Kamis, 09 Agustus 2012

PENINGKATAN MUTU ADMINISTRASI LEMABAGA KURSUS (TATA KELOLA)




Oleh:
H.M. Norsanie Darlan
Guru Besar S-1 dan S-2 PLS Universitas Palangka Raya
Makalah ini dipaparkan : Dalam Acara Rapat Kerja Penguatan Managemen Lembaga Kursus
Pada BP2-PNFI Regional IV Kalimantan, Tanggal 12-14 Maret 2012
di Atlantic Hotel Banjarmasin
 

Pendahuluan
Penulisan buku tentang Peningkatan Mutu Administrasi Lembaga Kursus ini, bertujuan sebagai upaya meningkatkan institusi lembaga kursus ini, yang nantinya akan dapat berjalan yang lebih baik dari masa-masa sebelumnya.
Upaya seperti ini memang semakin tahun, diharapkan semakin berkembang.  Karena harapan pemerintah nantinya,  pihak pengelola  lembaga kursus punya kemandirian setelah dalam mengelola administrasi lembaga kursusnya. Sehingga mereka bila telah melengkapi berbagai persyarakat. Dan jika dilakukan evaluasi secara sederhana setiap lembaga kursus dapat terpenuhi apa yang mereka cari dari instasi terkait. Tentu suatu kemajuan yang diharapkan oleh lembaga terkait terhadap lembaga kursus ini.
Dalam buku kecil ini, akan diuraikan berbagai hal secara sederhana tentang peningkatan muta adminstrasi lembaga kursus. Untuk lebih jelasnya secara sederhana satu persatu diuraikan sebagai berikut:

Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisan buku ini adalah sebagai berkut:
1.Ingin memenuhi permintaan pihak panitia penyelenggara dan memberikan salah satu nara sumber dalam rapat kerja penguatan manajemen lembaga kursus;
2.Ingin menyampaikan bagaimana upaya meningkatkan mutu administrai lembaga kursus secara sesederhana mungkin;
3.Ingin menguraikan beberapa konsep dalam pendirian dan perizinan lembaga kursus bagi mereka yang masih belum menyelesaikannya.

Beberapa Pendapat Ahli
Arti Peningkatan
Berbicara apa sebenarnya peningkatan itu?, menurut Adhyzal Kandar Y, (2010)  peningkatan kinerja adalah:”...  salah satu motor penggerak peningkatan mutu pendidkan  adalah tenaga pendidiknya. punya kemampuan dan kompetensi...”.
Adapun menurut: Syamrilaode  (2011) adalah :“… Indikator peningkatan mutu pendidikan dapat dilihat pada setiap komponen pendidikan antara lain: mutu lulusan, kualitas pengajar,  serta hal-hal lainnya...”.  sedangkan kalau kita perhatikan tentang faktor yang mempengaruhi peningkatan menurut:  Sejathi, (2011)  adalah:”...Proses belajar mengajar merupakan inti dari proses pendidikan secara keseluruhan dengan tenaga pengajar sebagai pemegang peran utamanya....”. sehingga penulis menyimpulkan bahwa peningkatan tidak lain adanya perubahan yang lebih baik dari masa sebelumnya.


Arti Mutu
Menurut Ebitsaja dan Amin Widjaja Tunggal, (2010) adalah:”...  mutu (quality) yang keinginan pelanggan yang mungkin selama ini paling kurang dikelola...”. Dalam kenyataan, isitlah menajemen mutu (quality management) jarang dipergunakan sampai tahun 1980-an meainkan istilah dan konsep pengendalian mutu dan kemudian kepastian mutu (quality assurance). Lebih dari itu, sampai baru-baru ini terdapat kesadaran yang cukup bahwa obyek mutu adalah pertama-tama, proses berikutnya.
 Sedangkan manajemen mutu mempelajari setiap area dari manajemen operasi dari perencanaan lini produk dan fasilitas sampai penjadwalan dan memonitor hasil. Manajemen mutu merupakan bagan dari semua fungsi usaha lain (pemasaran, sumber daya manusia, keuangan dan lain-lain). Dalam kenyataannya, penyelidikan mutu adalah suatu penyebab umum yang alamiah untuk mempersatukan fungsi-fungsi usaha.
Pengembangan dari suatu kerangka pengetahuan pada manajemen mutu cukup besa karena usaha yang berkualitas  berkelanjutan dari pionir mutu itu sendiri.
Adapun yang disebut pelanggan di sini, tidak lain adalah mereka yang mencermati kegiatan lembaga kursus terhadap mutu yang dihasilkan. Apakah hal ini seperti: kursus yang diselenggarakan oleh PKBM, ataukah kursus yang diselenggarakan lembaga kursus dan pelatihan. Baik yang diselenggarakan pemerintah manupun swasta. Dengan demikian, mutu tentu sama dengan kualitas pada kursus.

Administrasi
Dalam pembahasan ini, konsep administrasi dipandang sama dengan konsep Manajemen. Menurut Uhar Suharsaputra (2012) adalah:”...Pendidikan terdiri dari kata yaitu pendidikan, secara sederhana pendidikan dapat diartikan sebagai manajemen yang diterapkan dalam bidang pendidikan dengan spesifikasi dan ciri-ciri khas yang berkaitan dengan pendidikan...”. Oleh karena itu pemahaman tentang pendidikan menuntut pula pemahaman tentang manajemen secara umum.
Dipihak lain Uhar Suharsaputra (2008) adalah:”... Pendidikan berbasis masyarakat (communihy-based education) merupakan mekanisme yang memberikan peluang bagi setiap orang untuk memperkaya ilmu pengetahuan dan teknologi melalui pembelajaran seumur hidup...”. Sedangkan administrasi yang dimaksud disini tidak lain adalah bagaimana administrasi yang dijalankan dalam penyelenggaraan lembaga kursus.
Seorang mantan Kepala LKBN Antara Palangka Raya dan Banjarmasin yang sedang menyelesaikan S-3, di Universitas Pajajaran Bandung, dan ia melakukan penelitian Disertasinya tentang Administrasi Pemerintahan Desa di Pedesaan  Kalimantan Tengah. Dengan demikian administrasi, menurut H.M.Yusuf (2012) adalah: ”...adaministrasi asal katanya dari “administration” (Inggris) yang artinya kerjasama; sedangkan “adminsteir” (Belanda) artinya tulis menulis, surat menyurat, tata usaha perkantoran...”. Dengan demikian yang dimaksud admintrasi seperti pada judul di atas, adalah tata laksana surat menyurat yang diselenggarakan oleh tata usaha perkantoran atau lembaga kursus. 

Lembaga Kursus
Lembaga kursus adalah sebuah lembaga yang memberikan pelayanan pendidikan luar sekolah atau pendidikan nonformal berupa kursus-kursus. Apakah kursus bahasa Inggiris, komputer, pertukangan, perbengkelan, sablon, salon kecantikan,  perhotelan, tata boga, mengemudi, dan berbagai lembaga kursus lainnya.

Tata Kelola

Istilah lain serupa tapi taksama tentang Tata kelola menu Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas (bahasa Inggris: corporate governance) adalah:”...rangkaian proses, kebiasaan, kebijakan, aturan, dan institusi seperti lembaga kursus yang memengaruhi pengarahan, pengelolaan, serta pengontrolan suatu atau korporasi...”. Tata kelola perusahaan juga mencakup hubungan antara para pemangku kepentingan (stakeholder) yang terlibat serta tujuan pengelolaan usaha seperti lembaga pendidikan kursus. Pihak-pihak utama dalam tata kelola yang lebih jauh adalah pemegang saham, manajemen, dan dewan direksi. Pemangku kepentingan lainnya termasuk karyawan, pemasok, pelanggan, bank dan kreditor lain, regulator, lingkungan, serta masyarakat luas.

Tata kelola perusahaan lembaga kursus adalah suatu subjek yang memiliki banyak aspek. Salah satu topik utama dalam tata kelola adalah menyangkut masalah akuntabilitas dan tanggung jawab mandat, khususnya implementasi pedoman dan mekanisme untuk memastikan perilaku yang baik dan melindungi kepentingan pemegang saham. Fokus utama lain adalah efisiensi ekonomi yang menyatakan bahwa sistem tata kelola perusahaan harus ditujukan untuk mengoptimalisasi hasil ekonomi, dengan penekanan kuat pada kesejahteraan para pemegang saham. Ada pula sisi lain yang merupakan subjek dari tata kelola perusahaan, seperti sudut pandang pemangku kepentingan, yang menuntut perhatian dan akuntabilitas lebih terhadap pihak-pihak lain selain pemegang saham, misalnya karyawan atau lingkungan.
Perhatian terhadap praktik tata kelola perusahaan di perusahaan modern telah meningkat akhir-akhir ini, terutama sejak keruntuhan perusahaan-perusahaan besar AS seperti Enron Corporation dan Worldcom. Di Indonesia, perhatian pemerintah terhadap masalah ini diwujudkan dengan didirikannya Komite Nasional Kebijakan Governance (KNKG) pada akhir tahun 2004. Dengan demikian lembaga kursus harus pula memperhatikan perkembangan pembangunan bangsa.
Tenaga pendidikan menurut Nurhayati (2010) adalah:”...Pendidik harus memiliki kualifikasi akademik dan kompetensi sebagai agen pembelajaran, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional...”.
Kualifikasi akademik yang dimaksudkan di atas adalah tingkat pendidikan minimal yang harus dipenuhi oleh seorang pendidik yang dibuktikan dengan ijazah dan/atau sertifikat keahlian yang relevan sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
Adapun kompetensi sebagai agen pembelajaran pada jenjang pendidikan dasar dan menengah serta pendidikan anak usia dini meliputi:
Kompetensi pedagogik dan andragogik;
Kompetensi kepribadian;
Kompetensi profesional; dan
Kompetensi sosial.

Dalam Lembaga Kursus
Bila kita  memperhatikan  dalam penyelenggaraan lembaga kursus, memang memerlukan perhatian kepada semua orang. Karena pendiri lembaga kursus tidak seluruhnya mengerti terhadap apa dan bagaimana administrasi penyelenggaran lembaga kursus tersebut. Sementara bila kita berbicara tentang adminitrasi seperti diuraikan terdahulu, H.M.Yusuf (2012) adalah:”...adaministrasi yang artinya kerjasama; sedangkan “adminsteir” (Belanda) artinya tulis menulis, surat menyurat, tata usaha perkantoran...”. Dalam penyelenggaraan dunia perkantoran yang sering dan ada kalanya terabaikan. Karena dalam penyelenggaraan lembaga kursus, warga belajarnya sangat banyak, tapi ditanya berapa pesertanya, berapa persen asal perkotaan dan pedesaan. Mereka sulit memberikan penjelasan. Artinya data tertulis, yang sebenarnya ini pekerjaan tata usaha, tapi belum teradministrasi dengan baik. Demikian juga dalam pelaporan. Dari hasil evaluasi yang ada, lembaga kursus, setiap penyampaian laporan masih 40-50% yang sering terlambat, dari batas waktu pelaporan. Karena setiap kegiatan masih belum didata secara langsung oleh tata usaha. Padahal jika dilakukan setiap kegiatan oleh tata usaha lembaga kursus, yang mungkin dapat meringankan keperkaan tata usaha dalam pelaporan.
Lembaga kursus yang baik adalah jika setiap kegiatan kursus menyusun laporannya, maka saat akhir tahun pembuatan laporan tidak menyulitkan lagi. Karena setiap kursus dengan berapa macam kursus yang diselenggarakan, dapat terurai dengan baik. Apa lagi jika pihak dinas terkait sudah menyiapkan format laporan akhirnya. 

Pendidikan Nonformal Berbasis Masyarakat
Pendidikan berbasis masyarakat (communihy-based education) merupakan mekanisme yang memberikan peluang bagi setiap orang untuk memperkaya ilmu pengetahuan dan teknologi melalui pembelajaran seumur hidup. Kemunculan paradigma pendidikan berbasis masyarakat dipicu oleh arus besar modernisasi yang menghendaki terciptanya demokratisasi dalam segala dimensi kehidupan manusia, termasuk di bidang pendidikan. Mau tak mau pendidikan harus dikelola secara desentralisasi dengan memberikan tempat seluas-luasnya bagi partisipasi masyarakat.
Sebagai implikasinya, pendidikan menjadi usaha kolaboratif yang melibatkan partisipasi masyarakat di dalamnva. Partisipasi pada konteks ini berupa kerja sama antara warga masyarakat dengan pemerintah dalam merencanakan, melaksanakan, menjaga dan mengembangkan aktivitas pendidikaan seperti terjadinya dalam pelaksanaan di lembaga kursus. Sebagai sebuah kerja sama, maka masvarakat diasumsi mempunyai aspirasi yang harus diakomodasi dalam perencanaan dan pelaksanaan suatu program pendidikan.


1.Konsep Pendidikan Berbasis Masyarakat
  Pendidikan berbasis masyarakat merupakan perwujudan demokratisasi pendidikan melalui perluasan pelayanan pendidikan untuk kepentingan masyarakat. Pendidikan berbasis masyarakat menjadi sebuah gerakan penyadaran masyarakat untuk terus belajar sepanjang hayat dalam mengsi tantangan kehidupan yang berubah-ubah.
Secara konseptual, pendidikan berbasis masyarakat menurut Uhar Suharsaputra (2008) adalah:”... model penyelenggaraan pendidikan yang bertumpu pada prinsip dari masyarakat, oleh masyarakat dan untuk masyarakat...”. Pendidikan dari masyarakat artinya pendidik memberikan jawaban atas kebutuhan masyarakat. pendidikan oleh masyarakat artinya masyarakat ditempatkan sebagai subyek/pelaku pendidikan, bukan objek pendidikan. Pada konteks ini, masyarakat dituntut peran dan partisipasi aktifnya dalam setiap program pendidikan. Adapun pengertian pendidikan untuk masyarakat artinya masyarakat diikutsertakan dalam semua program yang dirancang untuk menjawab kebutullan mereka. Secara singkat dikatakan, masyarakat perlu diberdayakan, diberi peluang dan kebebasan untuk mendesain, merencanakan, membiayai, mengelola dan menilai sendiri apa yang diperlukan secara spesifik di dalam, untuk dan oleh masyarakat sendiri.
  Di dalam Undang-undang Pendidikan Nasional nomor 20/2003 pasal 1 ayat 16, arti dari pendidikan berbasis masyarakat adalah:”...penyelenggaraan pendidikan berdasarkan kekhasan agama, sosial, budaya, aspirasi, dan potensi masyarakat sebagai perwujudan pendidikan dari, oleh, dan untuk masyarakat...”. Dengan demikian nampak bahwa pendidikan berbasis masyarakat pada dasarnya merupakan suatu pendidikan yang memberikan kemandirian dan kebebasan pada masyarakat untuk menentukan bidang pendidikan yang sesuai dengan keinginan masyarakat itu sendiri.
 Sementara itu di lingkungan akademik para akhli juga memberikan batasan pendidikan berbasis masyarakat. Menurut Michael W. Galbraith, dalam Norsanie Darlan (2012)adalah:”… community-based education could be defined as an educational process by which individuals (in this case adults) become more corrtpetent in their skills, attitudes, and concepts in an effort to live in and gain more control over local aspects of their communities through democratic participation. …”. Artinya, pendidikan berbasis masvarakat dapat diartikan sebagai proses pendidikan di mana individu-individu atau orang dewasa menjadi lebih berkompeten dalam ketrampilan, sikap, dan konsep mereka dalam upaya untuk hidup dan mengontrol aspek-aspek lokal dari masyarakatnya melalui partisipasi demokratis. Pendapat lebih luas tentang pendidikan berbasis masyarakat dikemukakan oleh Mark K. Smith sebagai berikut:  … as a process designed to enrich the lives of individuals and groups by engaging with people living within a geographical area, or sharing a common interest, to develop voluntar-ily a range of learning, action, and reflection opportunities, determined by their personal, social, econornic and political need….”.
Artinya adalah bahwa pendidikan berbasis masyarakat adalah sebuah proses yang didesain untuk memperkaya kehidupan individual dan kelompok dengan mengikutsertakan orang-orang dalam wilayah geografi, atau berbagi mengenai kepentingan umum, untuk mengembangkan dengan sukarela tempat pembelajaran, tindakan, dan kesempatan refleksi yang ditentukan oleh pribadi, sosial, ekonomi, dan kebutuhan politik mereka.
Dalam UU sisdiknas no 20/2003 pasal 55 tentang Pendidikan Berbasis Masyarakat disebutkan sebagai berikut:
1.Masyarakat berhak menyelenggarakan pendidikan berbasis masyarakat pada pendidikan formal dan nonformal sesuai dengan kekhasan agama, lingkungan sosial, dan budaya untuk kepentingan masyarakat.
2.Penyelenggara pendidikan berbasis masyarakat mengembangkan dan melaksanakan kurikulum dan evaluasi pendidikan, serta manajemen dan pendanannya sesuai dengan standar nasional pendidikan.
3.Dana penyelenggaraan pendidikan berbasis masyarakat dapat bersumber dari penyelenggara, masyarakat, Pemerintah, pemerintah daerah dan/atau sumber lain yang tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan-yang berlaku.
4.Lembaga pendidikan berbasis masyarakat dapat memperoleh bantuan teknis, subsidi dana, dan sumber daya lain secara adil dan merata dari Pemerintah dan/atau pemerintah daerah.
5.Ketentuan mengenai peran serta masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.
Dari kutipan di atas nampak bahwa pendidikan berbasis masyarakat dapat diselenggarakan dalam jalur formal maupun nonformal, serta dasar dari pendidikan berbasis masyarakat adalah kebutuhan dan kondisi masyarakat, serta masyarakat diberi kewenangan yang luas untuk mengelolanya. Oleh karena itu dalam menyelenggarakannya perlu memperhatikan tujuan yang sesuai dengan kepentingan masyarakat setempat.
Untuk itu Tujuan dari pendidikan nonformal berbasis masyarakat dapat mengarah pada isu-isu masyarakat yang khusus seperti pelatihan karir, perhatian terhadap lingkungan, budaya dan sejarah etnis, kebijakan pemerintah, pendidikan politik dan kewarganegaraan, pendidikan keagamaan, pendidikan bertani, penanganan masalah kesehatan serti korban narkotika, HIV/Aids dan sejenisnya. Sementara itu lembaga yang memberikan pendidikan kemasyarakat bisa dari kalangan bisnis dan industri, lembaga-lembaga berbasis masyarakat, perhimpunan petani, organisi kesehatan, organisasi pelayanan kemanusiaan, organisi buruh, perpustakaan, museum, organisasi persaudaraan sosial, lembaga-lembaga keagamaan dan lain-lain .


2. Pendidikan Nonformal Berbasis Masyarakat
Model pendidikan berbasis masyarakat untuk konteks Indonesia kini semakin diakui keberadaannya pasca pemberlakuan UU No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Keberadaan lembaga ini diatur pada 26 ayat 1 s/d 7. jalur  yang digunakan bisa formal dan atau nonformal.
Dalam hubungan ini, pendidikan nonformal berbasis masyarakat adalah pendidikan nonformal yang diselenggarakan oleh warga masyarakat yang memerlukan layanan pendidikan dan berfungsi sebagai pengganti, penambah dan/pelengkap pendidikan formal dalam rangka mendukung pendidikan sepanjang hayat. Pendidikan nonformal berfungsi mengembangkan potensi peserta didik dengan penekanan pengetahuan dan keterampilan fungsional serta pengembangan sikap dan kepribadian fungsional. Pendidikan nonformal meliputi pendidikan kecakapan hidup, pendidikan anak usia dini, pendidikan kepemudaan, pendidikan pemberdayaan perempuan, pendidikan keaksaraan, pendidikan keterampilan dan pelatihan kerja, pendidikan kesetaraan serta pendidikan lain yang ditujukan untuk mengembangkan kemampuan peserta didik. Satuan pendidikan nonformal terdiri atas lembaga kursus, lembaga pelatihan, kelompok belajar, pusat kegiatan masyarakat, majelis taklirn serta satuan pendidikan yang sejenis.
Dengan demikian, nampak bahwa pendidikan nonformal pada dasarnya lebih cenderung mengarah pada pendidikan berbasis masyarakat yang merupakan sebuah proses dan program, yang secara esensial, berkembangnya pendidikan nonformal berbasis masyarakat akan sejalan dengan munculnya kesadaran tentang bagaimana hubungan-hubungan sosial bisa membantu pengembangan interaksi sosial yang membangkitkan terhadap pembelajaran berkaitan dengan masalah yang dihadapi masyarakat dalam kehidupan sosial, politik, lingkungan, ekonomi dan faktor-faktor lain. Sementara pendidikan berbasis masyarakat sebagai program harus berlandaskan pada keyakinan dasar bahwa partisipasi aktif dari warga masyarakat adalah hal yang pokok. Untuk memenuhinya, maka partisipasi warga harus didasari kebebasan tanpa tekanan dalam kemampuan berpartisipasi dan keingin berpartisipasi. Seperti menyelenggarakan pendidikan luar sekolah berupa lembaga kursus, dengan berbagai macam yang diselenggarakan.

3. Pinsip-prinsip Pendidikan Berbasis Masyarakat
  Menurut Michael W. Galbraith pendidikan berbasis masyarakat memiliki prinsip-prinsip sebagai berikut:
• Self determination (menentukan sendiri). Semua anggota masyarakat memiliki hak dan tanggung jawab untuk terlibat dalam menentukan kebutuhan masyarakat dan mengidentifikasi sumber-sumber masyarakat yang bisa digunakan untuk merumuskan kebutuhan tersebut.
• Self help (menolong diri sendiri) Anggota masyarakat dilayani dengan baik ketika kemampuan mereka untuk menolong diri mereka sendiri telah didorong dan dikembangkaii. Mereka menjadi bagian dari solusi dan membangun kemandirian lebih baik bukan tergantung karena mereka beranggapan bahwa tanggung jawab adalah untuk kesejahteraan mereka sendiri.
• Leadership development (pengembangan kepemimpinan) Para pemimpin lokal harus dilatih dalam berbagai ketrampilan untuk memecahkan masalah, membuat keputusan, dan proses kelompok sebagai cara untuk menolong diri mereka sendiri secara terus-menerus dan sebagai upaya mengembangkan masyarakat.
• Localization (lokalisasi). Potensi terbesar unik tingkat partisipasi masyarakat tinggi terjadi ketika masyarakat diberi kesempatan dalam pelayanan, program dan kesempatan terlibat dekat dengan kehidupan tempat masyarakat hidup.
• Integrated delivery of service (keterpaduan pemberian pelayanan) Adanya hubungan antaragensi di antara masyarakat dan agen-agen yang menjalankan pelayanan publik dalam memenuhi tujuan dan pelayanan publik yang lebih baik.
• Reduce duplication of service. Pelayanan Masyarakat seharusnya memanfaatkan secara penuh sumber-sumber fisik, keuangan dan sumber dava manusia dalam lokalitas mereka dan mengoordinir usaha mereka tanpa duplikasi pelayanan.
• Accept diversity (menerima perbedaan) Menghindari pemisahan masyarakat berdasarkan usia, pendapatan, kelas sosial, jenis kelamin, ras, etnis, agama atau keadaan yang menghalangi pengembangan masyarakat secara menyeluruh. Ini berarti pelibatan warga masyarakat perlu dilakukan seluas mungkin dan mereka dosorong/dituntut untuk aktif dalam pengembangan, perencanaan dan pelaksanaan program pelayanan dan aktifitas-aktifitas kemasyarakatan.
• Institutional responsiveness (tanggung jawab kelembagaan) Pelayanan terhadap kebutuhan masyarakat yang berubah secara terus-menerus adalah sebuah kewajiban dari lembaga publik sejak mereka terbentuk untuk melayani masyarakat. Lembaga harus dapat dengan cepat merespon berbagai perubahan yang terjadi dalam masyarakat agar manfaat lembaga akan terus dapat dirasakan.
• Lifelong learning (pembelajaran seumur hidup) Kesempatan pembelajaran formal dan informal harus tersedia bagi anggota masyarakat untuk semua umur dalam berbagai jenis latar belakang masyarakat.

Dasar Hukum Penerbitan Nomor Induk Lembaga Kursus
Jika kita memperhatikan apa dan bagaimana lembaga kursus, di negeri kita punya dasar yang kuat yaitu:
1. UU No 20 th 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pasal 26 ayat (4) satuan pendidikan nonformal terdiri atas lembaga kursus, lembaga pelatihan kelompok belajar, pusat kegiatan belajar masyarakat, dan majelis taklim serta satuan pendidikan yang sejenis, ayat (5) Kursus dan Pelatihan diselenggarakan bagi masyarakat yang memerlukan bekal pengetahuan, keterampilan, kecakapan hidup, dan sikap untuk mengembangkan diri, mengembangkan profesi, bekerja, usaha mandiri, dan/atau melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi.
2. UU No 20 th 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pasal 62 ayat (1) setiap satuan pendidikan formal dan nonformal yang didirikan wajib memperoleh izin pemerintah atau pemerintah daerah .
Lembaga kursus ini, secara konkret sudah ada datanya di direktorat lembaga kursus di Direktoran Pembinaan Kursus dan Pelatihan pada kantor Kementrian Pendidikan dan  Kebudayaan RI.

Kursus dan Pelatihan

Dhanang Respati Puguh (2009) adalah:”... Peningkatan Komperensi dan Profesionalisme...” para tutor dan instruktur kursus dan pelatihan....”. Keikutsertaan dalam kursus dan pelatihan tentang kependidikan merupakan cara kedua yang dapat ditempuh untuk meningkatkan kompetensi dan profesionalismenya. Walaupun tugas utama seorang sepeti: tutor, instruktur adalah mengajar, namun tidak ada salahnya dalam rangka peningkatan kompetensi dan profesionalismenya juga perlu dilengkapi dengan kemampuan meneliti dan menulis artikel/ buku. Oleh karena itu, tutor, instruktur sejarah perlu juga mengikuti kursus atau pelatihan tentang Teori dan Metodologi penelitian lokal, dan penulisan artikel ilmiah. Dengan meningkuti pelatihan-pelatihan semacam: tutor, instruktur dapat mengetahui dan mempraktikkannya  dalam bentuk laporan dan artikel yang dapat dimanfaatkan untuk berbagai kepentingan, baik ilmiah maupun administratif yang berkaitan dengan profesinya sebagai tutor, instruktur. Karena tanpa peranan dari para tutor dan instruktur yang baik dalam sebuah kursus dan pelatihan tidak akan terbentuk hasil yang optimal.

 

Pelatihan Tingkatkan Kompetensi Lembaga Kursus

Komitmen Kementrian Pendidikan Nasional untuk meningkatkan mutu lembaga kursus di seluruh Indonesia terus bergulir, melalui Pelatihan Manajemen Kursus yang diselenggarakan oleh Dinas Pendidikan Propensi Kalimantan Timur yang diselenggarakan  5 hari, diikuti utusan-utusan lembaga kursus seluruh Kabupaten/kota yang ada di Kalimantan Timur. Dihadiri sekitar 40 lembaga kursus di Kalimantan Timur, pelatihan yang diselenggarakan di Hotel Simpatik Balikpapan ini di selenggarkan mulai tanggal 8 s/d 12 Oktober 2010. 
Sedangkan lembaga kursus yang hadir antara lain, lembaga kursus computer, bahasa Inggris, tatarias pengantin, salon, dan mengemudi, computer, dll.  Menurut panitia penyelenggara Dra. Eda Rusdiani, dengan diselenggarakanya Pelatihan Manajemen Kursus ini diharapkan lembaga-lembaga kursus yang ada di Kaltim lebih mampu bersaing dengan lembaga-lembaga kursus dari luar daerah yang saat ini semakin menjamur di Kaltim dengan program waralabanya. Menurut Rusdiani (2010)adalah:”…Karena saat ini iklim persaingan semakin tinggi antar jasa kursus, maka kami  ingin lembaga-lembaga kursus di Kaltim juga mampu bersaing dengan lembaga kursus yang ada di pulau jawa yang saat ini sudah masuk ke daerah-daerah dengan dengan cara waralaba…”.
Sehingga dalam sesi awal pelatihan disampaikan menurut pemateri: M. Zein (2011) adalah:”…menguraikan seputar bagaimana lembaga kursus mengembangkan manajemen lembaga …“. Untuk lebih jelasnya ke 3 hal di atas seperti kursus mereka dan ada tiga pilar yang mendasari kokohnya sebuah manajemen kursus yait dalam :diuraikan sebagai berikut:
1) Manajemen yang selalu terus belajar seumur hidupnya (Long Life Education) maksudnya lembaga yang tak mampu belajar dan melakukan inovasi dalam pelayanan jasanya pastinya akan kalah dalam persaingan;
2) Manajemen yang bekerja seumur hidup (Long Life Occupation) maksudnya pendidikan merupakan kebutuhan orang selamanya dan merupakan bisnis lembaga kursus yang tidak akan pernah mati selama masih adanya manusia, tandanya dengan manajemen yang selalu menyatakan bahwa akan selalu hidup selamanya akan menjadi motivasi terbesar bagi pengelola lembaga kursus tersebut;
3) Manajemen yang dilakukan dengan Cinta (Long Life In Love) manajemen yang dikelola dengan rasa cinta akan terasa ringan dan menyenangkan dan selain itu akan membuat si pengguna jasa akan merasakan efek empatik sebuah manajemen tersebut. Sehingga para tutor dan instruktur merasa nyaman dalam menjalankan tugasnya di lembaga kursus.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar