Jumat, 17 Agustus 2012

Laporan Hasil Penelitian: PAMONG BELAJAR SEBAGAI SALAH SATU UPAYA MENINGKATKAN KUANTITAS PENDIDIKAN NON FORMAL DI SANGGAR KEGIATAN BELAJAR KUALA KAPUAS KALIMANTAN TENGAH


Oleh:
H. M. Norsanie Darlan
Sebuah hasil penelitian di Kalimantan Tengah 
terhadap Pamong Belajar 
 
A b s t r a k
            Tujuan penelitian ini ingin mengetahui apakah pamong belajar dapat meningkatkan kuantitas pendidikan non formal dalam wilayah cakupan sanggar kegiatan belajar (SKB) di Kuala Kapuas.
Metodologi penelitian ini dengan menggunakan pendekatan  penelitian naturalistik kualitatif, dengan obyek penelitian pamong belajar dan kepala SKB Kuala Kapuas Kalimantan Tengah. Sedangkan instrumen penelitian dan sekaligus bertindak sebagai pengumpul data, dengan teknik pengumpulan data 3 cara: (1) observasi; (2) wawancara dan (3) studi dokumentasi. 
Sedangkan hasil penelitian adalah. Pamong belajar dapat meningkatkan kuantitas pendidikan non formal dalam wilayah cakupan sanggar kegiatan belajar (SKB) sebagai suatu proses, cara, usaha dibidang pendidikan. Banyaknya jumlah tempat penyelenggaraan pendidikan non formal ini, baru sebagian dari pamong belajar yang mau secara ikhlas turun lapangan dalam perluasan akses PNF.
Kata Kunci:   SKB, PKBM dan Kota Air

PENDAHULUAN
Latar Belakang Masalah
Sanggar Kegiatan Belajar (SKB) memang edialnya ada satu bahkan dua buah dalam setiap kabupaten. Tergantung luas wilayah disertai sebaran penduduk yang harus diperhatikan. Namun karena otonomi daerah beberatahun lalu, yang  diikuti mempermudah pemekaran kabupaten dan provinsi membuat jalur pendidikan non formal ini terabaikan. Sehingga ada kalanya di kabupaten pemekaran walau berjalan sekian lama belum mendapat restu untuk berdirinya SKB di daerah baru itu. Walau juga berdiri, adakalanya tenaga profesional bidang pendidikan luar sekolah tidak sepenuhnya dijadikan tenaga pelaksana termasuk juga pamong belajar. Sehingga walau berjalan, tapi arah dan kebajakannya masih ditemukan berbau jalur pendidikan formal.
Penelitian ini melihat penomena yang demikian, sehingga memerlukan suatu tindakan untuk mencari jalan yang terbaik guna turut serta memecahkan berbagai problema yang dirasa perlu untuk dijadikan bahan masukan kepada lembaga penyelenggara pendidikan non formal dan informal ini.
Selain itu, tenaga pamong belajar kebanyakan mereka sudah jenuh bekerjan sebagai tenaga fungsional guru di sekolah formal. Mareka ingin mencari penyegaran jika melakukan mutasi yang status fungsionalnya tetap sebagai tenaga pengajar. Namun obyeknya tidak lagi di sekolah, tapi di luar sekolah atau masyarakat. Atau istilah Lain kepada kelompok masyarakat yang karena sesuatu dan lain hal, selama hidupnya. Tidak benruntung dalam memperoleh pendidikan formal. Namun setelah ia sadar atau mendapat kesempatan untuk belajar. Kalau ia masuk ke sekolah formal faktor usia sudah tidak memungkinkan lagi, maka melalui kelompok belajar paket kesetaraan yang diselenggarakan SKB ini, menjadi tempat mereka belajar. Apakah untuk memperoleh ijazah kesetaraan SD, SMP ataukah SMA. Melalui paket A, B dan C.

Tujuan Penelitian
1.Ingin mengetahui konsidi SKB di Kuala Kapuas dalam menjalankan tugas dan fungsinya di masyarakat.
2.Ingin mengetahui apakah pamong belajar dapat meningkatkan kuantitas pendidikan non formal dalam wilayah cakupan sanggar kegiatan belajar (SKB) di Kuala Kapuas;
3.Ingin mengetahui bagaimana latar belakang pendidikan Pamong Belajar dalam menjalankan tugas mereka sehari-hari.

Manfaat Penelitian
1.Bagi penulis sebagai pengalaman yang sangat berharga untuk dilakukan pengembangan terhadap SKB lainnya, baik di Kalimantan Tengah maupun  di Indonesia;
2.Untuk lembaga pelayanan pendidikan non formal dan informal  seperti sanggar kegiatan belajar (SKB) Kuala Kapuas, merupakan sebuah kajian yang kiranya dapat untuk perbaikan dan kebijakan di masa datang;
3.Bagi pembaca sebagai pengetahuan yang kiranya dapat menjadikan sumber acuan dalam menelaah lembaga pendidikan non formal dan informal khususnya SKB.

KAJIAN  TEORITIS
Pamong Belajar
Arti pamong menurut Moeliono (1989; 640) adalah:”...ia sebagai pengasuh. Pamong juga sebagai pendidik (guru)...”. Pamong belajar menurut Sadid, dkk (2008; 120) adalah:”...tugas dan fungsinya melaksanakan kegiatan pembelajaran, pembinaan, bimbingan, pemantauan dan penilaian dalam rangka mutu...”. Dengan demikian pamong belajar merupakan guru yang bertugas pada pendidikan non formal atau istilah lama pendidikan luar sekolah. Pamong belajar tempat ia menjalankan tugasnya pada lembaga penyelenggaran pendidikan non formal seperti pada: SKB, BPPNFI baik ditingkat Provinsi mapun di tingkat regional.

Upaya
Menurut menurut Poerwadarminto (1986) adalah:”...usaha, akal; ikhtiar (untuk mencapai suatu maksud, dalam memecahkan persoalan), mencari jalan keluar, dan sebagainya...”. termasuk dalam usaha kepala SKB untuk memotivasi pamong belajar agar mereka punya kreativitas dalam merancang bangun dan rekayasa materi pembelajaran di masyarakat. Walau upaya rancang bangun dan pengembangan ini sebagian besar pada BPPNFI, tapi kalau di SKB bisa, kenapa tidak. Ini tergantung pada kreativitas pamong belajar itu sendiri dalam menjalankan tugasnya.

Peningkatan Kuntitas
Adapun arti peningkatan menurut Poerwadarmintan (1986) yaitu:”...suatu proses, cara, usaha dibidang pendidikan...”. Sedangkan Kuantitas, menurut Moeliono (1989; 467) adalah:”...memperhatikan banyaknya jumlah pendidikan tertentu...”. dalam hal ini tentu saja suatu upaya pamong belajar dalam mencari jalan untuk perluasan pendidikan non formal, terlebih di kawasan SKB Kuala Kapuas. Banyaknya lembaga pelayanan pendidikan non formal ini, sebagai upaya yang dilakukan pamong belajar di wilayah kerjanya.


Pendidikan Non Formal
Sebetulnya Jalur pendidikan di luar pendidikan formal yang dapat dilaksanakan secara terstruktur dan berjenjang. Pendidikan non formal berdasarkan Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional nomor: 20 tahun 2003 disebutkan secara jelas diselenggarakan bagi warga masyarakat yang memerlukan layanan pendidikan yang berfungsi sebagai pengganti, penambah, dan/atau pelengkap pendidikan formal dalam rangka mendukung pendidikan sepanjang hayat.
Selain itu, pendidikan non formal berfungsi mengembangkan potensi peserta didik dengan penekanan pada penguasaan pengetahuan dan keterampilan fungsional serta pengembangan sikap dan kepribadian profesional. Dalam pendidikan non formal ini, peran pamong belajar sangat dinantikan. Bagi pamong yang kreativitasnya tinggi dan dapat memanfaatkan hal itu, menjadi sumber belajar masyarakat.
Tugas Pamong Belajar
Memperhatikan terhadap kegiatan pamong belajar di SKB menurut: Hapsari, (2008; 177) adalah:”...dituntut untuk bisa menyelenggarakan program  Pendidikan Non Formal secara kualitas secara panutan bagi lembaga penyelenggara pendidikan non formal dan informal...”.  Walau untuk diketahui bersama bahwa pamong belajar ada juga yang bertugas di BPKB atau BPPNFI di tingkat provinsi maupun  tingkat regional. Pamong Belajar di  SKB pada umumnya lebih mengedepankan tugas pokok dan fungsi lembaganya. Disisi lain menurut Moeliono, (1989; 964) adalah:”...sesuatu kewajiban yang harus dikerjakan...”. Apalagi pamong belajar sebagai pegawai negeri sipil yang menjalankan tugas pokoknya sebagai tenaga fungsional di SKB tentu saja ia harus menjalankan apa yang menjadi tugas dan tanggung jawabnya sebagai pamong belajar.
Tugas dan Fungsi SKB
Bila memperhatikan terhadap SK mendiknas RI nomor 23/0/1997 bahwa tugas lembaga penyelenggaran pendidikan non formal SKB ini,  sebagai lembaga penyelenggara PLS atau PNFI ini,  adalah melakukan pembuatan percontohan dan pengendalian mutu program pendidikan non formal dan Informal. Sedangkan fungsi SKB ada 9 fungsi yang harus kita perhatikan adalah: (1) pembangkitan dan penumbuhan kemauan belajar masyarakat dalam rangka terciptanya masyarakat gemar belajar; (2) pemberian motivasi dan pembinaan masyarakat agar mau dan mampu menjadi pendidik dalam melakukan azas saling membelajarkan; (3) pemberian pelayanan informal kegiatan pendidikan non formal dan informal; (4) pembuatan percontohan berbagai program dan pengendalian mutu pelaksanaan program pendidikan non formal dan informal; (5) penyusunan dan pengadaan muatan lokal; (6) penyediaan sarana dan fasilitas belajar belajar; (7) pengintegrasian dan pengsingkronisasian kegiatan sektoral dalam bidang pendidikan non formal dan informal; (8) pelaksanaan pendidikan dan pelatihan tenaga pelaksana pendidikan non formal dan informal; dan (9) pengelolaan urusan tata usaha sanggar.
METODOLOGI  PENELITIAN
Dalam penelitian ini dilakukan pendekatan secara metodologis dengan menggunakan pendekatan  penelitian naturalistik kualitatif. Studi dalam penelitian ini mengambil obyek pamong belajar dan kepala SKB Kuala Kapuas Kalimantan Tengah, untuk melihat apakah pamong belajar dapat meningkatkan kuantitas pendidikan non formal dalam wilayah cakupan sanggar kegiatan belajar (SKB) di Kuala Kapuas. Kemudian  bagaimana latar belakang pendidikan Pamong Belajar dalam menjalankan tugas mereka sehari-hari.
 Instrumen penelitian dalam kegiatan ini, adalah peneliti bertindak sebagai instrumen sekaligus pengumpul data. Kehadiran peneliti di lapangan dalam hal ini di SKB di kota Air Kuala Kapuas, sangat membantu memecahkan masalah yang semula belum bisa dilakukan dengan cara lain.
Adapun sumber data sebagaimana obyek penelitian ini adalah: pamong belajar dan kepala SKB. Sedangkan teknik pengumpulan data dengan 3 cara masing-masing: (1) observasi; (2) wawancara dan (3) studi dokumentasi.  Dengan menggunakan waktu selama 3 bulan, dari mei – Juli 2008.

HASIL PENELITIAN
Konsidi SKB
Kalau memperhatikan kondisi SKB di Kuala Kapuas, memang menempati lokasi yang sangat strategis. SKB ini, terletak di tengah-tengah Kota Air dan sangat mudah dijangkau dari berbagai arah. Sehingga SKB ini menjadi tempat berbagai pelatihan baik di kalangan Diknas sendiri maupun berbagai  instansi lain dan masyarakat.
Kelemahan yang sangat dirasakan adalah kurangnya perhatian pihak kabupaten terhadap lembaga pelayanan pendidikan luar sekolah atau PNFI ini. Walau pihak SKB sudah mengadakan berbagai pendekatan baik dengan pihak Bupati maupun DPRD se tempat, namun saat penelitian ini berlangsung masih terdapat kesulitan mencari sumber dana dari APBD se tempat. Sementara anggaran  pusat selalu mengalir setiap tahun. Seperti pengadaan komputer yang didatangkan dari proyek Diknas pusat. Namun mengingat terbatasnya ruangan yang ada, membuat sulitnya memberikan pelatihan komputer karena keterbatasan tersebut. Sementara dana untuk membangun ruangan lab komputer yang diharapkan dari Pemda saat penelitian berlangsung tidak kunjung tiba.  Sehingga bantuan komputer dari Kementrian Pendidikan Nasional saat itu, dengan sangat terpaksa harus disimpan sambil mengunggu dana bantuan APBD untuk berdirinya Lab Komputer. 
 Selain hal di atas, konsep yang inovatif misalnya: adanya pelayanan pendidikan  berupa PKBM terapung dan mungkin hanya, satu-satunya yang ada di Indonesia. PKBM ini tidak dapat beroperasi dengan baik,  karena kapal akan bisa berjalan / berkunjung dari desa ke desa kalau tersedia Bahan Bakar Minyak (BBM). Namun biaya pembelian BBM tidak tersedia anggaran. Maka mau tidak mau PKBM yang tersedia  itu, akan menjadikan sebuah kenangan bahwa di kota air Kuala Kapuas ada PKBM terapung. Sementara kontruksi kapal sudah mulai tua dan memerlukan pemeliharaan dan perawatan intensif oleh petugas yang ditunjuk.
Mobil perpustakaan keliling dapat dioperasikan, karena biaya lebih irit, sementara bila mereka mau mengunjungi PKBM di dalam dan luar kota Kuala Kapuas, terkadang secara urunan memberi BBM untuk keperluan tersebut.
Memang PKBM terapung ini, secara konseptual ia dapat mengejar/mengunjungi dari desa yang satu ke desa yang lain, secara terjadwal. Untuk mendatangi warga belajarnya. Sementara PKBM yang lain pada umumnya adalah warga belajar yang datang mengunjungi lembaga pelayanan pendidikan non formal dan informal ini.
  
Seandainya biaya operasional PKBM ini berjalan baik sejak lama, maka sejumlah desa di sepanjang sungai dalam berbagai kecamatan di kota Kabupaten Kapuas Kalimantan Tengah akan lebih baik dari masa sekarang. Karena ada sejumlah desa kota Kuala Kapuas di wilayah Kabupaten Kapuas tersebut belum dapat dijangkan jalan darat. Dan PKBM terapunglah yang dapat membantu penuntasan tuna aksara di daerah itu.

Keadaan Pamong Belajar
Dari hasil penelitian terhadap pamong belajar yang ada pada SKB kota air Kuala Kapuas Kalimantan Tengah, ditemukan jumlah pamong belajar sebanyak 17 orang   3 diantaranya perempuan.
Memang pekerjaan PLS ini, sering dianggap pekerjaan mudah. Tapi setelah terjun pada berbagai hal di masyarakat, tidak semudah membalik telapak tangan. Karena mendidik orang dewasa ini, sangat jauh berbeda dengan mendidik siswa di sekolah. Kalau tidak mengetahui metoda pendekatannya seringkali pamong belajar yang berlatar belakang non PLS ditinggal kabur oleh warga belajar (WB)nya.
Pamong belajar yang kreatif, ternyata dibawah pengarahan tenaga ahli pada  bidangnya, menghasilkan temuan yang luar biasa. dalam 3 tahun berturut-turut SKB Kuala Kapuas meraih prestasi yang sangat cemerlang. Karena atas kreativitas pamong belajar dalam merancang bangun dan rekayasa untuk mengembangkan media belajar pada masyarakat ternyata menghasilkan. Walau materi belajar ini berasal dari limbah rumah tangga. Namun tentunya tidak seluruh pamong yang punya ide-ide cemerlang. Tidak hanya itu, para tutor pun diberikan berkreasi untuk menampilkan yang terbaik untuk nama baik daerahnya di kabupaten kapuas.
Mereka yang punya kreativitas tinggi dengan cemerlang dan dapat menyisihkan sejumlah pesaingnya dari 13 kabupaten dan 1 kota di Kalimantan Tengah yang berhasil dikirim guna menghadapi seleksi di tingkat nasional. Dalam rangka seribu TPK-PNF baik di Jakarta, semarang dan di kota lainnya. SKB kota air Kuala Kapuas, selalu pulang membawa tanda penghargaan dan piala. Namun pemerintah daerah masih memandang dengan sebelah mata, terhadap jalur pendidikan non formal ini.
Sebaiknya, pamong belajar berprestasi baik tingkat lokal, provinsi dan nasional. Masing-masing mereka ini diberikan penghargaan karena membawa harum nama daerahnya. Mereka seperti ini harus diberikan pengharaan misalnya kenaikan pengkat dan kenangan lainnya.   

latar belakang pendidikan
Dari hasil penelitian ini, ditemukan bahwa sebagian besar: 60% dari tenaga fungsional pamong belajar di SKB Kuala Kapuas bukan berlatar belakang Diploma / sarjana PLS. Mereka berasal juga dari tenaga fungsional guru. Karena merasa jadi guru, walau berlatar belakang pendidikan guru. Tapi kurang merasakan kepuasan dalam dunia kerjanya. Sehingga ia memilih pindah/mutasi kerja ke SKB menjadi tenaga fungsional pamong belajar.
Jika sekiranya tenaga pamong belajar ini seluruhnya 80% berlatar belakang Diploma atau sarjana PLS. Maka kegiatan SKB di kota air Kuala Kapuas tentu lebih maju dari sekarang. Karena ditemukan pamong belajar yang sudah lebih dari 2 tahun mutasi ke SKB itu, ternyata belum pernah menjalankan tugas dan fungsinya sebagai pamong belajar serta melaksanakan kegiatan pembelajaran, pembinaan, bimbingan, pemantauan dan penilaian dalam rangka mutu pendidikan non formal dan informal.  Sebab sudah bertugas selama itu, masih belum mau ikut kegiatan yang dilakukan mereka sesama tenaga fungsional pamong belajar lain. Memang semula PLS atau PNF itu dianggap mudah, tapi secara realita. Pendidikan Luar Sekolah ini, lebih susah dibanding menjadi guru di sekolah formal. Tenaga fungsional guru, bekerja sudah disiapkan gedung sekolah, ada tersedia murid, meja kursi  tersedia kurikulum dan buku pelajaran serta digaji. Sementara di PNF tidak punya gedung. Ruang belajar ada kalanya di balai desa, di rumah penduduk atau di tempat-tempat tertentu. Murid dicari oleh pamong belajar atau tutor, kurikulumnya atas kesepakan bersama. Demikian juga waktu proses belajar membelajarkan. Materi dibuat sendiri oleh pamong belajar. Tidak seluruh materi belajar ada di pasaran. Sementara yang paling menyedihkan khusus bagi tutor honornya tidak sebanding dengan UMR. Kasihan bukan? Masih baik bagi pamong belajar sudah mendapat gaji yang tetap. 

Upaya Peningkatan Kuantitas jangkauan
Dalam upaya meningkatkan kuantitas jangkauan memang sudah dilakukan oleh pamong belajar dari SKB Kuala Kapuas, seperti sejumlah perluasan cakupan mereka mendirikan sejumlan PKBM sebagai salah satu upaya meningkatkan kuantitas dalam arti jumlah. Karena perluasan jangkauan tersebut, sudah berdiri juga kelompok belajar binaan pamong belajar. Diantaranya ada pula kelompok belajar dalam bentuk kursus menjahit, di kawasan transmigrasi baik di kawasan sejuta hektar maupun di tempat-tempat lainnya. Seluruhnya di luar kota Kuala Kapuas.
Upaya lain, selain pendidikan keaksaraan fungsional, juga berbagai cabang pelatihan keterampilan lain yang dikembangkan di perkotaan. Sehingga banyak SKB ini, punya kegiatan. Hanya saja anggaran yang sangat terbatas, selalu  mengganggu terhadap jalannya pelatihan yang diperlukan masyarakat.

Pembahasan
Dari tujuan yang ingin mengetahui tentang konsidi SKB di Kuala Kapuas dalam menjalankan tugas dan fungsinya di masyarakat, sesuai dengan butir ke 9 pada pengelolaan urusan tata usaha sanggar kegiatan belajar. Maka kegigihan pengelola yang dalam hal ini, kepala SKB sudah proaktif dalam menjalankan tugasnya. Sebagai bukti banyak hal dalam keberhasilan dengan kecuran dana dari pusat. Sayangnya pemerintah daerah yang masih melihat SKB dengan sebelah mata.
Dalam tujuan yang ingin mengetahui apakah pamong belajar dapat meningkatkan kuantitas pendidikan non formal dalam wilayah cakupan sanggar kegiatan belajar (SKB) seperti yang dikemukakan Poerwadarmintan (1986) yaitu:”...suatu proses, cara, usaha dibidang pendidikan...”. Sedangkan Kuantitas, menurut Moeliono (1989) adalah:”...memperhatikan banyaknya jumlah pendidikan tertentu...”. Banyaknya jumlah tempat penyelenggaraan pendidikan non formal ini baru sebagian dari pamong belajar yang mau menyiongsingkan langan bajunya untuk mereka menjalankan tugasnya di sanggar kegiatan belajar. Karena mereka sadar bahwa tanpa melakukan tugasnya dengan baik tentu kapan lagi untuk dapat berpartisipasi dalam penuntasan wajib belajar (wajar) sementara sebelumnya, angka buta huruf di kabupaten ini adalah yang tertinggi dari kabupaten lain di Kalimantan Tengah.
Selain hal-hal di atas tujuan yang ingin mengetahui bagaimana latar belakang pendidikan Pamong Belajar ternyata baru 40% dari mereka yang berlatar belakang Diploma/sarjana PLS. Jika sekiranya 80% mereka berlatar belakang pendidikan mereka Diploma/sarjana PLS, SKB di Kuala Kapuas lebih maju lagi. Karena mereka tidak ragu lagi dalam menjalankan tugas kesehariannya.

KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Dari berbagai uraian di atas, maka penelitian ini menyimpulkan sebagai berikut:
1.Konsidi SKB di Kuala Kapuas dalam tugas dan fungsinya, sesuai pada urusan tata usaha sanggar kegiatan belajar. Dan kegigihan kepala SKB sudah proaktif dalam menjalankan tugasnya sangat baik. Hanya saja pemda setempat masih melihat SKB dengan sebelah mata;
2.Pamong belajar dapat meningkatkan kuantitas pendidikan non formal dalam wilayah cakupan sanggar kegiatan belajar (SKB) sebagai suatu proses, cara, usaha dibidang pendidikan luar sekolah. Banyaknya jumlah tempat penyelenggaraan pendidikan non formal dan Informal ini baru sebagian dari pamong belajar yang mau untuk tujuan perluasan akses PNF.
3.Dari hasil penelitian ini, Pamong Belajar di SKB Kuala Kapuas ternyata hanya 40% dari mereka yang berlatar belakang Diploma/sarjana PLS. Namun mereka sangat gigih dalam upaya penuntasan wajar 9 tahun.

Saran –-saran
Dari hasil penelitian di SKB kota air Kuala Kapuas, maka penulis menyampaikan saran-saran sebagai berikut:
1.Perlu pendekatan yang lebih aktif terhadap upaya merebut dana APBD. Karena kalau ketergantungan dengan proyek APBN masih memerlukan dana tambahan untuk berbagai kegiatan di SKB.
2.Dalam upaya meningkatkan kualitas pamong belajar, sebaiknya dalam pengkaderan tenaga pamong belajar dengan latar belakang pendidikan sarjana pendidikan luar sekolah. Karena  mereka yang berlatar belakang non PLS ada kecanggungan dalam menjalankan tugasnya.
3.Dalam menerima mutasi tenaga guru ke SKB, alangkah indahnya mereka juga diperhatikan pada kemampuannya berhadapan dengan masyarakat tuna aksara, dan harus memiliki keterampilan tertentu. Bukan mutasi tersebut karena jenuh mengajar atau tidak menyenangi pekerjaannya. Untuk diketahui dalam jalur pendidikan non formal, tidak sama dengan jalur pendidikan formal.

DAFTAR PUSTAKA
Diknas   1997. Surat Keputusan Menteri Pendidikan Nasional nomor 23/0/1997. tentang tugas SKB, Jakarta. 
Hapsari, Melati Indri, 2008. Pengembangan dan Peningkatan Kinerja Pamong Belajar Sanggar Kegiatan Belajar, Jurnal Ilmiah Visi PTK-PNF, Vol. 3, no 2, Jakarta. 
Kementrian Pendidikan Nasional 2003. Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional nomor 20, Jakarta.
Moeliono, Anton, 1989. Kamus Besar Bahasa Indonesia, Kementrian Pendidikan Nasional, Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Jakarta.
Poerwadarminta, WJS, 1986. Kamus Umum Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta.
Sadid, Agus, Khairuddin dan Juairiah, Siti, 2008. Pelaksanaan Pembinaan Profesionalisme Pamong Belajar Dalam Peningkatan Kualitas Pembelajaran Kelompok Belajar Kesetaraan, Jurnal Ilmiah Visi, Vol. 3, no 2 Kementrian Pendidikan Nasional, Jakarta.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar