Sabtu, 18 Agustus 2012

PROFESIONALISME GURU DALAM TUNTUTAN UNDANG-UNDANG NOMOR 14/2005



Oleh:
H.M.Norsanie Darlan
Guru Besar  S-1 dan S-2 Pendidikan Luar Sekolah (PLS)
Universitas Palangka Raya

Pendahuluan
Penulisan materi ini, adalah atas tuntutan hati penulis mencoba dalam penulisan ini menspekasi penulisan khusus untuk guru formal. Karena UU no 14/2005 adalah membahas Guru dan Dosen.
Dalam tulisan ini, ditampilkan berbagai hal, diantaranya: pengertian guru, kedudukan fungsi dan tujuan guru, profesi guru, guru di pedesaan, SDM, fungsi ilmuan, apa guru wajib sarjana, guru dan tuntutan profesi, sertifikasi dan tunjangan profesi guru, mutu pendidikan di Malaysia.
Untuk lebih jelasnya berbagai hal di atas, secara rinci dan sederhana akan diuraikan berikut:

 Pengertian Guru
Bila kita mencari pengertian guru maka menurut ahli bahasa Poerwadarminta (1986) dan Anthon M. Moeliono (1989; 288) adalah:”… orang yang pekerjaannya (mata pencahariannya, profesinal) mengajar. Guru selalu menjadi contoh bagi muridnya…”. Sedangkan guru menurut Shadily (1980; 1188) adalah:”… orang yang mengajarkan sesuatu kepada muridnya…”. Dengan demikian, guru adalah orang yang pekerjaannya mengajar baik dalam jalur formal maupun non formal. Untuk jalur non formal guru juga disebut dengan tutor.
  
Kedudukan Fungsi dan Tujuan Guru
Dalam UU No 14/2005 Bab II Pasal 2 secara jelas disebutkan bahwa:”… (1) guru  mempunyai kedudukan sebagai tenaga professional pada jenjang pendidikan dasar, pendidikan menengah dan pendidikan anak usia dini (PAUD) pada jalur pendidikan formal yang diangkat sesuai dengan peraturan perundang-undangan; (2) pengakuan kedudukan guru sebagai tenaga professional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuktikan dengan sertifikasi pendidik…”.
Selain itu, kedudukan guru sebagai tenaga professional sebagai mana dimaksud dalam pasal 2 ayat (1) berfungsi untuk meningkatkan martabat dan peran guru sebagai agen pembelajaran berfungsi untuk  meningkatkan mutu pendidikan nasional.
Dalam pasal 6  Kedudukan guru sebagai tenaga professional bertujuan untuk melaksanakan sistem pendidikan nasional dan mewujudkan tujuan pendidikan nasional, yaitu berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berahlak mulia, sehat berilmu, cakap, kreatif, mandiri, serta menjadi warga negara yang demokratis dan tertanggung jawab.  

Profesional Guru
Ada 9 profesi guru yang merupakan bidang pekerjaan khusus yang dilaksanakan berdasarkan prinsip sebagai:
!. Memiliki bakat, minat, panggilan jiwa, dan idealisme;
2.Memiliki komitmen untuk meningkatkan mutu pendidikan, keilmanan, ketaqwaan, dan akhlak mulia;
3.Memiliki kualifikasi akademik dan latar belakang pendidikan sesuai dengan bidang tugas;
4.Memiliki kompetensi yang diperlukan sesuai dengan bidang tugas;
5.Memiliki tanggung jawab atas pelaksanaan tugas keprofesionalan;
6.Memperoleh penghasilan yang ditentukan sesuai dengan prestasi kerja;
7.Memiliki kesempatan untuk mengembangkan keprofesionalan secara berkelanjutan dengan belajar sepanjang hayat;
8.Memiliki jaminan perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas keprofesionalannya;
9.Memiliki organisasi profesi yang mempunyai kewenangan mengatur hal-hal yang berkaitan dengan dengan tugas keprofesionalan guru.
Selain hal-hal di atas, pemberdayaan profesi guru diselenggarakan melalui pengembangan diri yang dilakukan secara demokratis, berkeadilan, tidak deskrimitatif, dan berkelanjutan dengan menjunjung tinggi hak azasi manusia, nilai keagamaan, nilai cultural, kemajemukan bangsa, dan kode etik  profesi guru.

Perhatikan Guru di Pedesaan
Sebelumnya apa arti pedesaan, tentu kita perlu mengingat kembali sebuat tulisan Faisal (1982). Ia menyebutkan : “…kelompok masyarakat berada dalam 3 tempat, yakni masyarakat kota, pinggiran kota dan desa pedesaan…”.  Dari ke 3 hal di atas, penulis pengambil pendapat ahli ini masyarakat yang berada di desa pedesaan. Mereka yang hidup dalam serba kesederhanaan, tidak banyak mendapatkan informasi luar dan mudah menerima pesan-pesan pembangunan. Karena pengetahuan mereka yang masih serba keterbukaan, tidak / belum terkontaminasi terhadap berbagai hal yang sering menyulitkan baik bagi kelompok masyarakatnya maupun yang lain.
Namun dengan seringnya pelaksanaan pemilu, pilkada yang terjadi masing-masing 5 tahunan, membuat masyarakat mulai terjadi pergeseran budaya dalam hal menerima informasi dimaksud.
Bila kita mengkaji lebih jauh tentang desa, maka Shadily (1980; 794) menjelaskan sebagai berikut: 1) desa adalah bentuk masyarakat yang bersifat komuniti kecil dengan jumlah penduduk yang biasanya kurang dari jumlah peenduduk kota. Profesi penduduk desa hidupnya dari berburu, meramu, mencari ikan, beternak, berkebun, berladang, atau bercocok tanam; menetap dan mempunyai sistem masyarakat, sistem adat istiadat, orientasi nilai budaya dan mentalitas yang biasanya lebih lambat bergeser dari masyarakat kota. Ekonomi masyarakat pedesaan dapat beraneka ragam; dari sistem produksi sendiri, hingga ekonomi berdasarkan produk untuk pasar, tetapi masih dengan pembedaan kerja, organisasi dan volume produksi yang lebih terbatas daripada hal-hal serupa itu pada sistem ekonomi masyarakat industri. 2) Daerah Negara Republik Indonesia autonom tingkat rendah, setingkat dengan kota kecil (Undang-Undang R.I. No. 22/1948). Desa “bentuk baru” ini berlainan dengan desa “bentuk lama” yang diatur oleh Inlandsche Gemeente Ordonantie; dengan adanya undang-undang tentang pemerintahan di daerah No.5/1974, “desa bentuk baru” itu tidak ada lagi; kemungkinan mengadakannya dengan undang-undang tersendiri tetap ada. Seorang guru yang terjun ke masyarakat dalam menjalankan profesinya ia harus tahu seluk beluk sebagai orang baru yang mau bersosialisasi di masyarakat, terhadap apa yang akan ia kerjakan.
Guru di pedesaan dianggap masyarakat orang pandai, punya ilmu pengetahuan yang luas. Tugas guru dirasakan berat kalau saat ia mengikuti pendidikan tidak membiasakan diri menjadi professional. Kalau seorang guru tidak mampu memecahkan masalah itu, maka guru tersebut menjadi celaan masyarakat. Akibatnya guru tadi tinggal di tempat tugas jadi gelisah akhirnya minta pindah.

Sumber daya Manusia
Melihat arti dan pentingnya Sumber Daya Manusia Hasibuan (1997; 269) adalah: “… akan dapat dilakukan dengan baik dan benar, jika perencanaannya mengetahui apa dan bagaimana sumber daya manusia itu”. Sumber daya manusia atau man power disingkat SDM merupakan kemampuan yang dimiliki manusia, termasuk guru. SDM ini terdiri dari daya pikir dan daya fisik oleh setiap manusia.
Sumber daya manusia dapat menghasilkan produk bermacam-macam yang dibutuhkan oleh pihak-pihak lain. Manusia dapat bertindak secara perorangan maupun kelompok. Menurut Prawiro (1980; 19) adalah: “… kualitas, kuantitas, dan interaksi yang berlangsung di dalam kelompok manusia itu sangat menentukan nilai penghargaan sebagai sumber daya manusia…”.
Menurut Tilaar (1993; 175) bahwa: “… pembinaan profesionalisme guru memerlukan waktu yang sangat lama dan biaya yang mahal. Status profesional SDM tidak diberikan oleh siapapun, tetapi harus dicapai oleh kelompok profesi bersangkutan"” Pada mulanya tentu saja harus dibina melalui penguatan landasan profesi tenaga yang memadai. Misalnya melalui pendidikan luar sekolah yang sesuai kondisi, pengembangan pelatihan keterampilan bagi kaum perempuan di masyarakat nelayan pedesaan Ginsberg (1966) dan Suryadi (1999; 45) serta Darlan (2002) bahwa:
“…Berkeyakinan bahwa tentang SDM guru dapat dianggap sebagai capital yang mendukung produktivitas. Pernyataan ini mengungkapkan bahwa kontribusi manusia bukan pada keterampilan dan kemempuannya saja, tetapi hanya ada pada individu mereka sendiri…”.
Sedangkan Terry (1978; 26) bahwa: “… Planning is the selecting an rela ing of facts and the making and using of asomptions regarding the fature’n the visualization and formulations of proposed activition selived necessary to active the sired resold…”. Sumber daya menurut Mardikanto (1997; 39) adalah: “… pada awal mulanya diartikan hanya sebagai benda atau substansi yang digunakan untuk mencapai tujuan tertentu”. Akan tetapi, kemudian terbukti menurut Schumacher (1974; 45) bahwa: “… manusia juga merupakan sumber daya terpenting…”. Di pedesaan termasuk mereka yang berprofesi guru.
Tentang hal tersebut Zein (1982; 4) dan Darlan (2002; 38) menegaskan bahwa:
“…Pengertian sumber daya tidak hanya sekedar terbatas pada barang (termasuk manusia) atau substansi yang digunakan dalam upaya untuk mencapai suatu tujuan, tetapi yang terpenting adalah peranan benda atau substansi tersebut dalam proses atau operasi, yakni fungsinya secara operasional di dalam proses tercapainya tujuan tersebut…”.
Secara makro, pengembangan kemampuan, keterampilan, dan keahlian menurut Muhadjir (1979) adalah: “… dari sumber daya manusia mempunyai arah yang memberi proses masa depan yang lebih cerah…”. Tidaklah salah bila setahap demi setahap mengurangi jumlah tenaga yang bekerja di sektor premier, dan mengembangkan pendidikan tenaga kerja di sektor sekunder atau tersier.

Fungsi para ilmuwan
Dalam membangkitkan apresiasi sains dan teknologi di masyarakat, para ilmuwan dituntut kemampuan dapat mempopulerkan sains dan teknologi untuk konsumsi masyarakat awam. Seyogyanya ilmuwan kita disamping seorang profesional dibidangnya, juga mampu mempopulerkan keahliannya. Sains dan teknologi populer dapat disampaikan melalui ceramah-ceramah, media massa, berkala sains populer dan penerbitan buku-buku, majalah, jurnal, buletin dsb. Termasuk juga dalam kegiatan seperti pertemuan bermusyawarah  kita ini.
Dalam masyarakat yang telah mempunyai apresiasi yang tinggi terhadap sains dan teknologi, buku-buku sains menjadi best-seller misalnya buku-buku bertema kosmologi modern oleh Hawking (1993), oleh  Reeves (1994) buku bertemakan ke arah paradigma baru sains (tentang, chaos) oleh James Gleik (1987)  (Nur, 1998; 8).

Apa Guru Wajib Sarjana
Penulis kurang sependapat jika semua guru wajib sarjana. Sebab ada terjadi pemborosan yang juga tidak ekonomis, kalau guru dipaksakan harus berijazah sarjana. Dalam proses pendidikan yang diselenggarakan dewasa ini, kualitasnya masih diragukan. Selain itu, waktu, biaya, tenaga dan kegunaan perlu ditinjau kembali. Berbicara tentang waktu pendidikan yang hanya beberapa kali pertemuan membuat warga sekitar terkadang kaget mendengar seorang guru tiba jadi sarjana.  Pertanyaan mereka kapan guru itu kuliah. Sedangkan anaknya kuliah menggunakan waktu 4-5 tahun.
Dari segi biaya mereka, ada kalanya mencari biaya pendidikan yang sangat sulit. Sedangkan kegunaan tidak seluruhnya relevan. Karena seorang guru tinggal di tempat tugasnya di lembah, pinggiran sungai, di puncak bukit/gunung di tepi danau nan jauh di sana. Di pesisir pantai yang jauh dari keramaian. Sekarang apa cocok seorang sarjana untuk mengajar di sekolah dasar di sana. Kenapa tidak cukup pada tingkat Diploma saja.
Sarjana baik buat tenaga pengajar di perkotaan, apakah dia pada SLTP ataukah SMA/MA maka mereka ini harus wajib sarjana. Terlebih guru SLTP/SLTA baik di pedesaan maupun perkotaan. Tapi kalau di pedesaan seperti di uraikan di atas, mungkin terjadi pemborosan waktu, biaya bagi guru sekolah dasar. Sedangkan mutu yang dinantikan tidak seberapa.
Dari segi tingkatannya kurang menarik, sebab antara guru SD, SMP dengan SMA/MA harusnya ada beda pendidikannya. Kenapa harus guru SD, SMP dan SMA/MA dan berbagai pendidikan kejuruan sama-sama sarjana. Kalau guru SD sarjana, guru SMA/MA dan kejurusan harus S2 atau S3. Bukankah hal itu lucu mengajar SD sama ijazahnya dengan mengajar di SMA/MA atau sekolah kejuruan.  Mungkin juga bisa terjadi guru SD minta mutasi untuk menjadi guru SMA. Karena ijazah sama-sama sarjana.

Guru dan Tuntutan Profesi
Bila kita membicarakan tentang guru dan tuntutan profesi, tentu kita harus mencari minimal 3 sumber yang jelas.
Pertama: memang guru tersebut sejak awal keinginan memilih IKIP, FKIP, STIKIP, atau Tarbiyah sejak dari awal sebagai pilihan utamanya. Hal ini memang motivasi intrensik seseorang sebelum menjadi guru, memang ia berminat memang dari dalam dirinya sudah ingin jadi guru. Hal ini, sebelum ia kuliah bahkan dari masa anak-anak ia sudah rajin bertindak, berbuat sebagai guru.
Kedua: faktor ikut-ikutan. Menilih   IKIP, FKIP, STIKIP atau Fakultas Tarbiyah karena tidak lulus test di perguruan tinggi lain. Ini adalah motivasi karena terpaksa memasuki kuliah itu, karena daripada tidak kuliah, lebih baik kuliah pada IKIP, FKIP, STIKIP atau Tarbiyah. Sedangkan yang:
Ketiga: motivasi dari luar extrensic yaitu karena ingin cepat dapat kerja. Apa lagi setelah memperoleh kesarjanaan, cari sertifikat akta IV untuk melamar jadi guru. Perbuatan ini adalah proses yang tidak menyenangkan. Karena mereka yang betul-betul kuliah dari a – z menggunakan waktu 4 – 5 tahun di IKIP, UPI, FKIP, STIKIP, Fakultas Tarbiyah. Sementara ada orang tertentu mendapatkan sertifikat akta IV dengan mudah dan melamar kerjanyapun mudah.    
Akta mengajar IV sebetulnya diberikan kepada seorang dokter yang mengajar di sekolah pengatur rawat. SIM mengajar di sekolah pengatur rawat harus memiliki akta IV. Dan ada prosedur nya. Misalnya seseorang bisa ikut mengambil akta IV kalau yang bersangkutan sudah memiliki NIP. Contoh lain, seorang Insinyur Pertanian. Ia mengajar atau jadi guru pada Sekolah Pertanian. Setelah mendapat NIP ia harus segera mengikuti akta IV, karena Insinyur Pertanian tidak boleh mengajar kalau tidak memiliki akta IV.

Sertifikasi dan tunjangan Profesi Guru
Dalam masa sekarang ini, para guru sangat antusias berpikirnya bagaimana untuk lulus sertifikasi. Karena kalau lulus sertifikasi guru mereka mendapatkan tunjangan Profesi guru sebagaimana pasal 16 UU no 14 tahun 2005 butir (2) diberikan setara dengan 1 (satu) kali gaji pokok guru yang bersangkutan.  Tunjangan profesi tersebut bersumber dari APBN atau APBD.
Nasib guru bagaikan ”...Oemar Bakri tempoe doeloe...”, mulai terhapus. Apa lagi bila guru yang bersangkutan telah mendapatkan kelulusan dari tim pemeriksa sertifikasi. Sehingga kecemburuan sosial bagi PNS lain mungkin bisa terjadi. Kenapa guru mendapat tunjangan lebih besar dari para PNS umumnya. Khususnya bagi mereka yang tidak mendapat jabatan struktural. Dipihak lain jabatan guru  dan dosen adalah jabatan fungsional.
Dengan demikian menurut Bab IV pasal 8, guru wajib memiliki kualitifikasi akademik, kompetensi, sertifikasi pendidik, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional.  Hal ini sebagai realisasi Bab XIII pasal 49 UUSPN no 20 tahun 2003 (1) dana pendidikan selain gaji pendidik dan biaya pendidikan kedinasan dialokasikan minimal 20% dari anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) pada pada sektor pendidikan dan minimal 20% dari APBD.

Mutu pendidikan  di  Malaysia
Mungkin sebagian besar masih belum hilang dari ingatan kita, bahwa negeri jiran kita Malaysia sejak tahun 60-an mengekspor tenaga guru dari Indonesia. Tahun 80-an seangkatan penulis di IKIP Malang saudara kita bernama: Nursamid dan sering tertukar bila dosen mencari nama diantara kami berdua. Artinya orsang Malaysia tahun 1982 ada yang input Sarjana Muda kuliah di Malang. Tahun 1986-1988 penulis di Fakultas Kedokteran Gadjah Maha sempat memberikan kuliah diantaranya ada mahasiswa Malaysia. Selain sebagai mahasiswa S2 juga dipercayakan juga untuk mengajar di Program Kedokteran Komunitas, di sama banyak bertemu mahasiswa asal Malaysia.
Pertengan tahun 90-an Malaysia sudah menawarkan Program Tertinggi seperti Magister (MA) dan Ph.D untuk pemuda/pemudi Indonesia untuk belajar di negeri jiran ini. Jadi mereka tidak tanggung-tanggung tahun 1997 mahasiswa tugas belajar di Malaya University setiap bulan mendapatkan imbalan 1200 ringgit. Dirupiahkan saat itu Rp 1.200.000,- Sehingga banyak pemuda kita yang pergi belajar ke Malaysia untuk meraih berbagai gelar.
Untuk diketahui juga dalam jurnal yang resmi dari kedutaan mereka biaya pendidikan tahun anggaran 2003 ini sebesar 37 % dari dana anggaran negaranya. Sementara di negeri kita tercinta ini pernah terjadi anggaran pendidikan hanya 4,5 dari APBN apa demikian, karena pihak pengambil kebijakan kita kurang memberikan perhatian terhadap dunia pendidikan ini. Sehingga iklim pendidikan jadi terpuruk hingga tingkat yang paling rendah di tanah air kita.
Penulis saat itu sebagai mahasiswa program Doktor di Indonesia merasa berkewajiban membuat konsep didahului oleh sebuah seminar nasional mahasiswa program doktor yang ada di Indonesia. Hasil seminar diserahkan kepada Bapak Mendiknas RI saat itu Prof. Dr. Yahya Muhaimin  di ruang kerja beliau yang disampingi oleh Dirjen Pendidikan Tinggi. Dan Komisi VI DPR-RI serta pengurus besar PGRI.  Salah satu konsep yang cukup dikenang oleh para mahasiswa program Doktor dalam sidang Umum MPR ternyata menerima konsep kita minimal 17% dari anggaran negara untuk pendidikan. Sekarang dalan tahun anggaran 2003 kita menikmati 20 % anggran negara untuk pendidikan. Mudah-mudahan konsep itu dapat berjalan dengan baik, agar istilah guru sebagai  “Oemar Bakri”  lambat laun menjadi impian bagi setiap orang.

Pustaka


Darlan, H. M. Norsanie, (1998). Strategi Pendidikan Luar Sekolah, PLS FKIP Universitas Palangka Raya.
-----------, (2001). Kuliah Umum Penerimaan Mahasiswa STAIN, Palangka Raya.
Faisal, Sanapiah (1982). Sosiologi Masyarakat Kota dan Desa, Usaha Nasional, Surabaya.
Gubernur, 2000. Persaturan Daerah Propinsi Kalimantan Tengah nomor 9 tentang : pembentukan organisasi dan tatakerja lembaga teknis daerah propinsi Kalimantan Tengah
Gleik, James. 1987. “La Teorie du chaos, vers uni nouvelle scaince”, versi bah. Prancis)., Fayard, Paris.
Hamid, H.Dedi, 2003. Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional, Asokadikta, Jakarta.
Hawking, Stephen. 1993. “Uni Breve Historie du temps,  du big-bang aux Trous Noirs (versi Bahasa Prancis) Flammarion, Paris. 
Mardikanto, T., 1997. Link and Match (Pendidikan Luar Sekolah) Balai Pustaka, Jakarta.
Muhadjir, N., 1979.  Mencari pola Pembangunan Daerah Istimewa Yogyakarta, Suatu Usaha Studi Mencari Konsep teoritik dan emperik, Pidato Pengukuhan Guru Besar  PLS IKIP Yogyakarta.
Nur Muhammad, 1998. Beberapa Gagasan untuk Menuju pada Kemandirian Sains dan Teknologi. (Pidato Dies Natalis dasampaikan pada Rapat Senat Terbuka) Universitas Diponegoro, Semarang.
Prawiro, 1980. Tentang Kualitas Sumber Daya Manusia Indonesia, Jakarta.
Reeves, Hubert,  1994. “Derniere nouwelles du cosmas: vers ia premere seconde”  (asli bahasa Prancis, diterjemahkan ke beberapa bahasa) Seuil, Paris.
Santosa, Noegroho Imam, 1995. Sosial Budaya Dasar, Pusat Pendidikan Tenaga Kesehatan Departemen Kesehatan RI, Jakarta.
Shadily, Hassan, 1980. Ensiklopedia Indonesia, Edisi ke 2, Ikhtiar Baru – Van Hoeve, Jakarta.
Sudjana, Djudju, 2000. Partisipasi Penelitian terhadap kehidupan manusia, Program Pascasaraja Doktor, UPI, Bandung. 
Suhady, Idup, 2001. Kebijaksanaan Pendayagunaan Aparatur Negara, Lembaga Administrasi Negara – Republik Indonesia, Jakarta.
Suryadi, A., 1999. Pendidikan investasi SDM dan pembangunan, Balai Pustaka, Jakarta.
Tilaar, H.A.R., 1993. Pengembangan SDM dalam era globalisasi (Misi dan visi dan program aksi pelatihan menuju 2020, PT Gramedia, Jakara.
UURI, Nomor 14 tahun 2005. Tentang Guru dan Dosen, BP. Dharma Bhakti, Jakarta.
Yogasara. Kusdinar, 1993. Kesehatan Masyarakat, Universitas Terbuka, Jakarta.
 Zein, M.T., 1982. Sumber Daya Konsep Yang berubah Sepanjang Sejarah, Prisma Volume 11, Jakarta.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar