Jumat, 29 Juni 2012

MELATIH DIRI UNTUK BERWIRAUSAHA BAGI PEMUDA PELOPOR PEMBANGUNAN PEDESAAN


Oleh  :
H.M.Norsanie Darlan

Pendahuluan
Diketahui bersama bahwa pemuda adalah generasi penerus bangsa. Sehingga para pemuda/remaja sejak dini diberbagai hal harus diberikan  bekal untuk persiapan masa depan mereka. Para pemuda pada waktunya nanti setuju tidak setuju, senang tidak senang mereka ini, secara alamiah harus menjadi penerus pembangunan pedesaan. Oleh sebab itu, materi apapun yang di diberikan selama dalam pelatihan ini, merupakan bahan yang sangat penting. Karena pada waktunya nanti pemuda pelopor adalah harus kreatif di mana ia bertugas. Untuk berlatih dan membawa harum nama bangsa dalam upaya mencerdaskan bangsa.  
Dalam tulisan pada buku ini, penulis akan menguraikan sebagai bekal dalam berbagai hal yaitu: Tujuan penulisan, Merelirik Sudut Pendidikan,  Kewirausahaan, Pendidikan Kewirausahaan Non Formal, Berbagai Pendapat Ahli, Pemuda Pelopor, 3 Tantangan Generasi Muda, Tantangan masuk sekolah, Tantangan masuk Perguruan Tinggi, Tantangan masuk lapangan kerja, Pendidikan Mana Untuk Pemuda/Remaja Kreativitas Pemuda, berwirausaha, Pemuda Pelopor harus punya Kelebihan, Ditunggu Pemuda Kreatif  dan Daftar Pustaka dll untuk lebih jelasnya hal-hal di atas, akan di uraikan secara rinci sebagai berikut:

Tujuan Penulisan
Buku penulisan buku ini tidak lain ingin memenuhi surat permintaan panitia, yang meminta kepada penulis tentang perlunya peserta pelitihan diberikan bekal tentang: Kewirausahaan pemuda sebagai pelopor pembangunan bangsa. Dengan pemberian materi ini, diharapkan peserta petihan, memperoleh seperangkat bekal mereka yang pada waktunya nanti, mereka sebagai calon pemimpin bangsa ini nanti, akan dapat menerapkannya di masyarakat. Terlebih di mana pemuda pelopor ini bertugas.
Harapan kita semua peserta pelatihan ini, dapat memanfaatkan materi-materi yang sangat sederhana ini, guna bekal mereka bila kempali ke daerahnya masing-masing, dalam menjalankan tugas sebagai pemuda pelopor tersebut.

Berbagai Pendapat Ahli
Arti Melatih diri; menurut: Norsanie Darlan, (2011) adalah :”...membiasakan seseorang untuk bertindak kreatif untuk kepentingan tidak hanya bagi dirinya sendiri, tapi juga untuk orang lain...”. dengan demikian melatih diri bagi pemuda pelopor sungguh dinantikan. Sehingga pemuda pelopor siap menjalankan kepeloporannya di mana ia bertugas.
Arti Berwirausaha; merupakan suatu perbuatan dalam mempersiapkan diri untuk masa kini dan masa datang. Apakah untuk diri pemuda pelopor itu sediri ataukah buat orang lain. Berwiraswasta tentu saja melatih diri untuk kecamapan hidupnya. Sehingga tidak ada merasa ketergatungan pada orang lain.
Arti Pemuda Pemuda Pelopor; adalah menurut Abdul Gafur (1980) adalah:”... seseorang yang mempersiapkan dirinya untuk maju kebih dahulu ke depan dalam berbagai hal...”. demikian juga pemuda pelopor pedesaan yang maksudnya seorang pemuda yang berjiwa kesatria dalam membantu pempelopori sesuatu pekerjaan atau program guna kemajuan desa di mana yang bersangkutan bertugas. Tujuannya tidak lain adalah membangun desa dan masyarakat demi kemajuan bangsa dan negara.
Masih bicara masalah pendidikan dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional no 20 tahun 2003 Bab III  pasal 4 ayat 6 Pendidikan diselenggarakan dengan memberdayakan semua komponen masyarakat melalui peran serta dalam penyelenggaraan dan pengendalian mutu layanan pendidikan. Untuk lebih jelasnya tentang pendidikan, akan di uraikan tersendiri dari masing-masing jalur, sesuai Undang-Undang di atas.

3 Tantangan Generasi Muda
Menurut Darlan (2011) bahwa ada 3 (tiga) tantangan yang dihadapi para pemuda generasi muda  dewasa ini, yang ternyata tidak sebatas pada kaum muda saja yang merasakannya. Tapi orang tuapun juga merasakan hal itu. Ke 3 hal tersebut di atas adalah:
1.Tantangan masuk sekolah;
2.Tantangan masuk Perguruan Tinggi; dan
3.Tantangan masuk lapangan kerja.
Untuk lebih jelasnya ke 3 hal di atas, secara sederhana akan diuraikan satu persatu sebagai berikut:

Tantangan masuk sekolah
Sejak akhir tahun 70-an sudah melaui bermunculan satu-persatu di daerah yang menginformasikan bahwa tahun demi tahun anak usia sekolah dirasakan untuk masuk sekolah apakah sekolah dasar ataukah SLTP mapun SLTA ternyata jumlah kursi tidak sebanding dengan jumlah anak yang mau masuk sekolah. Hal ini pasti jauh berbeda.  Dengan kata lain daya tampung sekolah mulai kurang. Sementara penambahan setiap tahun sepertinya tetap tidak terbendung. Sekolah-sekolah swasta dengan tampil seadanya pun di daerah tertentu, juga dengan sangat banyak masih ada yang tak tertampung. Ini sebuah akibat ledakan penduduk masa lalu.
Dalam istilah lain adalah, “Sejak lama di negeri ini”, masuk sekolah ”para calon murid” sudah mendapatkan tantangan yang terkadang di perkotaan terdapat komentar masyarakat ”siapa berduit, ialah yang bakal dapat” dalam meraih pendidikan anaknya yang lebih baik dan kualitasnyapun tidak diragukan.
Namun kita sama maklumi bersama bahwa masyarakat pemukimannya tidak menumpuk di perkotaan. Melainkan mereka sebagian besar penduduk negeri ini, bertempat tinggal di pedesaan. Kita sama maklumi  tidak seluruh desa terlebih masa lalu terdapat sekolah dasar. Sehingga tidak menutup kemungkinan ada warga masyarakat kita yang karena sesuatu dan lain hal selama hidupnya, tidak sempat mengenyam atau menikmati dunia pendidikan formal. Atau bersekolah.
Fasilitas pendidikan di atas tidak saja untuk sekolah dasar. Padahal wajib belajar kita tidak lagi Wajar 6 tahun. Tapi sudah bergeser ke 9 – 12 tahun. Sementara gedung SMP dan SLTA belum juga tersedia hingga anak mau belajar ke SMP dan SLTA terkendala. Hal ini menuntut agar kita dapat memikirkan bersama masalah tersebut. Karena kesempatan pendidikan yang ada di negeri kita disebabkan fasilitas pndidikan yang masih dirasakan kurang. Dipihak lain menurut M. Saad Arfani (2011) ia mengungkapkan bahwa: ”...jauhnya sekolah jadi penyebab anak-anak pedesaan tak melanjutkan pendidikan...”. kalimat di depan sungguh di temukan di mana-mana baik di daerah kita maupun di daerah lain.
Hal seperti di atas, tidak saja dirasakan di pedesaan. Tapi di perkotaan sekalipun penduduk kita yang fasilitas pendidikan sudah dianggap mendekati cukup, namun masih ditemukan penduduk kota yang belum berkesempatan mecicipi pendidikan formal. Sehingga pemulis berasumsi tidak tuntas pendidikan ini, kalau hanya dipikirkan dan di fasilitas Cuma pada pendidikan formal. Peran pendidikan non formal, ternyata sangat penting, namun  karena ketidak mengertian, ketidak fahaman mereka yang didudukkan pada bidang pendidikan non formal. Maka hal-hal di atas, tidak bisa dituntaskan. Alasan yang penulis asumsikan adalah mereka yang ditempatkan pada Subdin/Bidang pendidikan non formal masih tidak profesional. Penempatan sarjana “...atau tenaga yang bukan ahlinya, tunggu kehancurannya...”.

Tantangan masuk Perguruan Tinggi
Kalau kita melihat mulai munculnya istilah: “UMPTN” yang kepanjangannya adalah Ujian masuk perguruan tinggi negeri ini, digulir juga sejak tahun 80-an juga. Yang terkadang anak lulusan SLTA yang mau masuk perguruan tinggi tujuan Bandung, ternyata tes-nya lulus di Palangka Raya. Kenapa demikian seperti uraian ini masyarakat turut berpartisipasi menyelenggarakan pendidikan tinggi. Ternyata perguruan tinggi swasata tidak masuk UMPTN sehingga dengan tidak diperkirakan sebelumnya ia harus kuliah di Unpar-Universitas Palangka Raya. Karena di kota Bandung juga ada perguruan tinggi diberi nama Unpar. Tapi punya yayasan swasta.
Dengan seleksi yang relatif ketat disertai beratnya persaingan, 1 berbanding 15 maka tidak menutup kemungkinan calon mahasiswa yang kapasitasnya bila dibawah standar dengan sangat menyesal terpaksa harus tidak lulus pada jurusan/program studi pilihannya. Karena dengan system seleksi sekarang calon dari sumatera utara, Aceh, Papua, Sulawesi dan berbagai provinsi di Jawa dengan mudah lulus di Unpar. Sementara putra daerah, hanya gigit jari. Karena ada dugaan standar pendidikan yang ada di provinsi kita relatif rendah. Mudah-mudahan mulai terjadi perbaikan masa sekarang dan masa datang. Sehingga standar kita sama dengan kawasan yang lebih maju.
Kita sama maklumi bahwa dalam 20 tahun terakhir, sudah dirasakan di tanah air kita bahwa tes masuk perguruan tinggi negeri sungguh dirasakan betapa sulitnya. Namun seleksi ini, semakin tahun semakin tambah berat. Sehingga upaya memberikan berbagai pendidikan luar sekolah atau pendidikan non formal pada lembaga kursus pada bidangnya oleh orang tua kepada anaknya sungguh memberatkan biaya. Terlebih biaya yang diperlukan. Ada kalanya sang anak kurang perhatian, tapi orang tuanya justru sibuk mendaftar anak untuk kursus itu dan ini, dengan tujuan bahwa anaknya berhasil lulus dalam seleksi masuk perguruan tinggi.

Tantangan masuk lapangan kerja
Kaum generasi muda dewasa ini menghadapi masa sulit, sebagai akibat ledakan pendudukan di negeri kita masa lalu sangat tinggi. Hal itu memberikan efek negatif kepada generasi mncari kerja dimasa sekarang.
Selain hal di atas, bergulirnya era reformasi, yang selama ini, kurang mendukung terhadap kebijakan masa lalu. Ebagai contoh yang sdr boleh perhatikan. Kebijakan masa lampau, dinas pendidikan yang doeloe disebut Kantor Wilayah Pendidikan. Kepala Katornya paslu lulusan ”alumnus” IKIP atau FKIP. Dewasa ini ternyata dapat diduduki oleh bukan kesarjaan itu. Sehingga pastilah ada bagai perahu layar putus kemudi. Contoh lain dengan kebebasan dewasa ini, bisa terjadi juga kepala Rumah Sakit dipimpin oleh bukan dokter. Kepala Kejaksaan bisa dipimpin oleh orang yang bukan Sarjana Hukum. Jika hal itu terjadi, apa yang bakal terjadi. Ini sebagai bukti derasnya arus reformasi.
Sekarang bagaimana dengan tantangan pada sarjana sekarang. Ada dugaan kemudahan yang muncul dari pihak penentu kebijakan, seperti: penerimaan calon pegawai negeri diusulannya sangat tidak sesuai dengan tenaga kerja pada bidang-bidang yang ada di instansi yang di pimpinnya. Karena ada indikasi untuk menolong keluarga terdekat. Sehingga setelah ia masuk, apa yang harus ia kerjakan. Karena KKN-nya sudah bisa dimunculkan.
Pemuda pelopor bisa juga ia melepaskan diri dari perbuatan yang melanggar budaya, agama dan kebiasaan di masyarakat yang bersifat negatif seperti:
Menghindari 5 M + 1 P untuk lebih jelasnya adalah:
  1. Minun;
  2. Main;
  3. Madat;
  4. Madon;
  5. Maling dan;
+   Polisi
Jika bisa mengajak sesama pemuda, remaja untuk tidak berbuat 5 M di atas, maka pemuda itu bisa disebut juga sebagai seorang pemuda pelopor.

Merelirik Sudut Pendidikan  
Bila kita memperhatikan masalah pendidikan, tentunya rendahnya tingkat pendidikan masyarakat, cenderung berdampak mundurnya masyarakat yang ada di wilayah itu. Rendahnya pendidikan cenderung dengan berakhir dengan kebodohan. Diharapkan mereka tidak mudah untuk tampil dengan cara biasa. Melainkan sering dilakukan dengan kekerasan. Karena banyak hal yang mereka hadapi seperti: lapangan pekerjaaan yang tentunya tidak dapat dipekerjakan, sama dengan mereka yang bekerja pada pekerjaan elit. Karena tingkat pendidikan yang relatif terlalu rendah, sehingga kebahagian pada pekerjaan yang sedikit agak kasar dibandingkan mereka yang telah mengikuti pendidikan yang lumayan.
Dengan demikian pendidikan merupakan jendela untuk mencapai masa depan yang lebih baik. Lewat kesempatan ini  penulis mengajak pemuda /remaja yang ada ini, agar memperhatikan tingkat pendidikan dengan berbagai upaya.  Dan penulis menyadari tidak semua orang belajar itu berjalan dengan mulus. Ada kalanya proses pendidikan dengan jalan berperiku. Namun dengan berliku-liku itu, mendewasakan mereka dalam proses belajarnya. Demikian juga terhadap dunia pekerjaan, ia tentu sudah memiliki seperangkat kelebihan pengetahuan sebagai hasil belajarnya, dan akan mendapatkan nilai Plus (+) dalam pekerjaan daripada mereka yang belajar tidak pernah dihalangi oleh liku-liku kehidupan.

Beberapa Konsep Kehidupan Masyarakat
Bila kita memperhatikan  terhadap kehidupan masyarakat di pedesaan, sebenarnya mereka tidak terlalu besar tuntutan seperti mereka yang tinggal di perkotaan. Masyarakat desa hidup dengan segala seadanya. Mereka selalu dalam kehidupan pasrah. Tapi kehadiran para pemuda pelopor pembangunan sangatlah dibutuhkan.
Menurut Norsanie Darlan (2002) bahwa:”...Walau diketahui masyarakat yang kita hadapi dengan segala kepasrahan. Kehadiran pemuda pelopor pembangunan, merupakan penantian pemuda yang KREATIF diharapkan. Kenapa demikian ?, karena mereka sangat menanti kehadiran para pemuda yang banyak ide membangun masyarakat. Seperti: bagaimana para pemuda pelopor, menciptakan lapangan kerja bagi pemuda-pemuda desa...”. Walau yang sangat sederhana. Di kawasan pesisir, pemuda perlu dilatih mengolah limbah perkebunan. Seperti sabut kelapa yang dibuang dan tidak pernah dimanfaatkan. Padahal sabut banyak kegunaannya, seperti dibuat bahan baku sapu, keset, dan tali tambang.
Dengan milihat tumpukan limbah sabut yang tidak dimanfaatkan, membuat pemuda pelopor kreatif untuk mengololah menjadi produktivitas desa.
Dengan modal sebiji sabut kelapa, yang selama ini tidak ada harganya, kalau diolah para pemuda terampil, maka semula sabut yang berstatus limbah, bisa dijadikan duit.
Di Kalimantan Tengah karena tenaga terampil kita tidak muncul dan tidak mau membina warga masyarakat. Maka kulit kelapa tidak ada harganya. Tapi sebaliknya kehadiran pemuda pelopor pembangunan, yang terampil, akan dapat memciptakan lapangan kerja buat dirinya maupun buat orang lain. Ini yang kita harapkan, salah satunya adalah mengolah limbah kelapa menjadi sapu mendatangkan uang.

Kewirausahaan
Kewirausahaan menurut Hasan Alwy (2000; 1273) Moeliono (1989) Darlan, (2011) adalah:”…orang yang pandai atau berbakat mengenali suatu program atau produk baru, menentukan cara produk baru, dengan menyusun operasi untuk pengadaan produk baru dengan memasarkannya, serta mengatur permodalan dengan cermat dan baik...”.
Masalah kewiraswastaan memang banyak tokoh nasional kita. Suparman Wirahadikusuma (1979) mengatakan bahwa:”..arti wira adalah orang yang gagah berani dalam bertindak dan berdiri sendiri diatas kaki sendiri, tampa mendapatkan bantuan orang lain....”. sedangkan penulis Darlan (1983) mengartikan wiraswata adalah:” ....keberanian seseorang untuk bertindak dalam dunia usaha, tanpa meminta pertolongan orang lain...”.  Dengan demikian, pendidikan kewirausahaan ini merupakan hal yang sangat penting bagi semua pemuda guna persiapan masa depan kehidupannya.

Kewirausahaan Bagian Pendidikan NonFormalelopor
Sungguh menakjubkan, kalau kita mengkaji secara jeli satu persatu para usahawan kita di berbagai daerah di tanah air kita.  Ternyata, banyak berhasil yang diselenggarakan pendidikan luar sekolah (PLS). Para pemuda yang secara kebetulan putus sekolah, mencari tempat-tempat penyelenggara pendidikan luar sekolah seperti: kursus perternakan, perkebunan, pertukangan, perbengkelan, montir dan berbagai kerajinan, serta kursus-kursus lainnya.
Sebagai contoh di kota Yogyakarta dengan kerajinan peraknya, di Semarang pemanfaatan buah nangka djadikan kripik, sebetulnya di pesisir Kalimantan Tengah limbah sabut kelapa untuk dijadikan: Sapu, keset dll. Artinya mereka yang jeli terhadap dunia usaha akan bisa memanfaatkan lingkungan untuk dijadikan sumber penghasilan. Kalau kita jeli daerah kota Palangka Raya ada sebuah PKBM yang sungguh menggembirakan bahwa seorang tamu tokoh pendidikan luar sekolah dari Benua Afrika Mr. Juma berkunjung ke PKBM itu ia memuji keberhasilan “Kalakai” bisa dijadikan kripik has Dayak. Karena kelakai adalah tumbuhan yang sangat banyak dan tidak pernah ditanam namun kalau diolah ternyata dapat dijadikan keripik kelakai.
Sebaiknya para pemuda generasi penerus bangsa, agar melirik jalur PLS ini, untuk mengangkat sumber daya alam (SDA) di sekitar untuk dijadikan sumber penghasilan demi mencari sesuap nasi untuk keperluan dirinya sendiri, dan keluarga pemuda lainnya.

Pemuda Harus Jadi Pelopor
Bila kita ingin tahu apa sebenarnya arti Pemuda menurut Hasan Alwy (2000; 847) dan Poerwadarmita (1986) adalah:”...orang  laki-laki, remaja, taruna, yang bakal menjadi pemimpin....”. Pemuda di sini menurut pemulis tidak sebatas kaum lelaki. Tapi kalangan pemudi sekalipun juga masuk. Disadari atau tidak bahwa pemuda berperan sebagai pengganti generasi sebelumnya. Pemuda adalah menjadi sasaran pemikir agar lebih baik dari masa sebelumnya. Karena di pundak pemudalah masa depan bangsa.
Sedangkan apa itu arti pelopor menurut Hasan Alwy (2000;846) adalah:”...(1) yang berjalan terdahulu; yang berjalan di depan perarahakan dan sebagainya; (2) perintis jalan; pembuka jalan; pionir; dia dipandang orang sebagai yang yang paling terdepan dalam gerak pembaharuan (tanpa memperhitungkan resiko yang akan dialami)...”.  Dengan demikian pelopor tidak lain adalah orang yang berani mengambil resiko dalam berbuat mendahului pekerjaan orang lain, demi kepentingan pembangunan bangsa dan negara.
Dengan demikian pemuda pelopor adalah tidak lain, para pemuda yang punya kreativitas tinggi dalam berbagai kegiatan pembangunan. Misalnya seorang pemuda membuat berbagai kegiatan dalam menjelang HUT proklamasi, membuat kreasi baru dalam pembangunan, seperti: membuat karya cipta tertentu dalam pemanfaatan apa saja di lingkungan alam  sekitar. Misalnya memanfaatkan tenaga air menjadi listrik, tenaga angin menjadi sumber energi listrik, sinar matahari menjadi tenaga listrik, limbah sabut kepala jadi sapu, dll. Inilah kepeloporan pemuda. Dan banyak lagi masalah lain yang yang dipelopori pemuda. Apakah atas usahanya sendiri, ataukah bersama orang lain. Di Kalimantan Tengah sumber daya alam terkandung di dalam perut buminya banyak hal salah satunya ”batu bara”. Kenapa tidak ada kepeloporan pemuda membuat batu bara sebagai pemanas air agar mendidih dan memimbulkan uap menjadi tenaga listrik dsb.
Bila kita mencari ”pemuda Pelopor”, Kalau perlu kita akan melibatkan seluruh lapisan masyarakat. Agar betul-betul didapatkan hasil yang baik. Menurut Budi Setiawan (2010) adalah, tujuan program Pemuda Pelopor ini, untuk  mengapreasi keberadaan pemuda Indonesia yang memiliki peran strategis sebagai pelopor dalam bidang pembangunan sosial kemasyarakatan, dan memiliki potensi memberikan motivasi dan inspirasi kepada masyarakat. ”Untuk itu pemerintah terus mendorong untuk mewujudkan pemuda yang memiliki kemampuan menjadi pelopor...”.
Sementara itu, peraih Pemuda Pelopor menurut: Huala Siregar  (1991) ia mendefinisikan pemuda pelopor sebenarnya manusia merdeka, berkarya tanpa pamrih. Karya atau tindakan yang mereka lakukan itu datangnya dari Yang Maha Kuasa. “...Mereka melakukan semua itu tanpa berharap sesuatu. Jadi mari kita betul-betul menyeleksi sehingga kita menemukan pemuda merdeka dan berkarya tanpa pamrih...”. 
Sebelumnya, Staf Khusus Menpora Lalu Wildan (1991) mengusulkan, agar penilaian Pemuda Pelopor tidak hanya dibatasi pada 4 bidang saja masing-masing kewirausahaan, pendidikan, teknologi tepat guna serta seni budaya dan pariwisata), karena saat ini ada perubahan-perubahan permasalahan di masyarakat dibanding tahun-tahun sebelumnya. ”Misalnya saya mengusulkan ada pelopor bidang perubahan iklim, pertanian, informasi teknologi atau pemuda relawan bencana,” katanya.

Pendidikan Mana Untuk Pemuda/Remaja
Perlu mengetahui pendidikan mana yang dapat membantu kalangan pemuda/remaja yang secara kebetulan, karena sesuatu lain hal belum sempat mengeyam pendidikan formal. Saat sekarang ternyata faktor usia, ternyata tidak biasa lagi belajar di pendidikan formal. Maka mari kita cari pendidikan lain seperti pendidikan non formal.
Bila kita merasakan ketinggalan dalam dunia pendidikan sementara kawan seusia kita ternyata  sudah berpendidikan dan berpredikat sarjana. Maka para pemuda harus belajar. Bagaimana kalau usia sudah tidak dapat bersekolah. Untuk itu, pemerintah telah menetapkan jalur pendidikan luar sekolah atau istilah pendidikan nonformal akan dapat membatu para pemuda untuk memperoleh pendidikan melalui pendidikan nonformal. Apakah ia di pusat kegiatan belajar masyarakat (PKBM) ataukah di kelompok belajar lainnya. ’karena PKBM cukup membantu para pemuda yang putus sekolah dan sudah berusia untuk belajar apakah paket A, B ataukah paket C.  

Kreativitas Pemuda Pelopor
Kreativitas pemuda yang sangat diperlukan oleh masyarakat, saat mereka bertugas melaksanakan tugasnya atau hal-hal lain ada di wilayah Kalimantan Tengah, dunia kewirausahaan sungguhlah beragam. Para pemuda sangat bagus kalau punya kreativitasnya saat di lapangan. Walau menanamkan nilai kewirausahaan, sungguhlah tidak semudah membalik telapak tangan. Namun demikian, seorag pemuda ia harus punya konsep yang secara spontan muncul di lapangan, kalau ia mereka memperhatikan sumber daya alam di sekitar desa itu bisa diolah dan dijadikan sumber penghasilan masyarakat.
Sumber daya alam yang berlimpah, membuat manusia manja. Tapi kalau sumber daya manusia yang berkualitas, walau sumber daya alam yang terbatas, kalau SDMnya baik. Maka apa yang mereka hadapi di sekitar alam dapat ia olah menjadi apa saja yang akhirnya dapat menjadikan kesejahteraan manusianya.
Bagi pemuda yang kurang kreatif, mudah putus asa, suka menyalahkan orang lain, kurang mendukung terhadap keberhasilan dalam bertugas di pedesaan.

Kewirausahaan
 Indonesia Butuh Pemuda Kreatif, Indonesia butuh lebih banyak pemuda yang kreatif, pemimpin tua saat ini harus memberikan kepercayaan dan kesempatan kepada para pemuda untuk berkembang membangun dan merubah Indonesia. Dari dahulu hingga saat ini pemuda adalah pemicu perubahan-perubahan di negeri ini, mulai dari peristiwa Sumpah Pemuda hingga peristiwa Reformasi. Pemuda adalah aktor dalam perubahan namun yang meneruskan perubahan tersebut adalah (tetap) golongan tua kembali. Kreatifitas para pemuda di negeri ini lama-kelamaan tidak mendapat perhatian dari pemerintah. Banyak para pemuda yang telah mengharumkan nama bangsa dengan kreatifitasnya, dari bidang Sains, dunia kreatif, budaya dan seni, hingga bidang olahraga namun apresiasi pemerintah terhadap pemuda masih sangat kurang. 
Mungkin dari dahulu pemuda dicetak menjadi pegawai melalui pendidikan yang diterimanya selama bertahun-tahun, bukan dicetak menjadi seorang pengusaha yang dapat membuka lapangan kerja. Coba pemerintah memberi bantuan modal kepada para pemuda yang memiliki kreatifitas untuk mengembangkan kreatifitasnya, kita tidak akan perlu lagi mengirim berjuta-juta TKI ke luar negeri untuk menambah devisa negara, tidak perlu meminjam dana ke negara lain untuk pembangunan negeri ini, kemiskinan akan perlahan menurun dan tentunya korupsi tidak akan merajalela di negeri ini karena para pemuda yang akan membuka negara kreatif yang menghasilkan pemasukan lebih besar untuk pembangunan negeri ini. Namun hingga saat ini, pemuda masih dipandang sebelah mata oleh golongan tua dan tidak diberi kesempatan. Perjuangan para pemuda tidak akan berhenti sampai disini karena para pemuda adalah pemicu perubahan di dunia.
 Pendidikan kewirausahaan sebetulnya ditanamkan sejak lama. Bukan setelah sarjana. Kenapa demikian?. Pertanyaan di atas, merupakan bahan berpikir kita semua. Penulis sangat setuju kalau di semua perguruan tinggi pendidikan kewirausahaan dijadikan materi kuliah seperti: Ilmu Alamiah Dasar di perguruan tinggi.
Alangkah indahnya mahasiswa disaat memperdalam konsep perkuliahan diantara pada semester 6 – 7 mengembangkan pendidikan kewirausahannya yang terkait dengan konsep keilmuannya. Saat itu, mahasiswa tidak lagi berpikir agar mencari kerja ke PNS tapi ia sudah berpikir usaha apa yang bakal ia jadikan sebagai lapangan  kerja untuk diri.  Kalau hal itu kita lakukan retrospektif di awal tahun 80-an bahwa agar sarjana bisa memberikan lapangan kerja bagi orang lain. Bukankah hal itu, konsep kewirausahaan. Saat itu pemerintah pernah memberikan: pinjaman berupa kredit  mahasiswa Indonesia (KMI) yang dikecurkan via bank tidak lain sebagai modal usaha untuk mahasiswa yang sudah berada pada semester-semester akhir.
Dosen pembina mata kuliahnya harus membawa ke lapangan terhadap mahasiswa yang sedang memprogramkan / merencanakan mata kuliah kewirausahaan ini. Kalau perlu dosen yang mengajar harusnya mereka pengusaha berhasil. Atau ada dosen yang punya usaha kecil-kecilan dan berhasil yang dapat diperlihatkan kepada mahasiswa.
Dengan demikian hal di atas, merupakan pendidikan kewirausahaan dalam pendidikan formal di perguruan tinggi.

Pemuda Pelopor Punya Kelebihan
Dalam bertugas melaksanakan tugasnya sebagai pemuda harus punya program inovasi, karena sebagai seorang pemuda terlatih yang tentunya di tempat tugasnya dalam berkarya, tentu tidak boleh sama dengan kebanyakan orang.
Kalau seorang pemuda yang terkadang hanya beberapa orang berpendidikan  di dewsa, maka seorang sarjana baru yang bertugas ini harus punya kelebihan dari kebanyakan orang. Seorang pemuda masuk desa harus punya kesan tersendiri dari masyarakat.
Pengembangan usaha yang cukup signikan juga dirasakan Henky Eko Sriyantono, pemilik Bakso Malang Kota Cak Eko, yang menjadi pemenang Wirausaha Mandiri 2008 kategori pascasarjana dan alumni bidang usaha boga. Sebelumnya ia baru mempunyai 80 gerai. Saat ini berkembang menjadi 135 gerai. Karyawan pun menjadi 500-an orang dari sebelumnya sekitar 300. Omzet pun rata-rata naik 20 persen per tahun. “Branding usaha juga menjadi lebih dikenal masyarakat,” ujar Cak Eko. Sumber : Booklet Tempo.
Para tokoh nasional kita dalam berbagai event memberikan berbagai konsep kewiraswastaan diantaranya seperti: ".  Kala itu, Ciputra mencontohkan Singapura memiliki wirausahawan sekitar 7,2 persen Ciputra, Fransiskus Saverius, Herdiman (2011) adalah:"…Suatu bangsa akan maju bila memiliki jumlah entrepreneur (wirausahawan) minimal 2 persen dari total jumlah penduduk…, dan Amerika Serikat memiliki 2,14 persen entrepreneur. Bagaimana dengan Indonesia? 
Kalau kita memperhatikan terihadap manusia kita 220 juta lebih penduduk, Indonesia hanya memiliki sekitar  400.000 pelaku usaha mandiri, atau sekitar 0,18 persen  wirausahawan dari jumlah penduduknya. Hal ini tentu memrihatinkan. Padahal, menurut pendiri University  of Ciputra Entrepeneurship Center (UCEC) ini, potensi Indonesia  terbilang besar. Indonesia memiliki kekayaan alam melimpah siap diolah. Indonesia termasuk dalam ranking 10 besar penghasil tembaga, emas, natural gas, nikel, karet, dan batubara. Dan, masih  banyak lagi keunggulan komparatif yang kita miliki. Karena itu,  jika menyedikan stok enterpreneur yang cukup dan potensial,  Indonesia bisa menjadi pemain internasional yang handal.
Peraih penghargaan Kewirausahaan Sosial (Social Entrepreneurship)  Ernst and Young Entrepreneur tahun 2006 bernama: Bambang Ismawan  mengatakan:”... wirausahawan muda di Indonesia mulai bangkit...”. Hal itu  dapat dilihat dari minat dan pelaku wirausaha muda yang semakin  bertumbuh. Namun dibandingkan jumlah penduduk, jumlah entrepreneur  muda yang kita miliki memang masih sangat kurang.
Rendahnya minat dan pertumbuhan wirausahawan muda, menurut: Bambang (2006), Wiswawa (2011) adalah:”... terutama disebabkan oleh minimnya dorongan lingkungan keluarga sang anak. Orang tua lebih banyak mengharapkan anaknya bekerja sebagai pegawai negeri atau pegawai kantor. Pasalnya, pekerjaan seperti itu dinilai memiliki risiko kecil dibandingkan menjadi pengusaha. "Orang tua menginginkan anak mereka mendapatkan gaji tetap setiap bulan, daripada harus menunggu keuntungan yang memakan waktu lama...".
Harapan orang tua ini didukung pula oleh lesunya sektor kewirausahaan dalam negeri. Sektor ini dinilai memiliki risiko tinggi, sementara itu kurang menjanjikan penghidupan yang layak. Karena itu, orang tua petani rela mengeluarkan biaya tinggi untuk menyekolahkan anaknya agar mereka tidak kembali kepada pertanian. Bambang mencontohkan, tamatan Institut Pertanian Bogor (IPB) lebih banyak menjadi wartawan atau pegawai, daripada menjadi petani.
Selain pengaruh lingkungan dalam keluarga, kata Bambang, rendahnya minat kaum muda terjun dalam bidang wirausaha, juga disebabkan oleh arah dan sistem pendidikan yang kurang mendukung. Pendidikan malah tampil sebagai alat untuk menumpulkan semangat berwirausaha. Metode menghafal, misalnya, membuat anak tidak memiliki daya kreasi dan inovasi, yang sangat dibutuhkan dalam dunia kewirausahaan. Karena itulah, Bambang mendesak agar pendidikan, terutama pendidikan tinggi segera dibenahi.
Desakan agar perguruan tinggi melakukan pembenahan - bahkan perubahan paradigma - juga disuarakan Ciputra. Menurutnya, salah satu penyebab rendahnya jumlah entrepreneur di Indonesia adalah sistem pendidikan yang hanya fokus pada penciptaan tenaga kerja, bukan menciptakan enterpreneur-enterpreneur potensial.
"Setiap tahun, lembaga-lembaga pendidikan menghasilkan pengangguran, karena mereka tidak didorong untuk menjadi pelaku wirausaha," ujarnya.
Menurut Ciputra, setiap tahun perguruan tinggi Indonesia melahirkan sekitar 750 lebih sarjana yang menganggur. Karena itu, tantangan perguruan tinggi di Indonesia ke depan, katanya, adalah melahirkan wirausahawan muda.  
Menjawab tantangan itulah Ciputra mendirikan sekolah yang fokus pada upaya mengembangkan semangat kewirausahawan siswa, seperti Sekolah Ciputra, Sekolah Citra Kasih, Sekolah Citra Berkat, Sekolah Global Jaya, Sekolah Pembangunan Jaya. Terakhir, ia mendirikan University of Ciputra Entrepreneurship Center (UCEC). Program yang disiapkan UCEC antara lain mempersiapkan modul pengayaan kewirausahaan untuk kurikulum nasional, mengembangkan kurikulum kewirausahaan di Universitas Ciputra, dan mengadakan pelatihan tiga bulan kepada masyarakat.
Selain dukungan keluarga dan perguruan tinggi, pertumbuhan wirausahawan muda juga membutuhkan peran dunia usaha dan lembaga dunia usaha. Bambang memberi contoh peran pengusaha yang tergabung dalam Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (Hipmi). Organisasi ini seharusnya tidak hanya mendorong lahirnya pengusaha kaya dan bergerak dalam bidang usaha yang membutuhkan penyertaan modal tinggi, tapi juga harus mendorong munculnya pengusaha kecil yang bergerak dalam sektor kecil dan mikro (UMKM).
Menurut: Very Herdiman dan Bambang, (2011) bahwa Potensi sektor UMKM,  sesungguhnya sangat menjanjikan. Dari seluruh entitas dunia usaha yang kita miliki, 95 persen (43 juta) merupakan usaha yang bergerak dalam sektor usaha mikro. Data ini, kata Bambang, memperlihatkan bahwa Indonesia potensial melahirkan wirausahawan yang bergerak dalam usaha mikro dan kecil. 

Ekonomi Bangsa 
Beberapa tahun terakhir ini, menurut: Husein Mubarok (2009) bahwa perekonomian dunia semakin bergejolak saja. Bahkan Negara besar seperti Amerika, mulai kelihatan kehancurannya. Mengapa bisa demikian? Hal ini disebabkan oleh berbagai hal, diantaranya adalah baby birth dan biaya perang yang besar. Sebelum Perang Dunia II sedikit sekali bayi yang lahir di Amerika.
Sebaliknya, pasca perang dunia II angka kelahiran meningkat drastis. Nah, yang menjadi masalah adalah generasi dengan jumlah kelahiran luar biasa tersebut sekarang tengah menjadi pensiunan. Diperkirakan pada tahun 2016 nanti jumlah pensiunan Amerika mencapai 75 juta. Bagaimana menggaji mereka? Ini sebagai akibat angka kesehatan yang membaik.
Bahkan, tidak ada satupun pengamat ekonom yang optimis bahwa Amerika akan tetap berdiri. Yang kedua adalah dikarenakan Amerika selalu mengalokasikan dana yang besar untuk perang.Sebagai contoh saja, berdasarkan data statistik perekonomian pemerintah Amerika, dana yang diajukan untuk kasus perang Israel-Palestina adalah senilai kurang lebih $1200 triliun sedangkan yang di acc adalah kurang lebih $900 triliun. Perlu diketahui bahwa pada Tahun 2008 terjadi krisis ekonomi yang hebat di AS, Apakah Obama sanggup mengatasi masalah ini kedepannya?
Sebenarnya tidak masalah jika Amerika hancur. Yang menjadi masalah adalah siapa-siapa yang berada di belakang Amerika, yaiu para Yahudi dan Israel. Pada dasarnya orang-orang Amerika itu baik dan toleran. Yang kurang ajar adalah para pemimpinnya, yaitu para Yahudi yang telah dikuasai Dajjal. Lalu apakah Amerika tinggal diam melihat kondisi perekonomian yang seperti itu.
Bicara tentang ekonomi maka  Muizzuddin (2009)  adalah:”...Sistem ekonomi yang diterapkan, seharusnya mampu mewujudkan kesejahteraan bagi seluruh masyarakat berdasarkan asas demokrasi, kebersamaan, dan kekeluargaan yang melekat, serta pada akhirnya mewujudkan ketentraman bagi manusia. Akan tetapi Rentetan peristiwa akibat sistem ekonomi yang diterapkan terus memberikan dampaknya...”. sehingga apa yang diharapkan selalu berhasil baik.

Ditunggu Pemuda Kreatif
Pemuda yang kreatif, tidak lain adalah seorang pemuda yang tidak mudah tinggal diam di mana saja ia berada. Pemuda kreatif, setiap saat dia selalu melahirkan pekerjaan yang inovatif.
Pemuda kreatif bila melihat sesuatu, otaknya berpikir. Mau dijadikan apa hal ini, sehingga mempersembahkan sesuatu kepada orang lang di desanya. Misal saja: seperti kasus di atas, tinggal di desa, mau mengumpulkan sabut kelapa. Sabut adalah limbah perkebunan yang tidak ada harganya. Tapi degan di olah sabut bisa dijadikan bahan/alat rumah tanggal yang setiap rumah pasti memerlukan sapu.
Sapu dari sabut, sama nilainya dengan sapu dari ijuk, yang berasal dari pohon enau untuk membuat gula merah. Sabut punya cara lain bisa dibuat jadi tambang, bisa pula jadi berbagai hal seperti jok mobil, jadi kasur, jadi bahan kerajinan lainnya.
Para pemuda pelopor pembangunan di desa harus tahu apa potensi desa itu. Sehingga potensi desa bisa dijadikan olahan yang ternyata bisa menghasilkan sesuatu yang berharga. Ini sebetulnya pemuda pelopor dari pemuda yang  ditunggu masyarakat. Karena kreativitasnya.
Kumpulkan orang dewasa yang masih belum bisa membaca dan menulis, berikan pelajaran kepada mereka tentang sesuatu yang mereka butuhkan. Jika ternyata mereka masih buta huruf, lajari mereka membaca dan menulis. Ini sebuah sumbangan pemuda pelopor yang sangat besar terhadap masyarakat kita di pedesaan.
Jika pemuda pelopor pedesaan secara kreativitas bisa melakukannya, maka betapa besar sumbangan saudara-saudara terhadap bangsa di negeri kita tercnta ini. Walau sekecil mungkin, namun jasa kepeloporan saudara sangat dinantikan masyarakat di pedesaan. Hal ini, tidak terbatas dengan contoh di atas, tapi dalam bentuk apapun.
Daftar Pustaka

Arfani, M. Saad, 2011. Jauhnya Sekolah Jadi Penyebab Anak-anak Pedesaan Tidak Melanjutkan Pendidikan, Kompas, Jakarta.
Bambang, Ismawan 2006. wirausahawan muda di Indonesia mulai bangkit, Jakarta.
Bambang (2006), Wiswawa (2011). Wiraswasta terutama disebabkan oleh minimnya dorongan lingkungan keluarga, jurnal UKM, Jakarta.
Ciputra, Fransiskus Saverius, Herdiman, 2011.Suatu bangsa akan maju bila memiliki jumlah entrepreneur (wirausahawan) minimal 2 persen dari total jumlah penduduk, Kabar Wiraswasta Muda, Jakarta.
Darlan, H.M. Norsanie, 1983 Pendidikan Kewiraswastaan, PLS, FKIP Unpar, Palangka Raya.
------------, 2002. Pelatihan dan pengembangan masyarakat kawasan pantai, Disertasi, Bandung.
------------, 2011. Pengembangan Pendidikan Kewirausahaan Di Kalangan Pemuda, Dinas Pemuda Dan Olahraga, Provinsi Kalimantan Tengah, Palangka Raya
Eko. Cak, 2011. Berkembang Bersama Mandiri, Sumber : Booklet Tempo, Jakarta.
Hasan Alwy, 2000. Kamus Besar Bahasan Indonesia, Kementrian Pendidikan Nasional, Jakarta.
Herdimand, Fransiskus Saverius, 2011. Suatu Bangsa Akan Maju Bila Memiliki Jumlah Entrepreneur (wirausahawan) di Amerika Serikat, New York.
Herdiman, Very, dan Bambang, 2011. Wirausaha Mulai dari Lingkungan Keluarga, Jakarta.
Gafur, Abdul, 1982. Pidato Abdul Gafur, dalam P4 Pemuda Tingkat Nasional, Cibubur, Jakarta.
Ismawan, Bambang, 2006. Peraih penghargaan Kewirausahaan Sosial (Social Entrepreneurship), Internet.
Mubarok, Husein, 2009. Wirausaha Untuk Mengatasi Perampokan Ekonomi Bangsa, mahasiswa  jurusan Teknik Elektro dan Teknologi Informasi,UGM, angkatan, Yogyakarta.
Muizzuddin, 2009. Mewujudkan Kesejahteraan dengan Menerapkan Ekonomi Islam, Mahasiswa Berprestasi UNSRI, Palembang.
Moeliono, Anton, 1989. Kamus Besar Bahasa Indonesia,  Kementrian Pendidikan Nasional RI, Jakarta.
Poerwadarminta, W.J.S. 1986. Kamus Umum Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta.
Siregar, Huala,  1991. Mendefinisikan Pemuda Pelopor Manusia Merdeka, Berkarya Tanpa Pamrih, Jakarta.
Setiawan, Budi, 2010. Tujuan program Pemuda Pelopor, Kementrian Pemuda dan Olahraga, Jakarta.
Sriyantono, Henky, Eko, 2008. pemilik Bakso Malang Kota Cak Eko, yang menjadi pemenang Wirausaha Mandiri, Malang.
Wildan, Lalu, 1991. Agar penilaian Pemuda Pelopor tidak hanya dibatasi pada 4 bidang saja, Staf Ahli Menporan RI, Jakarta.
Wiswawa, I.K.Alit, 2011. Pengembangan Ekonomi Mikro, berbasis pada kearifan lokal, Makalah Seminar hari jadi kota Palangka Raya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar