Minggu, 19 Agustus 2012

MENGAMATI BAGAIMANA SEBENARNYA PENDIDIKAN NONFORMAL




Oleh: 

Norsanie Darlan
Sebuah Tinjauan Teori Pendidikan Luar Sekolah

Pendahuluan
Memperhatikan Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional nomor 20 tahun 2003 pasal 26 adalah:
Pendidikan nonformal adalah pendidikan diselenggarakan bagi warga masyarakat yang memerlukan layanan pendidikan yang berfungsi sebagai pengganti, penambah, dan/atau pelengkap pendidikan formal dalam rangka mendukung pendidikan sepanjang hayat;
Pendidikan nonformal berfungsi mengembangkan potensi peserta didik dengan penekanan pada penguasaan pengetahuan dan keterampilan fungsional serta pengembangan sikap dan kepribadian peofesional;
Pendidikan nonformal mliputi pendidikan kecakapan hidup, pendidikan anak usia dini, pendidikan kepramukaan, pendidikan pemberdayaan perempuan, pendidikan keaksaraan, pendidikan keterampilan, dan pelatihan kerja, pendidikan kesetaraan, serta pendidikan lain yang ditujukan untuk mengembangkan kemampuan peserta didik;
Satuan pendidikan nonformal terdiri atas lembaga kursus, lembaga pelatihan, kelompok belajar, pusat kegiatan belajar masyarakat (PKBM), dan majelis taklim, serta satuan pendidikan yang sejenis;
Kursus dan pelatihan diselenggarakan bagi masyarakat yang memerlukan bekal pengetahuan, keterampilan, kecakapan hidup, dan sikap untuk mengembangkan diri, mengembangkan profesi, bekerja, usaha mandiri dan/atau melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi;
Hasil pendidikan nonformal dapat dihargai setara dengan hasil program pendidikan formal, setelah melalui proses penilaian penyetaraan oleh lembaga yang ditunjuk oleh pemerintah atau pemerintah daerah dengan mengacu pada standar nasional pendidikan;
Ketentuan mengenai penyelenggaraan pendidikan nonformal sebagaimana dimaksud dalam alenia-alenia  di atas diatur dengan peraturan pemerintah.

Sejarah Pendidikan Nonformal di Indonesia
Melirik sejarah pendidikan bahwa pendidikan nonformal ini lebih muda dari pendidikan informal, tapi lebih tua dari pendidikan formal.  dizaman penjajahan, pendidikan nonformal ini, dilakukan karena pihak pemerintah Belanda membutuhkan tenaga kerja untuk pembangunan gedung perkantoran, rumah-rumah pejabat belanda dan pembangunan gereja. Mulai saat itulah kursus-kursus dilaksanakan oleh pemerintah Belanda kepada masyarakat pribumi. Dan saat itu pula, lahirnya pendidikan nonformal di tanah air.


Dipihak lain pendidikan nonformal juga muncul juga di pesantren-pesantren. Karena para santri belajar membaca dan menulis baik huruf arab  maupun latin.

Nama Pendidikan Nonformal
Pendidikan nonformal ini, semula disebut pendidikan masyarakat, kemudian berubah nama dengan pendidikan luar sekolah. Dan kini setelah terbitnya Undang-Undang nomor 20 tahun 2003, berubah nama dengan pendidikan nonformal. Namun dosen-dosen PLS di perguruan tinggi enggan merubah nama jurusan dari pendidikan luar sekolah menjadi pendidikan nonformal. Karena hal itu dalam istilah asing saja, pekerjaannya tidak ada perubahan yang bermakna. Keengganan para dosen di perguruan tinggi mengikuti nama yang berubah, membuat ketidak percayaan masyarakat dengan jurusan/prodi PLS. Sebab pernah terjadi perubahan dari pendidikan sosial ke PLS dalam awal tahun 1980-an membuat masyarakat pengguna sarjana Pendidikan sosial (Pensos) jadi menurun.
Pendidikan nonformal ini, kepada mereka yang karena sesuatu dan lain hal, seseorang tidak dapat menyelesaikan Nonformal (Pendidikan Luar Sekolah) biasa disebut dengan PLS merupakan pendidikan masyarakat pendidikan di pendidikan formal, maka pendidikan luar sekolah dalam kurun waktu 14 – 45 tahun bisa bergabung ke pendidikan luar sekolah ini, adalah pendidikan yang ternyata lebih tua dari pendidikan formal ini di Indonesia.
Namun kita ketahui bersama bahwa jelaslah bagi pendidikan di luar sistem persekolahan ini, segala pendidikan yang ada dewasa ini di luar pendidikan formal, maka ia masuk dalam pendidikan nonformal atau pendidikan luar sekolah. Seperti: kursus, pelatihan, dan lembaga-lembaga pendidikan yang diselenggarakan oleh pemerintah maupun masyarakat di luar pendidikan informal, maka pendidikan itu adalah pendidikan nonformal atau PLS. Dengan demikian, kursus bahasa Inggris, komputer, menyetir, salon kecantikan, termasuk juga diklat pada PNS ia masuk pada pendidikan nonformal. Karena ia jelas waktu pendidikannya tidak ada yang mencapai 1 tahun.

2 macam Pendidikan nonformal atau PLS
Ada 2 pendidikan harus dicermati. Ke 2 hal itu adalah: (1) Pendidikan nonformal atau PLS yang formal ini, ada di perguruan tinggi. Karena waktu pendidikannya antara 3,5 – 5 tahun dengan gelar (S-1). Ada pula Program Magister (S-2) dan Doktor  S-3); dan (2) Ada pula pendidikan nonformal dan lembaga pelatihan serta kursus-kursus yang jangka waktunya, pendek dan non gelar. Seperti dalam uraian di atas. Khusus untuk PLS formal mahasiswa dididik dalam pendidikan secara formal, namun kacamata nya ke luar sekolah. Artinya mahasiswa PLS. Diberikan selama perkuliahan untuk mahasiswa bisa dan punya keahlian dalam pendidikan luar sekolah.

Awalnya Pendidikan Nonformal
Pendidikan nonformal ini diawali sejak pemerintah penjajah Belanda berkeinginan melakukan sesuatu pembangunan. Maka para pemuda terampil mereka di daftar untuk mengikuti kursus tertentu ke tempat yang ditentukan. Misal pihak pemerintah Belanda berkeinginan mendirikan Gedung Pemerintahan di kota-kota besar di Indonesia. Maka mereka kursus para pemuda dalam dunia pertukangan dalam kurun waktu tertentu. Setelah anggaran dari negeri Belanda datang, maka tenaga kerja yang telah selesai dilatih tersebut mengerjakan Bangunan Gedung Kantor Pemerintah Belanda. Sehingga bila kita masih ingat di awal tahun 60-an masih berdiri gedung-gedung pemerintah Belanda baik di Provinsi maupun Kabupaten, bahkan sampai tahun-tahun pertengan 70-an. Hanya saja typenya yang berbeda. Makin besar jumlah penduduk maka mikin besar pula gedung yang didirikan.
Contoh lain yang masih sebagian ada menjadi munomen seperti: Gereja, di Jakarta, Yogyakarta, Surabaya, Makassar dan kota-kota lainnya. Bentuknya hampir sama, Cuma besarnya yang berbeda.
Dalam masa kemerdekaan sekarang ini penulis mencoba memberikan contoh masa orde baru, yakni Masjid dari: Yayasan Amal Muslim Indonesia. Hampir di semua kota Kabupaten ada, tinggal typenya yang berbeda. Penulis saat menulis edisi ini, dalam masa reformasi belum melihat secara jelas apa peninggalan untuk masa depan kita di negeri tercinta ini. Walau dalam masa reformasi banyak protes karena kebebasan yang sudah memuncak, belum banyak hasil-hasil yang diprotes menemukan titik yang dinantikan oleh banyak orang. PLS bicara dalam hal Fasilitas belajar, tenaga pengajar (tutor), Warga Belajar (WB) masih belum selengkap mereka yang berada dalam pendidikan formal.  Sedangkan   yang memonitor segala kegiatan berdasarkan walayah kerjanya adalah: penilik (pengawas pada pendidikan formal)     

Ciri PNF atau PLS
Pendidikan nonformal atau PLS ada 4 macam cirinya yang mudah dipahami, masing-masing:
(1)   waktunya pendek;
(2)   jenis pendidikannya beragam;
(3)   usia pesertanya tidak harus sama;
(4)   waktunya penyesuaikan.

Implementasi Pendidikan Nonformal
Bila memperhatikan Implementasi Pendidikan Nonformal sebenarnya pelaksanaannya jauh lebih rumit dari pendidikan formal. Karena tutor (dalam pendidikan formal guru), harus mencari warga belajarnya atau WB (dalam pendidikan formal murid) di nonformal, tempat belajarnya karena tidak tersedia seperti di pendidikan formal gedung  sekolah, maka di pendidikan nonformal memanfaatkan, bisa: di balai desa, rumah penduduk atau di mana saja, berdasarkan kesepakatan bersama antara tutor dengan wb. Masih bagus nasibnya mereka masa sekarang. Dewasa ini ada pusat kegiatan belajar masyarakat (PKBM), lembaga-lembaga kursus sudah banyak memiliki gedung /tempat belajarnya. Demikian juga tentang waktu, harus berdasarkan kesepakatan. Apakah sore hari, malam hari atau hari-hari yang ditentukan. Namun tujuannya materi belajar harus tercapai.
Kemudian ditingkatkan yang tidak kalah pentingnya materi belajar yang diberikan, tidak mesti ada pada toko buku. Beda dengan guru di sekolah formal, buku materi telah tersedia di toko buku. Oleh sebab itu, tutor harus bisa merancang bangun dan rekayasa materi belajar WB-nya.   

Sasaran Awal PNF atau PLS
Sasaran awal dari pendidikan nonformal atau PLS ini, semula hanya sekedar upaya kemanusiaan, merasa masih banyak warga negara kita, yang belum tuntas wajib belajar mereka. Bahkan di sana-sini ditemukan warga masyarakat yang buta huruf murni. Sehingga warga negara kita yang sadar, terhadap nasib bangsanya bagaimana mereka yang masih tuna aksara dan belum tertangani oleh pemerintah. Padahal dalam pembukaan UUD’45 secara jelas tercantum upaya mencerdaskan kehidupan bangsa.  Maka  dibentuklah kelompok belajar (kejar) apakah untuk pemberantasan buta huruf (paket A) setingkat sekolah dasar. Agar mereka yang tuna aksara di mana-mana ini, bisa belajar membaca, menulis dan berhitung (calistung) agar tidak mudah diperdayakan orang. Masa lalu muncul buku yang dicetak pemerintah berupa paket A-1 sampai dengan A-100.
Setelah paket A setara sekolah dasar berhasil tidak hanya sekedar warga belajar(wb-nya) sudah dapat membaca menulis dan berhitung (calistung), maka pemerintah meningkatkan pada Paket B setara SLTP, dan juga Paket C setara dengan SLTA.
Selama ini sudah banyak lulusan kejar paket C yang dapat melanjutkan ke perguruan tinggi, terlebih bagi perguruan tinggi yang memiliki jurusan/program studi PLS. Dengan demikian apa yang diisyaratkan oleh Undang-Undang di atas bahwa: Pendidikan nonformal adalah pendidikan diselenggarakan bagi warga masyarakat yang memerlukan layanan pendidikan yang berfungsi sebagai pengganti, penambah, dan/atau pelengkap pendidikan formal dalam rangka mendukung pendidikan sepanjang hayat sudah terjawab.

Realita Pendidikan Norformal atau PLS
Dalam kenyataan yang ada sekarang ini, Dirjen Pendidikan Luar Sekolah atau sekarang atau beralih nama dengan dengan Dirjen Pendidikan Anak Usia Dini dan Pendidikan Informal (PAUDNI) maka secara realita pendidikan infomral sampai saat tulisan ini diturunkan masih belum ada Dirjennya. Sehingga pendidikan informal menggabung pada pendidikan nonformal. Secara konkrit diantaranya pendidikan informal masuk ke Dirjen PLS ini, adalah pendidikan anak usia dini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar