Kamis, 28 Juni 2012

RENDAHNYA MINAT BACA MASYARAKAT


Oleh :
H.M. Norsanie Darlan

Rendahnya minat baca masyarakat apakah mahasiswa, ataukah murid/pelajar hal ini  yang perlu dipelajari apa sebab akibat dari kurangnya minat baca itu. Dewasa ini, jika kita mempelajari jumlah siswa misalnya di sekolah. Kalau tanpa adanya peran serta guru dalam memfasilitasi agar murid datang keperpustakaan. Maka perpustakaan kurang diminati oleh siswa. Dipihak lain, fasilitas/ketersediaan buku yang sangat terbatas, sehingga murid enggan datang ke perpustakaan. Apa lagi buku-buku yang tersedia di perpustakaan tidak bertambah.  Sementara buku yang tersedia sebagian sudah mereka baca.
Untuk meningkatkan minat baca murid datang ke perpustakaan, selain tersedianya buku pelajaran pada bidang studi, juga sebaiknya guru, mengarahkan muridnya untuk membaca buku-buku bacaan untuk pengayaan. Selain buku bahan ajar di sekolah.
    Sebelum kita bicara lebih jauh tentang perpustakaan yaitu: arti dari perpustakaan dalam kamus besar bahasa Indonesia yang ditulis oleh Poerwadarminta (1986) adalah:”...(1) tempat, gedung, ruang yang disediakan untuk pemeliharaan dan penggunaan koleksi buku dsb; (2) koleksi buku, majalah, dan bahan kepustakaan lainnya yang disimpan untuk dibaca, dipelajari, dibicarakan...”.  dengan demikian, perpustakaan adalah menyediakan bahan bacaan dalam berbagai bentuk, dengan tujuan menyimpan koleksi ilmu pengetahuan. Tapi perpustakaan kalau tidak dimanfaatkan, tidak dibaca. Tentu saja tidak akan akan merugikan kepada kita.
Berbicara Kurangnya Minat Baca tentang faktor penyebab kurangnya minat baca pada remaja menurut: Chika (2011) adalah sebagai berikut: bahwa minat baca masyarakat Indonesia, khususnya mahasiswa relatif rendah. Mereka lebih senang mencari hiburan pada acara: di TV, warnet, mall, play station atau tempat hiburan lainnya di banding membaca buku di perpustakaan.
Rendahnya minat baca dari hasil penelitian Writingsdy, (2007) bahwa:”...bagaimana kondisi minat baca di Indonesia?...”.  sebuah pertanyaan di atas dengan berat hati kita katakan, minat baca masyarakat Indonesia masih sangat rendah. Itu terlihat dari data yang dikeluarkan Badan Pusat Statistik (BPS) pada 2006. Bahwa:”... masyarakat kita belum menjadikan kegiatan membaca sebagai sumber utama mendapatkan informasi. Orang lebih memilih menonton TV (85,9%) dan/atau mendengarkan radio (40,3%) ketimbang membaca koran (23,5%)...”.. ini salah satu contoh rencahnya minat membaca.
Data lainnya, misalnya International Association for Evaluation of Educational (IEA). Tahun 1992, IAE melakukan riset tentang: kemampuan membaca murid-murid sekolah dasar (SD) kelas IV 30 negara di dunia. Kesimpulan dari riset tersebut menyebutkan bahwa Indonesia menempatkan urutan ke-29. Angka-angka itu menggambarkan betapa rendahnya minat baca masyarakat Indonesia, khususnya anak-anak SD. Data di atas, sungguh mencengangkan dengan kita semua. Data di atas dari 30 negara murid SD kelas IV termasuk di Indonesia ternyata masalah minat baca negeri kita tercinta ini, menduduki urut ke 29. bukan nomor 2 tapi nomor 2 paling belakang. Itulah sebabnya saya berminat untuk berkomentasi masalah minat baca ini.
Selain hal tersebut, penulis juga mengamati mahasiswa yang meu mendatangi berkunjung ke perpustakaan perguruan tinggi. Namun perpustakaan perguruan tinggi perlu menyediakan buku-buku perguruan tinggi, terlebih jurusan/program studi yang ada di perguruan tingginya. Kalau perpustakaan yang membeli buku sebaiknya bekerjasama dengan jurusan/program studi terkait. Agar buku yang dibeli betul-betul buku sesuai dengan kebutuhan mahasiswa maka perpustakaan akan diminati kunjungan mahasiswa. Dengan demikian minat baca tambah tinggi. Demikian sebaliknya.
Mahasiswa S-2 PLS Unpar
di Perpustakaan Mencari Buku yang Terkait dengan Tesisnya
Selain hal di atas rendahnya minat baca salah satunya karena dari data yang Jumlah perpustakaan umum tidak sepadan dengan jumlah penduduk di Indonesia. Sebagai contoh tidak semua kota/kabupaten di Indonesia memiliki perpustakaan. Sekarang kita baru memiliki 261 perpustakaan dari sekitar 450 kabupaten/kota se-Indonesia, ini berarti masih banyak kabupaten/kota yang belum memiliki perpustakaan...”. Kenapa demikian, karena rasa berkepentingan penguasa terhadap buku kurang.
Dalam meningkatkan minat baca di Universitas, dosen dengan mahasiswanya dan guru untuk membudayakan siswa/pelajar untuk menggunakan perpustakaan perguruan tinggi atau perpustakaan sekolah sebagai salah satu sumber belajar. Sehingga siswa sangat rendah apresiasinya terhadap karya sastra maupun buku maupun yang lainnya. Padahal buku adalah guru kedua setelah guru/dosen di tempat belajar formal. Para dosen dan guru sebaiknya memberikan tugas-tugas harian yang terkait dengan buku-buku yang ada di perpustakaan. Dengan harapan mahasiswa/muridnya mau datang ke perpustakaan.  
 (H.M. Norsanie Darlan, guru besar, dosen S-1 dan S-2 PLS Universitas Palangka Raya).

1 komentar: