarisasi dan Pengkajian Kearifan Lokal Tidak semua kearifan lokal yang terdapat dalam budaya lokal telah diketahui masyarakat. Oleh karena itu, dalam pembangunan masyarakat berbasis kearifan lokal perlu dilakukan inventarisasi, dokumentasi, dan pengkajian terhadap budaya lokal untuk menemukan kearifan lokal. Sebagai contoh melalui pengkajian terhadap cerita rakyat dapat ditemukan kearifan lokal yang relevan untuk membangun masyarakat, seperti: sikap-sikap anti kejahatan, suka menolong, dan giat membangun (Nasirun, Cikal Bakal Desa Tanggungsari); nilai-nilai patriotisme dan memperjuangkan nasib rakyat dalam nilai-nilai kepemimpinan yang bertanggung jawab dan menepati janji; nilai kepemimpinan (gubernur/bupati/walikota) yang peduli pada daerah dan rakyatnya; nilai demokrasi dengan cara pemilihan kepala desa yang demokratis dan transparan, nilai kejujuran, keikhlasan, dan tanpa pamrih. Selanjutnya, kearifan lokal yang relevan dengan pembangunan masyarakat yang perlu disosialisasikan dan diinternalisasikan kepada masyarakat termasuk masyarakat Dayak di Kalimantan Tengah. Dalam pengkajian kearifan lokal ini sering dimunculkan dalam janji-janji calon pemimpin daerah, saat merangkul perhatian masyarakat. Namun adakalanya janji saat itu tidak terwujud dengan berbagai alasan. Sehingga membuat cederanya kearifan lokal terhadap daerah itu sendiri. Pengertian Kebudayaan Lokal Pengertian dan Definisi Kebudayaan Lokal - Budaya lokal adalah nilai-nilai lokal hasil budi daya masyarakat suatu daerah yang terbentuk secara alamiah dan diperoleh melalui proses belajar dari waktu ke waktu. Budaya lokal dapat berupa hasil seni, tradisi, pola pikir, atau hukum adat. Upaya-upaya Membangun Masyarakat Berbasis Kearifan Lokal Upaya membangun masyarakat berbasis kearifan lokal, tentu harus ada pula tuluk ukur untuk melihat tercapainya kondisi rencana pembangunan ini, yaitu: 4.1. Terpeliharanya eksistensi agama atau ajaran-ajaran yang ada dalam masyarakat; 4.2.Terpelihara dan terjaminnya keamanan, ketertiban, dan keselamatan; 4.3.Tegaknya kebebasan berpikir yang jernih dan sehat; 4.4.Terbangunnya eksistensi kekeluargaan yang tenang dan tenteram dengan penuh toleransi dan tenggang rasa; 4.5.Terbangunnya kondisi daerah yang demokratis, santun, beradab serta bermoral tinggi; 4.6.Terbangunnya profesionalisme aparatur yang tinggi untuk mewujudkan tata pemerintahan yang baik, bersih berwibawa dan bertanggung jawab yang mampu mendukung pembangunan daerah. Pencapaian visi pembangunan itu antara lain ditempuh melalui misi mewujudkan pengamalan nilai-nilai agama dan kearifan lokal. Dalam misi itu dijelaskan bahwa “masyarakat yang memiliki basis agama dan nilai-nilai budaya yang kuat membentuk manusia yang beriman, bertaqwa kepada Tuhan, berakhlak mulia, bermoral, beretika berdasarkan Pancasila, yang akhirnya mampu berpikir, bersikap, dan bertindak sebagai manusia yang tangguh, kompetitif, berbudi luhur, bertoleransi, bergotong-royong, berjiwa patriotik, menjunjung nilai-nilai luhur budaya bangsa, mengedepankan kearifan lokal, dan selalu berkembang secara dinamis”. Persoalannya adalah bagaimana mengimplementasikan kearifan lokal untuk membangun dalam masyarakat di Kalimantan Tengah? Walaupun kearifan lokal terdapat dalam kebudayaan lokal, yang dijiwai oleh masyarakatnya (KalTeng), namun sejalan dengan menurut: Smiers, (2008; 383) bahwa:”...perubahan sosial kultural yang demikian cepat kebudayaan lokal yang menyimpan kearifan lokal sebagaimana sinyalemen para ahli sebagian telah tergerus oleh kebudayaan global...”. Oleh karena itu, perlu ada revitalisasi budaya lokal (kearifan lokal) yang relevan untuk membangun masyarakat. Untuk merevitalisasi budaya lokal diperlukan adanya strategi politik kebudayaan dan rekayasa sosial dengan pembuatan dan implementasi kebijakan yang jelas. Salah satu di antaranya adalah adanya peraturan daerah tentang pelestarian, pengembangan, dan pemanfaatan budaya lokal yang dapat menjadi payung hukum dalam perencanaan dan pelaksanaan kegiatan-kegiatan budaya oleh dinas-dinas atau lembaga-lembaga terkait. Pengetahuan Budaya sebagai Muatan Lokal Sosialisasi dan internalisasi kearifan lokal termasuk pola pengasuhan anak bagi masyarakat Dayak untuk membangun masyarakat dapat dilakukan melalui jalur pendidikan formal dalam bentuk muatan lokal. Dan jalur non formal melalui berbagai kegitan kursus dan latihan. Namun demikian, gagasan untuk memberikan muatan lokal yang berupa pengetahuan budaya (di dalamnya terdapat kearifan lokal di kalangan masyarakat Dayak) dalam pendidikan umum dalam kenyataannya menghadapi kendala yang berkaitan dengan kurikulum dan tenaga pengajarnya. Untuk mengatasi permasalahan ini baik dalam penyediaan bahan pelajaran maupun tenaga pengajarnya dapat diupayakan dan dilegalkan dengan penggunaan tenaga-tenaga non guru dalam masyarakat yang mempunyai keahlian-keahlian yang khas mengenai berbagai aspek kehidupan yang khas di Kalimantan Tengah. Pengetahuan budaya lokal dapat dipilah ke dalam pengetahuan dan keterampilan bahasa serta pengetahuan dan keterampilan seni. Selain itu menurut dapat Ede Sedyawati, (2007:5) bahwa:”...ditambahkan pengetahuan tentang adat-istiadat / sistem budaya (cultural system) yang tidak bertentangan dengan nilai-nilai budaya nasional, khususnya tentang kearifan lokal yang relevan dengan pembangunan masyarakat Dayak...”. Untuk meningkatkan budaya lokal peran pendidikan luar sekolah (PLS) seperti: adanya lembaga kursus dan kesenian, padepokan, agar mendapatkan pembinaan yang tujuannya memberikan ruang dan gerak pada masyarakat dalam berbagai keterampilan yang ada di masyarakat ”tempoe doeloe” maupun yang sekarang, yang sedang dirancang bangun dan rekayasa guna mengenalkan budaya lokal, apakah untuk pariwisata ataukah hal-hal yang lainnya. Seperti dalam hal kegiatan sosialisasi dan publikasi parenting di masyarakat Dayak saat ini. Festival Budaya Lokal Unsur-unsur budaya lokal dalam hal parenting yang berpotensi untuk membangun masyarakat Dayak yang dapat dipergelarkan dalam bentuk festival budaya dalam berbagai kegiatan ini. Termasuk budaya lokal dalam pembinaan pola pengasuhan (parenting) di masyarakat Dayak. Sebagai contoh festival seni tradisi, upacara tradisi, dan permainan tradisional anak-anak dapat dijadikan sebagai wahana untuk membangun kesadaran pluralisme, membangun integrasi sosial dalam masyarakat, dan tumbuhnya multikulturalisme. Langkah-langkah strategis sebagaimana telah diuraikan di atas diharapkan akan membentuk suatu kesadaran kultural menurut: Kartodirdjo, (1994) bahwa:”…pada gilirannya akan membentuk ketahanan kultural pada masyarakat Dayak di Kalimantan Tengah. Kesadaran dan ketahanan kultural menjadi pilar yang sangat kuat untuk membangun masyarakat yang berbasis kearifan lokal di bumi Tambun Bungai…”. DAFTAR PUSTAKA Ajawaila, J.W., (2002). Pengertian/Definisi Budaya Lokal , Artikel Berns, 1997. Pengasuhan anak merupakan sebuah proses interaksi yang berlangsung terus-menerus, Artikel. Brooks, 2001. Mengarahkan kehidupan baru anak dalam setiap tahapan perkembangannya, Artikel. Darlan, H.M. Norsanie, 2010. Pendidikan Karakter Dalam Pengembangan Perangkat Pembelajaran, Diklat Kompetensi profesi guru, Tamiang Layang. ------------, 2011. Pendidikan Non Formal pada Program Studi Pendidikan Guru PAUD, Seminar di PG-PAUD FKIP Unpar, Palangka Raya. ------------, 2012. Pembangunan daerah berbasis kearifan lokal (Huma Betang), Makalah Seminar Nasional, DPR RI, Jakarta. ------------, 2015. Sekelumut Parenting Dalam Budaya Lokal, Dinas Pendidikan Provinsi Kalteng, Palangka Raya. Hoghughi, 2004. Pengasuhan mencakup beragam aktifitas Pelayanan, artikel Hughoghi, 2004). Membantu mengajarkan anak akan tanggung jawab sosial yang harus diembannya, artikel. Geertz , Hildred, 2001. Aneka Budaya dan Komunitas di Indonesia, Kanisius, Yogyakarta. ICN 1992 dalam Engel et al., 1997.Kemampuan suatu keluarga/ rumah tangga Jerome Kagan (2009). Psikolog perkembangan mendefinisikan pengasuhan (parenting) sebagai serangkaian keputusan tentang sosialisasi pada anak, Artikel. Jawi, Rumi, 2010, Pengertian Sekelumit dalam Bahasa Melayu, Kamus Bahasa Belayu, Kuala Lumpur. Kartodirdjo, Sartono. 1994. Kebudayaan Pembangunan Masyarakat dalam Perspektif Sejarah. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. Megawangi, 1999. Filosofis, pendekatan structural fungsional bersumber dari filsafat platonic yang mengakui kebenaran adanya pembagian tugas. Manurung, M.R dan Manurung, Hetty, 1995. Manajemen Keluarga. Indonesia Publishing House, Bandung: Marjohan, 2013. Pendidikan dan Parenting Dalam Keluarga, Artikel. Okvina, 2009. Konsep Pengasuhan (Parenting), Merupakan konsep Dalam Keluarga, Jurnal, Jakarta. Saputra, Riko Septyan Nor, (2013). Pentingkah Untuk Dipelajari, Artikel, Jakarta. Sedyawati, Edi. 2007. Keindonesiaan dalam Budaya: Buku 1 Kebutuhan Membangun Bangsa yang Kuat: Wedatama Widya Sastra, Jakarta. SNS, Riko, 2009. Pentingkah Untuk Dipelajari, Artikel, Internet. Smiers, Joost. 2009. Arts under Pressure, Memperjuangkan Keanekaragaman Budaya di Era Globalisasi. Terjemahan Umi Haryati, Insistpress, Yogyakarta. William F. Ogburn dan Talcott Parson pada awal abad ke-20, tentang Teori Sturuktural Fungsional Dalam Pengasuhan Anak, Artikel. Penulis: Prof. Dr. H.M. Norsanie Darlan, MS PH. Guru Besar S-1 dan S-2 PLS/PNF Universitas Palangka Raya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar