Jumat, 29 Juni 2012

KIPRAH PAMONG BELAJAR DALAM MENJALANKAN TUPOKSINYA PADA PENDIDIKAN LUAR SEKOLAH


Oleh :
H.M.Norsanie Darlan

Pendahuluan
Buku tentang kiprah pamong belajar dalam menjalankan tupoksinya pada Pendidikan Luar Sekolah ini, mengurai berbagai hal yang berkenaan dengan masalah pamong belajar baik di Kalimantan Tengah maupun di tanah air. Walau dalam segala keterbatasan yang ada. Dari hasil yang diperoleh, ada anggapan bahwa pamong belajar terlihat lebih santai dibanding tenaga guru. Padahal sama-sama tugas mengajar. Namun jika kita cermati ada beda yang sangat bermakna terhadap sasaran didiknya. Untuk guru di sekolah formal, mereka menerapkan teori-beori yang berkenaan dengan paedagogik. Sebaliknya para pamong belajar sulit kalau menerapkan teori itu, karena mereka adalah orang dewasa, tentu lebih mengutamakan teori andragogik. Atau dalam materi kuliah di PLS pendidikan orang dewasa (POD).
Pamong belajar di BP2NFI sangat terkait dengan tugas lebih dibanding mereka yang juga pamong belajar, tapi di sanggar kegiatan belajar (SKB). Karena pamong belajar di provinsi dan regional, harus berada setingkat lebih tinggi, karena harus ada upaya-upaya pengembangan bahan belajar. Pengembagan bahan belajar yang harusnya diterapkan, tentu melakukan berbagai eksperimen. Hasil eksperimen itu dapat dikembangkan di BP2PNFI dan di SKB.
Dalam tulisan ini, akan diuraikan seperti: Arti Kiprah, Arti Pamong Belajar, Jabatan Fungsional, Tugas Pamong Belajar, Tugas dan Fungsi, Melirik Tugas Pokok, Mutu Pamong Belajar, Jabatan, Kedudukan, dan Tugas Pokok, Formasi Pamong Belajar, Sejarah Pendidikan Nonformal di Indonesia, Awalnya Pendidikan Nonformal, Ciri PNF atau PLS, Pendidikan Non Formal, 2 macam Pendidikan nonformal atau PLS, Memperhatikan Peraturan Pemerintah, Implementasi Pendidikan Nonformal, Sasaran Awal PNF atau PLS, Realita Pendidikan Norformal atau PLS, Angka Kredit Pamong Belajar, Jabatan Fungsional Pamong Belajar, Mengembangkan Materi Belajar, Keluhan seorang Pamong, PLS Ditinggalkan. Untuk lebih jelaskan hal-hal di atas, penulis uraikan secara sederhana sebagai berikut:

Arti Kiprah
Mengenali terhadap arti dari kiprah PLS  sebenarnya “kiprah” menurut Norsanie Darlan (2010) adalah: “...suatu perbuatan baik secara perseorangan ataukah sekelompok orang dalam melakukan sebuah gerakan khususnya berupa pendidikan luar sekolah, baik dalam cara spontan dengan proses yang cepat  maupun secara perlahan...”. Namun kiprah dalam proses pendidikan luar sekolah ini, suatu kegiatan yang secara sadar berencana baik akan, sedang maupun telah dilakukan dalam proses pendidikan luar sekolah.

Arti Pamong Belajar
Arti pamong menurut Moeliono (1989; 640) adalah:”...ia sebagai pengasuh. Pamong juga sebagai pendidik (guru)...”. Pamong belajar menurut Norsanie Darlan (2008), Sadid, dkk (2008; 120), dan Filed,Under, (2010) adalah:”...tugas dan fungsinya melaksanakan kegiatan pembelajaran, pembinaan, bimbingan, pemantauan dan penilaian dalam rangka perbikan mutu...”. Dengan demikian pamong belajar merupakan guru nonformal  (tutor) bila di PKBM, yang bertugas pada bidang pendidikan non formal atau istilah lama pendidikan luar sekolah. Pamong belajar tempat ia menjalankan tugasnya pada lembaga penyelenggaran pendidikan non formal seperti pada: SKB, BPPNFI baik ditingkat Provinsi mapun di tingkat regional.

Arti Tupoksi
Memang ada yang mempertanyakan kepada penulis, apa itu tupoksi dalam judul buku ini. Penulis dalam mengartikan ”tupoksi” sebenarnya adalah: kepanjangan dari ”tugas  pokok” dari pamong belajar, yang tentu saja mereka bekerja sehari-hari dalam kegiatan pada tugas-tugas kepamongan-nya.

Jabatan Fungsional
Jika kita memperhatikan terhadap apa jabatan Fungsional Pamong Belajar dalam Peraturan Menpan RI (2010), ia termasuk dalam rumpun pendidikan lainnya. Maka secara jelas terurai dalam Pasal 3 ayat (1) disebutkan pamong Belajar berkedudukan sebagai pelaksana teknis fungsional di bidang  belajar mengajar, pengkajian program, pengembangan model PNFI dan; (2) Pamong Belajar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan jabatan karier yang hanya dapat diduduki oleh seseorang yang telah berstatus sebagai Pegawai Negeri Sipil.
Tugas Pamong Belajar
Memperhatikan terhadap kegiatan pamong belajar di SKB menurut: Hapsari, (2008; 177) adalah:”...dituntut untuk bisa menyelenggarakan program  Pendidikan Non Formal secara kualitas secara panutan bagi lembaga penyelenggara pendidikan non formal dan informal...”.  Walau untuk diketahui bersama bahwa pamong belajar ada juga yang bertugas di BPKB atau BPPNFI di tingkat provinsi maupun  tingkat regional. Pamong Belajar di  SKB pada umumnya lebih mengedepankan tugas pokok dan fungsi lembaganya. Disisi lain menurut Moeliono, (1989; 964) adalah:”...sesuatu kewajiban yang harus dikerjakan...”. Apalagi pamong belajar sebagai pegawai negeri sipil yang menjalankan tugas pokoknya sebagai tenaga fungsional di SKB tentu saja ia harus menjalankan apa yang menjadi tugas dan tanggung jawabnya sebagai pamong belajar.
Tugas dan Fungsi
Bila memperhatikan terhadap SK mendiknas RI nomor 23/0/1997 bahwa tugas lembaga penyelenggaran pendidikan non formal SKB ini,  sebagai lembaga penyelenggara PLS atau PNFI ini,  adalah melakukan pembuatan percontohan dan pengendalian mutu program pendidikan non formal dan Informal. Sedangkan fungsi SKB ada 9 fungsi yang harus kita perhatikan adalah: (1) pembangkitan dan penumbuhan kemauan belajar masyarakat dalam rangka terciptanya masyarakat gemar belajar; (2) pemberian motivasi dan pembinaan masyarakat agar mau dan mampu menjadi pendidik dalam melakukan azas saling membelajarkan; (3) pemberian pelayanan informal kegiatan pendidikan non formal dan informal; (4) pembuatan percontohan berbagai program dan pengendalian mutu pelaksanaan program pendidikan non formal dan informal; (5) penyusunan dan pengadaan muatan lokal; (6) penyediaan sarana dan fasilitas belajar belajar; (7) pengintegrasian dan pengsingkronisasian kegiatan sektoral dalam bidang pendidikan non formal dan informal; (8) pelaksanaan pendidikan dan pelatihan tenaga pelaksana pendidikan non formal dan informal; dan (9) pengelolaan urusan tata usaha sanggar.
Melirik Tugas Pokok
Bila memperhatikan terhadap tugas pokok pamong belajar, maka tidak akan lepas pada pasal 4 butir 1 dan 2 sebagai berikut:
(1) Tugas pokok Pamong Belajar adalah melaksanakan kegiatan belajar mengajar, mengkaji program, dan mengembangkan model di bidang PNFI/PLS.
(2)  Beban kerja Pamong Belajar untuk melaksanakan kegiatan belajar mengajar, mengkaji program, dan mengembangkan model di bidang PNFI sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit 24 (dua puluh empat) jam dalam 1 (satu) minggu.

Mutu Pamong Belajar
Dalam upaya peningkatan mutu tenaga pamong belajar, secara jelas tertuang dalam Peraturan Menpan nomor 15 tahun 2010 pasal 14. Pengembangan model adalah upaya penemuan sesuatu yang baru (adaptif dan inovatif) menurut kaidah dan metode ilmiah tertentu sehingga melahirkan formulasi yang dikehendaki.
Pada pasal 15 Pengembangan profesi adalah kegiatan pamong belajar dalam rangka pengamalan ilmu pengetahuan, teknologi, dan keterampilan untuk peningkatan mutu pendidikan pada umumnya dan mutu pembelajaran /pelatihan/ pembimbingan pada khususnya serta pengembangan profesionalitas pamong belajar.
Pasal 16 Angka kredit adalah satuan nilai dari tiap butir kegiatan dan/atau akumulasinilai butir-butir kegiatan yang harus dicapai oleh Pamong Belajar dalam rangka pembinaan karier kepangkatan dan jabatannya. 
Pasal 17 Tim Penilai Angka Kredit adalah tim penilai yang dibentuk dan ditetapkan oleh pejabat yang berwenang dan bertugas menilai prestasi kerja Pamong Belajar.
Selain hal-hal di atas, juga tugas pamong belajar seperti:  Pengkajian program di BP2PNFI adalah proses kegiatan pengumpulan dan penelaahan data yang berkaitan dengan pelaksanaan program PNFI yang dilakukan secara berencana dan sistematis dengan mengunakan alat dan metode ilmiah tertentu untuk menilai tingkat keberhasilan atau pencapaian tujuan program.

Jabatan, Kedudukan, dan Tugas Pokok
Untuk mengkaji terhadap jabatan pamong belajar terurai dalam pasal 2, Jabatan Fungsional Pamong Belajar termasuk dalam rumpun pendidikan lainnya. Kemudian dalam pasal 3 yaitu:
(1) Pamong Belajar berkedudukan sebagai pelaksana teknis fungsional di bidang belajar  mengajar, pengkajian program, pengembangan model PNFI.
(2) Pamong Belajar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan jabatan karier yang hanya dapat diduduki oleh seseorang yang telah berstatus sebagai Pegawai Negeri Sipil.

Formasi Pamong Belajar
Dalam formasil pamong belajar secara jelas terurai dalam Pasal 26 dengan rincian sebagai berikut:  (2) Formasi jabatan Pamong Belajar sebagaimana dimaksud ayat (1) diatur sebagai berikut:
a. Formasi jabatan Pamong Belajar pada UPTD/SKB atau sebutan lain yang
    sejenis paling banyak 35 orang;
b. Formasi jabatan Pamong Belajar pada UPTD/BPKB atau sebutan lain
    yang sejenis paling banyak 50 orang;
c. Formasi jabatan Pamong Belajar pada UPT/BPPNFI paling banyak 70 org;
d. Formasi jabatan Pamong Belajar pada UPT/P2PNFI paling banyak 100 org.

Sejarah Pendidikan Nonformal di Indonesia
Melirik sejarah pendidikan bahwa pendidikan nonformal ini lebih muda dari pendidikan informal, tapi lebih tua dari pendidikan formal.  dizaman penjajahan Belanda, pendidikan nonformal ini, dilakukan karena pihak pemerintah Belanda membutuhkan tenaga kerja untuk pembangunan gedung perkantoran, rumah-rumah pejabat Belanda dan pembangunan gereja. Mulai saat itulah kursus-kursus pertukangan dilaksanakan oleh pemerintah Belanda kepada masyarakat pribumi. Dan saat itu pula, lahirnya pendidikan nonformal di tanah air.
Kursus Pertukangan

Dipihak lain pendidikan nonformal juga muncul juga di pesantren-pesantren, yang lebih tua/lebih dahulu dari kursus pertukangan di atas. Karena para santri belajar membaca dan menulis baik huruf arab  maupun latin.

Awalnya Pendidikan Nonformal
Pendidikan nonformal yang kongkretnya, diawali sejak pemerintah penjajah Belanda berkeinginan melakukan sesuatu pembangunan. Maka para pemuda terampil mereka di daftar untuk mengikuti kursus tertentu ke tempat yang ditentukan. Misal pihak pemerintah Belanda berkeinginan mendirikan Gedung Pemerintahan di kota-kota besar di Indonesia. Maka mereka kursus para pemuda dalam dunia pertukangan dalam kurun waktu tertentu. Tapi kalau kursus baca tulis lebih dahulu di adakan oleh persantren. Setelah anggaran dari negeri Belanda datang, maka tenaga kerja yang telah selesai dilatih tersebut mengerjakan Bangunan Gedung Kantor Pemerintah Belanda. Sehingga bila kita masih ingat di awal tahun 60-an masih berdiri gedung-gedung pemerintah Belanda baik di Provinsi maupun Kabupaten, bahkan sampai tahun-tahun pertengan 70-an. Hanya saja typenya yang berbeda. Makin besar jumlah penduduk maka makin besar pula gedung yang didirikan.
Contoh lain yang masih sebagian ada menjadi munomen seperti: Gereja, di Jakarta, Yogyakarta, Surabaya, Makassar dan kota-kota lainnya. Bentuknya hampir sama, Cuma besarnya yang berbeda.
Bekerja mencari sesuap nasi
Dengan terampilan pertukangan seadanya

Dalam masa kemerdekaan sekarang ini, penulis mencoba memberikan contoh masa orde baru. Yakni Masjid dari: Yayasan Amal Bakti Muslim Indonesia. Hampir di semua kota Kabupaten ada, tinggal typenya yang berbeda. Penulis saat menulis edisi ini, dalam masa reformasi belum melihat secara jelas apa peninggalan untuk masa depan kita di negeri tercinta ini. Walau dalam masa reformasi banyak protes karena kebebasan yang sudah memuncak, belum banyak hasil-hasil yang diprotes menemukan titik yang dinantikan oleh banyak orang. PLS bicara dalam hal Fasilitas belajar, tenaga pengajar (tutor), Warga Belajar (WB) masih belum selengkap mereka yang berada dalam pendidikan formal.  Sedangkan   yang memonitor segala kegiatan berdasarkan walayah kerjanya adalah: penilik (pengawas pada pendidikan formal).     

Ciri PNF atau PLS
Banyak pendapat yang beragam tentang ciri pendidikan nonformal atau PLS penulis menetapkan yang paling sederhana, ada 4 macam ciri yang mudah dipahami, masing-masing:
(1)    waktunya pendek;
(2)    jenis pendidikannya beragam;
(3)    usia pesertanya tidak harus sama;
(4)    waktunya penyesuaikan.

Proses Belajar PLS

Pendidikan NonFormal
Sebetulnya Jalur pendidikan di luar pendidikan formal yang dapat dilaksanakan secara terstruktur dan berjenjang. Pendidikan nonformal berdasarkan Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional nomor: 20 tahun 2003 disebutkan secara jelas diselenggarakan bagi warga masyarakat yang memerlukan layanan pendidikan yang berfungsi sebagai pengganti, penambah, dan/atau pelengkap pendidikan formal dalam rangka mendukung pendidikan sepanjang hayat.
Selain itu, pendidikan nonformal berfungsi mengembangkan potensi peserta didik dengan penekanan pada penguasaan pengetahuan dan keterampilan fungsional serta pengembangan sikap dan kepribadian profesional. Dalam pendidikan nonformal ini, peran pamong belajar sangat dinantikan. Bagi pamong yang kreativitasnya tinggi dan dapat memanfaatkan hal itu, menjadi sumber belajar masyarakat.
Dalam Peraturan MENPAN RI Nomor: 15 Tahun 2010 secara jelas tertuang dalam pasal 3. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran/pelatihan /pembimbingan agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.
Sedangkan dalam pasal 4 Pendidikan nonformal (PNF) adalah jalur pendidikan di luar pendidikan formal (PLS) yang dapat dilaksanakan secara terstruktur dan berjenjang.

2 macam Pendidikan nonformal atau PLS
Berdasarkan perkembangan zaman, ada 2 pendidikan nonformal yang harus dicermati. Ke 2 hal tersebut adalah: (1) Pendidikan nonformal atau PLS yang formal ini, ada di perguruan tinggi. Karena waktu pendidikannya antara 3,5 – 5 tahun dengan gelar (S-1). Ada pula Program Magister (S-2) dan Doktor  S-3); dan (2) Ada pula pendidikan nonformal dan lembaga pelatihan serta kursus-kursus yang jangka waktunya, pendek dan non gelar. Seperti dalam uraian di atas. Khusus untuk PLS formal mahasiswa dididik dalam pendidikan secara formal, namun kacamatanya ke luar sekolah. Artinya mahasiswa PLS. Dididik  selama perkuliahan untuk mahasiswa bisa dan punya keahlian dalam pendidikan luar sekolah. Walau sesederhana mungkin.

Memperhatikan Peraturan Pemerintah
Dalam Peraturan Pemernitah (PP) yang dikeluarkan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Berokrasi No 15 Tahun 2010 Tentang Jabatan Fungsional Pamong Relajar dan Angka Kreditnya. Secara jelas terurai pada:
Pasal 1 Jabatan Fungsional Pamong Belajar adalah jabatan yang mempunyai ruang lingkup, tugas, tanggung jawab dan wewenang untuk melakukan kegiatan belajar mengajar, pengkajian program, dan pengembangan model Pendidikan Nonformal dan Informal (PNFI) pada Unit Pelaksana Teknis (UPT)/Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) dan satuan PNFI sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang diduduki oleh Pegawai Negeri Sipil.
Pasal 2 Pamong Belajar adalah pendidik dengan tugas utama melakukan kegiatan belajar mengajar, pengkajian program, dan pengembangan model Pendidikan Nonformal dan Informal (PNFI) pada Unit Pelaksana Teknis (UPT)/Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) dan satuan PNFI. 

Implementasi Pendidikan Nonformal
Bila memperhatikan Implementasi Pendidikan Nonformal sebenarnya pelaksanaannya jauh lebih rumit dari pendidikan formal. Karena tutor (dalam pendidikan formal guru), harus mencari sendiri warga belajarnya atau WB (dalam pendidikan formal murid) di nonformal, tempat belajarnya karena tidak tersedia seperti di pendidikan formal “gedung  sekolah”, maka di pendidikan nonformal harus bisa memanfaatkan, seperti: balai desa, rumah penduduk atau di mana saja, berdasarkan kesepakatan bersama antara tutor dengan wb. Masih bagus nasibnya mereka masa sekarang. Dewasa ini ada pusat kegiatan belajar masyarakat (PKBM), lembaga-lembaga kursus sudah banyak memiliki gedung / tempat belajarnya. Demikian juga tentang waktu, harus berdasarkan kesepakatan. Apakah sore hari, malam hari atau hari-hari yang ditentukan. Namun tujuannya materi belajar harus tercapai.
Kemudian yang tidak kalah pentingnya materi belajar yang diberikan, tidak mesti ada di toko buku. Beda dengan guru di sekolah formal, buku materi belajar telah tersedia di toko buku. Oleh sebab itu, tutor harus bisa merancang bangun dan rekayasa materi belajar WB-nya.    Keterampilan ini, sangat dinantikan oleh seorang tutor.

Sasaran Awal PNF atau PLS
Sasaran awal dari pendidikan nonformal atau PLS ini, semula hanya sekedar upaya kemanusiaan, merasa masih banyak warga negara kita, yang belum tuntas wajib belajar mereka. Bahkan di sana-sini ditemukan warga masyarakat yang buta huruf murni. Sehingga warga negara kita yang sadar, terhadap nasib bangsanya bagaimana mereka yang masih tuna aksara dan belum tertangani oleh pemerintah. Padahal dalam pembukaan UUD’45 secara jelas tercantum upaya mencerdaskan kehidupan bangsa.  Maka  dibentuklah kelompok belajar (kejar) apakah untuk pemberantasan buta huruf (paket A) setingkat sekolah dasar. Agar mereka yang tuna aksara di mana-mana itu, bisa belajar membaca, menulis dan berhitung (calistung) agar tidak mudah diperdayakan orang. Masa lalu muncul buku yang dicetak pemerintah berupa paket A-1 sampai dengan A-100  tempoe doeloe.

Setelah paket A setara sekolah dasar berhasil tidak hanya sekedar warga belajar(wb-nya) sudah dapat membaca menulis dan berhitung (calistung), maka pemerintah meningkatkan pada Paket B setara SLTP, dan juga Paket C setara dengan SLTA.

Sejarah hidup sejumlah orang yang ikut paket C setara SLTA ini, ternyata banyak alumnusnya yang jadi anggota DPR/DPRD. Karena syarat pendidikan terendah adalah SLTA. Bagi karyawan yang bekerja hanya memiliki ijazah SLTP dan ikut paket C bisa menyesuaikan ijazahnya dari golongan I menjadi golongan II. Peristiwa lain, sudah ada beberapa orang yang mencalonkan diri jadi bupati, dengan menggunakan ijazah paket C bisa menjadi bupati di daerahnya.

Selama ini sudah banyak lulusan kejar paket C yang dapat melanjutkan ke perguruan tinggi, terlebih bagi perguruan tinggi yang memiliki jurusan/program studi PLS. Dengan demikian apa yang diisyaratkan oleh Undang-Undang di atas bahwa: Pendidikan nonformal adalah pendidikan diselenggarakan bagi warga masyarakat yang memerlukan layanan pendidikan yang berfungsi sebagai pengganti, penambah, dan/atau pelengkap pendidikan formal dalam rangka mendukung pendidikan sepanjang hayat sudah terjawab.


Realita Pendidikan Norformal atau PLS
Dalam kenyataan yang ada sekarang ini, Dirjen Pendidikan Luar Sekolah atau sekarang atau beralih nama dengan dengan Dirjen Pendidikan Anak Usia Dini dan Pendidikan Informal (PAUDNI) maka secara realita pendidikan infomral sampai saat ia masuk pada Dirjen PLS. Sehingga pendidikan informal menggabung pada pendidikan nonformal. Secara konkrit diantaranya pendidikan informal masuk ke Dirjen PLS ini, adalah pendidikan anak usia dini. Namun kritik tajam dari para tokoh PLS di perguruan tinggi, masuknya PAUD meraja lela. Sepertinya menghapus kehidupan PLS sejak lahirnya Dirjen ini, kok dengan mudah dihapus begitu saja. Padahal perubahan ini tidak ada sebutan dalam Undang-Undang.


Angka Kredit Pamong Belajar
Peraturan Menpan nomor: 15/2010. Rincian Butir Kegiatan Pamong Belajar Dan Aangka  Kredit sebagai berikut:


RINCIAN BUTIR KEGIATAN PAMONG BELAJAR
DAN ANGKA KREDITNYA
No
Unsur
%
Pangkat
Ket
1.
Pendidikan



2.
Kegiatan Belajar Mengajar



3.
Unsur Pengkajian Program PNFI



4.
Pengembangan Model PNFI



Catatan: contoh tabel di atas, belum sesuai dengan aslinya.

Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam bidang pendidikan: (1) pamong belajar  yang belum memiliki ijazah sarjana, (2) pamong belajar pendidikan Diploma III, (3) pamong belajar berpendidikan sarjana, dan (4) pamong belajar berpendidikan pascasarjana.

 Dalam Pasal 6 Peraturan Menpan nomor: 15/2010. ada 6  Unsur dan sub unsur kegiatan Pamong Belajar yang dapat dinilai angka kreditnya,  terdiri dari:
a. Pendidikan, meliputi:
1. Pendidikan sekolah dan memperoleh ijazah/gelar;
2.Pendidikan dan pelatihan (diklat) kedinasan, kursus dengan memperoleh sertifikat atau Surat Tanda Tamat Pendidikan dan Latihan (STTPL) atau sertifikat; dan
3. Diklat prajabatan dan memperoleh STTPL atau sertifikat.

b. Kegiatan belajar mengajar, meliputi:
1. Perencanaan pembelajaran/pelatihan/pembimbingan;
2. Pelaksanaan pembelajaran/pelatihan/pembimbingan; dan
3. Penilaian hasil pembelajaran/pelatihan/ pembimbingan.

c. Kegiatan pengkajian program PNFI, meliputi:
1. Persiapan pengkajian program; dan
2. Pelaksanaan pengkajian program.

d. Kegiatan pengembangan model PNFI, meliputi:
1. Penyusunan rancangan pengembangan; dan
2. Pelaksanaan pengembangan.



e. Pengembangan profesi Pamong Belajar, meliputi :
1. Pembuatan karya tulis/ilmiah di bidang PNFI;
2. Pengembangan sarana pendidikan nonformal dan informal;
3. Pengembangan karya teknologi tepat guna, seni, dan olahraga yang
    bermanfaat di bidang PNF; dan
4. Penyusunan standar/pedoman/soal dan sejenisnya.

f. Penunjang tugas Pamong Belajar, meliputi:
1. Pengabdian pada masyarakat/kegiatan sosial kemasyarakatan;  
2. Peran serta dalam seminar/lokakarya di bidang pendidikan;
3. Berprestasi dalam bidang pendidikan;
4. Perolehan penghargaan/tanda jasa/tanda kehormatan/satya
    Lancana karya satya;
5. Perolehan ijazah/gelar kesarjanaan lainnya; dan
6. Berperan aktif dalam penerbitan jurnal/majalah di bidang pendidikan
    formal dan informal.

Jabatan Fungsional Pamong Belajar
(1) Jabatan fungsional Pamong Belajar adalah jabatan tingkat keahlian.
(2) Jenjang jabatan Pamong Belajar dari yang paling rendah sampai dengan yang paling tinggi, yaitu:
a. Pamong Belajar Pertama;
b. Pamong Belajar Muda; dan
c. Pamong Belajar Madya;
(3) Jenjang pangkat Pamong Belajar sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
    sesuai dengan jabatannya, yaitu:

a. Pamong Belajar Pertama:
1) Penata Muda, golongan ruang III/a; dan
2) Penata Muda Tingkat I, golongan ruang III/b.

b. Pamong Belajar Muda:
1) Penata, golongan ruang III/c; dan
2) Penata Tingkat I, golongan ruang III/d.

c. Pamong Belajar Madya:
1) Pembina, golongan ruang IV/a;
2) Pembina Tingkat I, golongan ruang IV/b; dan
3) Pembina Utama Muda, golongan ruang IV/c.



Mengembangkan Materi Belajar
Pamong belajar yang kreatif, setiap tahun ia harus punya materi unggulan dalam pengembangan yang dijadikan eksperimennya. Dalam melakukan eksperimental tersebut, sebaiknya disediakan anggaran untuk pengembangan. Hal ini suatu kelebihan dibanding dengan pamong belajar yang bertugas di SKB.
Materi-materi yang perl dikembangkan sebaiknya sebelumnya menyusun proposal yang diseminarkan untuk mendapatkan masukan dalam ujicoba pengembangan itu. Setelah dilaksanakan sesuai dengan jadwal yang dilakukan maka dilakukan lagi seminar ke 2 tentang hasil pengembangan. Sehingga out camenya dapat atau tidak di terapkan di kabupaten/kota atau di BP2PNFI itu sendiri.
Secara sederhana sebuah eksperimen yang dilakukan dalam program pengembangan tertentu sebagai berikut:
Dari konsep di atas, berupa input seperti nomor urut Pertama: merupakan rencana tujuan yang bakal dicapai dalam sebuah program pengembangan pendidikan luar sekolah. Sehingga rencana di tujuan ini, harus dapat dibuktikan hasilnya.
Konsep nomor urut Ke dua:  pelaksanaan / implementasi atau istilah lain proses program pengembangan pendidikan luar sekolah. Apakah program ini dapat dilaksanakan sesuai dengan rencana harus sesuai tujuan. Perlu pula dikaji terhadap dorongan dan kendala yang timbul selama proses pelaksanaan ini berjalan.
Konsep nomor urut Ke tiga: di atas, hasil yang telah dicapai. Adapun hasil yang telah dicapai apakah terjadi kecocokan dengan  rencana di tujuan bakal dicapai dalam proposal sebuah program pengembangan pendidikan luar sekolah, kalau dicapai bagaimana kalau tidak juga bagaimana disertai dengan faktor pendukung dan hambatan, yang ditemui selama dalam proses. Biasanya dalam hasil yang diperoleh tidak sampai di situ. Tapi perlu dilanjutkan dengan cara apakah dikembangkan dalam hal yang sama ataukah ke tempat lain.
Sedangkan nomor urut Ke empat: adalah out came. Dari hasil yang diperoleh dapat dikembangkan di mana-mana. Dan disini biasa sering terjadi beda konsep antara kelompok teknokrat dengan berokrat, dalam hal anggaran. Dalam out come ini, bisa berkembang ke mana-mana sesuai hasil uji coba yang dilakukan, seperti pada urut ke tiga. Namun kalau hanya dibatasi anggaran sampai pada hasil, pihak teknokrat tidak dapat mencobakan ekperimentkannya. Biasanya di sini terdapat kendala untuk pengembangan program. Sehingga hasil yang dilaporkan belum kuat dijadikan jaminan dalam menentukan kebijakan ilmiah. Tapi bagi berokrat, dengan berbagai alasan hal itu sampai tahap ke tiga sudahlah. Karena mereka cukup eralasan, anggaran pemerintah hanya 1 tahun anggaran. Ini sebaiknya pihak tertentu harus dapat memfasilitasinya.

Keluhan seorang Pamong
Memang tidak semua pamong belajar yang bekerja di Sanggar Kegiatan Belajar (SKB), puas di tempat kerjanya. Dalam perjalanan keliling yang terkadang hanya spontasitas penulis dari SKB ke SKB dari PKBM ke PKBM dan dari Kelompok Belajar ke Kelompok Belajar. Sungguh memilukan, seorang pamong belajar yang ternyata mutasi dari sekolah formal dengan tugas guru, tertarik melihat kehidupan pamong belajar sepertinya santai. Tapi ternyata ada yang harus dipacu. Kalau tidak dengan disadarinya pekerjaan sebagai pamong belajar harus mengetahui persis bagai mana pendidikan orang dewasa (POD).
Penulis mengamati secara retrospektif apa sebab ia mutasi ke pamong belajar. Dan setelah menjadi pamong balajar apa yang ia lakukan. Ternyata pekerjaan pamong belajar itu sebetulnya tidaklah mudah. Sebab proses belajar mengajar dalam PLS itu, jauh lebih berat dibading bekerja sebagai guru formal. Sebab penulis memberikan sejumlah perbeda dan kesamaan. Misalnya sebagai guru, mengajar sudah ada muridnya, materi belajar sudah disiapkan di sekolah, atau di toko buku. Sebagai guru sudah di gaji tetap dalam setiap bulan. Ruang belajar tersedia, demikian juga meja kursi dengan fasilitas sekolah. Sekarang bagaimana sebagai seorang pamong belajar, mengajar muridnya di cari oleh pamong belajar atau tutor, materi belajar harus disiapkan oleh pamong belajar atau tutor, atau bahan belajar, belum tentu tersedia di toko buku. Sebagai pamong belajar ataupun juga tutor tidak digaji secara jelas (pamong PNS). Ruang belajar belum tersedia sehingga mencari tempat bersama warga belajar. Apakah di balai desa, rumah penduduk, demikian juga meja kursi tidak tersedia.
Dengan demikian, pamong belajar ternyata mengeluh, dalam mencari warga belajar sulit. Sementara tempat belajar yang direncanakan belum tentu sepakat dengan warga belajarnya. Apa lagi upaya untuk naik pangkat. Karena dengan proses belajar yang tidak dapat dilaksanakan seperti halnya di sekolah formal. Akibatnya kenaikan pangkat yang bersangkutan tertunda-tunda.
Sebagai pamong belajar yang bertugas di BP2PNFI baik di provinsi maupun regional. Tentu harus bisa merancang bangun dan rekaraya bahan belajar belajarnya. Setelah eksperiment selesai, pamong belajar menerapkan di SBK-SKB tertentu, agar kulialitas pamong belajar dapat menjadi cerminan di daerah itu.
Dengan memperhatikan seperti apa yang telah diuraikan di atas, maka upaya peningkatan mutu tenaga pamong belajar, secara jelas tertuang dalam Peraturan Menpan nomor 15 tahun 2010 pasal 14. tentang Pengembangan model adalah upaya penemuan sesuatu yang baru (adaptif dan inovatif) menurut kaidah dan metode ilmiah tertentu sehingga melahirkan formulasi yang dikehendaki.

PLS Ditinggalkan
Sungguh menyedihkan, dan dirasa perlu perhatian ke masa depan. Kalau Bidang Pendidikan Nonformal dan Informal, baik tingkat  provinsi maupun kabupaten/kota menjauhi terhadap jurusan/program studi PLS apakah  pada S1 ataupun Program Magister (S-2) PLS di Pascasarjana Universitas  Palangka Raya, tentu akan menjadikan ketidak harmonisan. Karena program dari pusat yakni: Dirjen PAUDNI Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI, berkali-kali berubah. Sepertinya tidak ada pendirian.
Ada cemoohan mahasiswa-mahasiswa kami, kenapa bidang PLS tidak diduki oleh orang yang betul-betul sarjana PLS. Anggapan mereka jika orang-orang yang bekerja dibidang PAUDNI ditempatkan mereka yang cocok kesarjaannya (PLS), dan bukan asal pasang kesarjanaan itu, maka perkembangan PAUDNI di Provinsi dan Kabupaten/Kota tentu jauh lebih baik dari masa sekarang. PAUDNI sebenarnya adalah pekerjaan teknis, dan beda sekali dengan bidang lain. Bidang PAUDNI ini,  tidak semua orang tahu apa underdil PLS itu secara mudah. Jika di tempatkan orang-orang yang bukan ahlinya betul-betul PLS, dan tidak semata-mata mencari jabatan belaka, maka tunggu kehancurannya.
Perubahan nama sekarang sudah pertanda PLS bakal ditinggalkan. Karena kelompok yang kurang setuju dengan PLS lebih mudah melepas profesi PLS dari Dirjen ini. Ini sebuah wahana buruk bagi masa depan PLS. Sebab yang jelas-jelas nama Jurusan/Prodi PLS sudah tidak mereka kenal di mana saja ada PLS itu. Apa lagi kalau Dirjen PLS diberi nama Dirjen PAUDNI. Secara jelas tidak ada hubungan antara Jurusan/Prodi PLS dengan PAUDNI. Penulis mengusulkan agar kembalilah nama PLS tercantum pada Dirjen ini. Karena nama baru ini mengaburkan PLS. Kalau tidak, PLS  harus berputar haluan. Selain nama Dirjen istilah bahasa asing dalam UUSPN nomor 20/2003  tidak perlu lagi dipakai seperti sekarang PNFI. Kayanya hebat benar bahasa asing. Padahal Dirjen lain tidak, dan bahasa Indonesia sudah ada. Tentang arti pendidikan nonformal itu.
Memurut Darlan (2010) bahwa:”...Kalau kita mengkaji secara cermat, berubahnya Dirjen PLS menjadi Dirjen PAUDNI ini, ada yang perlu dipertanyakan...”. Kenapa perubahan nama Dirjen ini sepertinya secepat kilat demikian, menjadi Dirjen PAUDNI. Padahal dalam Undang-Undang Nomor 20/2003 tidak disebut Dirjen PAUDNI. Sehingga bisa menimbulkan masalah baru dalam Dirjen pendidikan luar sekolah yang selalu berubah-ubah itu, mau diapakan.

Daftar Pustaka

Darlan, H.M.Norsanie, 2008. Pamong Belajar Sebagai Salah Satu Upaya Meningkatkan Kualitas Pendidikan NonFormal di SKB Kuala Kapuas, Palangka Raya.
------------, 2010, Membangun Sinergi  Lintas Sektoral Menciptakan  Masyarakat
               Gemar Belajar, Makalah Seminar Temu Alumnus PLS Universitas
               Negeri Malang (UNM) Jawa Timur, 14 Juni 2010, Malang.
------------,2011. Evaluasi  Program Paud  BPPNFI  Regional VI  Kalimantan, Banjarmasin.
Hapsari, 2008. menyelenggarakan program  Pendidikan Non Formal dan informal, Jakarta.
------------, 2010. Kiplarah PLS Dalam Pemberdayaan 
Masyarakat Kawasan Desa Tertinggal (Antara Harapan dan Kenyataan), Sekolah Pascasarjana UPI, Bandung.
PP nomor 15. 2010.  Kementrian Negara  Pendayagunaan  Aparatur Negara dan Reformasi Berokrasi, tentang: Jaabatan Fungsional  Pamong Relajar Dan Angka  Kredinya, Jakarta.
Tim Akar Media 2003. Desa adalah sekelompok rumah di luar kota yang merupakan kesatuan kampung di luar kota, dusun, Jakarta.
Under, Filed, 2010. Revisi Jabatan Fungsional dan Angka Kreditnya, PTK-PNF, Jakarta.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar