Minggu, 28 Mei 2017

PENDIDIKAN KEWIRAUSAHAAN PEMUDA SEBAGAI PELOPOR PEMBANGUNAN EKONOMI BANGSA

Palangka Raya, 15 Agustus 2016. Oleh : H.M.Norsanie Darlan Pendahuluan Dalam tulisan ini, penulis akan menguraikan sebagai bekal dalam berbagai hal yaitu: Pendahuluan, Kewirausahaan, Berbagai Pendapat Ahli, arti pendidikan, Arti Melatih diri, Arti Berwirausaha, arti Pemuda, arti pemuda Pelopor, arti ekonomi, 3 Tantangan Generasi Muda, Tantangan masuk sekolah, Tantangan masuk Perguruan Tinggi, Tantangan masuk lapangan kerja, Pendidikan dll. Untuk lebih jelasnya hal-hal di atas, akan di uraikan secara rinci sebagai berikut: Berbagai Pendapat Ahli Arti Penddikan; adalah dapat kita telusuri dari kata pembentukan. Pendidikan adalah kata didik yang mendapat imbuhan ‘pe’ dan ‘an’. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, didik memiliki arti ‘memelihara dan memberi latihan mengenai akhlak dan kecerda-san. Sedangkan pengertian pendidikan sendiri adalah proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan. Jadi dalam hal ini pengertian pendidikan adalah proses atau perbuatan mendidik. Arti Melatih diri; menurut: Norsanie Darlan, (2011) adalah :”...membiasakan seseorang untuk bertindak kreatif untuk kepentingan tidak hanya bagi dirinya sendiri, tapi juga untuk orang lain...”. dengan demikian melatih diri bagi pemuda pelopor sungguh dinantikan. Sehingga pemuda pelopor siap menjalankan kepeloporannya di mana ia Arti Berwirausaha; Bila kita ingin mengetahui apa arti berwiraswasta ia merupakan suatu perbuatan dalam mempersiapkan diri untuk masa kini dan masa datang. Apakah untuk diri pemuda pelopor itu sediri ataukah buat orang lain. Berwiraswasta tentu saja melatih diri untuk kecamapan hidupnya. Sehingga tidak ada merasa ketergatungan pada orang lain. Arti Pemuda Pemuda menurut Abdul Gafur (1980) adalah:”... seseorang yang mempersiapkan dirinya untuk maju kebih dahulu ke depan dalam berbagai hal...”. demikian juga pemuda pelopor pedesaan yang maksudnya seorang pemuda yang berjiwa kesatria dalam membantu pempelopori sesuatu pekerjaan atau program guna kemajuan desa di mana yang bersangkutan bertugas. Tujuannya tidak lain adalah membangun desa dan masyarakat demi kemajuan bangsa dan negara. Arti Pelopor Sedangkan apa itu arti pelopor menurut Hasan Alwy (2000;846) dan Norsanie Darlan (20012) adalah:”...(1) yang berjalan terdahulu; yang berjalan di depan perarahakan dan sebagainya; (2) perintis jalan; pembuka jalan; pionir; dia dipandang orang sebagai yang yang paling terdepan dalam gerak pembaharuan (tanpa memperhitungkan resiko yang akan dialami)...”. Dengan demikian pelopor tidak lain adalah orang yang berani mengambil resiko dalam berbuat mendahului pekerjaan orang lain, demi kepentingan pembangunan bangsa dan negara. Arti Ekonomi Apa sebenarnya arti dari ekonomi itu, menurut Bapak Ekonomi yaitu Adam Smith (1723 - 1790) dalam bukunya An Inquiry into the Nature and Causes of the Wealth of Nation, biasa disingkat The Wealth of Nation, yang diterbitkan pada tahun 1776 adalah”...Ilmu ekonomi Bahan kajian yang mempelajari upaya manusia memenuhi kebutuhan hidup di masyarakat dalam meningkatkan kesejahteraan...”. bahwa ilmu ini, sebuah kajian yang sudah cukup lama dipelajari para ahli dibidangnya, yang tersebar di berbagai belahan dunia. Namun masih banyak digunakan dalam kajian-kajian yang sangat mendalam. Secara realita ada ekonomi makro dan ada pula yang disebut ekonomi mekro. Untuk Ekonomi makro atau makro ekonomi adalah studi tentang ekonomi secara keseluruhan. makro ekonomi menjelaskan perubahan ekonomi yang mempengaruhi banyak rumah tangga (household), perusahaan, dan pasar. Kemiskinan adalah keadaan dimana terjadi kekurangan hal-hal yang biasa untuk dipunyai seperti makanan, pakaian, tempat berlindung dan air minum, hal-hal ini berhubungan erat dengan kualitas hidup. Kemiskinan kadang juga berarti tidak adanya akses terhadap pendidikan dan pekerjaan yang mampu mengatasi masalah kemiskinan dan mendapatkan kehormatan yang layak sebagai warga negara. Kemiskinan merupakan masalah global. Sebagian orang memahami istilah ini secara subyektif dan komparatif, sementara yang lainnya melihatnya dari segi moral dan evaluatif, dan yang lainnya lagi memahaminya dari sudut ilmiah yang telah mapan. Istilah “negara berkembang” biasanya digunakan untuk merujuk kepada negara-negara yang “miskin”. Di negeri kita juga terjadi pengangguran atau tuna karya adalah istilah untuk orang yang tidak bekerja sama sekali, sedang mencari kerja, bekerja kurang dari dua hari selama seminggu, atau seseorang yang sedang berusaha mendapatkan pekerjaan yang layak. Pengangguran umumnya disebabkan karena jumlah angkatan kerja atau para pencari kerja tidak sebanding dengan jumlah lapangan kerja yang ada yang mampu menyerapnya. Pengangguran seringkali menjadi masalah dalam perekonomian karena dengan adanya pengangguran, produktivitas dan pendapatan masyarakat akan berkurang sehingga dapat menyebabkan timbulnya kemiskinan dan masalah-masalah sosial lainnya. Sedangkan apa yang disebut dengan Ilmu ekonomi mikro (sering juga ditulis mikroekonomi) adalah cabang dari ilmu ekonomi yang mempelajari perilaku konsumen dan perusahaan serta penentuan harga-harga pasar dan kuantitas faktor input, barang, dan jasa yang diperjualbelikan. Ekonomi mikro meneliti bagaimana berbagai keputusan dan perilaku tersebut memengaruhi penawaran dan permintaan atas barang dan jasa, yang akan menentukan harga; dan bagaimana harga, pada gilirannya, menentukan penawaran dan permintaan barang dan jasa selanjutnya.[1][2] Individu yang melakukan kombinasi konsumsi atau produksi secara optimal, bersama-sama individu lainnya di pasar, akan membentuk suatu keseimbangan dalam skala makro; dengan asumsi bahwa semua hal lain tetap sama (ceteris paribus). Arti Pembangunan Membangun menurut Admin (2012) adalah:”...suatu pondasi dari setiap hubungan kegiatan bisnis, suatu kepercayaan diri...”. dengandemikian membangun dalam hal upaya untuk jadi berdaya dalam pembangun diri sebagai pemuda pelopor pembanguan bangsa. Arti Pedesaan Arti Pengertian dan Definisi Pedesaan/Desa Terbelakang, Desa Sedang Berkembang, dan Desa Maju. Untuk lebih jelasnya ke 3 hal ini, mari kita lihat satu persatu sebagai berikut: 1.Desa Terbelakang atau Desa Swadaya Desa terbelakang adalah desa yang kekurangan sumber daya manusia atau tenaga kerja dan juga kekurangan dana sehingga tidak mampu memanfaatkan potensi yang ada di desanya. Biasanya desa terbelakang berada di wilayah yang terpencil jauh dari kota, taraf berkehidupan miskin dan tradisional serta tidak memiliki sarana dan prasaranan penunjang yang mencukupi. 2.Desa Sedang Berkembang atau Desa Swakarsa Desa sedang berkembang adalah desa yang mulai menggunakan dan memanfaatkan potensi fisik dan nonfisik yang dimilikinya tetapi masih kekurangan sumber keuangan atau dana. Desa swakarsa belum banyak memiliki sarana dan prasarana desa yang biasanya terletak di daerah peralihan desa terpencil dan kota. Masyarakat pedesaan swakarsa masih sedikit yang berpendidikan tinggi dan tidak bermata pencaharian utama sebagai petani di pertanian saja serta banyak mengerjakan sesuatu secara gotong royong. 3.Desa Maju atau Desa Swasembada Desa maju adalah desa yang berkecukupan dalam hal sdm / sumber daya manusia dan juga dalam hal dana modal sehingga sudah dapat memanfaatkan dan menggunakan segala potensi fisik dan non fisik desa secara maksimal. Kehidupan desa swasembada sudah mirip kota yang modern dengan pekerjaan mata pencarian yang beraneka ragam serta sarana dan prasarana yang cukup lengkap untuk menunjang kehidupan masyarakat pedesaan maju. 3 Tantangan Generasi Muda Menurut Darlan (2011) bahwa ada 3 (tiga) tantangan yang dihadapi para pemuda generasi muda dewasa ini, yang ternyata tidak sebatas pada kaum muda saja yang merasakannya. Tapi orang tuapun juga merasakan hal itu. Ke 3 hal tersebut di atas adalah: 1.Tantangan masuk sekolah; 2.Tantangan masuk Perguruan Tinggi; dan 3.Tantangan masuk lapangan kerja. Untuk lebih jelasnya ke 3 hal di atas, secara sederhana akan diuraikan satu persatu sebagai berikut: Tantangan masuk sekolah Sejak akhir tahun 70-an sudah melaui bermunculan satu-persatu di daerah yang menginformasikan bahwa tahun demi tahun anak usia sekolah dirasakan untuk masuk sekolah apakah sekolah dasar ataukah SLTP mapun SLTA ternyata jumlah kursi tidak sebanding dengan jumlah anak yang mau masuk sekolah. Hal ini pasti jauh berbeda. Dengan kata lain daya tampung sekolah mulai kurang. Sementara penambahan setiap tahun sepertinya tetap tidak terbendung. Sekolah-sekolah swasta dengan tampil seadanya pun di daerah tertentu, juga dengan sangat banyak masih ada yang tak tertampung. Ini sebuah akibat ledakan penduduk masa lalu. Dalam istilah lain adalah, “Sejak lama di negeri ini”, masuk sekolah ”para calon murid” sudah mendapatkan tantangan yang terkadang di perkotaan terdapat komentar masyarakat ”siapa berduit, ialah yang bakal dapat” dalam meraih pendidikan anaknya yang lebih baik dan kualitasnyapun tidak diragukan. Namun kita sama maklumi bersama bahwa masyarakat pemukimannya tidak menumpuk di perkotaan. Melainkan mereka sebagian besar penduduk negeri ini, bertempat tinggal di pedesaan. Kita sama maklumi tidak seluruh desa terlebih masa lalu terdapat sekolah dasar. Sehingga tidak menutup kemungkinan ada warga masyarakat kita yang karena sesuatu dan lain hal selama hidupnya, tidak sempat mengenyam atau menikmati dunia pendidikan formal. Atau bersekolah. Fasilitas pendidikan di atas tidak saja untuk sekolah dasar. Padahal wajib belajar kita tidak lagi Wajar 6 tahun. Tapi sudah bergeser ke 9 – 12 tahun. Sementara gedung SMP dan SLTA belum juga tersedia hingga anak mau belajar ke SMP dan SLTA terkendala. Hal ini menuntut agar kita dapat memikirkan bersama masalah tersebut. Karena kesempatan pendidikan yang ada di negeri kita disebabkan fasilitas pndidikan yang masih dirasakan kurang. Dipihak lain menurut M. Saad Arfani (2011) ia mengungkapkan bahwa: ”...jauhnya sekolah jadi penyebab anak-anak pedesaan tak melanjutkan pendidikan...”. kalimat di depan sungguh di temukan di mana-mana baik di daerah kita maupun di daerah lain. Hal seperti di atas, tidak saja dirasakan di pedesaan. Tapi di perkotaan sekalipun penduduk kita yang fasilitas pendidikan sudah dianggap mendekati cukup, namun masih ditemukan penduduk kota yang belum berkesempatan mecicipi pendidikan formal. Sehingga pemulis berasumsi tidak tuntas pendidikan ini, kalau hanya dipikirkan dan di fasilitas Cuma pada pendidikan formal. Peran pendidikan non formal, ternyata sangat penting, namun karena ketidak mengertian,ketidak fahaman mereka yang didudukkan pada bidang pendidikan non formal. Maka hal-hal di atas, tidak bisa dituntaskan. Alasan yang penulis asumsikan adalah mereka yang ditempatkan pada Subdin/Bidang pendidikan non formal masih tidak profesional. Penempatan sarjana “...atau tenaga yang bukan ahlinya, tunggu kehancurannya...”. Tantangan Pemuda masuk Perguruan Tinggi Kalau kita melihat mulai munculnya istilah: “UMPTN” yang kepanjangannya adalah Ujian masuk perguruan tinggi negeri ini, digulir juga sejak tahun 80-an juga. Yang terkadang anak lulusan SLTA yang mau masuk perguruan tinggi tujuan Bandung, ternyata tes-nya lulus di Palangka Raya. Kenapa demikian seperti uraian ini masyarakat turut berpartisipasi menyelenggarakan pendidikan tinggi. Ternyata perguruan tinggi swasata tidak masuk UMPTN sehingga dengan tidak diperkirakan sebelumnya ia harus kuliah di Unpar-Universitas Palangka Raya. Karena di kota Bandung juga ada perguruan tinggi diberi nama Unpar. Tapi punya yayasan swasta. Dengan seleksi yang relatif ketat disertai beratnya persaingan, 1 berbanding 15 maka tidak menutup kemungkinan calon mahasiswa yang kapasitasnya bila dibawah standar dengan sangat menyesal terpaksa harus tidak lulus pada jurusan/program studi pilihannya. Karena dengan system seleksi sekarang calon dari sumatera utara, Aceh, Papua, Sulawesi dan berbagai provinsi di Jawa dengan mudah lulus di Unpar. Sementara putra daerah, hanya gigit jari. Karena ada dugaan standar pendidikan yang ada di provinsi kita relatif rendah. Mudah-mudahan mulai terjadi perbaikan masa sekarang dan masa datang. Sehingga standar kita sama dengan kawasan yang lebih maju. Kita sama maklumi bahwa dalam 20 tahun terakhir, sudah dirasakan di tanah air kita bahwa tes masuk perguruan tinggi negeri sungguh dirasakan betapa sulitnya. Namun seleksi ini, semakin tahun semakin tambah berat. Sehingga upaya memberikan berbagai pendidikan luar sekolah atau pendidikan non formal pada lembaga kursus pada bidangnya oleh orang tua kepada anaknya sungguh memberatkan biaya. Terlebih biaya yang diperlukan. Ada kalanya sang anak kurang perhatian, tapi orang tuanya justru sibuk mendaftar anak untuk kursus itu dan ini, dengan tujuan bahwa anaknya berhasil lulus dalam seleksi masuk perguruan tinggi. Tantangan masuk lapangan kerja Kaum generasi muda dewasa ini menghadapi masa sulit, sebagai akibat ledakan pendudukan di negeri kita masa lalu sangat tinggi. Hal itu memberikan efek negatif kepada generasi mncari kerja dimasa sekarang. Selain hal di atas, bergulirnya era reformasi, yang selama ini, kurang mendukung terhadap kebijakan masa lalu. Ebagai contoh yang sdr boleh perhatikan. Kebijakan masa lampau, dinas pendidikan yang doeloe disebut Kantor Wilayah Pendidikan. Kepala Katornya paslu lulusan ”alumnus” IKIP atau FKIP. Dewasa ini ternyata dapat diduduki oleh bukan kesarjaan itu. Sehingga pastilah ada bagai perahu layar putus kemudi. Contoh lain dengan kebebasan dewasa ini, bisa terjadi juga kepala Rumah Sakit dipimpin oleh bukan dokter. Kepala Kejaksaan bisa dipimpin oleh orang yang bukan Sarjana Hukum. Jika hal itu terjadi, apa yang bakal terjadi. Ini sebagai bukti derasnya arus reformasi. Sekarang bagaimana dengan tantangan pada sarjana sekarang. Ada dugaan kemudahan yang muncul dari pihak penentu kebijakan, seperti: penerimaan calon pegawai negeri diusulannya sangat tidak sesuai dengan tenaga kerja pada bidang-bidang yang ada di instansi yang di pimpinnya. Karena ada indikasi untuk menolong keluarga terdekat. Sehingga setelah ia masuk, apa yang harus ia kerjakan. Karena KKN-nya sudah bisa dimunculkan. Pemuda Pelopor Punya Kelebihan Dalam bertugas melaksanakan tugasnya sebagai pemuda harus punya program inovasi, karena sebagai seorang pemuda terlatih yang tentunya di tempat tugasnya dalam berkarya, tentu tidak boleh sama dengan kebanyakan orang. Kalau seorang pemuda yang terkadang hanya beberapa orang berpendidikan di dewsa, maka seorang sarjana baru yang bertugas ini harus punya kelebihan dari kebanyakan orang. Seorang pemuda masuk desa harus punya kesan tersendiri dari masyarakat. Pengembangan usaha yang cukup signifikan juga dirasakan Henky Eko Sriyantono, pemilik Bakso Malang Kota Cak Eko, yang menjadi pemenang Wirausaha Mandiri 2008 kategori pascasarjana dan alumni bidang usaha boga. Sebelumnya ia baru mempunyai 80 gerai. Saat ini berkembang menjadi 135 gerai. Karyawan pun menjadi 500-an orang dari sebelumnya sekitar 300. Omzet pun rata-rata naik 20 persen per tahun. “Branding usaha juga menjadi lebih dikenal masyarakat,” ujar Cak Eko. Sumber : Booklet Tempo. Para tokoh nasional kita dalam berbagai event memberikan berbagai konsep kewiraswastaan diantaranya seperti: ". Kala itu, Ciputra mencontohkan Singapura memiliki wirausahawan sekitar 7,2 persen Ciputra, Fransiskus Saverius, Herdiman (2011) adalah:"…Suatu bangsa akan maju bila memiliki jumlah entrepreneur (wirausahawan) minimal 2 persen dari total jumlah penduduk…, dan Amerika Serikat memiliki 2,14 persen entrepreneur. Bagaimana dengan Indonesia? Kalau kita memperhatikan terihadap manusia kita 220 juta lebih penduduk, Indonesia hanya memiliki sekitar 400.000 pelaku usaha mandiri, atau sekitar 0,18 persen wirausahawan dari jumlah penduduknya. Hal ini tentu memrihatinkan. Padahal, menurut pendiri University of Ciputra Entrepeneurship Center (UCEC) ini, potensi Indonesia terbilang besar. Indonesia memiliki kekayaan alam melimpah siap diolah. Indonesia termasuk dalam ranking 10 besar penghasil tembaga, emas, natural gas, nikel, karet, dan batubara. Dan, masih banyak lagi keunggulan komparatif yang kita miliki. Karena itu, jika menyedikan stok enterpreneur yang cukup dan potensial, Indonesia bisa menjadi pemain internasional yang handal. Peraih penghargaan Kewirausahaan Sosial (Social Entrepreneurship) Ernst and Young Entrepreneur tahun 2006 bernama: Bambang Ismawan mengatakan:”... wirausahawan muda di Indonesia mulai bangkit...”. Hal itu dapat dilihat dari minat dan pelaku wirausaha muda yang semakin bertumbuh. Namun dibandingkan jumlah penduduk, jumlah entrepreneur muda yang kita miliki memang masih sangat kurang. Rendahnya minat dan pertumbuhan wirausahawan muda, menurut: Bambang (2006), Wiswawa (2011) adalah:”... terutama disebabkan oleh minimnya dorongan lingkungan keluarga sang anak. Orang tua lebih banyak mengharapkan anaknya bekerja sebagai pegawai negeri atau pegawai kantor. Pasalnya, pekerjaan seperti itu dinilai memiliki risiko kecil dibandingkan menjadi pengusaha. "Orang tua menginginkan anak mereka mendapatkan gaji tetap setiap bulan, daripada harus menunggu keuntungan yang memakan waktu lama...". Harapan orang tua ini didukung pula oleh lesunya sektor kewirausahaan dalam negeri. Sektor ini dinilai memiliki risiko tinggi, sementara itu kurang menjanjikan penghidupan yang layak. Karena itu, orang tua petani rela mengeluarkan biaya tinggi untuk menyekolahkan anaknya agar mereka tidak kembali kepada pertanian. Bambang mencontohkan, tamatan Institut Pertanian Bogor (IPB) lebih banyak menjadi wartawan atau pegawai, daripada menjadi petani. Selain pengaruh lingkungan dalam keluarga, kata Bambang, rendahnya minat kaum muda terjun dalam bidang wirausaha, juga disebabkan oleh arah dan sistem pendidikan yang kurang mendukung. Pendidikan malah tampil sebagai alat untuk menumpulkan semangat berwirausaha. Metode menghafal, misalnya, membuat anak tidak memiliki daya kreasi dan inovasi, yang sangat dibutuhkan dalam dunia kewirausahaan. Karena itulah, Bambang mendesak agar pendidikan, terutama pendidikan tinggi segera dibenahi. Desakan agar perguruan tinggi melakukan pembenahan - bahkan perubahan paradigma - juga disuarakan Ciputra. Menurutnya, salah satu penyebab rendahnya jumlah entrepreneur di Indonesia adalah sistem pendidikan yang hanya fokus pada penciptaan tenaga kerja, bukan menciptakan enterpreneur-enterpreneur potensial. "Setiap tahun, lembaga-lembaga pendidikan menghasilkan pengangguran, karena mereka tidak didorong untuk menjadi pelaku wirausaha," ujarnya. Menurut Ciputra, setiap tahun perguruan tinggi Indonesia melahirkan sekitar 750 lebih sarjana yang menganggur. Karena itu, tantangan perguruan tinggi di Indonesia ke depan, katanya, adalah melahirkan wirausahawan muda. Menjawab tantangan itulah Ciputra mendirikan sekolah yang fokus pada upaya mengembangkan semangat kewirausahawan siswa, seperti Sekolah Ciputra, Sekolah Citra Kasih, Sekolah Citra Berkat, Sekolah Global Jaya, Sekolah Pembangunan Jaya. Terakhir, ia mendirikan University of Ciputra Entrepreneurship Center (UCEC). Program yang disiapkan UCEC antara lain mempersiapkan modul pengayaan kewirausahaan untuk kurikulum nasional, mengembangkan kurikulum kewirausahaan di Universitas Ciputra, dan mengadakan pelatihan tiga bulan kepada masyarakat. Selain dukungan keluarga dan perguruan tinggi, pertumbuhan wirausahawan muda juga membutuhkan peran dunia usaha dan lembaga dunia usaha. Bambang memberi contoh peran pengusaha yang tergabung dalam Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (Hipmi). Organisasi ini seharusnya tidak hanya mendorong lahirnya pengusaha kaya dan bergerak dalam bidang usaha yang membutuhkan penyertaan modal tinggi, tapi juga harus mendorong munculnya pengusaha kecil yang bergerak dalam sektor kecil dan mikro (UMKM). Menurut: Very Herdiman dan Bambang, (2011) bahwa Potensi sektor UMKM, sesungguhnya sangat menjanjikan. Dari seluruh entitas dunia usaha yang kita miliki, 95 persen (43 juta) merupakan usaha yang bergerak dalam sektor usaha mikro. Data ini, kata Bambang, memperlihatkan bahwa Indonesia potensial melahirkan wirausahawan yang bergerak dalam usaha mikro dan kecil. Dua orang pemuda pelopor Kota Batiah Payakumbuh dinilai oleh tim dari Provinsi Sumbar. Penilaian ini dilakukan oleh Dispora Sumbar, Biro Sosial, Dinas Pendidikan, Dinas Kebudayaan dan Pariwisata, Bapedalda dan Dinas Prindag Provinsi Sumatera Barat., Sabtu (12/7) kemarin. Kasi Kepemudaan Yuliar kepada inioke.com menjelaskan bahwa dua orang pemuda pelopor yaitu Rahmi, S.Pt, MP dan Dedet Feri Andesta, SE menjadi perwakilan dari Kota Payakumbuh untuk mengikuti Pemuda Pelopor Tahun 2014 tingkat propinsi. Kedua pemuda pelopor ini mengikuti penilaian di dua kategori yang berbeda. Berita/-Tim-Provinsi-Sumbar-Sambangi-Pemuda-Pelopor-Kota-Payakumbuh. "Tahun ini Kota Payakumbuh mengirimkan dua orang perwakilan untuk mengikuti penilaian Pemuda Pelopor 2014. Penilaian ini diikuti oleh pemuda di Koto Baru Payobasung dan di Kelurahan Talang," jelas Kasi Kepemudaan Disparpora Kota Payakumbuh. Rahmi sendiri mengikuti pemuda pelopor dibidang Industri Pangan dan Kesehatan. Nugget, bakso, siomay, dan kerupuk ikan menjadi andalannya untuk bisa lolos ke tingkat propinsi dan nasional. Hal ini bertujuan untuk menghindari masyarakat dalam mengkonsumsi makanan yang kurang higienis. - Tim-Provinsi-Sumbar-Sambangi-Pemuda-Pelopor-Kota-Payakumbuh. Tantangan Pemuda Pemuda Ditantang Berani menyelesaikan masalah yang dihadapi sekarang. Mungkin tidak asing lagi oleh kita semua bahwa tantangan yang paling berat sekarang adalah penyalah-gunaan obat terlarang. Hal ini kaum muda dituntut bijak untuk memecahkan masalah ini. Sudah banyak yang tidak disadari oleh seseorang tiba-tiba ia ditangkap dengan dugaan mengkonsumsi narkoba. Bila bicara narkoba, tidaklah mudah melepaskannya. Sebab narkoba ini telah menyerah ke berbagai lapiran masyarakat. Termasuk kalangan pemuda. Dengan perantaar ini penulis mengajak kepada para pemuda untuk jangan sekali-kali mencoba melakukan perbutan terlarang itu. Sebab sekali berbuat kita tidak mudah melakukan rehabilitasi-nya. Dewasa ini banyak tipu muslihat dari seseorang yang menjebak kalian generasi muda. Oleh sebab itu para pemuda agar berhati-hati dalam kasus ini. Dan melakukan perbuatan ini setuju tidak setuju, senang tidak pada waktunya para pemuda harus berhadapan dengan pihak yang berwajib. (Penulis: Prof. Dr. H.M.Norsanie Darlan, MS PH. Guru Besar PLS/PNF Universitas Palangka Raya) kalau terbit mohon sms ke 081 352 837 138. trimk sebelumnya. DAFTAR PUSTAKA Alwy, Hasan 2000. Kamus Besar Bahasan Indonesia, Kementrian Pendidikan Nasional, Jakarta. Arfani, M. Saad, 2011, Ketua Komisi C DPRD Provinsi Kalimantan Tengah, Kal-Teng Post, 4 Feb, Palangka Raya. Darlan, H.M.Norsanie, 1983. Pendidikan Kewiraswastaan, PLS-FKIP Unpar, Palangka Raya. Poerwadarminta, W.J.S. 1986. Kamus Umum Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta. Moeliono, Anton, 1989. Kamus Besar Bahasa Indonesia, Kementrian Pendidikan Nasional RI, Jakarya. Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional, Nomor 20 tahun 2003, Kementrian Pendidikan Nasional, Jakarta. Wirahadikusuma, Suparman, 1979. Penanaman Jiwa Pemuda Dalam Kewiraswastaan, Jakarta. Penulis: Prof. Dr. M\H.M.Norsanie Darlan, MS PH. Guru besar S-1 dan S-2 PLS/PNF Universitas Palangka Raya. 15 Agustus 2016

Tidak ada komentar:

Posting Komentar